KELOMPOK 1
DISUSUN OLEH :
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai dari mata kuliah
Epidemiologi Dental dengan judul “ Epidemiologi Karies Gigi ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sehingga anak menjadi malas makan dan juga dapat menyebabkan tulang
di sekitar gigi menjadi terinfeksi (Hidayanti, 2005).
2
mengakibatkan anak menjadi kurang percaya dri, pemalu, dan kurang akif
dalam lingkungan sosial. Infeksi pada gigi dan gusi akan terjadi bila karies
gigi sama sekali tidak dirawat dan tidak diperhatikan benar, kewajiban
orang tua yang menjaga kesehatan giginya dan kewajiban orang tualah
yang menjaga senyum anak-anaknya.
B. Rumuasan Masalah
Bagaiamana Epidemiologi Karies yang terjadi pada Masyarakat Indonesia,
khususnya Sulawesi Selatan ?
C. Tujuan
Mengidentifikasi Epidemiologi Karies yang terjadi pada Masyarakat
Indonesia, khusunya Sulawesi Selatan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan
penyakit serta faktor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model
cornerstone penelitian kesehata masyarakat, dan membantu
menginformasika kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine)
untuk mengidentifikasikan factor resiko penyakit serta menentukan
pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk
kedokteran preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin (Universitas
Briwijaya), saat ini epidemiologi telah berkembang pesat baik pendalaman
ilmunya maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu epidemiologi saat ini
juga mencakup epidemiologi bidang pertanian agrokompleks (termasuk
perikanan, perkebunan, prikanan)dan mikrobiologi. Perluasan tersebut
dirasa perlu karena manfaat epidemiologi sangat nyata dirasakan dalam
bidang-bidang ilmu tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya
meliput permalan berbasis computer dan pengelolaan agroekosistem.
Epidemiologi menggunakan beragam akat-alat ilmiah, dari
kedokteran dan statistic sampai sosiologi dan antropologi. Banyak
penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang
bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting untuk
memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut.
Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit,
tetapi juga dengan cara penanggulangannya.
B. Karies Gigi
4
utama kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi merupakan salah satu
penyakit mulut yang paling sering terjadi pada anak. Anak sangat rentan
terhadap karies karena struktur anatomi gigi dan waktu erupsigiginya lebih
awal. Karies bersifat progresif dan prevalensinya meningkat seiring
pertambahan usia dalam setiap populasi.Hal tersebut dikaitkan dengan
waktu paparan yang lebih lama dengan faktor etiologi karies. Banyak
faktor yang dapat menimbulkan karies gigi misalnya pada anak,
diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung
dengan proses terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan
terjadinya karies gigi adalah host (gigi dan saliva), substrat (makanan),
mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya akan
terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor berikut.
5
C. Epidemiologi Karies
6
sendiri prevalensi karies gigi mencapai kisaran 60-80 % dari
populasi.Penelitian yang dilakukan oleh Taverud (2009), menunjukkan
bahwa prevalensi karies gigi pada anak sangat bervariasi jika didasarkan
atas golongan umur dimana anak berusia 1 tahun sebesar 5%, anak usia 2
tahun sebesar 10%, anak usia 3 tahun sebesar 40%, anak usia 4 tahun
sebesar 55%, dan anak usia 5 tahun sebesar 75%. Golongan umur balita
merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi. Di Indonesia terjadi
peningkatan prevalensi terjadinya karies gigi pada penduduk Indonesia
tahun 2013 menunjukkan 74,1 % penduduk mengalami karies gigi dan
68,9 % tidak dirawat (Riskesdas, 2013).
7
provinsi Sulawesi Selatan (29,1 %) dan Lampung (23,6 %), yaitu 2 kali
lebih peningkatan Nasional (9,8%).
8
Dari table diatas menunjukkan bahwa di daerah Sulawesi Selatan,
masyarakatnya memiliki tingkatan karies yang cukup tinggi, terlebih lagi
di daerah Soppeng, Bantaeng, dan Gowa.
9
semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita semakin
banyak yang mempunyai pengalaman karies,demikian halnya dengan
prevalensi karies.
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host
10
atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan
ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang
bertumpang-tindih (Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi
setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu
yang lama (Chemiawan, 2004).
Gambar 3 Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit
multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu
(Chemiawan, 2004).
1. Faktor Host Atau Tuan Rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi
sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi
(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk
di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Selain itu,
11
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin
resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah terserang karies
dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena
enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara
kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat
gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu
penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak
(Chemiawan, 2004).
