TINJAUAN PUSTAKA
2015). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2015 terdapat sekitar 480.000
kasus baru MDR TB (Pontali et al, 2017). Resistensi terhadap anti tuberkulosis
merupakan kejadian alami yang umumnya terjadi akibat dari terapi yang tidak
kedua atau obat cadangan. Namun, obat lini kedua ini tidak sekuat dan seefektif
obat lini pertama dan efek samping yang disebabkan lebih banyak.
akan dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi. Jika hasil dari kedua
atau resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin, maka dapat ditegakkan
diagnosis MDR-TB.
penyebab terjadinya resistensi obat antara lain : (1) implementasi DOTS rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain yang masih rendah kualitasnya (2)
peningkatan ko-infeksi TB-HIV; (3) sistem surveilans yang lemah, dan (4)
6
7
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, paduan obat standar untuk MDR-
Pirazinamid dan etambutol tidak termasuk obat paduan standar, namun dapat
basil resisten kepada orang lain. Angka kematian yang lebih banyak
mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat disebabkan oleh asupan
gizi tidak seimbang dan kuantitas yang kurang dan kondisi metabolism tubuh
yang tidak baik. Disamping itu, kurangnya kebersihan diri juga berakibat
Sel mikrobakteri juga bersifat dorman, oleh karena itu bakteri banyak
8
mengalami resisten terhadap banyak obat atau hanya dapat dimatikan secara
lambat. Adanya resistensi dari bakteri tersebut, maka diperlukan kombinasi dua
atau lebih obat untuk mengatasi hambatan dan mencegah resistensi selama
diberikan selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Obat MDR-TB yang
biasa digunakan yakni obat lini kedua atau Second Line Drug (Katzung, 2013).
kelompok, yakni :
(PDPI, 2006).
Cara yang rasional untuk memilih obat anti-TB secara tepat adalah
menggunakan obat dari yang paling kuat efek bakterisidnya dengan toksisitas
paling rendah sampai yang paling lemah dengan toksisitas paling tinggi.
Pemilihan obat untuk kasus MDR TB antara lain menggunakan obat lini I jika
menggunakan obat untuk kelompok 4 (lini II oral) sampai diperoleh empat jenis
obat yang efektif, dan obat kelompok 5 untuk memperkuat regimen atau saat
sebelum diperoleh empat jenis obat yang efektif dari kelompok sebelumnya
Pengobatan MDR-TB terdiri atas dua fase, fase intensif dan fase lanjutan.
atau empat bulan setelah konversi biakan. Sementara fase lanjutan adalah fase
dipersulit dengan keterbatasan pilihan obat disertai dengan toksisitas yang lebih
silang juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat saat menyusun rejimen
WHO yaitu terapi standar, terapi empiris, terapi individual (Wiratmoko, 2015).
Terapi standar adalah pemberian obat sesuai panduan yang berlaku sama
untuk semua pasien dalam suatu daerah. Panduan obat terapi standar mengacu
disusun oleh pihak yang berwenang berdasarkan data surveilans resistens obat
pada populasi sehingga setiap pasien mendapatkan rejimen obat yang sama
walaupun data uji kepekaan obat secara individual tidak tersedia. Terapi jenis
cukup terhadap uji kepekaan obat. Namun demikian, setiap kasus suspek TB-
MDR hendaknya diupayakan untuk dapat dipastikan dengan uji kepekaan obat
(Wiratmoko, 2015).
dari populasi yang sama. Jika data uji kepekaan obat pasien tersebut sudah
uji kepekaan tersebut. Terapi ini juga dapat diterapkan pada daerah yang
memiliki akses uji kepekaan obat yang terbatas. Terapi empiris dapat diberikan
pada kasus suspek MDR-TB sementara menunggu hasil uji kepekaan obat
(Wiratmoko, 2015).
diawali oleh terapi standar atau terapi empiris. Hal ini dimaksudkan untuk
Ketiga terapi ini tetap harus mengikuti prinsip umum penyusunan rejimen terapi
Rejimen terapi terdiri dari sedikitnya 4 obat yang dipastikan atau hampir
pasti efektif. Jika bukti efikasi suatu obat tidak jelas, maka obat tersebut dapat
tetap masuk dalam rejimen terapi namun tidak dianjurkan menjadi andalan
keberhasilan terapi. Lebih dari 4 macam obat dapat digunakan pada permulaan
terapi jika data uji kepekaan obat belum tersedia, efektivitas suatu obat
diragukan, atau bila terdapat lesi paru yang luas dan bilateral. Pemilihan obat
OAT baik lini pertama maupun lini kedua serta daftar obat-obatan yang umum
laboratorium yang dapat dipercaya. Uji kepekaan obat beberapa OAT lini
pertama serta OAT lini kedua masih belum dapat diandalkan sepenuhnya
dilakukan dengan hati-hati. Uji kepekaan obat juga tidak dapat memastikan
efikasi yang lebih tinggi. Pemberian dosis tunggal juga dapat dilakukan untuk
obat lini kedua jika dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien kecuali untuk
terbagi guna mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Pada pasien yang
mengikutsertakan OAT kelompok 1 yang masih sensitif atau diduga efektif (lini
pertama). Salah satu OAT injeksi pada kelompok 2, ditambahkan dengan salah
kebutuhan 4 macam obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif pada pasien.
Obat pada kelompok 5 tidak digunakan untuk MDR-TB dan hanya untuk kasus
dalam air, inaktif pada pH netral tetapi pada pH 5,5 obat ini bisa menghambat
tubuh, termasuk SSP, paru, dan hati (Goodman & Gilman, 2012). Obat ini
diserap oleh makrofag dan memiliki aktifitas terhadap mikobakteri yang berada
dilingkungan asam lisosom (Katzung, 2014). Waktu paruh plasma sebesar 9-10
jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Obat diekskresikan terutama
Gilman, 2012)
15
(Ying zhang,2013)
Gambar 2.4
Struktur Kimia Pirazinamid (PZA)
untuk tuberkulosis dalam jangka pendek. Dosis harian untuk dewasa adalam
15-30 mg’kg untuk dosis tunggal. Dosis maksimum adalah 2 g/hari, tanpa
memperhatikan berat badan. Pirazinamid aman dan efektif jika diberikan dua
atau tiga kali seminggu (Goodman & Gilman, 2012). Toksisitas pirazinamid
biasa digunakan yaitu 25-35 mg/kgBB. Pada murine model ditemukan bahwa
(Khabib, 2016)
Gambar 2.5
Sediaan Pirazinamid
Cara kerja obat piraziamid yakni diubah menjadi asam pirazinoat oleh
pirazinamidase mikobakteri, yang disandi oleh pnA. Target spesifik obat ini
isoniazid dan rimfapicin, dan lebih panjang pada pasien dengan riwayat paruh
pirazinamid, semua pasien harus menjalani uji fungsi hati, yang sebaiknya
dilakukan berulang kali dalam interval yang sering. Jika terdapat bukti
tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki disfungsi hati pada tingkat
ekskresi asam urat, jarang memicu serangan akut pirai. Efek merugikan lainnya
mencakup atralgia, mual dan mutah, disuria, rasa tidak enak, dan demam.
merupakan isomer dari ofloksasin dan memiliki aktivitas antibakteri dua kali
luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negative termasuk
tuberculosis, khususnya untuk galur yang resisten terhadap obat lini pertama.
Resistensi yang mungkin timbul dari salah satu dari beberapa mutase titik
obat tunggal, karena itu obat golongan ini harus dikombinasikan dengan dua
atau lebih obat aktif lain. Dosis levofloksasin adalah 500-700 mg sekali sehari
(Katzung, 2014).
