Anda di halaman 1dari 7

TUGAS COMPOUNDING DAN DISPENSING

APLIKASI PENGOBATAN RASIONAL


(4T + 1W) DI APOTEK

OLEH

NI WAYAN AGUSTINI
1008515011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
Aplikasi Pengobatan Rasional
(4T + 1W) di Apotek

1. Definisi Pengobatan Rasional


Menurut WHO, yang dimaksud dengan pengobatan rasional adalah “ pengobatan yang
mengisyaratkan pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya,
dengan dosis yang tepat dengan kebutuhan individu, dalam jangka waktu yang ditetapkan,
dan dengan biaya paling rendah bagi mereka dan masyarakat disekitarnya.
Definisi penggunaan obat rasional (POR) adalah apabila pasien menerima pengobatan
sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam
periode waktu yang adequate dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat banyak.
Alasan penggunaan obat rasional :
• Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat

sebagai salah satu upaya cost effective medical interventions

• Mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau

• Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan
pasien

• Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan


kesehatan

(Bahaudin, tt)

Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas


atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara : mengobati
pasien, mengurangi atau meniadakan rasa sakit, menghentikan atau memperlambat proses
penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya. Adapun prinsip penggunaan obat secara
rasional meliputi 4 T (Tepat) dan 1 W (Waspada) yaitu : tepat indikasi, tepat pasien, tepat
obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping obat (Hismafarma, 2010)
a. Tepat indikasi
Tepat indikasi adalah pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil
pemeriksaan fisik yang akurat baik itu vital sign maupun hasil data laboratorium.
Selain itu, pengobatan juga dilakukan sesuai dengan standar medis/panduan klinis
atau sesuai dengan penyakit yang dihadapinya (WHO, 1993).
 Contoh : Infeksi paru terutama disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan
Streptococcus pneumonia. Kuman-kuman tersebut dapat diatasi dengan
antibiotika golongan aminoglikosida (Hasibuan, 2008).

b. Tepat penderita
Tidak ada kontra indikasi dan kemungkinan efek yang tidak diinginkan (WHO,
1993). Beberapa faktor penderita yang perlu mendapat perhatian di antaranya usia
lanjut, obesitas, diabetes mellitus, malnutrisi, terapi kortikosteroid, inflamasi
kronis, dan fungsi faal ginja
 Contoh :
- Pemberian sodium dokusat 500 mg (golongan fecal softener) yang aman
dan sesuai untuk mengatasi konstipasi pada ibu hamil.

c. Tepat obat
Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan, yakni:

• Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti

• Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan
imbang dengan manfaat yang akan diperoleh. Perlu dipertimbangkan antara
resiko dan manfaat jika pasien diobati atau tidak diobati (terutama pada
kehamilan dan menyusui).
• Pertimbangkan dasar pemikiran pada pemberian pengobatan yang
bersamaan ataupun tambahan pengobatan, yang dapat mengarah pada
duplikasi pengobatan (termasuk obat yang berbeda tetapi memiliki
mekanisme aksi sama) atau pengobatan yang diberikan untuk mengatasi
efek samping yang diakibat obat (termasuk ruam, mual, muntah)
• Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat dengan manfaat dan
keamanan yang sama dan paling terjangkau oleh pasien (affordable)

• Jenis obat yang paling mudah didapat (available).

• Cara pemakaian paling cocok dan paling mudah diikuti pasien.

• Sedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat.


(UGM, tt)

 Contoh :
- Pemberian antibiotik Cefadroxil yang aman bagi ibu hamil untuk mengatasi
infeksi bakteri.
- Pemberian sediaan suppositoria untuk orang tua yang mengalami konstipasi
untuk memberikan efek yang lebih cepat.

d. Tepat dosis
Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit
Besarnya dosis untuk terapi antibiotika umumnya dihitung berdasarkan berat
badan (WHO, 1993). Penyesuaian dosis harus dilakukan berdasarkan umur pasien,
berat badan, dan status klinis yang meliputi fungsi ginjal, hati, dan jantung
(Hasibuan, 2008). Perhitungan dosis pada anak-anak berbeda dengan orang
dewasa. Cara perhitungan dosis obat pada anak dapat menggunakan rumus Young,
Dilling, Cowlling, Clark, crawford- Terry Rouke dan lain-lain.
 Contoh :
- Pemberian Diagit ® (mengndung attapugit 600 mg dan pectin 50 mg) untuk
pengobatan simpomatis pada diare non spesifik dosis untuk dewasa dan
anak > 12 tahun, awal 2 tablet setelah diare pertama, 2 tablet diare
berikutnya. Maksimal 12 tablet per hari. Anak 6-12 tahun, 1 tablet setelah
diare pertama, 1 tablet diare berikutnya. Maksimal 6 tablet per hari (MIMS,
2008)

e. Waspada efek samping obat


Beri informasi standar tentang kemungkinan efek samping obat dan cara
mengatasinya. Efek samping adalah efek yang dapat ditimbulkan pada dosis
terapeutik. Efek samping yang dapat diantisipasi perlu dicegah atau ditangani
dengan tepat. Efek samping yang tidak terduga perlu diidentifikasi dan dinilai
untuk memutuskan apakah pengobatan dapat dilanjutkan, harus dihentikan (dan
pengobatan alternatif diberikan) dan apakah pengobatan tambahan perlu diresepkan
untuk mengatasi efek samping obat. Semua obat dapat berpotensi menimbulkan
efek samping, oleh karena itu perlu diwaspadai.
 Contoh :
- Pemberian antihistamin generasi I seperti CTM yang digunakan
meringankan alergi dapat menimbulkan efek samping seperti sedatif
(mengantuk) yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu Apoteker harus
menyarankan pada saat mengkonsumsi obat ini pasien sebaiknya tidak
mengemudi atau mengoperasikan mesin.
- Acute anger glaucoma dilaporkan terjadi pada pasien dengan pemberian
ipatropium bromida secara nebulasi, terutama jika digunakan bersama-sama
dengan salbutamol secara nebulasi). Perhatian/perlakuan khusus diperlukan
untuk mencegah uap nebulasi dari masker menuju ke mata pasien (Aini
dkk., tt)
DAFTAR PUSTAKA

Aini, S. R., T. Dyah C, I. Hunaifi, A. Sari, A. Supriyanto, Nurhidayati dan E. Amalia. tt.
Bahan Belajar Keterampilan Medik Farmasi Kedokteran. Mataram : Laboratorium
Keterampilan Medik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Hasibuan, Poppy Anjelisa Z. 2008. Tesis: Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin


Dosis Berganda Bolus Intravenus terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Hismafarma. 2010. Peran Evidence Based Practice Dalam Mengoptimalkan Pengunaan


Obat Pada Swamedikasi. http://hisfarma.blogspot.com/2010/10/peran-evidence-based-
practice-dalam.html

Bahaudin, Nasirah. tt. Implementasi Kebijakan Penggunaan Obat Rasional (POR) Di


Indonesia. Jakarta : Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI.

MIMS. 2008. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 7. CMPMedica Asi.a


UGM. tt. Masalah Penggunaan Obat di Institusi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta :
Bagian Farmakologi UGM.

WORLD HEALTH ORGANIZATION. 1993. How to Investigate Drug Use in Health


Facilities. Geneva : WHO.

Anda mungkin juga menyukai