Anda di halaman 1dari 36

Non ST-Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI)

Oleh :
Heru Fahlefi Harahap
Pratama Putra Nasution

Pembimbing : Prof.Dr.Sutomo Kasiman,Sp.PD,Sp.JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul “Non ST-Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah
satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter
di Departemen Kardiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing,
Prrof.Dr.Sutomo Kasiman Sp.PD,Sp.JP , yang
telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan
laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan
kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus
ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Medan, 18 April 2016

Penulis

DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT .........................................................................
BAB 4 FOLLOW UP...............................................................................................
BAB 5 DISKUSI KASUS .......................................................................................
BAB 6 KESIMPULAN ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan
utama yang sangat serius, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan penyakit infark
miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung
sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di selutuh
dunia. Infark Miokard Akut (IMA) merupakan bagian dari PJK yang
belakangan ini merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang sangat
penting karena diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab
kematian utama di beberapa negara.1
Sindrome koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang
melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh
kurangnya oksigen ke otot jantung. Sindrome koroner akut ini merupakan
sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan dari arteri
koronaria.4Sindrome koroner akut terdiri dari angina pectoris tidak stabil,
infark miokard tanpa ST-elevasi dan infark miokarad dengan ST-elevasi.
Ketiga gangguan ini memiliki gejala awal yang sama serta tatalaksana
awal yang serupa.3
Secara garis besar, faktor resiko SKA terbagi menjadi dua
kelompok berdasarkan dapat atau tidaknya dimodifikasi. Faktor resiko
yang dapat diperbaiki atau bisa diubah (modifiable) antara lain yaitu
hipertensi, hiperkolesterol, dislipidemia, merokok, obesitas, diabetes
melitus, akitivitas fisik yang kurang, stress, dan gaya hidup (life syle).
Faktor resiko seperti usia, jenis kelamin, ras dan riwayat penyakit keluarga
adalah faktor-faktor yang tidak dapat diubah (non-modifiable).17
Karakteristik utama infark miokarad dengan ST-elevasi adalah
angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang
diagnostik untuk STEMI. Penalatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak
medis pertama. Pencegahan keterlambatan sangat penting dalam
penanganan STEMI karena waktu paling berharga dalam infark miokard
akut adalah di fase sangat awal, di mana pasien mengalami nyeri hebat dan
kemungkinan mengalami henti jantung.3

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard non
elevasi segmen ST (NSTEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus infark miokard non elevasi segmen ST (NSTEMI) serta
melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga
mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. Manfaat Penulisan


Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
infark miokard non elevasi segmen ST (NSTEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
infark miokard non elevasi segmen ST (NSTEMI)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan keadaan gangguan aliran darah koroner
parsial hingga total ke miokard secara akut 5. Sindrom koroner akut dibagi
berdasarkan gambaran EKG, yaitu:
 Angina Pektoralis Tidak Stabil (APTS) adalah keadaan pasien dengan
simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim
petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan
EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, inversi
gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien).
 Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST adalah keadaan pasien
dengan manisfestasi sama seperti APTS, tetapi disertai peningkatan
enzim penanda jantung.
 Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST adalah sindrom koroner
akut yang menggambarkan cedera miokard transmural, akibatoklusi
total arteri koroner oleh trombus.

1.2. Epidemiologi SKA


Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit
jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Angka kejadiannya juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2,0%.6

1.3. Patofisiologi SKA


Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis
arteri koroner. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar
daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus
pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke
miokardium. Selain itu, plak intrakoroner yang bersifat stabil dan
peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi
karena meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi
kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium. Jika iskemi
makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium
adalah nekrosis atau kematian sel miokardium.7
Adanya aktivasi platelet dan trombosis serta disfungsi endotel akan
memicu proses aterogenesis. Selain itu, diet kaya kolesterol dan lemak jenuh
akan mengakibatkan terkumpulnya partikel lipoprotein pada permukaan
lapisan intima dan kemudian mengalami proses oksidasi dan glikasi. Stres
oksidatif akan memicu terbentuknya sitokin dan ekspresi molekul perekat.
Adanya molekul perekat tersebut mengakibatkan leukosit menempel pada
lapisan endotelium dan bermigrasi ke dalam lapisan intima. Reseptor
pemangsa akan memakan lipoprotein sehingga terbentuk sel busa. dan
bermigrasi ke dalam lapisan intima. Reseptor pemangsa akan memakan
lipoprotein sehingga terbentuk sel busa. Sel otot polos pembuluh darah
bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen,
membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak.
Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis,
dan inflamasi merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur. Ruptur plak
akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi
trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk
trombus.5,7

1.4. Diagnosis Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST


NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang
tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T
yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan
sel sitokin proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

1.4.1. Anamnesis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan
bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi
memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada
waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada
NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65
tahun.

1.4.2. Elektrokardiografi
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada
pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya
depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome
yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang
buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen
ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan
informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI

1.5. Penatalaksanaan NSTEMI


Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan
segmen ST dan irama jantung.

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu :

Ø Terapi antiiskemia

Ø Terapi anti platelet/antikoagulan

Ø Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),

Ø Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

TERAPI AWAL MONACO

 Morfin : 2,5-5 mg sc.iv tiap 5-15 menit


 Oksigen : 4l/i jika saturasi O2 < 90%

 Nitrat : S.L. (0,3-0,6 mg)

 Aspirin : mula-mula 160-325 mg dikunyah,dilanjutkan oral

 Clopidogrel : 150-300 mg

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2016

No. RM : 00.67.15.36 Tanggal : 13/04/2016 Hari : Rabu


Nama Pasien : S Umur : 58 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta Alamat: Agama : Islam

Tlp : - Hp :

ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnese
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
- Nyeri dada tipikal infark,sudah pernah dilakukan cath dengan hasil CAD
3VD dan dicoba pemasangan stein di RCA tetapi gagal
- Nyeri dirasakan seperti ditekan, durasi > 20 menit, keringat (+), mual (+),
muntah (-) menjalar hingga ke lengan kiri bagian dalam,leher dan bahu
- Riwayat nyeri dada sebelumnya ± 1 bulan yang lalu dan tidak menghilang
ketika beristirahat
- Nyeri dada dirasakan os sampai sekarang
- Sesak nafas (+), DOE (-), PND (-), OP (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung pada orangtua (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat Kolesterol (+)
- Riwayat merokok sejak SMP sebanyak 1-2 bungkus/hari
Faktor Risiko PJK :laki-laki, merokok, dislipidemia
Riwayat Penyakit Terdahulu : CAD 3VD
Riwayat Pemakaian Obat :
NKR,Aspilet,,CPG,Bissoprolol,Furosemide,Metf
ormin

Status Presens :
KU : lemas Kesadaran: CM TD : 100/80
HR : 82 x/i RR : 22 x/i Suhu : afebris 0C
Sianosis : (-) Ortopnu : (-) Dispnu : (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP R+2 cmH2O
Dinding toraks: Batas Jantung
 Inspeksi : Simetris fusiformis Atas : ICS II sinistra
 Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri Bawah : Diafragma
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Kanan : 1 cm LSD
Kiri : 1cm LMSC
 Auskultasi
Jantung : S1 (+) N S2 (+) N S3 (-) S4 (-) Reguler
Murmur : (-) Tipe : - Grade : -
Punctum maximum : - Radiasi : -

Paru : Suara Pernafasan : vesikuler


Suara Tambahan : Ronkhi (+/+) Wheezing (-)

Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : Soepel, tidak teraba Hepar ataupun Lien


Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat
Gambar 3.1 Hasil EKG (03/04/16)

Interpretasi Rekaman EKG :


Irama : sinus rhythm; QRS rate : 91x/i; gelombang P normal, durasi: 0,06 s;
interval PR : 0,12 s; kompleks QRS normal, durasi : 0,01 s, Aksis : LAD; ST-T
changes: ST elevasi (+) di V1-V5.

Kesan EKG :
Sinus Rhythm + STEMI
Gambar 3.2 Hasil Foto Thorax (15/03/16)

Interpretasi Foto Toraks (PA)


Kedua sinus costophrenikus lancip, kedua diafragma licin, tampak infiltrate di
lapang tengah kedua paru. Jantung ukuran normal CTR < 50%. Trakea di tengah.
Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesimpulan : Pneumonia DD/ Edema paru

Hasil Laboratorium
Darah Lengkap
Hb : 18,2 g/dL
Eritrosit : 5,95 x 106/mm3
Leukosit : 17,08 x 103/mm3
Hematokrit : 53 %
Trombosit : 397 X 103/mm3
MCV : 89 fL
MCH : 30,6 pg
MCHC : 34,3 g/dl
RDW : 13,2 %
MPV : 9 fL
PCT : 0,36 %
PDW : 9,7 %
Hitung Jenis
Neutrofil : 87,1 %
Limfosit : 10,1 %
Monosit : 2,3 %
Eosinofil : 0,1 %
Basofil : 0,4 %
Netrofil Absolut : 14,88 x 103/μL
Limfosit Absolut : 1,72 x 103/μL
Monosit Absolut : 0,4 x 103/μL
Eosinofil Absolut : 0,01 x 103/μL
Basofil Absolut : 0,07 x 103/Μl
Morfologi
Eritrosit : Normokrom normositik
Leukosit : Bentuk normal
Trombosit : Bentuk normal
Ginjal
BUN : 12 mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 0,71 mg/dl
Elektrolit
Natrium : 138 mEq/dl
Kalium : 4,5 mEq/dl
Klorida : 105 mEq/dl
Faal Hemostasis
PT :16 detik
APTT : 22,7 detik
Waktu Trombin : 11,8 detik
Kimia Klinik
Troponin T : 0,84 ng/L
Analisa Gas Darah
pH : 7,351
pCO2 : 19,5 mmHg
pO2 : 193,9 mmHg
HCO3 : 10,5 mmol
Total CO2 : 11,1 mmol/L
BE : -12,8 mmol/L
Sat. O2 : 99,5 %
Metabolisme Karbohidrat
Kgd Sewaktu : 123 mg/dl
Enzim Jantung
CK-MB : 629 U/L

Diagnosa kerja :
STEMI antero lateral onset 5 jam Killip III TIMI Risk 6/14 tanpa fibrinolitik

Fungsional : KILLIP III


Anatomi : Arteri Koroner
Etiologi : Atherosklerosis

Diferensial Diagnosa :
Diseksi aorta
Emboli Paru
Pengobatan:
 Bed rest
 02 2-4 L/i
 IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro)
 Inj.Furosemide 40 mg drips 1 cc/jam
 Clopidogrel 300 mg (1x75 mg)
 Aspilet (2x80 mg)

Rencana pemeriksaan lanjutan :


1. EKG serial
2. Laboratorium
3. Foto thoraks

Prognosis:
Dubia ad Bonam
16

BAB 4
FOLLOW UP

TGL S O A P
14 April 2016 Nyeri Dada Sens: CM NSTEMI TIMI risk 5/7  Bed Rest
(+) TD : 100/80 mmHg CHF FC II-III ec CAD  O2 2-4 L/i via nasal kanul
HR: 82 x/i 3VD  IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i
RR : 22 x/i mikro
Temp : 36 C  Novorapid 5m/jam
UOP : 2900 cc/24 jam  Furosemide 20
BC : - 1760 cc/24 jam
 Aspilet 1x80mg
 Clopidogrel 1x75mg
Pemeriksaan fisik:
 ISDN 3x5 mg
Kepala
 Bisoprolol 1x2,5mg
Mata: anemia (-/-), ikterik (-/-)
 Captopril 3x 6,25 mg
Leher: TVJ R+2 cm H2O
 Simvastatin 1x20mg
Thoraks
Cor: S1(N), S2(N), regular.  KSR 2x600mg

Murmur (-), gallop(-).  Laxadyn 1xcI

Pulmo:  Clobazam 1x10mg


17

SP: vesikuler R/ Cek: Kgd N / 2 jam pp,


ST: ronkhi basah basal (+) HbA1c, Lipid Profile, Urinalisa,
Abdomen: soepel, BU (+) N Elektrolit Lengkap
Ekstremitas: akral hangat, edema
pretibial -/-

Hasil Lab (4 April 2016) :


Metabolisme Karbohidrat
Kgd Puasa : 98 mg/dl
Kgd 2 jam pp : 130 mg/dl
HbA1c : 5,4 %
Lemak
Kolesterol total : 258 mg/dl
Trigliserida : 268 mg/dl
HDL : 53 mg/dl
LDL : 393 mg/dl
Urinalisis
Urine lengkap
Warna : kuning jernih
18

Glukosa : -
Bilirubin : -
Keton : -
Berat jenis : 1,015
ph : 6
protein : -
urobilinogen : -
nitrit : -
leukosit : -
darah : +
sedimen urine
eritrosit : 1-2 LPB
Leukosit : 0-1 LPB
Epitel : 0-1 LPB
Casts : -
Kristal : -
19

Interpretasi EKG 4 April 2016


20

Irama : SR, Rate : 87 x/i, gelombang P normal dengan durasi 0,08 s, Interval PR 0,16 s, Kompleks QRS normal dengan durasi 0,08,
LAD, Segmen ST Elevasi di V1-V6, QS di III avF

Kesan : SR + LAD + anterolateral

5 April 2016 Sesak nafas Sens: CM STEMI antero lateral onset  Bed Rest
(-) TD : 100/70 mmHg 5 jam Killip III TIMI Risk  O2 2-4 L/i via nasal kanul
Nyeri dada HR : 80 x/i 6/14 tanpa fibrinolitik  IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i
(-) RR : 18 x/i mikro
BAB (-)  Inj. Furosemide 20 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik:  Inj. Arixtra 2,5 mg/ 24 jam
Kepala (H3) sc
Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Clopidogrel 1x75 mg
Leher: TVJ R+2 cmH2O
 Aspilet 1x80 mg
Thoraks
 ISDN 3x5 mg
Cor: S1(N),S2(N), regular.
 Captopril 3x6,25 mg
Murmur (-) , gallop(-),
 Simvastatin 1x40 mg
Pulmo:
 Bisoprolol 1x2,5 mg
SP: vesikuler
ST: -  Laxadyn 1 x c1 , bantu
dengan Dulcolax supp.
21

Abdomen: soepel; BU (+) N  Clobazam 1x10 mg (malam)


Ekstremitas: akral hangat, oedem -/-

Interpretasi Hasil EKG 5 April 2016:


sinus rhytm; QRS Rate: 80x/i, gelombang P normal, durasi 0,08 s; aksis normal, interval PR : 0,12 S; Kompleks QRS normal, durasi
22

0,04 s, Aksis: LAD; ST-T changes: ST elevasi (-). Lain-lain Q-Path v2-v4
Kesan:
SR + LAD + OMI anterolateral
6 April 2016 Sesak nafas Sens : CM STEMI antero lateral onset  Bed Rest
(-) TD : 90/60 mmHg 5 jam Killip III TIMI Risk  O2 2-4 L/i via nasal kanul
Nyeri dada HR : 70 x/i 6/14 tanpa fibrinolitik  IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i
(-) RR : 20 x/i mikro
 Furosemide oral 1x1 tab
Pemeriksaan fisik:  Inj. Arixtra 2,5 mg/ 24 jam
Kepala (H4) sc
Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Clopidogrel 1x75 mg
Leher: TVJ R+2 cmH2O
 Aspilet 1x80 mg
Thoraks
 ISDN 3x5 mg
Cor: S1(N),S2(N), regular.
 Simvastatin 1x40 mg
Murmur (-) , gallop(-),
 Bisoprolol 1x2,5 mg
Pulmo:
 Laxadyn 1 x c1.
SP: vesikuler
ST: -  Clobazam 1x10 mg (malam)

Abdomen: soepel; BU (+) N


23

Ekstremitas: akral hangat, oedem -/-


26

BAB 5

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Faktor Resiko SKA13
Yang tidak dapat dimodifikasi : Pada kasus, didapatkan pasien
 Usia memiliki faktor resiko PJK yaitu :
Resiko meningkat dengan  Jenis kelamin Laki-laki
bertambahnya usia, >45 tahun pada
pria dan >55 tahun pada wanita
 Jenis kelamin
Laki-laki > perempuan walaupun
setelah menopause, tingkat kematian
perempuan akibat penyakit jantung
meningkat namun tidak sebanyak
tingkat kematian pada laki-laki
 Riwat Keluarga
Anak dengan orangtua dan saudara
kandung memiliki riwayat penyakit
jantung lebih beresiko untuk terkena
penyakit jantung

Yang dapat dimodifikasi:14


 Merokok  Merokok
Efek rokok adalah menambah beban OS merupakan mantan perokok
miokard karena rangsangan oleh  Hiperkolesterolemia
katekolamin dan menurunnya Kadar kolesterol meningkat
konsumsi oksigen akibat inhalasi
karbonmonoksida atau dengan kata
lain dapat menyebabkan takikardi,
vasokonstriksi pembuluh darah,
27

merubah permeabilitas dinding


pembuluh darah, dan merubah 5-
10% Hb menjadi karboksi-Hb.
 Alkohol
 Hipertensi
Hipertensi dapat berpengaruh
terhadap jantung melalui
meningkatkan beban jantung
sehingga menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri dan mempercepat
timbulnya aterosklerosis karena
tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria sehingga
memudahkan terjadinya
aterosklerosis koroner.
 Hiperkolesterilemia
Kolesterol, lemak, dan substansi
lainnya dapat menyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah
arteri, sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit
dan proses ini disebut aterosklerosis.
Manifestasi klinis :5 Pada kasus :
 Nyeri dada tipikal Dijumpai adanya keluhan nyeri dada
Nyeri dada persisten dirasakan >20 terus menerus selama > 20 menit Nyeri
menit di daerah retrosternal. Nyeri dada dirasakan pasien seperti ditekan.
seperti tertimpa beban berat, ditekan, Nyeri dada disertai keringat dingin dan
rasa terbakar, ditusuk dan nyeri mual.
menjalar ke bahu, lengan, leher,
28

sampai ke epigastrium. Nyeri


dicetuskan oleh aktifitas fisik dan
stress emosional
 Gejala penyerta
Diaphoresis (keringat dingin), mual
muntah, sulit bernafas, cemas, dan
lemas

Diagnosa :11
 Anamnesis Pada kasus :
Keluhan nyeri dada tipikal, riwayat  Berdasarkan anamnesis dijumpai
nyeri sebelumnya, faktor resiko PJK, adanya nyeri tipikal disertai dengan
serta riwayat keluarga dengan PJK. gejala penyerta berupa keringat
Perlu juga ditanyakan apa yang dingin dan mual. Pasien mempunyai
dilakukan oleh pasien sebelum faktor risiko yaitu : usia,
terjadi serangan hiperkolesterolemia, dan merokok
 Pemeriksaan fisik  Berdasarkan EKG ditemukan
Sebagian besar pasien akan cemas kelainan berupa Aksis : LAD, ST
dan tidak bisa istirahat. Seringkali elevasi (+) di lead V1-V5. Kesan
disertai keringat dingin. Selain itu EKG :Sinus rhythm + STEMI
dari pemeriksaan fisik dapat  Berdasarkan pemeriksaan enzim
mengidentifikasi komplikasi iskemia jantung didapatkan Troponin T :
(regurgitasi katup mitral akut, S3, 0,84 ng/L, CKMB : 629 U/L
ronki basah atau edema paru) dan
juga dapat menyingkirkan diagnosa
banding
 EKG
Diagnosis STEMI ditegakkan
dengan berdasarkan EKG yaitu
adanya ST elevasi  2mm, minimal
pada 2 sadapan prekondrial yang
29

berdampingan atau  1mm pada 2


sadapan ekstremitas. Pada sadapan
V1-V3 nilai ambang untuk
diagnostik beragam bergantung dari
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang
segmen ST elevasi di V1-V3 pada
pria usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0.2mv
sedangkan pada pria usia < 40 tahun
adalah ≥ 0.25Mv. Pemeriksaan EKG
12 sadapan harus dilakukan pada
semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI
dalam waktu 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat
darurat.1
Gambaran EKG : normal,
nondiagnostik, LBBB, elevasi ST
segmen yang persisten ( 20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi
segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
Dari gelombang EKG pula kita dapat
menentukan lokasi infark.
 Peningkatan marka jantung
Marka jantung yang biasanya
digunakan untuk diagnosis infark
miokard adalah CK-MB dan
Troponin-T. Peningkatan marka
jantung dua kali diatas nilai batas
normal menunjukkan adanya
nekrosis miokard.
30

CK-MB meningkat setelah 3 jam


bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam
dan kembali normal dalam 2 hari.
Troponin-T meningkat setelah 2 jam
dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan masih dapat terdeteksi
sampai 2 minggu bergantung luas
nekrosis.
Penatalaksanaan15 Pada kasus diberikan :
 Tirah Baring  Bed Rest
 O2  O2 2-4 L/i via nasal kanul
Oksigen harus segera diberikan  IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
dalam 6 jam pertama tanpa  Furosemide oral 1x1 tab
mempertimbangkan saturasi oksigen  Inj. Arixtra 2,5 mg/ 24 jam (H4) sc
atau dengan saturasi oksigen <95%  Clopidogrel 1x75 mg
 Terapi reperfusi  Aspilet 1x80 mg
Terapi reperfusi dilakukan dengan
 ISDN 3x5 mg
terapi tombolitik maupun dengan
 Simvastatin 1x40 mg
PCI. Dalam menentukan terapi
 Bisoprolol 1x2,5 mg
reperfusi, tahap pertama adalah
 Laxadyn 1 x c1.
menentukan ada tidaknya rumah
 Clobazam 1x10 mg (malam)
sakit sekitar yang memiliki fasilitas
PCI. Bila membutuhkan waktu lebih
dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah
fibrinolitik. Dan fibrinolitik setelah
selesai diberikan, pasien dapat
dikirim ke pusat fasilitas PCI. Tidak
disarankan melakukan PCI rutin
pada arteri yang telah tersumbat
sepenuhnya lebih dari 24 jam setelah
31

awitan pada pasien stabil tanpa


gejala iskemia. Pemberian
trombolitik harus dilakukan sesegera
mungkin karena semakin cepat
diberikan semakin banyak
miokardium yang terselamatkan.
Terapi fibrinolitik direkomendasikan
diberikan dalam 12 jam pertama
sejak awitan gejala pada pasien.
 Nitrat
Nitrat adalah venodilator yang
mengakibatkan berkurangnya
preload dan volume akhir diastolik
sehingga menurunkan kebutuhan
oksigen miokard.
NTG spray/tablet sublingual
diberikan pada pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung, jika
dengan satu kali pemberian nyeri
dada tidak hilang maka dapat
diulangi setiap 5 menit sampai
maksimal 3 kali. Jika tidak tersedia
NTG, dapat diganti dengan ISDN.
 Morfin
Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat
diulang setiap 10-30 menit bagi
pasien yang tidak responsive dengan
terapi tiga dosis NTG sublingual.
 Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar
pada pasien yang dicurigai STEMI
32

dan efektif pada spektrum sindroma


koroner akut. Aspirin berfungsi
untuk menginhibisi siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan dengan
reduksi kadar tromboksan A2.
Aspirin diberikan dengan dosis 160-
320 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75-160 mg.
 Clopidrogel
Clopidrogel adalah anti platelet yang
menghambat platelet P2Y12 ADP
receptor sehingga mencegah
terjadinya aktivasi dan agregasi
platelet. Clopidrogel dapat
digunakan pada orang yang alergi
aspirin, namun studi menunjukkan
penggunaan kombinasi aspirin dan
clopidrogel lebih efektif dalam
menurunkan mortalitas dan
komplikasi akibat sindroma koroner.
Clopidrogel diberikan dengan dosis
300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari
 Antikoagulan
Pemberian antikoagulan disarankan
untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet. Anti
koagulan disarankan untuk pasien
STEMI yang diberikan agen
fibrinolitik hingga revaskularisasi
(bila dilakukan) atau selama pasien
33

dirawat di rumah sakit hingga hari ke


8. Pilihan terapi ; enoxaparin iv
diikuti s.c., heparin tidak terfraksi,
berikan fondaparinux bolus iv pada
pasien yang diberikan streptokinase.
Fondaparinuks secara keseluruhan
memiliki progil keamanan
berbanding resiko yang paling baik.
Dosis yang diberikan adalah 2,5mg
setiap hari secara subkutan.
 Terapi regulasi lipid/Statin
Statin harus diberikan pada semua
penderita jika tidak terdapat
kontraindikasi tanpa melihat nilai
awal LDL,dll. Statin dapat
membantu menstabilkan plak
aterosklerosis karena menurunkan
inflamasi vascular dan memperbaiki
disfungsi sel endotel. Terapi statin
dimulai sebelum pasien keluar
rumah sakit dengan sasaran terapi
kadar LDL <100 mg/dl.
Prognosis :
Terdapat beberapa sistem dalam Pada kasus, didapatkan
menentukan prognosis paska infark KILLIP III mortalitas 30-40 %
miokardium. Prognosis berdasarkan TIMI 6/14 mortalitas 30 hari 80,9%
pada :
 Killip
 TIMI risk score

Klasifikasi Killip
34

Proporsi Mortalitas
Kelas Definisi
pasien (%)

I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6

II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)


Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2

TDS <100mmHg (3 poin) 4,4


Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Skor risiko = total poin (0-14) 6/14

BAB 6
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
DLP, laki–laki berusia 36 tahun, mengalami STEMI antero lateral onset 5 jam
Killip III TIMI Risk 6/14 tanpa fibrinolitik diberi pengobatan:
 Bed Rest
 O2 2-4 L/i via nasal kanul
 IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
 Furosemide oral 1x1 tab
 Inj. Arixtra 2,5 mg/ 24 jam (H4) sc
 Clopidogrel 1x75 mg
35

 Aspilet 1x80 mg
 ISDN 3x5 mg
 Simvastatin 1x40 mg
 Bisoprolol 1x2,5 mg
 Laxadyn 1 x c1.
 Clobazam 1x10 mg (malam)
36

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2008. The Top Ten Causes of Death.


Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Depkes RI. Jakarta.
Available from: http://
labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2013/Lap
oran_riskesdas_2013_final.pdf
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3
4. Grundy SM, Pasternak R, Greenland P, Smith S, Fuster V. Assessment of
cardiovascular risk by use of multiple-risk-factor assessment equations.
1999. Circulation; 100: 1481-92. Dalam: Torry, S.R.V., Panda, A.L., dan
Ongkowijaya, J. 2013. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat.
5. The Top Ten Causes of Death. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf. [Accessed 8
April 2016]
6. Rilantono, L.L, 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
8. Myrtha. R, 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Available from:
http://dokumen.tips/documents/jurnal-patofisiologi-sindrom-koroner-
akut.html
9. Rilantono,L.L., dkk. 2001. Buku ajar kardiologi. Jakarta: Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.
10. Alwi, I..2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam.
37

11. Liwang F and Wijaya I.P., 2014. Penyakit Jantung Koroner. Dalam :
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Media Aesculapius.
12. Dharma, S. 2015. Cara Mudah Membaca EKG. Jakarta : EGC
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3
14. Fuster,at al. Hurst, The Heart. 13th, 2011, McGraw Hill Publisher.
15. Grundy SM, Pasternak R, Greenland P, Smith S, Fuster V. Assessment of
cardiovascular risk by use of multiple-risk-factor assessment equations.
1999. Circulation; 100: 1481-92. Dalam: Torry, S.R.V., Panda, A.L., dan
Ongkowijaya, J. 2013. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat.
16. Nielsen K., Faergeman O., Larsen M.L., and Foldspang A., 2006. "Danish
singles have a two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita
A, Bahrun U., Arif M., 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan
Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut. JST
Kesehatan 2011.
17. M. Montaye, D. De Bacquer, G. De Backer and P. Amouye, Overweight
and Obesity : a major challenge for coronary heart disease secondary
prevention clinical practice in Europe, European Heart Journal, 2000, 808-
813

Anda mungkin juga menyukai