Anda di halaman 1dari 29

TUBERKULOSIS

RESISTEN OBAT
AGUS BONARDO
NIM 18-012
PENDAHULUAN
 Menurut WHO pada Global TB Program 2015, Indonesia menempati urutan
kedua diantara 30 negara dengan beban TB yang tinggi, dengan insidensi
1.000.000 kasus TB pertahun atau mencapai 10,3% kasus TB global. Untuk
kasus TB resistan obat, Indonesia menempati urutan ke 7 dari 30 negara
dengan beban TB MDR yang tinggi. World Health Organization pada tahun
2011 menggunakan angka 2% untuk kasus baru dan 12% untuk kasus
pengobatan ulang untuk memperkirakan kasus TB-MDR di Indonesia.  
DEFINISI
 Kebal obat atau resistensi terhadap obat berarti kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) tidak dapat lagi dibunuh oleh OAT yang dipakai saat ini.

Mono Resisten
• Resistensi terhadap salah satu OAT, misalnya
resisten terhadap INH saja, atau rifampisin saja, dll.
Poli Resisten
• Resistensi terhadap lebih dari satu OAT, selain
isoniazid (H) bersama rifampisin (R), misalnya
resistensi terhadap H-E atau R-E, atau H-E-S, dll.
Multi drug resistant (MDR)
• Resisten terhadap sekurang-kurangnya isoniazid
(H) dan rifampisin (R), secara bersamaan dengan
atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya :
Extensively drug resistant (XDR)
• TB-MDR disertai resistensi terhadap salah satu
obat golongan fluoroquinolon dan salah satu
dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
Kanamisin, dan Amikasin).
TB Resistant Rifampicin (TBRR)
• resistan terhadap rifampisin (mono-
resistance, poli-resistance, TB MDR, TB XDR)
yang terdeteksi dengan menggunakan metode
fenotip dan genotip dengan atau tanpa
resistan terhadap OAT lainnya.
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB RESISTENSI
 Lima Celah Penyebab Terjadinya TB-MDR (“SPIGOTS” ) :
Pasien dengan OAT yang resisten
Pemberian terapi TB yang tidak terhadap kuman tuberkulosis
adekuat akan menyebabkan yang mendapat pengobatan
mutan resisten. Hal ini amat jangka pendek dengan
ditakuti karena dapat terjadi monoterapi akan menyebabkan
resisten terhadap OAT lini Pasien dengan TB-MDR bertambah banyak OAT yang
pertama diterapi dengan OAT jangka resisten (’’The amplifier effect”)
pendek akan tidak sembuh
dan akan menyebarkan
kuman. HIV akan mempercepat
Masa infeksius yang terlalu terjadinya terinfeksi TB mejadi
panjang akibat keterlambatan sakit TB dan akan
diagnosis akan menyebabkan memperpanjang periode
penyebaran galur resitensi obat. infeksious.
MEKANISME RESISTENSI

Obat tidak
Mutasi efektif Resistensi
genetik melawan basil OAT
mutan
DIAGNOSIS
 Pasien TB gagal dengan pengobatan kategori II
 Pasien TB pengobatan kategori II yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
 Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar
serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama
satu bulan
 Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
 Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan
DIAGNOSIS
 Pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan kategori 2
 Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/ default)
 Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
 Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara baik klinis maupun
bakteriologis dengan pemberian OAT (bila penegakkan diagnosis awal tidak
menggunakan GeneXpert)
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Metode Konvensional Tes Cepat (rapid test)

 Menggunakan media padat  Menggunakan Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal


dengan GeneXpert.
(Lowenstein Jensen/LJ) atau media
 Merupakan tes amplikasi asam nukleat secara
cair (MGIT). otomatis sebagai sarana deteksi TB dan uji
 Digunakan untuk uji kepekaan kepekaan untuk rifampisin.
terhadap OAT lini pertama dan OAT  Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu
lini kedua kurang lebih 2 jam.
 Digunakan untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin
- Menggunakan Line probe assay (LPA):
 Dikenal sebagai Hain test/Genotype MTB DR pluso
Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu
kurang lebih 24 - 48 jam, tergantung ketersediaan
sarana dan sumber daya yang ada.Digunakan
untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin dan
Isoniasid
KLASIFIKASI DAN TIPE
PASIEN TB RO
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
PENYAKIT
Paru Ekstra paru

