Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sebagai kelompok kerja
terapeutik pada drug-resistant S pneumoniae (DRSP) di Indonesia menerbitkan rekomendasi
konsensus untuk manajemen Otitis Media Akut. Rekomendasi tersebut mendukung
penggunaan amoksisilin sebagai pilihan agen antimikroba lini pertama pada pasien dengan
OMA. CDC merekomendasikan peningkatan dosis yang digunakan untuk pengobatan empiris
dari 40-45 mg / kg / hari menjadi 80-90 mg / kg / hari karena kekhawatiran tentang strain S.
pneumoniae yang semakin resisten, yang secara teori rentan terhadap dosis yang lebih tinggi
ini (Paradise, 2013).
Rekomendasi untuk terapi lini kedua lebih kontroversial, meskipun ada alasan secara
ilmiah. Dokumentasi klinis lebih ditekankan mengenai kegagalan terapi setelah 3 hari
pengobatan dengan amoksisilin dosis tinggi, CDC menyarankan tympanocentesis untuk
identifikasi dan uji kerentanan bakteri etiologi sebagai pedoman terapi antibiotik alternatif
(Paradise, 2013).
Pada kasus di mana terapi lini kedua secara empiris dipilih (kejadian umum, karena
sedikit dokter pada pelayanan kesehatan primer melakukan tympanocentesis),
rekomendasinya meliputi tiga persiapan berikut: (Wassem, 2020)
Pilihan ketiga obat tersebut disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi OMA didasarkan pada penelitian yang melaporkan bahwa obat tersebut
mencapai konsentrasi yang cukup pada cairan telinga tengah sebagai bakterisidal melawan
patogen umum pada OMA, termasuk drug-resistant S pneumoniae (DRSP) dan H-influenzae
penghasil beta-laktamase (Wassem, 2020).
Banyak anak dengan OMA tidak mendapat manfaat dari terapi antimikroba, baik
karena penyakitnya tidak berasal dari bakteri atau karena sistem kekebalan tubuh mereka
membersihkan infeksi tanpa menggunakan obat. Tidak ada kriteria klinis saat ini untuk
membedakan anak-anak mana yang tidak memerlukan terapi antibiotik untuk OMA
(Wassem, 2020).
Sebagian besar kasus Otitis Media dengan efusi (OME) terjadi setelah episode OMA, dan
67% pasien berkembang menjadi efusi telinga tengah. Durasi rata-rata efusi adalah 23 hari,
tetapi banyak bertahan lebih lama. Sebagian besar kasus OME secara spontan teratasi. Studi
sejarah alami penyakit ini sebagai berikut: (Paradise, 2013)
1. 50% OME berada di telinga 1 bulan setelah episode OME akut
2. 20% OME berada di telinga setelah 2 bulan
3. 10-15% OME di telinga setelah 3 bulan
4. OME bertahan lebih dari 3 bulan memiliki tingkat resolusi spontan hanya 20-30%,
bahkan setelah bertahun-tahun di observasi
1. Antimikroba
Pilihan terapi awal adalah amoksisilin, diberikan dengan dosis tinggi yang
direkomendasikan oleh CDC untuk OMA (yaitu, 80-90 mg / kg / hari). Pilihan
pertama pada pasien yang terpapar antibiotik 1bulan sebelumnya yaitu agen beta-
laktamase (misalnya, amoksisilin-klavulanat) atau sefalosporin generasi kedua atau
ketiga dengan durasi penggunaan antibiotik selama 10 hari (Rosenfeld, 2016).
2. Terapi steroid
Literatur tentang terapi steroid tidak dapat disimpulkan. The Agency for
Health Care Policy and Research (AHCPR) meninjau lebih dari 5000 artikel tentang
manajemen OME dan menerbitkan pedoman praktik klinis. Ulasan artikel tersebut
menunjukkan bahwa kombinasi steroid dan antibiotik meningkatkan pembersihan
OME pada 25,1% pasien, perbedaannya tidak secara statistik signifikan, dan risiko
steroid dirasakan lebih besar daripada potensi manfaatnya. Pedoman menyatakan
bahwa steroid tidak direkomendasikan untuk pengobatan OME pada anak-anak dari
segala usia (Lieberthal, 2013).
Regimen steroid harus prednison oral atau prednisolon dengan dosis 1 mg / kg
/ hari selama 5-7 hari diberikan dalam kombinasi dengan antibiotik beta-laktam.
Steroid dikontraindikasikan pada pasien dengan pajanan varisela yang belum
menerima vaksin varicella karena kemungkinan penyakit disebarluaskan yang
mengancam jiwa (Rosenfeld, 2016).
Pada tahun 2016, Akademi Otolaringologi Amerika - Yayasan Bedah Kepala
dan Leher, AAP, dan AAFP mengeluarkan pedoman yang diperbarui untuk OME,
termasuk rekomendasi tentang penggunaan otoscopy pneumatik, timpanometri,
skrining rutin, steroid, antibiotik sistemik, antihistamin atau dekongestan, tes
pendengaran, tabung tympanostomy, dan adenoidektomi (Rosenfeld, 2016).
Wassem, Muhammad; Asslam, Muhammad. 2020. Otitis Media : Treatment & Management
(Online) https://emedicine.medsca pe.com/ article/994656-overview#a4 diakses
tanggal 04 April 2020
Rosenfeld RM, Shin JJ, Schwartz SR, Coggins R, Gagnon L, Hackell JM, et al. Clinical
Practice Guideline: Otitis Media with Effusion (Update). Otolaryngol Head Neck
Surg. 2016 Feb. 154 (1 Suppl):S1-S41.
Lieberthal AS, Carroll AE, Chonmaitree T, Ganiats TG, Hoberman A, Jackson MA, et al. The
diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2013 Mar. 131
(3):e964-99.
Paradise JL, Hoberman A, Rockette HE, Shaikh N. Treating acute otitis media in young
children: what constitutes success?. Pediatr Infect Dis J. 2013 Jul. 32 (7):745-7