Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

Makassar, 12 Maret 2018


MODUL 1
GUSI BERDARAH

KELOMPOK 6
1. Fathimah J111 16 036
2. Rahmaniar Rusdi J111 16 037
3. A. Umar Jufri J111 16 038
4. Maghfirah Ramadhani J111 16 039
5. Uswa Iskandar J111 16 330
6. Gina Guista Devianti J111 16 331
7. Dwi Rista Ramadani J111 16 332
8. Lulu Salsabila Sudarmo J111 16 333
9. Suci Desyana J111 16 334
10. Andi Muhammad Fuad Ansar J111 16 503
11. Adenia Anisya Nasrul J111 16 526
12. Muhammad Ihsan J111 16 527
13. Nur Raudhah Ihsaniyah Bialangi J111 16 528

BLOK PENYAKIT PERIODONTAL


SEMESTER AKHIR 2017/2018
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini.

Tak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya


kepada Prof. Dr. drg. Hasanuddin Thahir, MS, Sp.Perio sebagai tutor kami yang
telah banyak membimbing kami dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya kesederhanaan isi makalah ini baik
dari segi bahasa terlebih pada pembahasan materi ini.

Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberikan manfaat


kepada kita semua terutama bagi kami sebagai penyusun sehingga dapat
menambah wawasan, dan kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari
para pembaca untuk dijadikan sebagai bahan acuan untuk penyusunan
selanjutnya.

Makassar, 12 Maret 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................

2.1 Klasifikasi Penyakit Gingival ...................................................................4

2.2 Etiologi Gusi Berdarah .............................................................................7

2.3 Hubungan Umur dengan Gusi Berdarah ..................................................8

2.4 Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosa ..............................................9

2.5 Cara Menghitung OHI-S dan BOP .........................................................12

2.6 Gambaran Radiografi berdasarkan Kasus ..............................................15

2.7 Tanda dan Gejala Klinis Gingivitis ........................................................19

2.8 Patomekanisme Gingivitis dan Halitosis ................................................19

2.9 Pencegahan dan Penatalaksanaan Gingivitis ..........................................22

2.10 Prognosis Gingivitis................................................................................25

2.11 Hubungan Gusi Berdarah dengan Bau Mulut ........................................26

2.12 Hubunga Penyakit Sistemik dengan Gusi Berdarah ..............................26

BAB III PENUTUP...................................................................................................

3.1 Kesimpulan..............................................................................................28

3.2 Saran........................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periodontologi adalah cabang Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari


pengetahuan mengenai jaringan gusi, tulang penyangga dan jaringan ikat di
sekitar gigi dalam keadaan sehat dan sakit yang meliputi juga cara pencegahan
dan perawatannya. Faktor utama penyakit periodontal ada 2 macam atau
kombinasi keduanya, yaitu factor local dan factor sistemik. Factor local yang
utama adalah plak.
Klasifikasi penyakit periodontal sangat bervariasi, seperti gingival disease,
periodontitis kronis, periodontitis agresif, periodontitis manifestasi penyakit
sistemik, necrotizing periodontal disease abses periodontal, periodontitis yang
diasosiasikan dengan penyakit endodontic, kerusakan dan kondisi (trauma
oklusal).
Jaringan periodonsium sehat merupakan keadaan yang sangat dibutuhkan
sebelum perlakuan perawatan bidang kedokteran gigi lainnya seperti pembuatan
restorasi berupa implant, tambalan, protesa maupun perawatan ortodontik.
Sedangkan keberhasilan perawatan endodontic sangat menunjang perawatan
periodontal.
Kebersihan mulut yang baik dapat mengurangi atau menghilangkan
timbunan plak pada permukaan gigi, sehingga dengan sendirinya akan
mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan penyakit rongga
mulut lainnya. Keparahan penyakit radang gusi akan terus berlanjut akibat
penumpukan plak, apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara.
Menyikat gigi dan prosedur pembersihan gigi secara mekanik lainnya
dianggap paling efektif dalam mengendalikan plak, mencegah dan mengatasi
penyakit dalam rongga mulut apabila dilakukan secara menyeluruh dan teratur,
akan tetapi pada kenyataannya banyak individu yang sulit melakukan penyikatan
gigi dengan baik, karena kurangnya motivasi dan keterampilan individu untuk
melakukan control plak yang akurat, serta pada kondisi tertentu yang

1
menyebabakan individu sulit untuk melakukan control plak secara mekanik
dengan baik. Oleh sebab itu pembersihan gigi secara mekanis perlu dibantu
dengan pembersihan secara kimiawi, diantaranya adalah dalam bentuk obat kumur
yang dapat mencapai daerah yang tidak dapat dicapai oleh pembersihan gigi
secara mekanis.
Pencegahan terjadinya penyakit periodontal yang harus dilakukan oleh
dokter gigi yakni berupa urutan skeling dan penghalusan akar sempurna/ secara
bertahap, memotivasi penderita untuk penjagaan hygiene mulut dengan fisioterapi
oral dengan menggunakan berbagai alat dan bahan. Factor-faktor risiko seperti
pretense plak ditanggulangi, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan kalsifikasi penyakit gingiva!

2. Jelaskan etiologi dari gusi berdarah!

3. Bagaimana hubungan umur dengan gingivitis?

4. Jelaskan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan


tentukan diagnosa!

5. Jelaskan cara menghitung OHI-S dan BOP!

6. Jelaskan gambaran radiografi berdasarkan kasus tersebut!

7. Bagaimana tanda dan gejala klinis tersebut?

8. Jelaskan patomekanisme dari diagnosa berdasarkan kasus pada skenario!

9. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan setelah di dapatkan diagnosa?

10. Jelaskan prognosis pada kasus tersebut!

11. Jelaskan hubungan gusi berdarah dengan bau mulut!

2
12. Bagaimana hubungan penyakit sistemik dengan gui berdarah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kalsifikasi penyakit gingiva.

2. Untuk mengetahui etiologi dari gusi berdarah.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan umur dengan gingivitis.

4. Untuk mengetahui pemeriksaanapa saja yang dilakukan untuk menegakkan


diagnosa dan tentukan diagnosa.

5. Untuk mengetahui cara menghitung OHI-S dan BOP.

6. Untuk mengetahui gambaran radiografi berdasarkan kasus tersebut.

7. Untuk mengetahui apa sajatanda dan gejala klinis pada kasus di skenario

8. Untuk mengetahui patomekanisme dari diagnosa berdasarkan kasus pada


skenario.

9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan setelah di


dapatkan diagnosa.

10. Untuk mengetahui prognosis pada kasus tersebut.

11. Untuk mengetahui hubungan gusi berdarah dengan bau mulut.

12. Untuk mengetahui bagaimana hubungan penyakit sistemik dengan gusi


berdarah?

Skenario

Seorang laki- laki, 45 tahun , datang ke RSGM Unhas dengan keluhan gusi
kadang berdarah apabila menyikat gigi. Keadaan ini telah berlangsung

3
selama 5 bulan terakhir. Selain berdarah mulut juga berbau sehingga
mengurangi percaya diri pasien. Pemeriksaan klinis menunjukkan nilai
OHI-S:3,2, BOP: 2

Keywords

1. Laki laki 45 tahun


2. Gusi kadang berdarah apabila menyikat gigi
3. Mulut berbau
4. Mengurangi percaya diri
5. OHI-S 3,2, BOP: 2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Penyakit Gingival


2.1.1 Klasifikasi peradangan pada gingival (Gingivitis)1
Berdasarkan International Workshop for classification of periodontal
disase and condition, klasifikasi penyakit gingival diantaranya1 :
2.1.1.1 Gingival Disease Cause by plaque (Gingivitis benar – benar karena
plak)
a) Gingivitis Associated with dental plaque only
- Dengan tanpa faktor modifikasi local (Faktor lokal seperti antomi, restorasi,
fraktur)
- Tanpa faktor local
b) Gingival disease modified by sistemic factor (Penyakit gingivitis termodifikasi
faktor sistemik)
- Berhubungan dengan pengaruh hormonal (endokrin)
Gingivitis terkait puberitas

4
Gingivitis terkait siklus menstruasi
Gingivitis berhubungan dengan kehamilan : Gingivitis saat kehamilan
(gingivitis gravidarum), dan pyogenic granuloma.
- Berhubungan dengan penyakit darah (Blood dyscrasias)
Gingivitis terkait dengan leukemia
Gingivitis terkait dengan penyakit lain
c) Gingival disease modified by medications (Penyakit gingival termodifikasi
oleh aplikasi medikasi/pengobatan)
- Gingiva enlargement : Antikonvulsan (Phenytoin), imunosupresif
(cylosporin) dan calcium channer blocker (nifedipine)
- Gingivitis : Oral kontrasepsi
d) Gingival disease modified by malnutrision (Penyakit gingiva disebabkan
malnutrisi)
- Gingivitis karena kekurangan Vitamin C (Defisiesi asam askorbat).
2.1.1.2 Non-Plaque Induced Gingival Disease (Lesi gingival telah tereduksi
oleh plak)
A. Penyakit gingival oleh penyebab bakteri spesifik
1. Lesi terkait dengan Neisseria gonorrhoeae
2. Lesi terkait dengan Treponema palladum
3. Lesi terkait dengan Streptococi dan lainnya
B. Penyakit gingival dari penyebab virus
Infeksi virus Herpes
a. Gingivostomatitis herpesik primer
b. Recursing oral herpes
c. Infeksi varicella zoster dan lainnya
C. Penyakit gingiva dari penyebab fungi
1. Infeksi kandida
Candidiasis gingival general
2. Linear gingival erythema
3. Histoplasmosis dan lainnya
D. Penyakit gingival dari penyebab genetik

5
Fibromasasis gingival turunan
E. Penyakit sitemik yang bermanisfestasi pada gingival
Perubahan membrane mukosa
a. Lichen planus
b. Pemphigoid
c. Pemphigus vulgaris
d. Erythema multiform
e. Lupus erythematous
F. Disebabkan pengobatan dan lainnya
Reaksi alergi
a. Material restorasi :
- Mercury
- Nikel
- Akrilik
- Lainnya
b. Reaksi dari :
- Pasta gigi dan obat kumur
G. Lesi Traumatik
1. Kimia
2. Fisik
3. Termal
H. Foreign body reactions
Benda asing masuk ke jaringan ikat gingiva. Ex : Amalgam
I. Not otherwise specified
2.1.2 Jenis – jenis gingivitis2
2.1.2.1 Gingivitis Chronic
Merupakan penyakit periodontal yang paling umum. Ditandai dengan
kemerahan, perdarhan gingival, perubahan kontur, edema, pembesaran,
kehilangan jaringan, dan peningkatan cairan klafikular gingival. Inflamasi dan
destruksi jaringan terbatas pada gingival tanpa melibatkan struktur jaringan
dibawahnya. Karena it, tidak ada perubahan radiografis yang terdeteksi pada

6
jaringan periodontium gingival. Gingival poket atau pseudopoket dapat terjadi
karena perubahan dari juctional epithelium dan pembesaran dari margin gingival,
walaupun lesi tidak meluas ketulang alveolar.
2.1.2.2 Necrotizing Ulcerative Gingivitis
Biasanya dikenal dengan NUG, atau ANUG, atau infeksi vencent. Ditandai
dengan bentuk seperti depresi (cekungan) pada puncak interdental papilla,
beberapa inflamasi biasanya meluas kemarginal gingival, perdarahan gingiva,
nekrosis dan ulserasi pada interdental papilla, nyeri akut, dan dapat menjadi
tampak semu dengan periode remisi dan eksaserbasi. Kondisi kemungkinan
lainnya yang dapat atau tidak dapat muncul termasuk : pseudomembran ke abu
abuan atau kuning, demam, malaise, pembesaran limfa, dan peningkatan saliva.
NUG dipercaya dengan oral hyhiene yang buruk dan kondisi sistemik host yang
terkompromi, meskipun faktor etiologi primer masih belum diketahui. Faktor
resiko termasuk stress, diet yang buruk, dan merokok, serta gangguan
imunosupresan
2.1.3 Gingivitis dengan kaitannya terhadap penyakit sistemik
a. Linear gingival erythema
b. Gingivitis terkait perubahan hormonal
c. Pembesaran gingival2

2.2 Etiologi Gusi Berdarah (Gingivitis)


Etiologi utama terjadinya gingivitis adalah plak. Plak yang tidak dibersihkan
dari lapisan luar gigi akan menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme.
Mikroorganisme tersebut akan mengeluarkan zat yang bersifat asam dan akan
merusak jaringan lunak (gingival). Selain itu mikroorganisme tersebut juga akan
mendukung perubahan plak menjadi kalkulus.3
Adapun faktor predisposisi (cofactor etiology) terjadinya gingivitis yaitu:
1. Faktor local
a. Kuantitas dan komposisi saliva
b. Mouth breathing
c. Mekanik, kimia, termal, reaksi alergi, dan iritasi akrilik

7
d. Gangguan fungsi, traumatik oklusi, brofasial, muscular parafunction
(bruxism), parafungsi terkait dengan pekerjaan
2. Faktor general
a. Penyakit sistemik
b. Gangguan endokrin
Perubahan hormon endokrin berlangsung semasa pubertas,
kehamilan, menopouse dan diabetes. Keadaan ini dapat menimbulkan
perubahan jaringan gingiva yang merubah respons terhadap produk-
produk plak.
InsidensI gingivitis pada masa pubertas mencapai puncaknya dan
tetap terjadi walaupun dilakukan kontrol plak. Penemuan Sutclife
menyatakan bahwa peningkatan keparahan gingivitis tidak berhubungan
dengan meningkatnya deposit plak. Jaringan lunak di dalam rongga mulut
pada masa pubertas terjadi inflamasi yang bereaksi lebih hebat terhadap
jumlah plak yang tidak terlalu besar yang diikuti dengan pembengkakan
gingiva dan perdarahan. Setelah melewati masa pubertas keparahan
inflamasi gingiva cenderung berkurang
c. Nutrisi
Secara teoritis defisiensi dari nutrien utama dapat mempengaruhi
keadaan gingiva dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena
saling ketergantungan berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah sulit
untuk mendefinisikan akibat defisiensi spesifik pada seorang manusia.
Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva
tampak bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C.
Kekurangan vitamin C mempengaruhi fungsi imun sehingga menurunkan
kemampuan untuk melindungi diri dari produk-produk seluler tubuh
berupa radikal oksigen
d. Stres, pengaruh pengobatan dan Usia3

2.3 Hubungan Umur dengan Gingivitis

8
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa insidensi penyakit periodontal
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Bertambahnya insidensi penyakit
sistemik dan obat – obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit sistemik ini
juga dapat menimbulkan efek merugikan terhadap pertahanan hospes pada orang–
orang lanjut usia. Beberapa ahli menganggap pertambahan usia sebagai faktor
resiko terjadinya penyakit periodontal karena penuaan dikaitkan dengan
perubahan jaringan periodontal, yang secara teoritis dapat mengubah respon
hospes. Sebagai contoh kepadatan tulang berkurang dan terjadi penurunan
kemampuan penyembuhan karena proses metabolik melambat secara fisiologis.4
Perempuan menopause dan paskamenopause juga berisiko mengalami
kebersihan mulut yang buruk. Rerata kecepatan sekresi saliva pada kelompok
postmenopause (0,32 ml/menit) lebih rendah dari kelompok premenopause (0,39
ml/menit). Dengan demikian apabila kebersihan mulut tidak terjaga dan diperberat
oleh aliran saliva yang rendah maka akan mempercepat pembentukan plak. Bila
plak tidak dibersihkan, lama-kelamaan plak akan terkalsifikasi (mengeras) dan
menjadi kalkulus. perempuan paskamenopause sangat rentan untuk mengalami
gingivitis. Dimana perubahan hormonal yang terjadi selama menopause dapat
menyebabkan terjadinya gingivitis yang diperberat oleh oral hygiene perempuan
paskamenopause itu sendiri. Semakin buruk oral hygiene maka semakin berat
gingivitis yang terjadi, dimana gingivitis pada saat paskamenopause sudah mulai
terjadi pada keadaan oral hygiene baik.
Ada penelitian yang mengatakan semakin tua umur maka tingkat kesadaran
dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya juga akan meningkat.5

2.4 Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosa


2.4.1 Pemeriksaan Kesehatan4
2.4.1.1 Riwayat Medis
Riwayat medis sebaikanya di dapat pertama kali melalui kuisioner tertulis.
Setelah kuisioner ini dilengkapi, apa yang tertulis sebaiknya dibahas kembali
dengan pasien, sehingga dapat diberikan penjelasan yang menyeluruh untuk
bidang–bidang penting.
Alasan pentingnya riwayat medis adalah :

9
1. Untuk menemukan manifestasi oral dari kondisi sistemik tertentu seperrti
leukimia, diabetes militus gangguan hormonal dan lain lain.
2. Untuk memastikan adanya kondisi sistemik seperti kehamilan, diabetes
militus, kelainan darah, defisiensi nutrisi, dan penyakit kardiovaskular-
hipertensi yang dapat mengubah respon hospes terhadap bakteri.
3. Untuk menentukan ada atau tidaknya kondisi sistemik tertentu yang
membutuhkan modifikasi, baik pada terapi periodontal, primer maupun
suportif. Aspek ini meliputi kondisi alergi, sindrom demam-rematik, diabetes
militus, gangguan endokrin, penyakit kardiovaskular dan katup jantung
buatan, terapi obat (endokrin, kortikosteroid, antu koagulan), masalah
psikologis dan pemakaian produk tembakau.

2.4.1.2 Riwayat Kesehatan Gigi


Sebelum pemeriksaan intraoral dilakukan ada baiknya praktisi mencari
riwayat kesehatan gigi secara lengkap, karena dengan melakukannya praktisi
mendapatkan kesempatan untuk menilai prilaku pasien, membangun hubungan
dan mempelajari penyakit gigi yang telah lalu serta responnya terhadap
perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara pemeliharaan kebersihan mulut
yang selama ini dilakukan oleh pasien dirumah yang mencerminkan pengetahuan
pasien tentang kebersihan gigi.
2.4.2 Pemeriksaan Gigi menyeluruh
a. Pemeriksaan jaringan lunak
Pemeriksaan ini adalah penelusuran adanya kanker rongga mulut. Lesi – lesi
lain juga harus diperhatikan. Tetapi hanya sedikit yang berlanjut menjadi
parah, terutama apabila tidak terdeteksi pada tahap awal atau terabaikan.
b. Posisi gigi
Meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi morfologi, dan migrasi gigi –
gigi
c. Perawatan restoratif

10
Sebaiknya diperiksa apakah protesa yang restorasi yang telah dibuat cukup
baik atau tidak, kemudian keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak,
kesulitan membersihkan plak, oklusi traumatik.
d. Kebiasaan
Kebiasaan merokok, bruksism, clenching
e. Kondisi pulpa gigi, khususnya yang mengalami kehilangan tulang yang hebat
(terutama gigi yang memiliki restorasi dalam/kerusakan furkasi).
f. Hubungan antara kondisi pulpa dan penyakit periodontal telah semakin
penting dan dapat mengubah rencana perawatan.
g. Kegoyangan gigi
1) Inflamasi ginggiva, dan jaringan periodontal
2) Kebiasaan parafungsi oklusal
3) Oklusi prematur
4) Kehilangan tulang pendukung
5) Terapi periodontal, terapi endodontik, dan trauma dapat menyebabkan
goyangan gigi sementara. Pergerakan gigi diukur dengan menekan gigi ke
arah bukolingual menggunakan 2 pegangan instrumen gigi.
2.4.3 Pemeriksaan Jaringan Periodontal
1. Warna, bentuk dan konsistensi gingival diamati dan dicatat. Perubahan yang
terjadi pada aspek ini menunjukkan adanya penyakit periodontal. Tetapi tidak
dapat menentukan tingkat keparahan penyakit.
2. Perdarahan dan eksudasi purulen. Eksudasi dapat terjadi spontan atau hanya
pada saat dilakukan probing atau palpasi.
3. Kedalaman poket (kedalaman probing). Pengukuran poket dilakukan dari tepi
gingival seluruh gigi dengan menggunakan probe berkalibrasi.
4. Jarak antara tepi gingival ke pertautan sementoemail (resesi). Kedalaman
resesi dicatat sebagai garis kontinu pada rekam medic.
5. Hubungan antara pertautan sementoemail dan dasar poket (tingkat perlekatan)
6. Lebar keseluruhan gingival berkeratin, hubungan antara kedalaman probing
dan pertemuan muko-gingiva dan pengaruh letak frenulum serta perlekatan
otot terhadap tepi gingival.