2. Faktor Agen Atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan
lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus
gram positif, merupakan
12
pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan
kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama
sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung
lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan
bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).
4. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis
pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan
atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004).
13
hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di
masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat
memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008).
2. Kurangnya Penggunaan Fluor
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor
berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah
pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies
karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah
14
4. Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas
berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam
jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai
risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi
desidui (Sondang, 2008).
5. Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk
membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran rata- rata
saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun
setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang
berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat
secara signifikan (Sondang, 2008).
Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi.
Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan
pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia
(produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi
menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002).
Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu
glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula
sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi
15
dikunyah. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat
dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat mencegah
aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004).
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
a. Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut
termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan
makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas.
b. Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam
mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman
plak yang disebabkan oleh gula.
16
(Sondang, 2008).
17
memelihara kesehatan mulutnya.4–6 Pendidikan kesehatan gigi ibu
dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di
praktek dokter gigi.
3. Kebersihan mulut
Penyikatan gigi, flossing dan profesional propilaksis disadari
sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut.
Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada
anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga
kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus
melakukan penyikatan gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6
tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus menerus.
Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak
dan tatacara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah
erupsi.
Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu
membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun
dengan bertambahnya usia diharapkan metode bass dapat dilakukan.
Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang
mempunyai masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000–2800
ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies tinggi
pada anak di antara umur 6–16 tahun. Anak sebaiknya tiga kali sehari
menyikat gigi segera sesudah makan dan sebelum tidur malam. Telah
terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai
mencapai Ph 5 dalam waktu 3–5 menit sesudah makan makanan yang
mengandung karbohidrat dan Rider cit. Suwelo1 mengatakan bahwa
pH saliva sudah menjadi normal (6–7) 25 menit setelah makan atau
minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5
menjadi normal (6–7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan
karies. Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12
tahun ke atas di mana selain penyakit periodontal meningkat pada
umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan memerlukan latihan
18
yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis
(skeling, apklikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga
kesehatan anak. Pada anak cacat dan keterbelakangan mental, hal ini
harus lebih ditekankan.
4. Diet dan konsumsi gula
Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebihmenekankan pada
pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang
tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan
pengganti gula. Nasehat diet yang dianjurkan adalah memakan
makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah
sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan
yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan
merangsang sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan
lengket serta membatasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari serta
menekan keinginan untuk makan di antara jam makan. Xylitol dan
sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang sering digunakan,
berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan
glukosa dan sukrosa. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk
tablet, pastiles, permen karet, minuman ringan, farmasi dan lainlain.
Xylitol dan sorbitol mempunyai efek menstimulasidaya alir saliva dan
menurunkan kolonisasi dari S. Mutans.Menurut penelitian, xylitol lebih
efektif karena xylitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri dalam
pembentukan asam dan mempunyai efek anti bakteri.Perlindungan
terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen, penggunaan
fluor dan khlorheksidin
5. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang
berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama
permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara
usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar
19
permanen dan molar susu. Bahan silen yang digunakan dapat berupa
resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang
telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada
gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan
yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin.
Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap
kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen
dapat diaplikasikan kembali.
6. Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies.
Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta
gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal
varnis. Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk
menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum.
Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum
adalah 0,7–1,2 ppm. Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit.
Linanof bahwa fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50%
pada gigi susu. Bila air minum masyarakat tidak mengandung jumlah
fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada
anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi. Pemberian tablet
fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air
minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg
NaF, yang akan menghasilkan fluor
20
sebesar 1 mg per hari). Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di
bulan–3 tahun adalah 0,25 mg, 3–6 tahun sebanyak 0,5 mg dan untuk
anak umur 6 tahun ke atas diberikan dosis 0,5–1 mg. Penyikatan gigi
dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluor terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung
fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20–50%. Seminggu sekali
berkumur dengan 0,2% NaF dan setiap hari berkumur dengan 0,05%
NaF dipertimbangkan menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang
ideal. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko
karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies. Obat kumur ini tidak
disarankan untuk anak berumur di bawah 6 tahun.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, peran orang tua juga sangat penting
karena ia sebagai guru pertama dalam kehidupan anak-anak dan contoh
dalam kehidupan sehari-hari.
23
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n-gilut.pdf (Diakses 8 Maret 2020)
24