Anda di halaman 1dari 11

Antibiotik Profilaksis pada Ekstraksi Molar Tiga: Tinjauan Sistematik Data Terbaru

Gabriele Cervino 1 , Marco Cicciù 1,* , Antonio Biondi 2, Salvatore Bocchieri 1,


Alan Scott Herford 3, Luigi Laino 4 and Luca Fiorillo 1,4

1Departemen Biomedis dan Kedokteran Gigi, Pencitraan Morfologi dan Fungsional, Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Mesina, 98100 Messina, Italia
2Departemen Bedah Umum dan Spesialis Bedah Medis, Universitas Catania, 95100 Catania,
Italia
3Departemen Bedah Maksilofasial. Universitas Loma Linda, Loma Linda, CA 922354, USA
4Departemen Multidisipliner Medis-Bedah dan Spesialis Odontostomatologi, Universitas
Campania “Luigi Vanvitelli”, 90121 Naple, Italia

Abstrak
Tujuan laporan ini adalah untuk membahas mengenai prosedur antibiotik yang paling sering
digunakan di bidang kedokteran gigi, khususnya di perawatan bedah gigi impaksi. Jika prosedur
tersebut ditinjau, semua kemungkinan manfaat atau kerugian untuk masing-masing obat dan
posologi akan dicatat di tinjauan kali ini. Saat ini, kebutuhan terkait penggunaan prosedur
tersebut masih diperdebatkan dalam literatur. Data yang diperoleh dari tinjauan ini menyoroti
terkait bagaimana prosedur antibiotik diaplikasikan di perawatan bedah oral hanya di bedah yang
dilakukan di pasien yang tidak menunjukan patologis sistemik lain. Tinjauan literatur pertama ini
mendapatkan 140 hasil, kemudian setelah aplikasi kriteria inklusi, 12 laporan diseleksi. Hasil
menunjukkan bahwa prosedur yang paling umum meliputi penggunaan penisilin dan klavulanat,
karena keamanan klinis dan hasil profilaksisnya di penanganan infeksi. Prosedur yang umum
digunaksn ini memiliki prediktabilitas dan keamanan yang tinggi. Tinjauan kali ini akan
membahas mengenai kemungkinan resistensi antibiotik pada pasien saat ini dikarenakan
penyalahgunaan obat. Penelitian klinis lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan panduan
spesifik, namun, spesialis bedah mulut yang melakukan bedah di gigi molar tiga sebaiknya
mengevaluasii kondisi kesehatan lokal dan umum pasien sebelum pemberian obat ke pasien
Kata kunci: Molar tiga, bedah mulut, ekstraksi, antibiotik, profilaksis

1. Pendahuluan
Bedah avulssi gigi molar tiga saat ini telah menjadi praktik bedah umum. Namun, perawatan ini
merupakan praktik bedah yang dapat membuat pasien terpapar terhadap kemungkinan infeksi pra
dan pasca operatif(1). Prosedur antibiotik yang digunakan selama tindakan bedah ini sangat
beragam. Dokter gigi sebaiknya selalu mengevaluasi kondisi umum pasien dan keberadaan
berbagai alergi atau intoleran. Saat ini, kebutuhan terkait pemberian antibiotik profilaksis di
pasien yang menjalani bedah jenis ini masih diperdebatkan, baik itu terkait biaya/manfaat.
Tambahan untuk antibiotik profilaksis sitemik, desinfeksi topikal area kerja biasanya dilakukan
selama pembedahan, dan terapi topikal rumahan diresepkan dan digunakan selanjutnya(2).
Namun, resiko infeksi bakteri dari area kerja bedah selalu bisa terjadi. Tujuan utama laporan kali
ini adalah untuk memahami prosedur antibiotik yang paling umum digunakan selama bedah gigi
molar tiga kemudian mengevaluasi manfaat dan kerugiannya. Oleh karena itu, artikel kali ini
memiliki tujuan untuk memaparkan semua prosedur namun hanya menyoroti prosedur terbaik
yang diaplikasikan ke pasien berdasarkan kondisi klinis pasien dan pembedahan(3,4).

Peresepan antibiotik sistemik untuk pencegahan komplikasi seperti alveolitis dan infeksi dari
area pembedahan selama ekstraksi gigi molar tiga merupakan suatu praktik umum di kalangan
dokter gigi, namun tindakan ini juga masih kontroversial dan tetap diperdebatkan. Kontroversi
muncul dikarenakan terapi antibiotik profilaksis biasanya tidak diindikasikan di pasien sehat, dan
penggunaan antibiotik yang tidak sesuai bisa membuat pasien beresiko terhadap reaksi buruk dan
berkontribusi terhadap perkembangan resistensi antibiotik. Lebih lanjut, terkait rasio biaya-
manfaat, tinjauan sistematik dan meta-analisis yang telah dipublikasi tidak mendukung
penggunaan antibiotik profilaksis yang rutin. Di berbagai kasus, pasien yang menjalani teraoi
bedah ini, selain profilaksis antibiotik, terkadang pasien dipaksa untuk menggunakan teraoi
farmakologi lainnya berdasarkan durasi dan kompleksitas intervensi untuk penanganan fase
pasca operatif(5-9). Erupsi empat gigi molat tiga menyempurnakan gigi gelggi permanen, di
kondisi normal, setiap gigi molar tiga menempati posisi terajhir dari setiap kuadran lengkung
gigi. Namun, gigi molar tiga tidak selalu erupsi, tidak jarang satu atau lebih gigi molar tiga tetap
terpendam di dalam tulang dan gusi. Di kondisi tersebut, gigi geligi permanen yang tidak
sempurna mencerminkan suatu kondisi yang disebut hipodonsia (melibatkan kurang dari 4 gigi).
Di sisi lain, meskipun gigi molar tiga mengalami erupsi parsial di gingiva, gigi tersebut tidak
sepenuhnya mengelami perkembangan. Di kondisi tersebut, gigi molar tiga tidak mendapatkan
ruang yang memadai untuk tumbuh sempurna, sehingga tetap tertahan di dalam tulang maksila
dan mandibula. Gigi molar tiga yang tidak berkembang sempurna ini bisa menjadi faktor
predisposisi terhadap pembentukan foci inflamatori kronis, sehingga perlu dilakukan ekstraksi
gigi. Adanya inflamasi ini bisa memicu terjadinya kasus lainnya seperti pembentukan lesi
osteolitik yang melibatkan gigi molar tiga(10-12).

Tujuan tinjauan sistematik ini adalah untuk memaparkan mengenai prosedur antibiotik yang
paling umum digunakan selama bedah gigi molar tiga, dan untuk mengevaluasi terapeutik
terbaik, jalur farmakologi serta posologi bagi pasien, guna membatasi penyalahgunaan antibiotic
semaksimal mungkin

2. Hasil

2.1 Pengunpulan Manuskrip dan Strategi Pencarian


Pencarian literature dilakukan dan menghasilkan jumlah yang banyak: 140. Selanjutnya,
penyaringan dilakukan unutk mendapatkan penelitian dan hasil yang lebih spesifik. Terlebih
dahulu, penelitian setidaknya dari 10 tahun terakhir dievaluasi (73 penelitian; di mnausia 53),
kemudian penelitian yang bisa diakses ke laporan lengkap (sehingga bisa dilakukan analisa
akhir), penelitian klinis acak (RCT), dan penelitian berbahasa Inggris. Hanya 12 penelitian yang
dilibatkan di tinjauan kali ini (Gambar 1). Kata kunci yang digunakan untuk pencarian database,
yaitu: (“antibiotic prophylaxis” OR “antibiotic”) AND (“third molar” OR “wisdom teeth”)
AND “extraction” .
Kata kunci tertentu cenderung memberikan hasil sebanyak mungkin untuk mendukung tinjauan
kali ini. Pencarian manual juga dilakukan di textbook untuk menambah dukungan ilmiah dan
akurasi penelitian. Pencarian di textbook tidak menghasilkan sumber yang mendukung tinjauan
namun menyediakan informasi untuk bagian pendahuluan dan pembahasan

2.2 Karasteristik penelitian


Hasil yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan dosis, tipe obat dan tipe bedah
ekstraksi yang dilakukan. Penelitian yang dipertimbangkan di revisi ini yaitu semua RCT. Setiap
artikel menampilkan informasi mengenai penggunaan prosedur antibiotik selama bedah ekstraksi
molar tiga. Informasi tersebut ditampilkan di Tabel 1.

Tabel 1. Seleksi dan karasteristik penelitian

Peneliti Tahun Tipe penelitian Ukuran Prosedur


sampel
Monaco dkk [13] 2009 RCT 59 Amoxicillin vs. placebo
Luaces-Rey dkk [14] 2010 RCT 160 Dua prosedur amoksilin yang berbeda
Siddiqi dkk [15] 2010 RCT, split mouth 100 Amoxicillin vs. placebo
Bezerra dkk [16] 2011 RCT, split mouth 800 Amoxicillin vs. placebo
Adde dkk [17] 2012 RCT 71 Amoxicillin vs. clindamycinvs. placebo
Sisalli dkk [18] 2012 RCT 107 Amoxicillin clavulanate vs.ceftazidime
Duvall dkk [19] 2013 RCT 30 Obat kumur klorheksidin 0.12% vs.amoxicillin
vs. placebo
Crincoli dkk [20] 2014 RCT, split mouth 24 Amoxicillin clavulanate vs. cefazolin
Arteagoitia dkk [21] 2015 RCT 118 Amoxicillin vs. placebo
Milani dkk [22] 2015 RCT 80 Dua pemberian amoksilin vx placebo yang
berbeda
Xue dkk [23] 2015 RCT, split mouth 207 Amoxicillin vs. placebo
Braimah dkk [24] 2017 RCT 135 Dua pemberian amoksilin vs levofloxacin yang
berbeda

2.3 Resiko Bias dalam Penelitian


Evaluasi total resiko bias untuk setiap laporan yang terpilih, dan kebanyakan manuskrip
dianggap sebagai resiko rendah (Tabel 2) (13-24). Penelitian yang dievaluasi semuanya RCT
menggunakan metode double blinded. Penelitian “resiko rendah” mengggunakan pendekatan
valid untuk mengalikasikan pasien ke perawatan alternatif dan hasil dianggap valid. Penelitian
“resiko sedang” rentan terhadap beberapa bias namun kemungkinan tidak cukup untuk
memvalidasi hasil dan kemungkinan ada informasi yang hilang. Peringkat “resiko tinggi”
mengindikasikan bias signifikan yang kemungkinan tidak dapat memvalidasi hasil. Di kasus ini
terdapat banyak informasi atau diskrepansi yang dilaporkan.
Tabel 2. Tabel resiko bias
Resiko 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
bias
Bias
rendah
Bias
sedang
Bias
tinggi
Bias
tidak
je;as

2.4 Resiko Bias antar Penelitian


Sejumlah keterbatasan muncul dari revisi kali ini. Analisis terbaru mengenai data yang
diekstraksi dari penelitian berbahasa Inggris hanya dapat menampilkan kemungkinan bias
publikasi. Keterbatasan utama revisi kali ini terkait dengan bedah oral dan bedah gigi molar tiga.
Penggunaan antibiotik masih tetap diperdebatkan secara luas

2.5 Evaluasi Penelitian


Analisis statistik penelitian dianalisia satu per satu. Peneliti tidak setuju mengenai berbagai
parameter yang dievaluasi setelah pembedahan. Beberapa penelitian mempertimbangkan durasi
pembedahan, yang tidak dievaluasi di penelitian kali ini dan tidak ditampilkan dalam tabel,
meskipun hal ini penting dalam penanganan komplikasi. Di topik lainnya, peneliti tidak setuju,
namun kebanyakan mengenai rasa sakit, pembengkakan, demam, edema, pembukaan mulut yang
terbatas, atau infeksi di area bedah pasca operatif, tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar
kelompok penelitian. Oleh karena itu, peneliti tidak memiliki perbedaan signifikan antar
berbagai tipe antibiotik dan antara antibiotik dan placebo, sehingga dapat disimpulkan bahwa
bedah molar tiga yang dilakukan tanpa antibiotik profilaksis tidak menyebabkan lebih banyak
penanganan komplikasi

3. Hasil

3.1 Konteks Bedah Ekstraksi


Bedah avulsi molar tiga atau gigi bungsu, seperti yang dapat dilihat di hasil, merupakan suatu
prosedur bedah yang terkadang membutuhkan prosedur antibiotik oleh dokter gigi. Namun,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa prosedur antibiotik ini tidak selalu dibutuhkan(13-24).
Prosedur farmakologi yang dilakukan selama bedah molar tiga tidak hanya berfokus pada
antibiotik profilaksis. Penanganan rasa sakit pasca operatif atau pra operatif di kasus inflamasi
akut tentunya terjadi melalui penggunaan terapi analgesik dan anti inflamasi yang tepat. Baik itu
inhibitor siklooksigenase 1.2 (NSAID), siklooksigenase 3, dan obat kortikosteroid digunakan
untuk penanganan rasa sakit. Tentunya obat salisilat tidak direkomendasikan agar pasien tidak
terpapar dengan aksi anti aggregasinya. Selain penanganan rasa sakit, beberapa obat-obatan
sesuai untuk penanganan intraoperatif pasien. Sebagai contoh, obat-obatan untuk menangani
kecemasan (ansiolitik) memungkinkan operator untuk melalukan pembedahan dengan kondisi
pasien yang lebih baik

Terkait penggunaan obat-obatan topikal, perlu diingat mengenai anestesi lokal dengan dan tanpa
adrenalin. Desinfeksi topikal di area kerja terkadang dilakukan menggunakan obat kumur-
berbasis klorheksidin atau povidone iodine(25,26). Tindakan tersebut selalu disarankan selama
bedah untuk memudahkan operator mengikuti aturan bedah mulut dan periodontologi dalam
penanganan jaringan keras dan lunak. Diperlukan penelurusan di puncak tulang distal di molar
kedua mandibula agar memudahkan penutupan flap yang tepat, jika memungkinkan membatasi
resiko infeksi, dehiscence, atau bahkan terpaparnya tulang. Apabila gigi berada di posisi yang
tepat dalam rahang maka gigi tersebut tidak mengalami impaksi, area bedah dapat mengalami
penyembuhan kedua, hanya dengan teknik hemostatik dan suturing untuk mendapatkan
clot/bekuan darah(27). Remodeling tulang memiliki potensi yang baik untuk pertumbuhan
karena puncak tulang distal merupakan percabangan mandibula

Selama bedah tersebut maka memungkinkan untuk menggunakan berbagai prosedur hemostatik
topikal atau bahkan kasa medis, khusus di kasus dengan lesi osteolitik. Di antara tindakan
hemostatik tersebut, memungkinkan untuk mempertimbangkan penggunaan sponge kolagen,
meskipun ini tidak dibutuhkan untuk tindakan regeneratif tulang(28), namun pembentukan crest
ekstraksi akan terjadi. Tentunya, cabang mandibula dan regio retromolar terkadang menunjukkan
graft tulang autologous(29,30). Sama halnya dengan bedah lainnya, maka perlu dilakukan
anamnesis pasien yang tepat agar bisa memantau kontraindikasi relatif atau total untuk tindakan
bedah mulut atau bahkan kontraindikasi lokal atau sistemik. Kondisi klinis tertentu dari pasien
bisa saja sangat penting, dan beberapa kondisi umum, seperti diabetes (31), kemungkinan
memiliki dampak sistemik yang penting, terutama di beberapa kasus bisa menunjukkan
kontraindikasi absolut terhadap perawatan. Maka dari itu, kondisi klinis yang tidak
memungkinkan bisa saja sangat berkontraindasi terhadap tindakan bedah mulut yang perlu
dilakukan pembuangan semua foci inflamasi oral(32-34). Komplikasi bedah ini telah disebutkan
di bagian sebelumnya yang bisa saja beragam atau bahkan jangka pendek atau panjang. Maka
dari itu, memungkinkan untuk menggunakan instrumen yang memudahkan dokter untuk
melakukan tindakan lebih konservatif dan lebih hati-hati terhadap jaringan, khususnya terhadap
struktur anatomis(35-38).

3.2 Tinjauan Pembahasan Penelitian


Di artikel Monaco dkk(13), mereka mengevaluasi 59 pasien sehat yang dibagi ke dalam dua sub
divisi: kelompok 2 gram Amoksilin dan kelompok tanpa antibiotik (kelompok kontrol). Semua
pasien menjalani tindakan bedah mulut untuk alasan ortodontik. Komplikasi pasca operatif,
seperti: rasa sakit, pembengkakan, atau demam dievaluasi dan ditampilkan di Tabel 3, dengan
perbedaan signifikan di beberapa komplikasi. Di penelitian Luaces-Rey (14) dengan 145 pasien,
tidak ada perbedaan signifikan antar pasien tersebut. Siddiqi dkk(15) dalam artikelnya
melaporkan bahwa beberapa komplikasi pasca operatif dapat dievaluasi di kelompok kontrol
placebo di penelitian dengan total pasien 100 orang. Di peneltiian Bezerra dkk dengan sampel
berjumlah 800 pasien(16), dua kelompk (amoksilin vc placebo) dievaluasi selama ekstraksi
molar tiga. Perbedaan di segi frekuensi kejadian inflamasi/infeksi tidak teramati antar kelompok
penelitian dan kontrol ketika osteotomo dan pemotongan gigi dilakukan . Adde dkk(17) di
penelitian lainnya, mengevaluasi dua antibiotik berbeda: amoksilin dan klindamisin, versus
placebo. Di kasus ini tidak ada perbedaan signifikan. Namun, mereka mengkhususkan semua
tindakan bedah dilakukan setelah desinfeksi topikal dengan klorheksidin. Sisalli dkk(18)
melakukan penelitian di warga Italia pada 20102 dengan tujuan membandingkan efektivitas dan
efek samping dari dua obat yang berbeda: amoksilin dan asam klavulanik vs ceftazidime, yang
digunakan sebagai antibiotik profilaksis di bedah ekstraksi molar tiga . Di penelitian ini terdapat
107 pasien dan dua kelompok: amoksilin vs ceftazidime. Menurut Sisalli dkk, hasil menunjukkan
tidak ada perbedaan antar kelompok terkait komplikasi setelah bedah. Duvall dkk, di sebuah
RCT, mengevaluasi prevalensi bakterimia setelah bedah molar tiga(19). Di penelitian tersebut
mereka mengevaluasi tiga kelompok dengan obat kumur dan pil placebo¸ obat kumur placebo
dan amoksilin, dan pil placebo dan klorheksidin (0.12%). Menurut penelitian ini, tidak ada
perbedaan antar kelompok yang masing-masing terdiri dari 10 individu. Crincoli dkk(20) di
Fakultas Kedokteran Bari, melibatkan 24 pasien untuk penelitian mereka. Analisis data
menunjukan bahwa terapi antibiotik oral dan intramuskular hampir sama dalam hal pencegahan
komplikasi pasca operatif di bedah mulut. Namun, biaya yang lebih tinggi dan rasa kurang
nyaman di apaien tidak bisa memungkinkan terapi antibiotik intramuscular rutin, dan sebaiknya
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan gastrointestinal. Di RCT double-blinded,
Artegooitia dkk(21) mengevaluasi penggunaan amoksilin vs placebo selama ekstraksi molar tiga.
Di penelitian yang sama spesialis bedah mulut melakukan semua tindakan ekstraksi. Mereka
mengevaluasi beberapa parameter pasca operatif dan mereka tidak menunjukan perbedaan
signifikan. Di penelitian lain oleh Milani dkk(22), mereka mengevalasi dua prosedur berbeda
menggunakan kelompok amoksilin dan placebo. Mereka melaporkan bahwa terlepas dari
kontroversi terkait terapi antibiotik di bedah molar tiga, tinjauan sistematik tidak seluruhnya
sepakat mengenai kesimpulan bahwa dibutuhkan penelitian kontrol acak di subjek tersebut. Juga
di penelitian ini, tidak ada manfaat yang mereka temukan dengan penggunaan antibiotik untuk
jenis bedah ini. Xue dkk(23) di penelitian double blinded mengevaluasi komplikasi sistemik dan
lokal setelah ekstraksi molar. Mereka membuat klasifikasi berdasarkan kesulitan pembedahan
menurut klasifikasi molar tiga Pell-Gregory(39). Tidak ada perbedaan antara kelompok antibiotik
dan placebo selama fase penyembuhan. Pol dkk(40) mengevaluasi penggunaan terapi laser
dalam mereduksi rasa sakit dan tingkat inflamasi di area molar tiga; laser merupakan alat yang
berguna di bedah mulut sama halnya di bidang kedokteran gigi lainnya untuk merawat jaringan
lunak dan keras(41). Braimah dkk(24) di sebuah penelitian observasional mengevaluasi tiga
prosedur berbeda menggunakan amoksilin atau levofloksasin, Amoksilisn bolus tunggal atau
levofloksasi kurang efisien untuk penanganan komplikasi pasca operatif dibandingkan
profilaksis amoksilin. Berdasarkan beberapa tinjauan sistematik seperti Marghalani dkk(42),
penggunaan antibiotik dapat mereduksi infeksi atau resiko alveolitis. Namun, penggunaan
antibiotil dapat menghasilkan beberapa efek samping sistemik terhadap pasien. Sayangnya, dari
banyak penelitian yang dipertimbangkan di tinjauan kali ini, tidak memungkinkan untuk kembali
lagi ke kondisi sebelum RCT dilakukan. Terutama tidak memungkinkan untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis lingkngan tenpat penelitian dilakukan. Hal ini dianggap sebagai
keterbatasan terbesar tinjauan kali ini

4. Bahan dan Metode

4.1 Aplikasi Data Prosedur dan Pecatatan Website


Prosedur yang melibatkan metode penelitian dan kriteria inklusi untuk revisi kali ini dikirim ke
website PEOSPERO, dan pendaftaran prospektif internasional tinjauan sistematik. Parameter dan
struktur analitik artikel kali ini dapat dilihat menggunakan CRD ID dan kode, tinjauan sistematik
ini dikirim ke platform website PROSPERFO, disertai nomor izin PROSPERO yaitu 131364

Data penelitian sistematik ini mengamati Item Laporan Rujuan untuk Tinjauan Sistematik
menurut pernyataan PRISMA

4.2 Fokus Pertanyaan


Pertanyaan yang diajukan mengikuti panduan berikut, menurut PICO (P-pasien, Masalah atau
Populasi, I-Intervensi, C-Perbandingan, Kontrol atau Pembanding, O-Hasil);

- Prosedur antibiotik apa yang paling serng digunakan selama bedah esktraksi molar tiga?

- Apakah ada alternatif? Apak hal itu lebih menguntungkan bagi pasien?

4.3. Strategi Pencarian


Peneliti melakukan pencarian di lima database elektronik, meliputi: Ovid MEDLINE, PubMed,
dan EMBASE. Selain itu, pencarian manual dilakukan terkait sumber Kedokteran Gigi dan
Farmakologi, untuk penelitian publikasi yang relevan

Pencarian digital dan manual kemudian dilakukan untuk tema ekstraksi molar tiga dan antibiotik.
Pencarian yang menyeluruh dari daftar referensi di manuskrip yang tercatat juga dilakukan untuk
menambah penelitian yang signifikan serta menambah sensitivitas revisi

4.4 Pengumpulan Data


Medical Subject Headins (MeSH) diaplikasikan untuk menemukan kata kunci yang digunakan di
revisi kali ini. Kata kunci yang terpilih, yaitu: (“antibiotic prophylaxis” OR “antibiotic”) AND
(“third molar” OR “wisdom teeth”) AND “extraction”, dicatat untuk pengumpulan data. Data
terakhir yang dicari yaitu data dengan hasil pada 31 Maret 2019

4.5 Pemilihan Manuskrip


Dua peninjau independen dari dua universitas berbeda (Messina dan Naples) secara terpisah
menganalisasi laporan yang didapatkan untuk memilih kriteria inklusi dan eksklusi.
Peninjau menuhubungkan evaluasi mereka dan perbedaan yang dianalisa melalui perbandingan
manuskrip dan melakukan konsultasi ke peninjau ketiga (yang lebih berpengalaman) (H.A.S.;
Universitas Loma Linda) apabila kesepakatan tidak diperoleh. Untuk tahap revisi laporan
lengkap, analisis dual independen dilakukan

4.6 Klasifikasi Penelitian


Metode klasifikasi melibatkan semua penelitian klinis prospektif dan retrosektif manusia,
penelitian kohort split-mout, laporan kontrol kasus, manuskrip rangkaian kasus, peneltitian
hewan, dan tinjauan literatur yang dipublikasi antara Februari 2009 dan Maret 2019, mengenai
antibiotik yang digunakan untuk bedah dan ekstraksi molar tiga

4.7 Kriteria Eksklusi dan Inklusi


Laporan lengkap dari semua penelitian terkait topik utama dikumpulkan untuk perbandingan
parameter inklusi:
- Meneliti farmakologi profilaksis atau ekstraksi molar tiga

- Penelitian klinis kontrol acak di manusia

Berikut kriteria eksklusi:


- Pasien dengan penyakit spesifik lainnya seperti: osteoporosis, gangguan imun, DM yang
tidak terkontrol, atau kondisi sistemik lainnya-yang beresiko terhadap tindakan bedah

- Informasi yang tidak memadai mengenai topik

- Penelitian di hewan atau in vitro

- Artikel dipublikasikan sebelum 1 Februari 2009

- Tidak ada akses untuk judul dan abstrak

4.4 Strategi untuk Pengumpulan Data


Setelah analisis literatur pertama, seluruh daftar judul manuskrip disaring untuk mengecualikan
publikasi yang tidak terkait, laporan kasus dan publikasi non bahasa Inggris. Kemudian,
penelitian dikecualikan berdasarkan data yang diperoleh dari skreening hanya pada abstrak.
Seleksi akhir dilakukan dengan cara membaca laporan lengkap untuk memastikan kelayakan
setiap penelitian, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

4.5 Pencatatan Ekstraksi Data yang dikumpulkan dan yang diekstraksi


Hasil dan kesimpulan dari laporan lengkap terpilih digunakan untuk menampilkan data,
berdasarkan tujuan dan tema revisi kali ini, lisnya sebagai berikut.

Berikut ini parameter yang digunakan sebagai metode untuk menampilkan data kemudian diatur
berdasarkan skema di Tabel 1:
- “Peneliti”-menampilkan peneliti pertama di publikasi
- “Tahun”-Tahun publikasi
- “Tipe penelitian”-mengindikasikan metode penelitian dan beberapa informasi tamabhan
- “Ukuran sampel”-mendeskripsikan jumlah pasienm hewan atau model yang diuji
- “Prosedur”-mendeskripsikan tipe kelompok atau prosedur antibiotik yang digunakan

4.4 Uji Resiko Bias


Tingkat resiko bias secara independen dipertimbangkan, seperti yang dilaporkan dalam literatur
(43-46).
Potensi penyebab bias yang diteliti:
- Bias seleksi
- Bias performa dan bias deteksi
- Bias atrisi
- Bias pelaporan
- Blinding pemeriksa, kalibrasi pemeriksa, deksripsi follow up standar, pengukuran graft
residual standar, uji radiografi standar

4.4 Bedah Molar Tiga


Sayangnya, jika hasilnya tepat, dapat berkontribusi terdahao fungsi pengunyahan dan tidak
menyebabkan masalah seperti melakukan tindakan OH yang sesuai. Namun, fakta yang ada yaitu
subjek bervariasi dan ketidaksempurnaan juga dikarenakan perkembangan spesies manusia; di
zaman dulu, manusia membutuhkan lebih banyak gigi molar untuk mengunyah makanan mentah
dan makanan keras, selanjutnya gigi molar akan hilang akibat evolusi, sementara dimensi
mandibula dan rahag akan tereduksi, sehingga hanya meninggalkan ruang kecil bagi
pertumbuhan normal untuk delapan gigi. Oleh sebab itu, gigi bungsu sebenarnya di zaman dulu
dibutuhkan. Seiring pertambahan usia, maka rahang bisa mnencapai ukuran yang sesuai sehingga
molar tiga bisa berkembang. Selain itu, menurut beberapa antropolog, tampakan delapan gigi di
usia lanjut memiliki peranan mencegah keausan berlebih dari gigi lainnya. Diet zaman purba dan
tidak adanya perawatan gigi menyebabkan kehilangan gigi dini. Maka dari itu, molar tiga
memiliki ruang yang cukup untuk berkembang, melakukan fungsi sebaliknya, mempertahankan
fungsi kunyah yang tepat(47-55). Ekstraksi gigi bungsu bisa menjadi bedah yang sulit
berdasarkan kondisi lokasi gigi dan beberapa faktor dari pasien. Tentunya, yang pertama, pasien
sehat dan kooperatif lebih memudahkan ekstraksi. Berdasarkan derajat erupsi elemen gigi,
ekstraksi juga dapat lebih atau kurang sederhana. Bedah ekstraksi gigi yang telah erupsi di
lengkung lebih mudah dibandingkan gigi yang mengalami impaksi seutuhnya di dalam tulang
maksila atau impaksi sebagian yang melibatkan mukosa. Tahap pertama yaitu selalu melakukan
praktik desinfeksi yang tepat di area kerja, lingkungan oral selalu memiliki peluang bakterial dan
stimulus inflamatori. Tahap berikutnya melibatkan tindakan anestesi lokal atau regional yang
tepat. Oleh sebab itu, berdasarkan kondisi gigi, pembuatan flap bedah, osteotomi, odontomi, dan
berikutnya avulsi (ekstraksi) elemen gigi serta lesi osteolitik bisa dilakukan. Ketika ekstraksi
telah dilakukan, flap selanjutya disuturing. Beberapa variasi anatomi tertentu, seperti akar yang
panjang atau bengkok serta kedekatan dengan kanalis mandibula, membuat tindakan ekstrakasi
menjadi lebih sulit atau kompleks bagi dokter bedah mulut(12,49,50,56-57).

4.5 Antibiotik yang digunakan di Kedokteran Gigi dan Sifatnya


Penggunaan antibiotik di kedokteran gigi, dan bidang lainnya, merupakan tindakan klinis utama
untuk mencegah infeksi bakteri. Oleh sebab itu, patologi dental dan khususnya patologi
endodontik tanpa pengecualian. Secara umum, terdapat kondisi polimikrobial yang melibatkan
bakteri Gram + dan Gram -, bakteri anaerob fakultatif, dan bakteri lainnya. Antibiotik sebenarnya
merupakan kelas farmakologi kedua yang paling umum diresepkan oleh dokter gigi, setelah
pereda nyeri. Diperkirkaan sekitar 10% antibiotik diberikan untuk kebutuhan kedokteran gigi
(Tabel 4). Bahkan bakteri bertanggungjawab untuk infeksi dental namun, menunjukan tidak
adanya toleransi terhadap beberapa kelas antibiotik, dengan kemungkinan bahwa asli resistensi
masih berkembang. Saat ini telah tumbuh kesadaran terkait resistensi antibiotik. Selain itu,
beberapa peneliti tetap menunjukkan kebingungan, data menunjukan bahwa pemberikan
antibiotik terkadnag berlebihan. Merujuk pada karasteristik mikrobiologi infeksi endodpntik,
maka perlu ditekankan bahwa terapi antibiotil sistemik merupakan tindakan bantuan utama dan
bukan tindakan alternatif untuk terapi ortodontik-endodontik, bahkan di kasus di mana pasien
dengan pertahanan imun yang tidak adekuat untuk melawan infeksi. Oleh sebab itu, pemberian
antibiotik harus dalam batas ilmiah dan logis. Elemen yang paling umum digunakan yaitu
amoksilin, baik tunggal atau kombinasi dengan asam klavulanik. Lebih lanjut, di bedah mulut,
bisaa juga digunakan antiseptil intraoral topikal, yang dianggap sebagai molekul berbeda,
terkadang digunakann sebelum, selama dan setelah tindakan pembedahan. Klorheksidin
merupakan salah satu di antaranya, selain itu triklosan dan povidone iodine berguna untuk
mencegah peluang bakterimia intraoral. Prosedur antibiotik yang digunakan di kedokteran gigi
tidak hanya untuk bedah impaksi, namun juga bedah oral lainnya. Sebagai contoh, semua
tindakan bedah oral yang melibatkan cedera jaringan lunak, seperti fibroma atau limpoma, sangat
umum. Terkadang lesi dapat berasal dari tahap inflamasi jaringan lunak sebelumnya, seperti
gingivitis dan periodnitits (30,57,68-80). Tidak semua metode di penelitian yang terlibat
melakukan diagnosis dan pengumpulan data epidemiologi yang selalu sesuai dan kemungkinan
juga tidak, apabila follow up yang tidak tepat, pengukuran kondisi pasca operatif yang tidak
sesuai(81). Menarik bahwa bagaimana berbagai prosedur untuk pemberian obat yang sama dari
berbagai penelitian dipertimbangkan. Amoksilin, clavulanate juga terkadang digunakan untuk
profilaksis terhadap bakteri endokarditis. Posologi ditampikan secara eksplisit di Tabel 4. Sulit
untuk menentukan perbedaan yang jelas antara bahan aktif, atau perbedaan antara menggunakan
dan tidak menggunakan antibiotik lainnya, bahkan lebih sulit untuk menemukan perbedaan klinis
antar berbagai dosis dari obat yang sama

Tabel 4. Prosedur penggunaan Amoksilin(69)


Kandungan bahan aktif Sebelum pembedahan Setelah pembedahan
Amoksilin 2 gram, 1 jam sebelum bedah 500 mg setiap 8 jam setelah
bedah selama 7 hari
Amoksilin klavulanat 500+125 mg 2 hari sebelum 500+125 mg setiap 12 jam
bedah selama 4 hari berikutnya
Amoksilin klavulanat 875+125 mg 2 hari sebelum 875+125 mg setiap 12 jam
bedah selama 4 hari berikutnya

1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menyoroti prosedur antibiotik yang paling banyak digunakan di
kedokteran gigi, khisusnya selama bedah molar tiga. Tujuan utama adalah untuk menyoroti
berbagai faktor terkait atau terhadap satu terapi dan terapi lainnya. Populasi dokter gigi saat ini
sangat terbantu dengan amoksilin, meskipun kebutuhan yang pasti untuk melakukan prosedur
antibiotik tetap masih diperdebatkan dalam literature Penggunaan antibiotik dapat memicu
beberapa efek buruk bagi pasien dan hal ini belum dikonfirmasi dalam literatur. Penting untuk
menekankan bahwa melakukan ekstraksi molar tiga di kasus inf;amasi akut, kronis atau di kasus
infeksi purulen tanpa penggunaan antibiotik bukan suatu topik umum. Perlu diketahui bahwa jika
molar tiga diekstraksi untuk alasan ortodontik dan tidak menunjukkan inflamasi, maka kondisi
ini sangat membutuhkan terpai antibiotik. Di antara berbagai artikel yang dilibatkan, beberapa di
antaranya menguji pengalaman ahli bedah dan kecepatan atau durasi intervensi. Menariknya,
fakotr ini lebih penting dan terkait dengan komplikasi pasca operatif dibandingkan penggunaan
terapi obat-obatan. Tentu saja penelitian kali ini menyoroti dan merevisi sejumlah artikel, dengan
hasil yang membantu dalam prosedur antibiotil. Namun, tetap terdapat beberapa penelitian yang
mendukung tidak digunakannya prosedur antibiotil selama bedah ini, Seiring waktu pastinya kita
akan bisa mengevaluasi hasil tersebut berdasarkan temuan dari prosedur yang paling
menguntungkan bagi semua pasien yang membutuhkan tindakan bedah ini

Anda mungkin juga menyukai