(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk
18
levofloksasin 500 mg dan 750 mg adalah sebsar 99% atau lebih besar. Konsumsi
(Colucci, A, 2011)
Gambar 2.6
Struktur Kimia Levofloksasin (Lfx)
112 L setelah pemberian dosis 500 atau 750 mg. Hal ini mengindikasikan bahwa
paru dengan baik, dimana konsentrasi dalam jaringan paru-paru biasanya lebih
terutama melalui urine dalam bentuk yang tetap. Setelah pemberian secara oral,
19
hampir 87% dari dosis yang diberikan, ditemukan dalam bentuk tidak berubah
di urine dalam waktu 48 jam, kurang dari 4% ditemukan di feses dalam waktu
ruam, sakit perut, pusing, insomnia, gelisah, sembeli dan banyak lainnya
diperantairai oleh eosinofil perifer dan reaksi inflamasi dengan salah satu
tahap 8-minggu awal dan dalam fase lanjutan. Hal ini diberikan secara oral
dalam dosis harian tunggal 15mg/kg, atau 30mg/kg tigakali seminggu. Dosis
terlibat dalam reaksi arabinoglikan, suatu komponen esensial dari dinding sel
menyebabkan ekspresi berlebih produk gen emb atau dalam gen structural amb
2014).
CH2OH C2H5
H C NH (CH2)2 NH C H
C2H5 CH2OH
(Katzung, 2014)
Gambar 2.7
Struktur Kimia Etambutol
Dinamika atau kinetika obat etambutol diabsorbsi baik dari usus dan
dengan baik memasuki eritrosit yang berfungsi sebagai depot, dan lambat laun
melepaskan kembali obat ke dalam plasma. Sekitar 20% obat ini dieksresikan
melalui tinja dan 50% di urin dalam bentuk utuh. Seperti semua obat
ini digunakan secara tunggal. Oleh sebab itu, etambutol selalu diberikan dalam
Efek samping yang paling sering terjadi adalah neuritis retrobulbar, uang
tahun karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang mungkin timbul seperti
21
asam urat dalam plasma akibat penurunan eksresinya oleh ginjal (Katzung,
2014).
(Khabib, 2016)
Gambar 2.8
Sediaan Ethambutol
Tabel 2.3 Penentuan Dosis OAT MDR-TB berdasarkan Kelompok Berat Badan
Pasien
< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg > 70 kg
(Reviono,2014)
2.2 Sitokin
Sitokin merupakan protein sistem imun yang mengatur interaksi antarsel dan
memicu reaktivasi imun, baik pada imunitas nonspesifik maupun spesifik. Sitokin
22
memiliki lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel. Selain itu, sitokin juga
sering berpengaruh terhadap sintesi dan efek sitokin lainnya (Baratawidjaja, 2014).
Sitokin adalah molekul protein kecil yang dapat meregulasi respon imunologis
dalam tingkat sel (Mihret et Abebe, 2013). Sitokin adalah protein yang diproduksi
oleh berbagai jenis sel (terutama limfosit yang teraktivasi, makrofag, dan sel
dendritic, namun juga dapat diproduksi oleh sel endotelial, epithelial, dan sel
jaringan ikat) yang dapat memperantarai dan meregulasi reaksi kekebalan tubuh
dan inflamasi (Kumar et al., 2015). Sitokin adalah protein yang di sintesis oleh sel
yang dapat mempengaruhi sel lainnya. Sitokin dapat sebagai mediator, pengatur
imunitas, inflamasi, hematopoesis. Sitokin bisa bereaksi secara sinergis dengan dua
atau lebih sitokin lain, bersama sama atau secara antagonis (Gustiani, 2014).
Sitokin dapat menstimulasi dan merekrut berbagai sel untuk terlibat dalam
proses imunitas dan inflamasi (Mihret et Abebe, 2013). Sitokin bekerja secara
mempengaruhi berbagai jenis sel yang berbeda dalam jumlah besar, dan didapatkan
bahwa beberapa sitokin memiliki efek fungsional yang sama (Mihret et Abebe,
2013). Sitokin lain memiliki efek kaskade, yang mana satu sitokin dapat
memanipulasi produksi dan mekanisme kerja sitokin yang lain. Sitokin juga
memiliki mekanisme kerja yang bersifat antagonis dimana jika terdapat dua sitokin
yang berbeda bekerja sama dengan sinergis, maka salah satu dari berbagai macam
sitokin akan memiliki efek kerja yang antagonis terhadap kedua sitokin tersebut.
Sitokin adalah nama umumnya, sedangakan nama lain dari sitokin antara lain
limfokin (sitokin yang dibentuk oleh limfosit), monokin (sitokin yang dibentuk
(sitokin yang dibentuk oleh satu leukosit dan bekerja pada leukosit yang lain).
Sitokin dapat bekerja pada sel yang mensekresikannya (autokrin), pada sel yang
berdekatan (parakrin), dan pada sel yang letaknya jauh atau secara endokrin
(Zhang,2011). Sitokin diproduksi oleh berbagai macam sel, akan tetapi produsen
sitokin yang utama adalah sel T pembantu (T helper cell) dan makrofag. Terdapat
imunologi tipe 1 atau sel tipe Th1 yang meningkatkan respons imun seluler (IFN-
γ, TNF-α, TGF-β, IL-1, IL-2, IL-11, IL-12, IL-18). Sitokin Th-1 mengaktifkan
sitokin yang berfungsi dalam diferensiasi dan fungsi serta mengontrol sel sistem
imun dan jaringan. Beberapa contoh sitokin-sitokin tersebut yakni IL-10 dan TGF-
terlibat dalam regulasi reaksi inflamasi. Pada awalnya, sitokin proinflamasi akan
teraktivasi, tetapi pada saat yang bersamaan, sitokin antiinflamasi pun ikut
sitokin proinflamasi yang pertama kali dikeluarkan. TNF-α dan IL-1 telah terbukti
dikeluarkan dalam jumlah yang besar dalam satu jam dan memiliki efek lokal dan
antagonis reseptor IL-1, IL-4, IL-10, IL-11, dan IL-13. Reseptor sitokin
antiinflamasi spesifik untuk IL-1, TNF-α, dan IL-18 juga berfungsi sebagai
adalah sitokin yang memiliki sifat antiinflamasi yang poten, yang dapat menekan
ekspresi dari sitokin inflamasi lain seperti TNF-α, IL-6, dan IL-1 melalui makrofag
bekerja pada sel makrofag, sel endotel, fibroblast, sel T sitotoksik dan limfosit
imun merupakan sitokin utama MAC dan berperan utama dalam imunitas
membunuh sel tumor, meningkatkan pertumbuhan sel T sitolitik dan sel NK.
meregulasi ekspresi antigen MHC-1 dan menginduksi MHC kelas II. Dengan
25
diaktifkannya MHC kelas II pada sel endotel, sel tersebut menjadi peka terhadap
yang paling banyak terdeferensiasi. Makrofag terdapat pada hati, paru, organ
limfoid, traktus gastrointestinal, sistem saraf pusat, tulang, synovial, serta kulit,
yang ikut serta dalam berbagai proses fisiologis maupun patofisiologis (Ross et
Auger, 2002).
juga terlibat dalam ekspresi antigen dan sekresi berbagai macam produk, seperti
Menariknya, terlepas dari sekresi sitokin atau kemokin, makrofag juga memberi
respon terhadap sitokin dan kemokin tersebut secara autokrin maupun parakrin,
Gambar 2.9
Struktur Interferon Gamma
2.3 Jahe Merah ( Zingiber officinale Var. rubrum Theilade Varian Rubrum)
2.3.1 Deskripsi Jahe Merah
Zingiber officinale Var. rubrum Theilade atau yang umum dikenal dengan
Dalam bahasa Al-qur’an jahe dikenal dengan istilah zanjabil yang disebut-sebut
sebagai tanaman surga seperti yang tercantum dalam surat al-Insan ayat 17 :
yang berarti : “ Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas minuman
memiliki tiga varian yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah. Akan tetapi
yang banyak digunakan sebagai tanaman obat adalah jahe merah karena
Jahe merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara. Jahe telah dibudidayakan
Selama tahun-tahun abad pertengahan, tanaman jahe dibawa ke kapal dari anak
benua India dan diperkenalkan ke berbagai belahan dunia. Saat ini, India dan
27
Jamaika dan lain-lain. Jahe juga tumbuh di Australia, Fiji, Brasil, Jepang,
Superdivisi : Angiospermae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
diselubungi daun dua tingkat. Rimpang jahe memiliki panjang sekitar 7-15 cm
dan lebar 1-1,5 cm. Cabang-cabang yang terbentuk dari rimpang bisa mencapai
sempit berbentuk lanset dengan panjang 8-12 inci. Ujung daunnya runcing,
pangkal tumpul dan bertepi rata serta tumbuh menjauhi batang. Berbunga
majemuk dengan bentuk bulat telur, muncul dari rimpang, dengan panjang
tangkai 10-25 cm dan terdapat daun kecil pada dasar bunga. Mahkota bunga
28
bentuk corong, panjang 2-2,5 cm, berwarna ungu tua dengan bercak krem
kuning. Kelopak bunga kecil, berbentuk tabung dan bergerigi tiga (Azamet al,
2014).
