Anda di halaman 1dari 35

Multidrug-resistant

Tuberculosis (TB-MDR)
DISUSUN OLEH PEMBIMBING
Deni Fahrian dr. Dewi Behtri, Sp.P(K)
1907101030056

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN PARU FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2020
PENDAHULUAN
• Multidrug-resistant Tuberculosis (TB-MDR) adalah salah satu tantangan utama
dalam upaya pengendalian TB secara global

• Pada tahun 2014, diperkirakan ada 480.000 kasus baru TB-MDR di seluruh dunia,
dan sekitar 190.000 kematian akibat TB-MDR dan lebih dari separuh kasus tersebut
terjadi di negara berkembang

• Menurut data WHO pada tahun 2016, Indonesia merupakan negara dengan
pasien TB terbanyakke-2 di dunia
DEFINISI
• Multidrug-resistant tuberculosis (TB-MDR) adalah kasus tuberkulosis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang resisten minimal terhadap
rifampisin dan isoniazid secara bersamaan, dengan atau tanpa obat
antituberkulosis (OAT) lini I lainnya.

• Berdasarkan Definitions and reporting framework for tuberculosis-2013 revision


oleh WHO (2013), dikatakan resisten terhadap OAT apabila hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis in
vitro saat terdapat satu atau lebih OAT.
EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia • WHO memperkirakan 480.000 kasus
(WHO) memperkirakan bahwa 5,7% dari kasus baru TB-MDR tahun 2015
tuberkulosis (TB) di seluruh dunia adalah
multidrug-resistant tuberculosis (TB-MDR) • WHO pada tahun 2010, melaporkan bahwa
Indonesia berada pada urutan ke-8 untuk
kasus TB-MDR
KLASIFIKASI
Kasus diklasifikasikan dalam kategori berdasarkan drug susceptibility
testing (DST) dari isolat klinis yang dikonfirmasi sebagai
Mycobacterium tuberculosis.

Mono resistance Resisten terhadap satu obat lini pertama

Resisten terhadap lebih dari satu OAT lini


Polidrug resistance pertama selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin.

Multidrug resistance Resisten terhadap sekurang-kurangnya


(MDR) isoniazid dan rifampisin

Resisten terhadap fluorokuinolon dan


Extensive drug
setidaknya salah satu dari OAT injeksi lini
resistance
kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).
FAKTOR RESIKO
• Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten. Hal
ini sangat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama.

• Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan


menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini tidak hanya pada
pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara, dan
keluarga pasien.

• Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek yang tidak sembuh
dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta
memerlukan pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal.
FAKTOR RESIKO
• Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat pengobatan
jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten.

• HIV akan mempercepat terjadinya infeksi TB menjadi sakit TB dan akan memperpanjang
periode infeksious.

Faktor resiko kejadian TB-MDR meliputi motivasi penderita yang rendah dan
ketidakteraturan berobat. Sedangkan beberapa faktor yang berhubungan
lainnya meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan,
dukungan keluarga, keaktifan petugas TB dan perilaku pemanfaatan sarana
pelayanan.
KRITERIA SUSPEK TB-
Suspek TB MDR adalah semua MDRorang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini :
• Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (kasus kronik)
• Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
• Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
• Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
• Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan
• Pasien TB kambuh
• Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
• Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR
• Pasien koinfeksi TB dan HIV
MEKANISME RESISTENSI
• Strain yang resisten muncul akibat adanya perubahan atau
mutasi pada gen-gen tertentu dalam genom Mycobacterium
tuberculosis. Gen-gen ini merupakan target dari mekanisme
kerja OAT.