 Apabilakelainan ada di dalam  apabila kelainan ada pada organ


parenkim paru. di luar parenkim paru, dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis resistan obat dari
sampel pemeriksaan yang diambil
di luar parenkim paru.
KLASIFIKASI DAN TIPE PASIEN TB RO
BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA

Pasien Baru Pengobatan ulang

 Pasien yang belum pernah  Kasus gagal pengobatan kategori


mendapat pengobatan dengan 1
OAT atau pernah di obati
 Kasus gagal pengobatan kategori
menggunakan OAT kurang dari
1 bulan 2
 Kasus kambuh (relaps):
 Kasus lalai berobat/ default/ loss
to follow-up
 Pernah diobati namun tidak
diketahui hasilnya
Manajemen Terpadu Pengendalian TBC
Resistan Obat (MTPTRO) atau Programmatic
Management of Drug Resistant TB (PMDT)
 MTPTRO
 Kegiatan yang bertujuan untuk menangani pasien TBC resistan obat, TBC MDR,
dan TBC XDR. Strategi kegiatan ini didasarkan pada 5 komponen DOTS yaitu

Komitmen politis
berkesinambungan
untuk meningkatkan Ketersediaan OAT lini
sumberdaya manusia kedua secara
dan sumberdaya
Pengawasan menelan berkesinambungan.
keuangan dalam
penanganan TBC MDR. obat secara langsung
menggunakan paduan
OAT lini kedua pencatatan dan
Tes cepat dengan metode
pelaporan yang
PCR (Xpert MTB/RIF),
memastikan penilaian
pemeriksaanbiakan dan
terhadap hasil keluaran
uji kepekaan obat (DST)
setiap pasien
PADUAN OBAT TB MDR
PANDUAN PENGOBATAN TB MDR DI INDONESIA
DAPAT DIBAGI DALAM DUA KATEGORI YAITU :

 Rejimen Standar
 Rejimen TB RO standar (20-26 bulan)

Catatan : Ethambutol diberikan bila masih sensitif dari hasil


pemeriksaan resistensi obat / Drug Sensitivity Test (DST)

 Rejimen TB RO standar jangka pendek / shorter regiment (9-11 bulan)


PANDUAN PENGOBATAN TB MDR DI INDONESIA
DAPAT DIBAGI DALAM DUA KATEGORI YAITU :

 Regimen Individual
 OAT individual untuk pasien TB MDR yang resisten atau alergi terhadap
fluorokuinolon tetapi sensitif terhadap OAT lini kedua (Pre XDR) Pasien Baru.

 Pasien Pengobatan Ulang


 OAT individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi terhadap
OAT suntik lini kedua tetapi sensitif terhadap fluorokuinolon (Pre-XDR)
Pasien Baru.