11
7. Perluasan patologis dari daerah furkasi.
2.4.4 Pemeriksaan Radiografi
Rangkaian film yang dibuat :
1. Rangkaian foto rontgen perapikal seluruh gigi (full – mouth)
2. Foto ronten bite – wing
3. Foto panoramiK sebagai tambahan
Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat
menunjukkan efek penyakit. Radiografi tidak terlalu diindikasikan untuk
penyakit gingival karena gambarannya tidak jelas. Kecuali untuk melihat
penyakit gingival yang disebabkan oleh deposit, plak, dan abses.4
2.4.5 Diagnosa
Diagnosis: gingivitis kronis  terjadi lambat dan durasi yang lama
Tanda klinis dari ginggivitis kronis adalah :
1. Perubahan bentuk gingiva
2. Perdarahan pada gingiva
3. Nyeri dan sakit
4. Rasa tidak enak
5. Halitosis
Pada skenario pasien mengeluhkan gusi berdarah pada saat menyikat gigi,
selain berdarah pasien juga mengeluhkan adanya bau mulut sehingga kurang
percaya diri. Menurut buku ajar periodonti, halitosis sering menyertai penyakit
gingiva dan merupakan penyebab umum dari kunjungan pasien ke dokter gigi.
Bau berasal dari darah dan kebersihan mulut yang buruk. Pada skenario dikatakan
bahwa pemeriksaan klinis menunjukan nilai OHI-S 3,2, BOP 2, yang
menunjukkan bahwa kondisi OH dari pasien sangat buruk. Menurut buku ajar
periodonti, salah satu tanda klinis dari gingivitis kronis adalah Nyeri dan sakit.
Gingivitis mungkin terasa nyeri bila pasien menyikat gigi dan karena itu pasiien
cenderung menyikat lebih lembut dan lebih jarang sehingga plak akan
terakumulasi dan kondisi ini menjadi semakin parah.6

2.5 Cara menghitong OHI-S dan BOP

12
2.5.1 Cara menghitung OHI-S
OHI-S adalah keadaan kebersihan mulut dari responden yang dinilai dari
adanya sisa makanan dan kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan
Oral hygiene Index Simplifield dari Green and Vermilion 1964. OHIS merupakan
jumlah indeks debris (DI) dan Indeks kalkulus (CI) . Umumnya indeks digunakan
untuk menilai pengumpulan plak gigi menggunakan skala numerik untuk
mengukur bagian permukaan gigi yang tertutupi oleh plak . Tujuan dari Oral
Hygiene Index menurut Greene & Vermillion (1964) ialah mengembangkan suatu
teknik pengukuran yang dapat dipergunakan untuk mempelajari epidemiologi dari
penyakit periodontal dan kalkulus, untuk menilai kegiatan kesehatan gigi
masyarakat, serta menilai efek segera dan jangka panjang dari program
pendidikan kesehatan gigi. Karena menyadari tidak perlu menilai semua gigi
untuk menentukan derajat kebersihan mulut seseorang , Green & Vermilion
menentukan enam permukaan gigi pilihan yang dapat mewakili semua segmen
anterior dan posterior dari mulut berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada
seluruh mulut. Mudifikasi dari OHI disebut dngan Simlifield Oral hygiene index
(OHI-S).

OHIS adalah keadaan kebersihan mulut dari responden yang dinilai dari
adanya sisa makanan / debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi
dengan mengunakan indeks Oral Hygiene Index Simplified dari Green and
Vermillion (1964) yang merupakan jumlah indeks debris (DI) dan indeks kalkulus
(Cl) Skor OHIS: DI + CI. Derajat kebersihan mulut secara klinik dihubungkan
dengan skor OHI-S adalah sebagai berikut:
a) bernilai Baik bila skor 0,0 - 1,2
b) Sedang, bila skor 1,3 - 3,0
c) Buruk, bila skor 3,1 - 6,0
Green & Vermillion, 1964, menentukan enam permukaan gigi pilihan yang
dapat mewakili semua segmen anterior dan posterior dari mulut berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan pada seluruh mulut. OHI-S adalah indeks untuk
mengukur daerah permukaan gigi yang tertutup oleh oral debris dan kalkulus.

13
Keenam gigi yang diperiksa pada OHI-S adalah permukaan fasial dari gigi 16 11
26 dan permukaan lingual dari gigi 46 41 36.
Tiap permukaan gigi dibagi secara horizontal menjadi tiga bagian: 1/3
gingival, 1/3 bagian tengah dan 1/3 incisal. Untuk pemeriksaan DI-S (debris
indeks) digunakan sonde yang diletakkan pada 1/3 incisal dan digerakkan ke 1/3
gingival sesuai dengan kriteria.
Kriteria untuk Debris sebagai berikut:
0 : tidak ada debris/ sisa makanan yg menempel pada gigi

1 : debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi


2 : debris lunak menutupi > dari 1/3 permukaan, tetapi tidak lebih dari 2/3
permukaan gigi.
3 : debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Skor dari debris indeks per orang diperoleh dengan cara menjumlahkan
skor debris tiap Media permukaan gigi dan dibagi oleh jumlah dari
permukaan gigi yang diperiksa.
Sedangkan untuk kalkulus indeks (CI-S) diperoleh dengan meletakkan
sonde dengan baik dalam distal gingival crevice dan digerakkan pada daerah
subgingival dari jurusan kontak distal ke daerah kontak mesial (1/2 dari lingkaran
gigi dianggap sebagai satu unit skoring). Kriteria untuk kalkulus sebagai berikut:
a. Bernilai 0 bila tidak terdapat kalkulus
b. Bernilai 1 bila kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
c. Bernilai 2 bila kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3 tetapi tidak
lebih dari 2/3 permukaan gigi.
d. Bernilai 3 bila kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Skor dari kalkulus indeks per orang diperoleh dengan cara menjumlahkan
skor kalkulus tiap permukaan gigi dan dibagi oleh jumlah dari permukaan gigi
yang diperiksa.7
2.5.2 Cara menghitung BOP (Bleeding on Probing)
Tujuan dari indeks ini adalah untuk menemukan daerah-daerah dari sulkus
gingiva yang berdarah pada pemeriksaan lembut dan dengan mengenali dan

14
mencatat adanya penyakit inflamasi gingiva dini. Empat unit gingiva dinilai
secara sistemik untuk setiap gigi: gingiva marginal labial dan lingual gingiva
marginal (unit M) dan mesial dan distal papiler gingiva (unit P). Probe ini
dipasangkan sejajar dengan sumbu gigi yang panjang selama 30 detik.
a) Grade 1 (titik) 20-30 detik setelah memeriksa sulkus mesial dan distal dengan
probe dental, perdarahan berupa titik
b) Grade 2 (garis/ titik) berupa garis darah atau beberapa titik darah menjadi
terlihat pada margin gingival
c) Grade 3(triangular) segitiga pada interdental atau kurang penuh dengan darah
d) Grade 4 (mengenang) perdarahan segera setelah probing, aliran darah ke
daerah interdental untuk menutupi bagian gigi atau gingival.8

2.6 Gambaran Radiografi berdasarkan Kasus


1. Gingiva
Pada saat terjadi gingivitis gambaran klinis dan histologis dari gingiva adalah
sebagai berikut.4

Perubahan Klinis Perubahan Histologis dasar

Ulserasi epitel sulkus dengan pelebaran


Perdarahan gingiva
kapiler yang meluaas di bawah permukaan

Hiperemia, disertai dilatasi dan


Warna kemerahan
pelebaaran kapiler
Infiltrasi cairan dan eksudat sel radang
Pembengkakan
ke jaringan ikat
Inflamasi disertai rusaknya serabut
Hilangnya tonus gimgiva
gingiva

Hilangnya stippling Edema pada jaringan ikat di bawahnya

Fibrosis karena terjadinya inflamasi


Konsistensi keras, kaku
kronis dalam waktu yang lama
Poket gingiva Inflamasi disertai ulserasi epitel sulkus

15
dan pembesaran gingiva

2. Sementum
Keadaan abnormal yang terjadi pada sementum dapat dilihat melalui analisi
foro radigrapi dental. Melalui foto rontgen keadaan abnormal yang terjadi pada
sementum dapat dilihat mengalami anomali yang disebut sebagai
hypersementosis.
Pembentukan sementum yang berlebihan dapat terjaadi setelah adanya
penyakit pulpa atau stres oklusal atau merupakan bukti terjadinya penimbunan
jaringan sementum secara berlebihan. Hipersementosis menyeluruh yang
mengenai semua gigi umunya herediter, keadaan ini juga terjadi pada penyakit
Paget. Resorpsi sementum dapat disebabkan karena stres oklusal yang berlebihan,
gerakan ortodonsi, tekanan dari tumor atau kista, defisiensi kaalsium atau vitamin
Adan D. Keadaaan ini juga dapat ditemukan pada penyakit metabolisme tetapi
patogenesisnya tidak jelas. Deposit sementum dapaat berlangsung setelah adanya
resorpsi bila penyebabnya sudah dihilangkan. Kadang-kadang ankilosis sementum
dan soket tulang juga terjadi.12
Selain adanya hipersementosis abnormalitas yang terjadi pada sementum juga
hubungan antara sementum dan email pada pertemuan semento-email ini memiliki
arti secara klinis. Ada tiga macam hubungan sementum dan email, yaitu:4
a. Hubungan 60-65% .
Hubungan sementum-email sering saling menutupi atau everlap.
b. Hubungan 30%
Hubungan berupa butt joint ( ujung dan ujung )
c. Hubungan 5-10%
Sementum dan email tidak bertemu sehingga dentin terbuka dan mempunyai
sensitivitas tinggi terhadap rangsang termal dan taktil, bila terjadi resesi. Cacat
ini juga meningkatkan akumulasi plak dan kalkulus. Kalkulus yang terbentuk
di daerah cacat ini sulit untuk dibersihkan, walaupun terlihat dengan jelas.

16
Gambar 2.1 (Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua
Bidang Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 197.)

3. Ligamen Periodontal
Pada keadaan abnormal dari ligamen periodontal jika dilihat memlaui foto
rontgen akan memperlihatkan pelebaran ruang ligamen periodontakl yang lebih
besar dari ukuran normal. Gigi yaang dipergunakan secara normal mempunyai
ligamen periodonsium yang lebih tebal dan konfigurasi seranut prinsipal yang
normal. Pada oklusal fungsional, runag ligaamen periodontal besarnya sekitar
0,25 mm, kurang lebih 0,10 mm sedangkan bila tekana yang diterma tidak normal,
runag ligamen periodonsium menjadi lebih besar4.

Gambar 2.2 (Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua
Bidang Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 197.)

4. Tulang Alveolar
Keadaan abnormal pada tulang aalveolar dapat dilihat paadaa analisi foto
rontgen diagnosa periodontitis. Pada penyakit periodontitis terdpat 3 penampakan
tulang alveolar yang mengalami dekstrukri, yaitu :
1. Horizontal bone loss
2. Vertical bone loos
3. Furcation involvement
Istilah horizontal dan vertikal telah digunakan untuk menggambarkan arah
atau pola kehilangan tulang dengan menggunakan garis yang menghubungkan
dua gigi yang berdekatan di persimpangan cemento-enamel sebagai garis
referensi. Jumlah tulang yang mengalami dekstruksi adalah dinilai sebagai

17
tahapan ringan, sedang atau berat. Keparahan dekstruksi tulang vertikal,
membentang dari alveolar crest dan melibatkan apeks gigi.

Gambar 2.3 (Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua
Bidang Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 197.)

Gambar 2.4 (Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua
Bidang Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 197.)

Furcation involvement merupakan Istilah yang menggambarkan penampakan


radiografi dekstruksi tulang pada pencabangan daerah akar yang merupakan bukti
penyakit lanjut .

18
Gambar 2.5 (Sumber: Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua
Bidang Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 197.)

2.7 Tanda dan Gejala Klinis Gingivitis


2.7.1 Tanda klinis gingivitis
Adanya perubahan warna dari merah muda menjadi merah, lama kelamaan
menjadi merah kebiruan, adanya perubahaan bentuk gingiva dari yang awal
bentuk tipis dengan batas tajam menjadi oedema dan bengkak pada papila
interdental, perubahaan pada posisi gingiva dengan pembengkakan tepi gingiva
yang terletak pada tonjolan mahkota, perubahan tekstur permukaan menjadi
mengkilat, kehilangan bentuk gingiva yang bergelombang, kehilangan interdental
groove dan free marginal gingiva, serta terjadi perdarahan pada tekanan ringan
sampai spontan, atau timbulnya eksudat supiratif melalui orifice gingiva.10
2.7.2 Gejala gingivitis
Rasa nyeri dan sakit. Rasa nyeri biasanya timbul pada saat menyikat gigi.
Gingivitis dalam kondisi yang sudah parah akan menimbulkan bau mulut atau
halitosis yang berasal dari darah dan akumulasi pada gingival yang meradang.11

2.8 Patomekanisme Gingivitis dan Halitosis


2.8.1 Patomekanisme Gingivitis
Reaksi peradangan gingiva tergantung kepada jumlah akumulasi plak,
jenis mikroorganisme (virulensi) dan resistensi host (keadaan imun). Perubahan
patologis pada gingivitis disebabkan oleh keberadaan bakteri plak pada sulkus
gingiva. Perkembangan gingivitis terjadi dalam 3 tahap yaitu pada tahap awal
disebut dengan intial lesion (2-4 hari). Pada tahap ini terjadi perubahan vaskuler
berupa vasodilatasi dan peningkatan aliran darah sebagai respon terhadap aktivitas
bakteri oleh leukosit dan stimulasi pada sel endothelial. Secara klinis respon
gingiva belum terlihat, tahap ini disebut juga sebagai gingivitis subklinis.
Tahap kedua disebut Early Lesion (4-7 hari), dimana terjadi proliperasi
pembuluh darah menyebabkan gingivitis mulai termanifestasi secara klinis,
berupa eritema, dan pendarahan saat dilakukan probing. Terjadi peningkatan

19
kerusakan kolagen, 70% kolagen dihancurkan di sekitar infilitrat selular. PMNs
keluar dari pembuluh darah sebagai respon terhadap stimulasi kemotaksis dari
komponen plak dan bergerak menuju jaringan epitel, menyebrangi lamina basal
dan ditemukan banyak di daerah epitel juga di area poket. PMNs memfagositosis
bakteri juga melepaskan lisosom untuk mencerna bakteri. Makrofag melepaskan
mediator-mediator inflamasi berupa sitokin, prostaglandin E2 (PGE2) dan matriks
metalloproteinase (MMP). Fibroblast mulai mengalami kemunduran ditandai
dengan menurunnya produksi kolagen.
Tahap berikutnya disebut Established Lesion (14-21 hari), pada tahap ini,
terjadi penumpukan pembuluh darah. Secara klinis terjadi perubahan warna,
ukuran dan tekstur gingiva. Estabilished lesion ditandai dengan predominasi sel
plasma. Aktivitas kolagenilisis oleh enzim kolagenase meningkatk pada jaringan
ynag terinflamasi. Peningkatan aktivitas ini disebabkan karena adanya produksi
kolagenase dari bakteri dan PMNs. Makrofag melepaskan mediator-mediator
inflamasi berupa sitokin, prostaglandin E2 (PGE2) dan MMP. Sitokin merekrut
makrofag dan limfosit tambahan menuju area lesi. Peningkatan aktivitas PGE 2 dan
MMP kemudian menyebabkan dekstruksi serat kolagen pada jaringan konektif
gingiva. Secara histokimia, ditemukan ditemukan bahawa gingiva yang
terinflamasi mengalami peningkatan level asam dan alkalin fosfatase β-
glucuronidase, β-glucosidase, β-galactosidase, esterases, aminopeptidase, and
cytochrome oxidase. Sedangkan mukopolisakarida netral menurun disebabkan
oleh degradasi substansi dasar jaringan.12
2.8.2 Patogenesis Halitosis
Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya Halitosis, karena
adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degenerasi protein
menjadi asam-asam amino oleh mikroorganisme. Nilai pH saliva (umumnya 6,5)
juga menentukan pembentukan VSCs dan akan bertambah banyak bila
mengandung materi atau unsur lain. Kondisi ini menciptakan suasana dalam
rongga mulut berubah menjadi alkali dan menimbulkan bau busuk. Pertumbuhan
bakteri gram negatif akan semakin meningkat bila nilai pH > 7,2, sehingga
memungkinkan terjadinya penguraian protein.

20
Permukaan dorsum lidah yang kasar merupakan tempat yang ideal bagi
bakteri anaerob, dimana pada daerah tersebut banyak terdapat sisa-sisa makanan
dan sisa-sisa sel yang mati. Tongue Coating termasuk poket periodontal
merupakan sumber utama pembentukan VSCs pada pasien penyakit periodontal
dan berperan penting dalam mempercepat pembentukan VSCs. Pembuangan
tongue coating dapat mengurangi VSCs. Spesies bakteri yang terdapat pada
permukaan oral dapat bersifat sakarolitik yaitu menggunakan karbohidrat sebagai
sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu
menggunakan protein, peptida atau asam amino sebagai sumber utamanya.
Kebanyakan bakteri gram positif bersifat sakarolitik dan bakteri gram
negatif bersifat asakarolitik atau proteolitik. Porphyromonas gingivalis sangat
efektif dalam pembentukan halitosis begitu juga dengan Provotella intermedia
(bentuk Bacteroides intermedius) secara normal terdapat dalam plak
supragingival. Bakteri gram negatif merupakan penghuni utama plak
supragingival termasuk plak yang menutupi lidah dan permukaan mukosa lainnya
Bakteri anaerob pigmen hitam dan Fusobacterium juga aktif dalam menyebabkan
halitosis.
Bau mulut merupakan akibat dari proses pembusukan oleh bakteri, dimana
bakteri oral bekerja pada protein saliva untuk menghasilkan produk-produk
compound. Proses pembusukan oleh bakteri dinyatakan sebagai penyebab utama
pembentukan halitosis. Perkembangbiakan bakteri anaerob yang hidup normal di
dalam rongga mulut secara berlebihan dan partikel makanan yang tersisa didalam
rongga mulut menghasikan sulfur yang berbau seperti telur busuk.
Mikroorganisme terutama bakteri gram negatif akan memecah substrat protein
menjadi rantai peptida dan asam amino yang mengandung sulfur seperti
methionin, cysteine dan cystine. Cystein dan methionin merupakan asam amino
dengan rantai samping yang mengandung unsur sulfur.
Asam-asam amino tersebut akan mengalami proses kimiawi (reduksi)
yang selanjutnya akan menghasilkan Volatile sulfur compounds, yaitu: Methil
mercaptan (CH3SH), Hidrogen sulfida (H2S) dan Dimethil sulfida
(CH3SCH3).Terdapat tiga asam amino utama yang menghasilkan VSCs, yaitu:

21
cysteine menghasilkan Hidrogen sulfida (H2S), methionine menghasilkan Methil
mercaptan (CH3SH) dan Cystine menghasilkan Dimethil sulfida (CH3SCH3).
Halitosis adalah bau mulut yang tidak sedap yang dapat disebabkan karena adanya
volatile sulfur compounds (VSCs). Volatile sulfur compounds adalah hasil
produksi dari aktifitas bakteri anaerob di dalam mulut yang menghasilkan
senyawa berupa sulfur yang mudah menguap dan berbau tidak enak.
Proses terjadinya VSCs adalah diawali dengan pemecahan substrat protein
dari sisa makanan oleh bakteri gram negatif yang bersifat proteolitik menjadi
rantai peptida dan asam amino seperti methionin, cysteine dan cystine. Kemudian
asam amino tersebut akan direduksi menjadi methil mercaptan, hidrogen sulfida
dan dimethil sulfida. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh masing-masing
individu untuk mengurangi atau mencegah halitosis adalah senantiasa menjaga
kebersihan mulut.13

2.9 Pencegahan dan Penatalaksanaan pada Gingivitis


2.9.1 Pencegahan
a. Mengubah perilaku gaya hidup
Pencegahan penyakit periodontal maupun pemeliharaan jaringan periodontal
setelah perawatan awal bergantung pada kemampuan dan kemauan pasien
untuk melakukan dan mempertahankan penghapusan plak yang efektif. Hal ini
mungkin memerlukan perubahan dalam beberapa hal, yaitu:
1. Dalam perilaku pasien dalam hal menyikat gigi, pembersihan interdental dan
teknik kebersihan mulut lainnya.
2. Serta perilaku gaya hidup lainnya seperti penggunaan tembakau dan diet.
Ada banyak penelitian tentang cara terbaik untuk menginduksi perubahan
perilaku pasien berkaitan dengan kebersihan mulut.
3. Saran yang bersifat individual, dengan konten yang disesuaikan untuk setiap
pasien, terbukti efektif dan penggunaan rencana tindakan dapat dilakukan.
juga membantu pasien mengubah perilaku kebersihan mulutnya.
4. Diskusi lebih lanjut mengenai bukti yang relevan dengan topik. Penting untuk
dipahami bahwa motivasi untuk mengubah perilaku harus berasal dari pasien;
Pasien harus ingin memperbaiki kebersihan mulut mereka dan harus merasa

22
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan hal ini. Ini adalah
peran dokter gigi, ahli kebersihan gigi atau terapis gigi untuk mendorong
pasien untuk berubah dan mengajarkan keterampilan control plak yang
dibutuhkan.
b. Oral hygiene TIPPS
a. Talk: Bicarakan dengan pasien tentang penyebab penyakit periodontal dan
mengapa kebersihan mulut yang baik itu penting. Bicarakan dengan pasien
tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai penghapusan plak yang
baik.
1) Sikat secara teratur menggunakan teknik yang efektif
2) Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride
3) Bersihkan daerah interdental sekali sehari.
b. Instruct: Ajarkan pasien dalam penggunaan alat kebersihan mulut.
c. Practice: feedback pasien terhadap tindakan penggunaan alat kebersihan
mulut.
d. Plan: Bantu pasien merencanakan bagaimana cara melakukan kontol plak
yang efektif sebagai kebiasaan.
e. Support: Dukung kebiasaan pasien dengan memberikan saran lanjutan.14
2.9.2 Penatalaksanaan
2.9.2.1 Penanganan
Dilakukan pemeriksaan Oral Hygiene Indeks. Pada pemeriksaan plaque
Control Indeks digunakan disclosing agent. Dental Health Education (DHE)
dilakukan dengan memperlihatkan pada pasien daerah gigi yang masih banyak
plaknya, ditandai warna merah dari disclosing yang tidak hilang setelah kumur-
kumur. Pasien diberi instruksi cara menyikat gigi yang benar, kemudian dilakukan
scaling , root planing dan curettage untuk membersihkan plak, kalkulus supra dan
subgingiva.

Dental Health Education (DHE) lebih ditekankan pada pasien untuk


menyikat gigi lebih teliti dan memotivasi pasien untuk menjaga kebersihan gigi
dan mulut dengan baik dan dilakukan lagi scaling, root planing, curettage dan

23
polishing. Scaling, root planing, curettage dan polishing merupakan initial phase
therapy dalam prosedur perawatan penyakit periodontal. Tindakan ini secara
nyata dapat meredakan peradangan gingiva,dan menghilangkan mikroorganisme
patologi yang terdapat pada daerah subgingiva sehingga tidak lagi terjadi
perdarahan ketika menyikat gigi.

a) Scaling adalah suatu tindakan penghilangan plak, kalkulus dan stain yang
terdapat pada permukaan mahkota gigi.
b) Root planing adalah pembuangan jaringan sementum nekrotik dan atau lunak,
dentin, kalkulus serat eliminasi bakteri dan toksin dari permukaan akar gigi
untuk memperoleh permukaan akar yang halus. Pada permukaan yang halus
diharapkan plak tidak melekat sehingga tidak terjadi akumulasi plak dan
kalkulus.
c) Curettage adalah tindakan untuk menghilangkan atau membersihkan jaringan
granulasi atau jaringan yang meradang dari gingiva yang merupakan dinding
poket. Dengan dilakukannya curettage diharapkan jaringan periodontal akan
sehat terjadi regenerasi dan perlekatan kembali dengan dinding gigi. 15
2.9.2.2 Perawatan
Senyawa yang bersifat antibakteri mengurangi peradangan dengan cara
menghambat pertumbuhan bakteri dan menurunkan konsentrasi bakteri di dalam
plak gigi, sehingga membantu kerja leukosit PMN dalam fagositosis dan
menyebabkan penurunan jumlah leukosit PMN, sehingga fase inflamasi
berlangsung pendek dan dapat segera lanjut ke fase proliferasi.
Senyawa antibakteri dapat ditemukan pada beberapa tanaman tradisional.
Contoh tanaman tradisional yang diindikasikan memiliki sifat antibakteri adalah
sereh (Cymbopogon citratus) dan cengkeh (Eugenia aromaticum). Ekstrak sereh
memiliki beberapa kandungan yaitu saponin, tanin, alkoloid, dan flavonoid, serta
geraniol dan neral yang berfungsi sebagai antibakteri baik bakteri Gram Positif
maupun bakteri Gram Negatif. Ekstrak bunga cengkeh mengandung komponen
minyak atsiri. Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri cengkeh antara lain

24
eugenol, caryophyllene, eugenol alpha-humelene, dan eugenol adalah senyawa
terbanyak. Eugenol terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Kombinasi ekstrak sereh dan cengkeh memiliki pengaruh yang hampir sama
dengan metronidazole dan amoxicillin dalam penyembuhan gingivitis. Oleh
karena itu, dapat direkomendasikan penggunaan kombinasi ekstrak sereh dan
cengkeh sebagai bahan untuk penyembuhan gingivitis. Penggunaan ekstrak
sereh+cengkeh memiliki keunggulan daripada antibakteri kimiawi karena tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, baik tanah, air dan udara, tidak
meninggalkan limbah di alam serta biaya lebih murah. Keunggulan lain adalah
lebih aman, tidak menimbulkan iritan dan efek samping minimal.16

2.10 Prognosis Gingivitis


Prognosis adalah ramalan mengenai respon terhadap perawatan dan
harapan untuk mempertahankan gigi – geligi dalam waktu yang lama. Kasus
gingivitis simple diharapkan dapat member respon yang baik jika faktor local dan
sistemik dapat dikendalikan.4
2.10.1 Prognosis keseluruhan
Faktor yang dipertimbangkan:
a. Perilaku pasien
b. Umur pasien
c. Banyaknya gigi yang masih bertahan
d. Latar belakang sistemik
e. Maloklusi
f. Morfologi gigi
2.10.2 Prognosis individual gigi
Faktor yang dipertimbangkan :
a. Kegoyangan gigi
b. Gigi – gigi yang berdekatan
c. Lokasi tulang yang masih dikaitkan dengan permukaan akar gigi
d. Hubungan dengan gigi gigi yang berdekatan
e. Tingkat perlekatan epitel
f. Poket infraboni

25
g. Keterlibatan furkasi4
2.11 Hubungan Gusi Berdarah dengan Bau Mulut
Halitosis berasal dari sulfur berbentuk gas Volatile Sulphur Compounds
atau VSC yang mudah menguap, merupakan produk sampingan dari bakteri.
Adanya inflamasi dalam rongga mulut, poket yang dalam, pendarahan, apalagi
dengan pendarahan spontan dapat meningkatkan konsentrasi VSC dalam mulut
sehingga dapat menimbulkan halitosis. Halitosis dihubungkan dengan penyakit
gigi dan jaringan sekitarnya seperti karies gigi, ganggren pulpa, gingivitis,
periodontitis, stomatitis, glosistis dan kanker rongga mulut, semua penyakit ini
dapat menimbukan halitosis patologis atau halitosis yang disebabkan oleh karena
penyakit.
Gingivitis biasanya disebabkan oleh kondisi lokal maupun sistemik.
Kondisi lokal meliputi hygiene mulut yang buruk impaksi makanan, dan iritasi
lokal . Kondisi sitemik dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan pemberian
obat-obatan seperti obat anti konvulsan phenytoin dan derivatnya. Proses
gingivitis biasanya diawali dengan adanya perubahan gingival yang ditandai
adanya perubahan warna, bentuk, ukuran, konsentrasi dan karakteristik
permukaan gingival. Rasa nyeri dan sakit merupakan tanda yang langka dari
gingivitis. Rasa nyeri biasanya timbul pada saat menyikat gigi dan kadang timbul
pendarahan, oleh karena itu penderita cenderung menyikat lebih lembut dan lebih
jarang sehingga plak akan semakin terakumulasi dan dapat memperparah kondisi
gingiva.
Gingivitis dalam kondisi yang sudah parah dapat terjadi pendarahan
spontan sehingga akan menimbulkan bau mulut atau halitosis yang berasal dari
darah dan akumulasi pada gingival yang meradang. Meningkatnya akumulasi
plak yang berasal dari sisa makan yang mengandung protein dan adanya sel darah
yang mati pada gingival, akan meningkatkan kadar VSC, sehingga menimbulkan
halitosis. 17
2.12 Hubungan Penykit Sistemik dengan Gusi Berdarah
Faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan, misalnya:

26
a. Faktor Genetik
Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada Hereditary
gingival fibromatosis dan beberapa kelainan mukokutaneus yang bermanifestasi
sebagai peradangan gingiva. Hereditary gingival fibromatosis (HGF) adalah suatu
keadaan yang tidak biasa yang ditandai oleh diffuse gingival enlargement, kadang-
kadang menutupi sebagian besar permukaan atau seluruh gigi. Peradangan timbul
tanpa tergantung dari pengangkatan plak secara efektif.
Macam-macam lesi yang dapat mempengaruhi adalah lichen planus,
pemphigoid, pemphigus vulgaris dan erythema multiforme. Hyperplasia gingiva
dapat berasal dari faktor genetik. Hyperplasia gingiva (sinonim dengan gingival
overgrowth, gingival fibromatosis) dapat terjadi sebagai efek dari pengobatan
sistemik seperti phenytoin, sodium valproate, cyclosporine dan dihydropyridines.
Peradangan tergantung pada perluasan plak.6
b. Faktor Hematologi
Penyakit darah tidak menyebabkan gingivitis, tetapi dapat menimbulkan
perubahan jaringan yang merubah respons jaringan terhadap plak. Penyakit
hematologi yang menyebabkan perdarahan gingiva, diantaranya adalah anemia,
leukemia dan leukopenia.
Presentase epitel jaringan ikat gingiva yang terkena radang mengalami
perdarahan lebih besar bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami
perdarahan. Perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan
histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium.6

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit gingiva adalah penyakit yang menyerang gingiva, salah satunya
adalah gingivitis. Ada beberapa jenis gingivitis, yaitu gingivitis kronis dan
necrotizing ulcerative gingivitis. Gingivitis ini di sebabkan oleh beberapa faktor,
tapi faktor utamanya adalah plak yang tidak dibersihkan dari lapisan luar gigi
akan menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme. Gingivitis ini tidak
menyebabkan nyeri sehingga seringkali tidak disadari oleh penderita. Rasa nyeri
baru akan dirasakan ketika menyikat gigi.
Gingivitis ini dapat di cegah dengan memperhatikan perilaku gaya hidup kita.
Dimulai dari yang sederhana misalnya menperhatikan atau menggunakan sikat
gigi yang sesuai dan penggunaan tusuk gigi yang di ganti dengan dental floss.
Kontrol plak juga dapat mencegah gingivitis. Untuk perawatan gingivitis itu dapat
di lakukan scalling, root planning dan Curettage. Tindakan ini secara nyata dapat
meredakan peradangan gingiva,dan menghilangkan mikroorganisme patologi
yang terdapat pada daerah subgingiva sehingga tidak lagi terjadi perdarahan
ketika menyikat gigi.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kepada pembaca maupun penulis
dapat memahami dengan paripurna mengenai penyakit gingiva terkhusus
gingivitis, serta sebaiknya kita perlu memperhatikan kesehatan gigi dan mulut
kita, misalnya dengan rajin untuk melakukan scalling dan perawatan kesehatan
gigi dan mulut lainnya. Selain pencegahan yang perlu kita ketahui, kita juga harus
mengetahui perawatan serta pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut agar tidak
terkena lagi gingivitis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Plancak D, Jorgic K, Curilovic Z. New classification of periodontal disease.


Acta Stomatol Croat 2001 ; 35(1) : 89 – 93.

2. Kathleen O, Hodges RDH. Concepts in nounsurgicai periodontal therapy.


USA : Delmal Thomsam Larwing ; 1998. P. 15 – 7.

3. Rateitschak KH, Wolf HF, Hassel TM. Color Atlas of Periodontology. New
York : Thieme ; 2004. P. 24.

4. Fedi PF, Arthur RV, John LG. Silabus periodonti. Jakarta : EGC ; 2004.

5. Hidayati, Rima S, Winerli S. Pengaruh oral hygiene pada wanita


paskamenopause Dengan kejadian gingivitis pada kelompok wanita Tani
(kwt) di kecamatan lubuk alung kabupaten padang pariaman. Andalas Dental
Journal.

6. Manson JD, Eley BM. Buku Ajar Periodonti. Edisi 2. Anastasia S, Translator.
Jakarta: Hipokrates, 1993. Hal 125-6

7. Y HS. Niklaus PL. Periodontal epidemological indices for children and


adolescents: II. evaluation of oral hygiene; III clinical applications. Pediatric
Dentistry ADA ; 4(1) : 66-8.

8. Shantipriya, Reddy. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics.


Ed 3th. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers ; 2011.

9. Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran Gigi Klinik: Semua Bidang


Kedokteran Gigi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
h197.

10. Rosmalia D, Minarni. Gambaran status kebersihan gigi dan mulut dan kondisi
gingiva siswa mtsn tiku selatan kecamatan tanjung mutiara kabupaten agam.
Menara Ilmu. 2017;11(75). P 199.

29
11. Adnyani NP, Artawa IM. Pengaruh penyakit gigi dan mulut terhadap halitosis.
Jurnal Kesehatan Gigi. 2016; 4(1). P 26.

12. Newman, Michael G. et al. 2012. Carranza’s Clinical Periodontology 11th ed.


Missouri: Elsevier. p 71-5

13. WidagdoY, Kristina S. Volatile sulfur compounds sebagai penyebab halitosis.


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

14. Scottish dental. Prevention and treatmant of periodontal diseases in primary


care. Dental clinical guidance. 2014 Jun. P. 23-7

15. Andriani I. Perawatan pembesaran gingiva dengan gingivektomi. Jurnal


Mutiara Medika 2009; 9(1) : 72.

16. Puspaningrum E.F., Hendari R., dan Mujayanto R. Ekstrak cymbopogon


citratus dan eugenia aromaticum efektif untuk penyembuhan gingivitis.
ODONTO Dental Journal 2015; 2(2) : 48,50.

17. Adnyani NP, Artawa IM. Pengaruh penyakit gigi dan mulut terhadap halitosis.
Jurnal Kesehatan Gigi 2016. ; 4(1) : 24 – 6.

30

Anda mungkin juga menyukai