(Aryanti , 2017)
Gambar 2.10
Rimpang Jahe Merah
Jahe merah merupakan salah satu dari tiga jenis keanekaragaman Zingiber
officinale Var. rubrum Theilade jenis lainnya adalah jahe putih besar dan jahe
putih kecil. Jahe putih memiliki besar rimpang yang lebih besar dan ruas
rimpangnya lebih menggembung dari kedua jenis jahe lainnya. Jahe putih kecil
ruasnya kecil agak rata dan sedikit menggembung, sedangkan jahe merah
rimpangnya bewarna merah dan lebih kecil dari jahe putih kecil (Fitriyah,2012).
dan India, jahe merah digunakan untuk mengatasi penyakit batuk, diare, mual,
asma, gangguan pernapasan, sakit gigi, dan artritis reumatoid, dyspepsia, dan
farmakologi yang telah dimiliki oleh jahe merah diantaranya adalah efek
2017).
pada pada jalur biokimia pada inflamasi kronis (Qin and Xu, 2008).
kaya akan kandungan karbohidrat, vitamin ataupun mineral yang akan disajikan
dan bau yang khas pada jahe. Senyawa tersebut dikelompokkan menjadi dua
dan farnestin (18%). Senyawa ini menciptakan sensasi bau yang khas pada jahe.
Kelompok kedua yakni kelompok non volatil yang terdiri dari senyawa
Semua bahan aktif utama jahe ini diketahui memiliki aktivitas anti oksidan.
Aktivitas antioksidan dalam jahe ini disebabkan oleh adanya senyawa polifenol
satu, terpenoid dan flavonoid. Jahe juga mengandung minyak atsiri sekitar 1%
Minyak atsiri dan oleoresin jahe menunjukkan aktivitas antioksidan dan anti-
fenil) decane-3-one] adalah penyusun paling banyak dalam seri jaheol. Jahe
zingerone (Wakchaure,2018).
pada rimpang segar. Rimpang jahe kering terutama disebabkan oleh shogaol,
yang merupakan bentuk dehidrasi dari gingerol. Jahe mudah larut karena adanya
shogaol yang sesuai. Paradol mirip dengan gingerol dan terbentuk pada
etanol, mengandung 4-7,5% bubuk kering, zat tajam yaitu gingerol, shogaol,
(Dhanik, 2017)
Gambar 2.11
Perubahan Gingerol menjadi Zingerone;dengan pemanasan 200ºC
gingerol akan kehilangan 1 atom Hidrogen dan berubah menjadi
zingerone.
(Dhanik, 2017)
Gambar 2.12
Perubahan Gingerol menjadi Shagoal karena pemanasan; gingerol
kehilangan 1 gugus OH dan berubah menjadi shagaol.
Phylum : Chordata
Divisi : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
33
Tikus putih memiliki beberapa keuntungan yaitu daya imunitas yang baik
dan pertumbuhan yang optimal pada umur dua bulan. Rattus norvegicus adalah
pencernaan. Hewan ini dipakai dengan pertimbangan dari pola makan yang mirip
kebutuhan nutrisi hampir menyamai manusia, serta mudah di cekok dan tidak