 Pasien Pengobatan Ulang

 Paduan OAT individual untuk pasien TB XDR


EFEK SAMPING OBAT
PENGOBATAN AJUVAN
PADA TB-MDR
 Pemberian tambahan zat gizi  Kortikosteroid
 Pengobatan TB-MDR pada pasien  Kortikosteroid diberikan pada
dengan status gizi kurang akan pasien TB-MDR dengan gangguan
lebih berhasil bila diberi tambahan respirasi berat, gangguan susunan
zat gizi protein, vit dan mineral (vit saraf pusat atau perikarditis.. 6
A, Zn, Fe, Ca, dll).
RESISTENSI SILANG
 Tionamid dan Tiosetason
 Aminoglikosid
 Fluorokuinolon
 Sikloserin dan Terizidon
PEMANTAUAN HASIL
PENGOBATAN
 Evaluasi pada pasien TB-MDR adalah:
 Penilaian klinis termasuk berat badan
 Penilaian segera bila ada efek samping
 Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase
lanjutan
 Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
 Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan
kegagalan pengobatan
 Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan
(Kanamisin dan Kapreomisin)
 Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN
REGIMEN TERAPI UNTUK XDR-TB
HASIL PENGOBATAN
 Sembuh  sekurang-kurangnya 5 kultur negatif berturut-turut dari sampel
dahak yang diambil berselang 30 hari dalam 12 bulan terakhir pengobatan.
 Pengobatan lengkap  pengobatan sesuai protokol ttp tdk ada hasil
pemeriksaan bakteriologis
 Meninggal
 Gagal
 Lalai/Defaulted
 Pindah
TATALAKSANA
PEMBEDAHAN
 Berdasarkan pengalaman yang ada, tindakan operasi pada penderita TB-
MDR dengan mortalitas rendah (<3%).
 Indikasi Pembedahan:
 1. Kultur sputum positif meskipun sudah diterapi dengan obat yang cukup
banyak; dan atau
 2. Adanya resistensi obat yang luas yang dikaitkan dengan kegagalan terapi atau
bertambahnya resistensi; dan atau
 3. Adanya kavitas lokal, nekrosis/destruksi pada sebuah lobus atau sebagian paru
yang disetujui untuk dilakukannya operasi tanpa adanya insufisiensi respiratori
dan atau hipertensi pulmonal yang berat.
PENCEGAHAN
TERJADINYA RESISTENSI
OBAT
Pencegahanan yang terbaik adalah dengan standarisasi pemberian regimen yang
efektif, penerapan strategi DOTS dan pemakaian obat FDC adalah yang sangat
tepat untuk mencegah terjadinya resiste.nsi OAT
Strategi DOTSPlus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR
2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu
menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan uji
kepekaan yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua ,dengan pengawasan
yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT).
4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Setiap komponen dalam penanganan
TB-MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak dibandingkan dengan
pasien TB bukan MDR Pelaksanaan program DOTS plus akan memperkuat Program
Penanggulangan TB Nasional.
PROGNOSIS
 Keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat
mengunakan OAT dengan jumlah cukup banyak sebelumnya, terapi yang
tidak adekuat (<2 macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda
prognosis buruk pada penderita tersebut.
KESIMPULAN
 Faktor penyebab terbanyak adalah akibat pengobatan TB yang tidak
adekuat dan penularan dari pasien TB-MDR.
 Terapi empiris segera diberikan pada pasien dengan resiko tinggi resistensi
OAT
 Regimen OAT yang tepat
 Pembedahan perlu dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OAT tidak
terjadi konversi negatif sputum
 ”Direcly Observed Treatment Short Course” (DOTS) merupakan salah satu
upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan
menaggulangi masalah tuberkulosis khususnya TB-MDR
DAFTAR PUSTAKA
 Soepandi PZ. Diagnosis dan faktor yang mempengaruhi terjadinya tb-mdr. Departemen Pulmonologi & Ilmu
kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta. 2010. Diunduh dari
http://ppti.files.wordpress.com/2010/01/makalah-dr-priyanti-diagnosis-dan-faktor-yg-mempengaruhi-tb-mdr.pdf
pada tanggal 10 April 2014.
 Guidelines for the programmatic management of drug resistant tuberculosis. WHO. 2011

 Modul Pelatihan Inti 1. Penemuan Pasien TB RO. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. 2014.
 Modul Pelatihan Inti 2. Pengobatan Pasien TB RO. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit. 2014.
 Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Kementerian Kesehatan RI. 2014

 Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
nasional pengendalian tuberkulosis. 2018.
 World Health Organization. Guideline for the programmatic management of drug resistant tuberculosis. 2016
Update.
 Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan TB kini lebih baik. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1348penangulangan-tb-kini-lebih-baik.html pada
tanggal 27 April 2014.
DAFTAR PUSTAKA
 Chiang CY, Centis R, Migliori GB. Drug-resistant tuberculosis: Past, present, future. Respirology. 2010. 15:413-32.

 Nawas Arifin. Penatalaksanaan tb mdr dan strategi dots plus. Jurnal Tuberculosis Indonesia. 2010. Vol.7:1-7.

 Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia. PERPARI. Jakarta. 2006.

 Syahrini H. Tuberkulosis paru resistensi ganda. Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Adam Malik Medan FK
USU. 2008. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /3375/1/08E00731.pdf pada tanggal
10 April 2014.
 Sjahrurachman Agus. Diagnosis ” multi drug resistant mycobacterium “ tuberculosis. Departemen Mikrobiologi
FKUI. Diunduh dari http://ppti.info/arsipppti/makalah-prof-agus-Sjahrurrahman-diagnosis-mdr-e28093xdr-tb.pdf
pada tanggal 10 April 2014.
 International standards for tuberculosis care. 2nd ed. The Hague. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
2009.
 Chakroborty A. Drug-resistant tuberculosis: an insurmountable epidemic ?. Inflammopharmacol. 2011. 19:131-7.
 Tucker ME. FDA approves bedaquiline for resistant tb treatment. Diunduh dari
http://www.medscape.com/viewarticle/776901 pada tanggal 12 April 2014.
 Barclay L. MDR TB: CDC issues guidelines for use of new drug. Diunduh dari
http://www.medscape.com/viewarticle/813151 pada tanggal 12 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai