Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ EPIDEMIOLOGI KARIES GIGI “

KELOMPOK 1

DISUSUN OLEH :

Muh Rifky DwiThirtha (PO.71.4.261.18.001)


Adhiya Amalia (PO.71.4.261.18.002)
Adzilah Alfitsani (PO.71.4.261.18.003)
Ainun Fadillah Basrah (PO.71.4.261.18.004)
Alda Dwiputri (PO.71.4.261.18.005)
Alif Rahman Syam (PO.71.4.261.18.006)
Alifah Aulia Ganka (PO.71.4.261.18.007)
Amalia Rezki Ananda (PO.71.4.261.18.008)
Andi Asrifoh Ismunandar (PO.71.4.261.18.009)
Andi Nurul Azizah (PO.71.4.261.18.0010)
Anggie Nurzamna RF (PO.71.4.261.18.0011)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

PROGRAM STUDI DIV

2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai dari mata kuliah
Epidemiologi Dental dengan judul “ Epidemiologi Karies Gigi ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


Makassar, 13 Maret 2020.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Epidemiologi ..........................................................................................4
B. Karies Gigi ..............................................................................................4
C. Epidemiologi Karies Gigi .......................................................................6
D. Kondisi Karies Di Indonesia ...................................................................6
E. Keadaan Karies Di Sulawesi Selatan ......................................................8
F. Etiologi Terjadinya Karies Gigi ............................................................10
G. Faktor Resiko Terjadinya Karies Gigi...................................................14
H. Pencegahan Karies ................................................................................17
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................22
B. Saran .....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karies gigi merupakan kerusakan gigi akibat bakteri yang bersifat


progresif karena gigi terpajan lingkungan rongga mulut (Hartono dan
Enny, 2010). Karies gigi merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling
umum dan tersebar luas di sebagian penduduk dunia.

Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas yang


kesekian bagi sebagian orang. Padahal, seperti kita ketahui, gigi dan mulut
merupakan 'pintu gerbang' masuknya kuman dan bakteri sehingga dapat
mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya. Masalah gigi berlubang
masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun dewasa dan tidak
bisa dibiarkan hingga parah karena akan mempengaruhi kualitas hidup
dimana mereka akan mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat,
infeksi akut dan kronis, gangguan makan dan tidur serta memiliki risiko
tinggi untuk dirawat di rumah sakit, yang menyebabkan biaya pengobatan
tinggi dan berkurangnya waktu belajar di sekolah. Karies gigi merupakan
salah satu penyakit yang diderita sekitar 90% oleh anak-anak (Darmanik,
2009). Karies gigi merupakan email dan dentin yang hancur, serta lubang
pada gigi. Karies gigi pada anak akan membawa dampak pada
pertumbuhan dan perkembangan gigi. Karies gigi yang tidak mendapatkan
penanganan cepat dapat menyebabkan pembengkakan pada wilayah gigi
(Gunadi, 2011).

Karies gigi merupakan penyakit yang dapat menimbulkan


gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya
penyerapan dan pencernaan makanan pada anak (Depkes, 2002). Karies
gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa sakit

1
sehingga anak menjadi malas makan dan juga dapat menyebabkan tulang
di sekitar gigi menjadi terinfeksi (Hidayanti, 2005).

Di beberapa negara barat prevalensi karies gigi semakin berkurang


dalam waktu sekitar dua puluh lima tahun terakhir ini, tetapi di negara
yang sedang berkembang,termasuk Indonesia,penyakit ini masih menjadi
masalah utama pada orang dewasa dan terutamapada anak-anak. Menurut
sebuahpenelitian yang dilakukan di Berisso Buenos Aires Argentina yang
dipublikasi Januari 2010 menunjukkan, anak usia 6 tahun mempunyai
prevalensi karies gigi sulung 67,9% dan gigi permanen 16,3%. Masalah
kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sudah masuk 10 besar penyakit
masyarakat. Masalah terbesar yang dihadapi saat ini di bidang kesehatan
gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (caries dentis) di
samping penyakit gusi.

Karies gigi yang tidak dirawat menjadi permasalahan besar, sebab


menimbulkan rasa nyeri, abses, kesulitan bicara dan menelan, dan selulitis
yang pada akhirnya akan menurunkan kesehatan fisik. Karies gigi
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan sangat mudah, misalnya
dengan tindakan promotif/edukasi dan pemberian fluor serta dental sealant
sebagai tindakan preventif. Pencegahan dan perawatan karies pada anak
merupakanhalpentinguntuk menghindari gangguan jangka panjang.
Menurut penelitian yang dilakukan di Kota Belgaum di selatan India,
bahwa karies awal ditemukan menjadi prediktor kuat terjadinya karies di
masa depan.9 Mendidik masyarakat untuk menyadari bahwa kesehatan
rongga mulut merupakan hal yang penting yang berhubungan dengan
kesehatan tubuh secara umum adalah tugas penting bagi para tenaga medis
di bidang kesehatan gigi.

Kelalaian orang tua karena kurang mengerti akan perawtan karies


gigi anaknya mengakibatkan gigi susu anak telat untuk tanggal sehingga
tidak menutup kemungkinan untuk gigi tetap dibawahnya tumbuh
ditempat yang tidak semestinya. Gigi yang tidak beraturan akan

2
mengakibatkan anak menjadi kurang percaya dri, pemalu, dan kurang akif
dalam lingkungan sosial. Infeksi pada gigi dan gusi akan terjadi bila karies
gigi sama sekali tidak dirawat dan tidak diperhatikan benar, kewajiban
orang tua yang menjaga kesehatan giginya dan kewajiban orang tualah
yang menjaga senyum anak-anaknya.

B. Rumuasan Masalah
Bagaiamana Epidemiologi Karies yang terjadi pada Masyarakat Indonesia,
khususnya Sulawesi Selatan ?
C. Tujuan
Mengidentifikasi Epidemiologi Karies yang terjadi pada Masyarakat
Indonesia, khusunya Sulawesi Selatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan
penyakit serta faktor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model
cornerstone penelitian kesehata masyarakat, dan membantu
menginformasika kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine)
untuk mengidentifikasikan factor resiko penyakit serta menentukan
pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk
kedokteran preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin (Universitas
Briwijaya), saat ini epidemiologi telah berkembang pesat baik pendalaman
ilmunya maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu epidemiologi saat ini
juga mencakup epidemiologi bidang pertanian agrokompleks (termasuk
perikanan, perkebunan, prikanan)dan mikrobiologi. Perluasan tersebut
dirasa perlu karena manfaat epidemiologi sangat nyata dirasakan dalam
bidang-bidang ilmu tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya
meliput permalan berbasis computer dan pengelolaan agroekosistem.
Epidemiologi menggunakan beragam akat-alat ilmiah, dari
kedokteran dan statistic sampai sosiologi dan antropologi. Banyak
penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang
bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting untuk
memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut.
Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit,
tetapi juga dengan cara penanggulangannya.
B. Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses


demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh
asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies
gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut
bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah

4
utama kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi merupakan salah satu
penyakit mulut yang paling sering terjadi pada anak. Anak sangat rentan
terhadap karies karena struktur anatomi gigi dan waktu erupsigiginya lebih
awal. Karies bersifat progresif dan prevalensinya meningkat seiring
pertambahan usia dalam setiap populasi.Hal tersebut dikaitkan dengan
waktu paparan yang lebih lama dengan faktor etiologi karies. Banyak
faktor yang dapat menimbulkan karies gigi misalnya pada anak,
diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung
dengan proses terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan
terjadinya karies gigi adalah host (gigi dan saliva), substrat (makanan),
mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya akan
terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor berikut.

Faktor predisposisi yang juga cukup berpengaruh terhadap


terjadinya Karies Gigi adalah: Jenis Kelamin, usia, perilaku makan,
perilaku membersihkan mulut (gosok gigi dll). Karies ditandai dengan
adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat berwarna coklat atau hitam.
Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut
bertambah besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies
yang cukup dalam, biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah
rasa ngilu bila gigi terkena rangsang panas, dingin, atau manis. Bila
dibiarkan, karies akan bertambah besar dan dapat mencapai kamar pulpa,
yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringan syaraf dan pembuluh darah.
Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses peradangan yang
menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan, infeksi bakteri
dapat menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan infeksi
dapat menjalar ke jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi
abses.

5
C. Epidemiologi Karies

Karies gigi pada anak merupakan masalah serius dalam kesehatan


gigi dan mulut di Indonesia dengan prevalensi hingga 90,05%. Hal ini
merupakan salah satu bukti bahwa kesadaran masyarakat masih kurang
untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.1 Menurut data dari Riset
Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2013, prevalensi nasional masalah
gigi dan mulut adalah 25,9 % , sebanyak 14 provinsi mempunyai
prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional. Indeks DMF-T
Indonesia sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing : D-T=1,6; M- T=2,9;
F-T=0,8; yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi
per 100 orang3.
D. Kondisi Karies di Indonesia
Hasil analisis sederhana deskriptif penderita karies gigi dan faktor-
faktornya di Indonesia diambil dari sumber Riskesdas tahun 2007-2013
dan Pusdatin serta Badan PPSDM. Update data terakhir tahun 2013.
Menurut Riskesdas 2013 terjadi peningkatan prevalensi terjadinya karies
aktif pada penduduk Indonesia dibandingkan tahun 2007 lalu, yaitu dari
43,4 % (2007) menjadi 53,2 % (2013). Suatu peningkatan yang cukup
tinggi jika dilihat dari kacamata besaran kesehatan masyarakat. Terlebih
jika kita konversikan ke dalam jumlah absolut penduduk Indonesia. Data
estimasi olahan Pusdatin tentang penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar
176.689.336 jiwa. Dari sejumlah itu jika hasil Riskesdas 2013
menunjukkan prevalensi 53,2 % mengalami karies aktif ( karies yg belum
ditangani atau belum dilakukan penambalan / Decay (D) > 0 tertangani),
maka di Indonesia terdapat 93.998.727 jiwa yang menderita karies aktif.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004, prevalensi
karies di Indonesia mencapai 90,05 % dan ini tergolong lebihtinggi
dibandingkan dengan Negara berkembang lainnya. Di Jawa Tengah

6
sendiri prevalensi karies gigi mencapai kisaran 60-80 % dari
populasi.Penelitian yang dilakukan oleh Taverud (2009), menunjukkan
bahwa prevalensi karies gigi pada anak sangat bervariasi jika didasarkan
atas golongan umur dimana anak berusia 1 tahun sebesar 5%, anak usia 2
tahun sebesar 10%, anak usia 3 tahun sebesar 40%, anak usia 4 tahun
sebesar 55%, dan anak usia 5 tahun sebesar 75%. Golongan umur balita
merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi. Di Indonesia terjadi
peningkatan prevalensi terjadinya karies gigi pada penduduk Indonesia
tahun 2013 menunjukkan 74,1 % penduduk mengalami karies gigi dan
68,9 % tidak dirawat (Riskesdas, 2013).

Dari gambaran di atas terlihat bahwa hampir semua provinsi


mengalami kenaikan prevalensi karies aktif dari tahun 2007 ke tahun
2013, hanya 4 provinsi yang mengalami penurunan, yaitu: Maluku Utara,
Papua Barat, Jogjakarta dan Riau. Peningkatan tertinggi terdapat pada

7
provinsi Sulawesi Selatan (29,1 %) dan Lampung (23,6 %), yaitu 2 kali
lebih peningkatan Nasional (9,8%).

E. Keadaan Karies di Sulawesi Selatan


Di Sulawesi Selatan menunjukkan prevalensi karies sebesar 37,6%
dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar 58, 1 %. Menurut
kabupaten, prevalensi karies aktif tertinggi (lebih dari 40%) ditemukan di
sembilan (9) kabupaten. Sedangkan seluruh kabupaten dengan prevalensi
pengalaman karies tertinggi > 50%).

8
Dari table diatas menunjukkan bahwa di daerah Sulawesi Selatan,
masyarakatnya memiliki tingkatan karies yang cukup tinggi, terlebih lagi
di daerah Soppeng, Bantaeng, dan Gowa.