• Resistensi alamiah terhadap banyak antibiotik merupakan


salah satu kemampuan yang dimiliki oleh Mycobacterium
tuberculosis. Resistensi ini terjadi akibat adanya dinding sel
yang sangat hidrofobik dan berperan sebagai barrier
permeabilitas.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap isoniazid
Resistensi terhadap INH disebabkan oleh adanya mutasi pada sejumlah gen, yaitu
katG, inh, kasA dan NDHGen katG berperan dalam mengkode enzim katalase-
peroksidase yang dibutuhkan untuk mengaktivasi Isoniazid (INH) yang masuk ke
dalam tubuh sebagai pro-drug.
Mutasi gen katG dan inhA merupakan mekanisme molekuler resistensi isoniazid
yang paling utama. Mutasi pada inhA pada bagian promotor (posisi -15C/T)
merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan pada resistensi INH dan mutasi
ini juga mengakibatkan resistensi silang dengan etionamid karena memiliki target
kerja obat yang sama.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap rifampisin
Target rifampisin pada Mycobacterium tuberculosis adalah b subunit dari RNA
polymerase, di mana ia mengikat dan menghambat pemanjangan utusan RNA. RNA
polymerase tersusun atas 4 subunit berbeda (α, β, β’ dan σ) dan dikode oleh gen
rpoA, rpoB, rpoC dan rpoD. Kebanyakan isolat klinis resisten rifampisin mengalami
mutasi pada gen rpoB sehingga terjadi penurunan afinitas terhadap obat sehingga
resistensi berkembang.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap pirazinamid
Pirazinamid adalah analog struktural nikotinamid dan pro-obat yang perlu diubah
menjadi bentuk aktif yaitu asam pyrazinoik, oleh enzim
pyrazinamidase/nicotinamidase (PZase).

Resistensi terhadap pirazinamide terjadi karena adanya mutasi gen pncA. Mekanisme
resistensi pirazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas pirazinamidase sehingga
tidak banyak pirazinamid yang diubah menjadi asam pirazinoat.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap etambutol
Mekanisme resistensi etambutol diketahui terkait dengan adanya mutasi pada gen
embB.

Berbagai penelitian telah mengidentifikasi adanya 5 mutasi pada kodon 306 (ATG),
yaitu ATG TG/CTG/ATA, ATC dan ATT. Akibatnya metionin (ATG) diganti oleh
valin, leusin atau isoleusin.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap streptomisin
Streptomisin bekerja pada tingkat subunit 30S dari ribosom pada protein ribosom S12
dan 16S rRNA yang dikodekan oleh gen rpsL dan rrs.

Mekanisme utama resistensi terhadap streptomisin diyakini dimediasi melalui


mutasi pada gen rpsL dan rrs. Perubahan asam amino Lisin menjadi Arginin atau
Threonin pada kodon dan perubahan Lisin menjadi Arginin atau Glutamin pada
kodon 88, merupakan bentuk mutasi yang sering ditemukan pada isolat
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap Streptomisin.
MEKANISME RESISTENSI
• Mekanisme terhadap fluorokuinolon
Mekanisme utama penyebab munculnya resistensi fluorokuinolon pada
Mycobacterium tuberculosis adalah terjadinya mutasi kromosom di quinolone
resistance determining region (QRDR) dari gen gyrA atau gyrB.

Quinolone resistance determining region adalah suatu daerah terlindung di gen


gyrA (320 bp) dan gen gyrB (375 bp) yang merupakan titik interaksi antara
fluorokuinolon dan gyrase.
DIAGNOSIS TB-MDR
• Strategi diagnosis TB-MDR

a. Metode konvensional
Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/ LJ) atau media
cair (MGIT).
b. Tes Cepat (Rapid Test).
Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert.

Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis yang dilaksanakan adalah


pemeriksaan untuk obat lini pertama dan lini kedua.
DIAGNOSIS TB-MDR
• Untuk keperluan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis, suspek TB-MDR diambil dahaknya dua kali, dan
salah satunya harus dahak pagi hari.

• Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis kuman tahan asam (BTA) dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen.

b Biakan Mycobacterium tuberculosis


Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media
padat maupun media cair.
DIAGNOSIS TB-MDR
• Hasil pemeriksaan biakan dengan media padat dicatat sesuai dengan
pertumbuhan koloni sebagai berikut :
DIAGNOSIS TB-MDR
• Uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT

Ketepatan uji kepekaan M. tuberculosis yang dilakukan dalam kondisi


optimum bergantung kepada jenis obat yang diuji.
Penggunaan untuk lini pertama, dengan ketepatan tertinggi yaitu rifampisin (R)
dan isoniazid (H), disusul streptomisin (S) dan etambutol (E). Uji kepekaan M.
tuberculosis untuk pirazinamid (Z) tidak dianjurkan karena tingkat kepercayaan
dan keterulangannya belum terjamin.

Sedangkan untuk uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT lini kedua,


aminoglikosida dan fluorokuinolon mempunyai tingkat kepercayaan dan keterulangan
yang baik
PENATALAKSANAAN
• Strategi diagnosis TB-MDR

Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB-MDR mengacu


kepada strategi DOTS.

a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB-MDR dipastikan dapat


mengakses pengobatan TB-MDR yang baku dan bermutu.

b. Paduan OAT untuk pasien TB-MDR adalah paduan standar yang


mengandung OAT lini kedua.
PENATALAKSANAAN
• Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah

a) Pemeriksaan fisik :

1) Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan


kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti hepatitis,
diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai
gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.

2) Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan,


pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan pemeriksaan
sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB-MDR.
PENATALAKSANAAN
b) Pemeriksaan kejiwaan
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB-MDR dimulai, hal ini
berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum,
selama dan setelah pengobatan pasien selesai

c) Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.
tuberculosis.
• Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb),
jumlah lekosit.
• Pemeriksaan kimia darah : faal ginjal, faal hati : SGOT, SGPT, serum kalium,
asam urat, gula darah.
• Pemeriksaan hormon bila diperlukan : Tiroid stimulating hormone (TSH)
• Tes kehamilan.
• Foto dada/ toraks.
• Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
• Pemeriksaan EKG
• Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)

Pengawas Minum Obat (PMO) untuk pasien TB-MDR haruslah


seorang petugas kesehatan yang terlatih.
PENATALAKSANAAN
• Pengobatan TB-MDR
Pengobatan pasien TB-MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri
dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok
berdasar potensi dan efikasinya
PENATALAKSANAAN
Pilihan paduan OAT TB-MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada
permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB- MDR
(standardized treatment). Adapun paduan yang akan diberikan adalah :

Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB-MDR secara
laboratoris. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
dan tahap lanjutan.
PENATALAKSANAAN
• Tahapan pengobatan TB-MDR

a. Tahap awal
Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan
menggunakan obat suntikan (kanamisin atau
kapreomisin) yang diberikan sekurang-
kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan
setelah terjadi konversi biakan.
PENATALAKSANAAN
b. Tahap lanjutan

1) Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan


tahap awal dan pemberian suntikan dihentikan.

2) Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap bulan.

3) Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi fasyankes


Rujukan TB-MDR setiap 2 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter (sesuai
dengan jadwal pemeriksaan dahak dan biakan).
PENATALAKSANAAN
4) Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari di bawah
pengawasan petugas kesehatan yang bertindak sebagai Pendamping Minum
Obat (PMO).

5) Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasarkan


adanya kasus kronik dengan kerusakan paru yang luas.
PROGNOSIS
Beberapa program pengendalian TB telah menunjukkan bahwa
penyembuhan dimungkinkan untuk sekitar 30% hingga 50% orang yang
terkena dampak. Pasien TB-XDR dapat disembuhkan, tetapi dengan obat
yang tersedia saat ini, kemungkinan keberhasilannya jauh lebih kecil
daripada pasien dengan TB biasa atau bahkan TB-MDR. Penyembuhan
tergantung pada tingkat resistensi obat, tingkat keparahan penyakit dan
sistem kekebalan tubuh pasien.
KESIMPULAN
Multidrug-resistant Tuberculosis (TB-MDR) telah menjadi masalah kesehatan utama
di seluruh dunia dan menjadi hambatan dalam pengendalian TB secara global.
Resistensi obat pada TB bukan hanya disebabkan oleh pengobatan yang tidak
adekuat atau gagal, namun juga disebabkan oleh munculnya strain resisten yang
ditransmisikan oleh penderita TB-MDR.