Menurut kelompok umur, ada kecenderungan semakin meningkat


umur, semakin meningkat yang mempunyai pengalaman karies.
Sedangkan prevalensi karies, meningkat sampai umur 35-44 tahun dan
menurun kembali pada umur 65 tahun ke atas. Tabel ini menunjukkan
prevalensi pengalaman karies (DMF-T>O) sedikit lebih tinggi pada
kelompok perempuan dan di perdesaan, demikian pula dengan prevalensi
karies Pengalaman karles sedikit lebih tinggi pada perempuan dan di
perdesaan. Menurut tingkat pengeluaran rumah tangga, ada kecenderungan

9
semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita semakin
banyak yang mempunyai pengalaman karies,demikian halnya dengan
prevalensi karies.

F. Etiologi Terjadinya Karies Gigi


Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies
yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung
mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang
berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah faktor modifikasi yang
tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah
terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian
saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian
proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan
sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies (Chemiawan, 2004).

Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host

10
atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan
ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang
bertumpang-tindih (Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi
setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu
yang lama (Chemiawan, 2004).
Gambar 3 Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit
multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu
(Chemiawan, 2004).
1. Faktor Host Atau Tuan Rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi
sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi
(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk
di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Selain itu,

permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak


mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia
kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat,
karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar
enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan
mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka

11
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin
resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah terserang karies
dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena
enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara
kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat
gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu
penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak
(Chemiawan, 2004).
2. Faktor Agen Atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan
lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus
gram positif, merupakan

jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus


mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan
Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain
itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya
laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies, jumlah
laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg
plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui
sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus
mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam) (Chemiawan, 2004).

3. Faktor Substrat Atau Diet


Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi

12
pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan
kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama
sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung
lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan
bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).

4. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis
pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan
atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004).

G. Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi


Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki
hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang
mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap
sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya
penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta
pola makan dan jenis makanan (Sondang, 2008).

1. Pengalaman Karies Gigi


Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya

13
hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di
masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat
memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008).
2. Kurangnya Penggunaan Fluor
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor
berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah
pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies
karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah

kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan


pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena
pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis
(Farsi, 2007).
3. Oral Hygiene yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase
karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut,
digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan
vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor
debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk
permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus
dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam
terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Peningkatan oral
hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan
plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur,
merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan
gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat
mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut
dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang
berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan
gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya
sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak
dapat terjadi(Ireland, 2006)

14
4. Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas
berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam
jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai
risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi
desidui (Sondang, 2008).
5. Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk
membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran rata- rata
saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun
setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang
berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat
secara signifikan (Sondang, 2008).
Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi.
Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan
pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia
(produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi
menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002).
Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu
glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula
sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi

kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan, karena kelenjarnya


masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Saliva berfungsi
sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti
bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses
terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk
kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies
gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali
memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008).
PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis
saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang

15
dikunyah. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat
dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat mencegah
aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004).
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
a. Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut
termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan
makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas.
b. Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam
mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman
plak yang disebabkan oleh gula.

c. Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, sehingga dapat


mengendalikan beberapa bakteri di dalam plak. Namun jumlah
saliva yang berkurang akan berperan sebagai pemicu timbulnya
kerusakan gigi (Chemiawan, 2004).
6. Pola Makan dan Jenis Makanan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih
bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi
mengonsumsi makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua
hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran
mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat
(tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga
mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan
(Sondang, 2008).
Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu dikelilingi
penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan
tempat tinggal hingga di sekolah. Anak yang sering mengkonsumsi
jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut, permen, es krim
memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan dengan anak
yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buah- buahan

16
(Sondang, 2008).

Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi,


tetapi juga kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis
pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat
waktu makan utama. Di antara periode makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi
apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering
dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk
melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies
(Sondang, 2008).
H. Pencegahan karies

Tindakan pencegahan primer adalah suatu bentuk prosedur


pencegahan yang dilakukan sebelum gejala klinik dari suatu penyakit
timbul dengan kata lain pencegahan sebelum terjadinya penyakit.15
Tindakan pencegahan primer ini meliputi:

1. Modifikasi kebiasaan anak


Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan
anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat
mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies.
2. Pendidikan kesehatan gigi
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kebersihan mulut, diet dan
konsumsi gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih ditekankan
pada anak yang berisiko karies tinggi. Pemberian informasi ini
sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus
kepada ibu dan anak. Dalam pemberian informasi, latar belakang ibu
baik tingkat ekonomi, sosial, budaya dan tingkat pendidikannya harus
disesuaikan sedangkan pada anak yang menjadi pertimbangan adalah
umur dan daya intelegensi serta kemampuan fisik anak. Informasi ini
harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk

17
memelihara kesehatan mulutnya.4–6 Pendidikan kesehatan gigi ibu
dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di
praktek dokter gigi.

3. Kebersihan mulut
Penyikatan gigi, flossing dan profesional propilaksis disadari
sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut.
Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada
anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga
kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus
melakukan penyikatan gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6
tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus menerus.
Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak
dan tatacara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah
erupsi.
Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu
membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun
dengan bertambahnya usia diharapkan metode bass dapat dilakukan.
Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang
mempunyai masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000–2800
ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies tinggi
pada anak di antara umur 6–16 tahun. Anak sebaiknya tiga kali sehari
menyikat gigi segera sesudah makan dan sebelum tidur malam. Telah
terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai
mencapai Ph 5 dalam waktu 3–5 menit sesudah makan makanan yang
mengandung karbohidrat dan Rider cit. Suwelo1 mengatakan bahwa
pH saliva sudah menjadi normal (6–7) 25 menit setelah makan atau
minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5
menjadi normal (6–7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan
karies. Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12
tahun ke atas di mana selain penyakit periodontal meningkat pada
umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan memerlukan latihan

18
yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis
(skeling, apklikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga
kesehatan anak. Pada anak cacat dan keterbelakangan mental, hal ini
harus lebih ditekankan.
4. Diet dan konsumsi gula
Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebihmenekankan pada
pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang
tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan
pengganti gula. Nasehat diet yang dianjurkan adalah memakan
makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah
sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan
yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan
merangsang sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan
lengket serta membatasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari serta
menekan keinginan untuk makan di antara jam makan. Xylitol dan
sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang sering digunakan,
berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan
glukosa dan sukrosa. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk
tablet, pastiles, permen karet, minuman ringan, farmasi dan lainlain.
Xylitol dan sorbitol mempunyai efek menstimulasidaya alir saliva dan
menurunkan kolonisasi dari S. Mutans.Menurut penelitian, xylitol lebih
efektif karena xylitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri dalam
pembentukan asam dan mempunyai efek anti bakteri.Perlindungan
terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen, penggunaan
fluor dan khlorheksidin

5. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang
berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama
permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara
usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar

19
permanen dan molar susu. Bahan silen yang digunakan dapat berupa
resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang
telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada
gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan
yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin.
Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap
kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen
dapat diaplikasikan kembali.
6. Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies.
Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta
gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal
varnis. Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk
menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum.
Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum
adalah 0,7–1,2 ppm. Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit.
Linanof bahwa fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50%
pada gigi susu. Bila air minum masyarakat tidak mengandung jumlah
fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada
anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi. Pemberian tablet
fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air
minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg
NaF, yang akan menghasilkan fluor

20
sebesar 1 mg per hari). Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di
bulan–3 tahun adalah 0,25 mg, 3–6 tahun sebanyak 0,5 mg dan untuk
anak umur 6 tahun ke atas diberikan dosis 0,5–1 mg. Penyikatan gigi
dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluor terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung
fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20–50%. Seminggu sekali
berkumur dengan 0,2% NaF dan setiap hari berkumur dengan 0,05%
NaF dipertimbangkan menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang
ideal. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko
karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies. Obat kumur ini tidak
disarankan untuk anak berumur di bawah 6 tahun.

Pemberian varnis fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi


mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak cukup untuk
mencegah atau menghambat perkembangan karies. Pemberian varnis
fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang
mempunyai risiko karies tinggi. Salah satu varnis fluor adalah
Duraphat (colgate oral care) merupakan larutan alkohol varnis alami
yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5%– kira-kira 25.000 ppm fluor). Varnis
dilakukan pada anak umur 6 tahun ke atas karena anak di bawah umur
6 tahun belum dapat meludah dengan baik sehingga dikhawatirkan
varnis dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel. Sediaan
fluor lainnya adalah dalam bentuk gel dan larutan seperti larutan 2.2%
NaF, SnF2, gel APF.15
7. Klorheksidin
Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat
kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel. Flossing
empat kali setahun dengan gel klorheksidin yang dilakukan oleh dokter
gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karies gigi atau gigi berlubang adalah penyakit yang disebabkan


oleh bakteri Streptococus Mutan dan bakteri Bitidobacterium Dentium
Bdl, tetapi penyebab utamanya adalah makanan yang banyak
mengandung sukrosa.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan


penyakit serta faktor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model
cornerstone penelitian kesehata masyarakat, dan membantu
menginformasika kedokteran berbasis bukti(evidence based medicine)
untuk mengidentifikasikan factor resiko penyakit serta menentukan
pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk
kedokteran preventif.

Hasil analisis sederhana deskriptif penderita karies gigi dan


faktor-faktornya di Indonesia diambil dari sumber Riskesdas tahun 2007-
2013 dan Pusdatin serta Badan PPSDM. Update data terakhir tahun 2013.
Menurut Riskesdas 2013 terjadi peningkatan prevalensi terjadinya karies
aktif pada penduduk Indonesia dibandingkan tahun 2007 lalu, yaitu dari
43,4 % (2007) menjadi 53,2 % (2013).
Di Sulawesi Selatan menunjukkan prevalensi karies sebesar
37,6% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar 58, 1 %.
Menurut kabupaten, prevalensi karies aktif tertinggi (lebih dari 40%)
ditemukan di sembilan (9) kabupaten. Sedangkan seluruh kabupaten
dengan prevalensi pengalaman karies tertinggi > 50%).

B. Saran

Menjaga kesehatan dan kebersihan mulut itu sangat penting. Oleh


karena itu, sebagai tenaga kesehatan kita sebaiknya banyak memberikan
informasi serta edukasi terhadap masyarakat mengenai cara menjaga

22
kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, peran orang tua juga sangat penting
karena ia sebagai guru pertama dalam kehidupan anak-anak dan contoh
dalam kehidupan sehari-hari.

23
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n-gilut.pdf (Diakses 8 Maret 2020)

Dinas Kesehatan Pemkab Sumenep. 2015. 93 Juta Pneduduk Indonesia Menderita


Karies Aktif. https://dinkessumenep.org/?p=4388 (Diakses 8 Maret 2020)

Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset


Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Provinsi Sulawesi Selatan.
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/87437-
[_Konten_]-J.60.pdf (Diakses 8 Maret 2020)

Faisal, Rini. 2013. Gambaran keparahan karies menggunakan indeks PUFA/pufa.


https://jdmfs.org/index.php/jdmfs/article/viewFile/354/354 (Diakses 8
Maret 2020)

Respiratory Universitas Lampung. 2019. https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.unila.ac.id/6598/19/BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjCgLzOgoroAhUJXn0KHY9iBBEQFjAAeg
QIBRAB&usg=AOvVaw0tXt1khmTPSKneF0tKQuG1 (Diakses 8 Maret
2020)

Pristiono, Muhammad Rizki. 2017. Hubungan Tindakan Menggosok gigi dengan


kejadian Karies. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/4201/4/Muham
mad%2520Rizki%2520Pristiono%2520BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjx6t-
wg4roAhUQbn0KHRyrDaoQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw2xdxFAJ_
wO_46sePnBgqvV (Diakses 8 Maret 2020)

24

Anda mungkin juga menyukai