Metode diagnostic TB-MDR bisa dilakukan dengan metode konvensional, rapid tes Gene
Xpert, dan uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT. Konsep Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin
keteraturan berobat penderita dan menanggulangi masalah tuberkulosis khususnya TB-
MDR. Penemuan dan perkembangan obat-obat baru mungkin juga diperlukan untuk
menanggulangi hal ini
DAFTAR PUSTAKA
1. Paul R. The Threat of Multidrug-resistant Tuberculosis. J Glob Infect Dis.
2018;10(3):119–20.
2. Singh A, Prasad R, Kushwaha RAS, Al. E. Treatment outcome of
multidrug‑resistant tuberculosis with modified DOTS ‑plus strategy: A 2 years’
experience. Lung India. 2019;36(5):384–92.
3. Mehari K, Asmelash T, Hailekiros H, Wubayehu T, Godefay H, Araya T, et
al. Prevalence and Factors Associated with Multidrug- Resistant
Tuberculosis (MDR- TB) among Presumptive MDR-TB Patients in Tigray
Region, Northern Ethiopia. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2019;2019:1–4.
4. Pontali E, D’Ambrosio L, Centis R, Sotgiu G, Migliori GB. Multidrug-
resistant tuberculosis and beyond: An updated analysis of the current evidence
on bedaquiline. Eur Respir J [Internet]. 2017;49(3):1–5. Available from:
http://dx.doi.org/10.1183/13993003.00146-2017
DAFTAR PUSTAKA
5. Hasanah M, , M, Wahyudi AS. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Efikasi
Diri Penderita Tuberculosis Multidrug Resistant (Tb- Mdr) Di Poli Tb-Mdr Rsud
Ibnu Sina Gresik. J Kesehat. 2018;11(2):72–5.
6. Syahrezki M. Faktor risiko tuberkulosis multidrug resistant (TB-MDR). J
Agromedicine [Internet]. 2015;2(4):403–18. Available from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1227/ pdf
7. Reviono, Kusnanto P, Eko V, Pakiding H, Nurwidiasih D. Multidrug Resistant
Tuberculosis (MDR-TB): Tinjauan Epidemiologi dan Faktor Risiko Efek Samping
Obat Anti Tuberkulosis. Maj Kedokt Bandung. 2014;46(4):189–96.
8. WHO. Definitions and reporting framework for tuberculosis – 2013 revision
[Internet]. World Health Organization. 2014. 1–47 p.
DAFTAR PUSTAKA
9. Falzon D, Mirzayev F, Wares F, Baena IG, Zignol M, Linh N, et al. Multidrug-
resistant tuberculosis around the world: What progress has been made? Eur Respir
J [Internet]. 2015;45(1):150–60. Available from:
http://dx.doi.org/10.1183/09031936.00101814
10. Muhammad M, Fadli. Analisis Faktor Penyebab Multi-Drug Resistance
( Mdr ) Pada Penderita Tuberkulosis. J Publ Kesehat Masy Indones. 2019;6(2):62–
7.
11. Stosic M, Vukovic D, Babic D, Antonijevic G, Foley KL, Vujcic I, et al. Risk
factors for multidrug-resistant tuberculosis among tuberculosis patients in Serbia: A
case-control study. BMC Public Health. 2018;18(1):1–8.
12. Subuh M, Priohutomo S. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Dinihari TN, Siagian V, editors. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2014.
DAFTAR PUSTAKA
13. Narang SK. Extensively drug resistant tuberculosis (XDR-TB). JK Sci.
2009;11(2):102–3.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Jakarta; 2013. 6– 132 p.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai