Anda di halaman 1dari 71

DIAGNOSIS DAN

PENGENALAN KASUS TB MDR

Dr. Hery Irawan Sp.P


Dr. Hery Irawan, Sp.P

• TKK Marsudirini Cor Jesu Jakarta


• SDK Marsudirini Cor Jesu Jakarta
• SMPK BPK Penabur Jakarta
• SMUK Ignatius Slamet Riyadi Jakarta
• FKU Universitas Trisakti, Jakarta
• Pendidikan Dokter Spesialis Paru FKUI, Jakarta
• Kepala Instalasi Rawat Jalan BBKPM Bandung
• Ketua TB DOTS BBKPM Bandung, RS Hermina Pasteur dan RS
Sariningsih Bandung
• Tim Ahli Klinis TB MDR BBKPM Bandung
• Dokter Spesialis Paru BBKPM Bandung, RS Hermina Pasteur dan RS
Sariningsih Bandung
PENDAHULUAN
Definisi
 TB Resistan Obat (TB RO) adalah TB yang

disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis (M.tb)


telah mengalami kekebalan terhadap OAT.

 Pada dasarnya merupakan fenomena “buatan


manusia” sebagai akibat dari pengobatan yang
tidak adekuat maupun penularan pasien TB RO.
Epidemiologi
Global Burden (WHO 2017)
 Terdapat 10,7 juta insidens kasus TB di dunia

 600.000 kasus TB MDR


 240.000 kasus kematian TB MDR
 6,2 % kasus TB XDR (8000 kasus) dari 121 negara
 153.000 kasus terdeteksi ( dibanding th 2015
yaitu132.000 )
Enrollment TB MDR
dan Keberhasilan Pengobatan

 Th 2016 : 130.000 kasus TB MDR yang menjalankan


pengobatan (22% dari 600.000 kasus)

 Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah kasus TB RO


yang ditemukan dan diobati (GAP makin sempit)

Namun seiring dengan pengembangan layanan


 Terjadi penurunan keberhasilan pengobatan dari
67,9% (2010) 54% (2014).
 Loss to follow up : 10,7% (2009)21% ( 2014)
TB MDR di Indonesia
(WHO 2016)
 TB MDR menempati no 8 dari 27 negara

 Insidens TB MDR :

32.000 kasus (2,8 % kasus baru dan 16 % kasus


riwayat pengobatan)

 Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat


(MTPTRO) mulai dilaksanakan pada tahun 2009 di
Indonesia
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB RO

1. Petugas kesehatan :
 Diagnosis, pengobatan dan penyuluhan tidak
adekuat
2. Pasien
 Tidak patuh, tidak teratur, menghentikan
pengobatan sebelum waktunya
 Gangguan penyerapan
3. Program pengendalian TB :
 Persediaan OAT kurang
 Kualitas OAT yang disediakan rendah
Komponen dalam MTPTRO
1. Komitmen politik yang berkesinambungan
2. Strategi penemuan pasien TB RO yang rasional
melalui pemeriksaan dan uji kepekaan obat
3. Pengelolaan pasien TB RO yang baik dengan
pengawasan langsung dan menggunakan strategi
pengobatan yang tepat dengan OAT lini kedua
4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua berkualitas
yang tidak terputus.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku
Kategori TB RO
1. Monoresistan (Monoresistance):
Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya Isoniazid (H)
2. Poliresistan (Polyresistance):
Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R), (HE, RE, HES , RES.)
3. Multi Drug Resistance (MDR):
Resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa
OAT lini pertama (HR, HRE, HRES).
4. Extensively Drug Resistance (XDR):
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
Fluorokuinolon dan OAT injeksi lini kedua (capreomisin, kanamisin dan
amikasin).
5. TB Resistan Rifampisin (TB RR):
Resistan terhadap Rifampisin (monoresistan, poliresistan,TB MDR, TB XDR)
yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau
tanpa resistan OAT lainnya.
9 Kriteria Terduga TB RO
1. Gagal Kategori
2. Tidak konversi pada kategori 2
3. Pasien dgn riwayat pengobatan sebelumnya termasuk OAT
lini 2 (quinolones dan injeksi lini 2) minimal 1 bulan
4. Pasien yang gagal kategori 1
5. Pasien yang tidak konversi pada kategori 1
6. Pasien dengan TB Kambuh
7. Pasien yang kembali setelah LTFU
8. Terduga TB yang kontak erat dengan pasien TB MDR
( baik keluarga maupun petugas)
9. Koinfeksi TB-HIV yg tidak respons dengan pengobatan OAT
(bila diagnosis awal tidak menggunakan GenXpert)
Alur Rujukan Pasien Terduga TB RO

Pasien terduga TB RO dari Formulir yang Penanggung


Fasyankes digunakan Jawab
( 9 kriteria suspek)
Formulir rujukan Dokter fasyankes
pasien terduga yang
Rujukan Pasien terduga TB TB RO bersangkutan
RO ke Unit TB MDR RS
Rujukan
Buku rujukan Petugas
pasien terduga TB/Fasyankes TB
TB RO MDR yang
bersangkutan
Pasien terduga TB RO tiba
di unit TB MDRSSS Rujukan
Diagnosis TB MDR

 Diagnosis yg tepat dan pengobatan yg cepat untuk


TB MDR dibantu oleh:

 Pengenalan faktor risiko untuk MDR-TB


 Pengenalan kegagalan obat yg dini
 Uji sensitifiti obat (jika tersedia)
Faktor Risiko TB MDR

 Riwayat pengobatan (faktor utama)


 Riwayat tidak patuh (non-adherence) atau putus obat
(default)
 Terbukti ada kontak dengan pasien TB
 Ada penyakit komorbid : HIV, DM
 Penduduk di daerah dimana MDR endemis
 Tinggal di wilayah risiko TB : lapas, rutan, tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh.
Menduga TB MDR Secara Klinis
Menduga kegagalan dini obat :
 Batuk seharusnya membaik dalam waktu dua minggu
pertama dalam pengobatan
 Tanda kegagalan :
sputum tidak konversi, batuk masih ada, masih
demam, keringat malam hari dan tidak ada
penambahan berat badan
Penegakan Diagnosis TB RO
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan uji
kepekaan obat dengan metode standar yang
tersedia di Indonesia.
 Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada
atau tidaknya resistensi M.tb terhadap OAT
 Uji kepekaan obat tidak bertujuan untuk
mengkonfirmasi hasil pemeriksaan Xpert tetapi
untuk mengetahui pola resistensi kuman TB lainnya.
Alur Diagnosis TB RO
Pemeriksaan Laboratorium yang Dilakukan di
Rujukan TB RO

1. Pemeriksaan mikroskopis
2. Biakan dan identifikasi kuman M.tb
3. Uji kepekaan kuman M.tb terhadap OAT
 OAT lini-1 : R,H,E

 OAT lini-2 : Am, Km, Ofl

Pemantauan pengobatan pasien TB MDR fase intensif


: setiap bulan
fase lanjutan : tiap 2 bulan
(pemeriksaan mikroskopis & biakan sputum)
Klasifikasi dan Tipe pasien TB RO
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi penyakit
 Paru

 Ekstraparu

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya
Klasifikasi Pasien TB RO Berdasarkan
Riwayat Pengobatan
1. Pasien baru :
 Pasien yg belum pernah mendapatkan OAT sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(<28 dosis)
2. Pengobatan ulang
 Kasus gagal kategori I

 Kasus gagal kategori 2

 Kasus kambuh

 Pasien kembali setelah loss to follow up

 Pernah diobati tidak diketahui hasilnya

3. lain-lain.
TATALAKSANA TB MDR
Terapi TB ideal

 Bakterisidal tinggi
 Eliminasi tinggi

 Efek samping minimal

 Jangka pendek
Persiapan Awal Sebelum Memulai
Pengobatan TB MDR
 Anamnesis ulang : alergi obat dan riwayat penyakit
terdahulu (komorbid)
 Pemeriksaan : BB, fungsi penglihatan, fungsi
pendengaran
 Pemeriksaan kondisi kejiwaan (strategi konseling).
 Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan
terekam dalam pencatatan (eTB manager dan
pencatatan manual)
 Kunjungan rumah
 Pemeriksaan baseline penunjang.
Pemeriksaan Penunjang Sebelum Memulai
Pengobatan TB MDR
1.Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan kimia darah
 Faal ginjal : Ur/Cr

 Faal hati : SGOT/PT

 Serum elektrolit (Na, K, Cl)

 Asam Urat

 Gula Darah (GDS, GD 2 Jam PP)

 TSH

3. Tes kehamilan (usia subur)


4. Foto toraks
5. Audiometri
6. EKG
7. Tes HIV
Penetapan Pasien TB MDR yang Diobati

 Ditetapkan oleh TAK di fasyankes rujukan

Kriteria :
1. Kasus TB RR/TB MDR
2. Penduduk dengan alamat jelas
3. Bersedia menjalani program pengobatan dengan
menandatangani Informed Concent dan bersedia
datang setiap hari di fasyankes TB MDR.
Pengobatan TB MDR
1. Jenis OAT pengobatan TB MDR
Menggunakan paduan OAT MDR yang terdiri dari
4-5 macam obat OAT lini ke-2 dan lini-1 yang
terbagi dalam 5 kelompok berdasarkan potensi
dan efikasinya.
2. Paduan pengobatan TB MDR di Indonesia
 a. Paduan jangka pendek (Shorter MDR TB
Regimen, STR).
 b. Paduan individual (standar konvensional,
jangka panjang)
PENGELOMPOKAN OAT
Paduan Standar Konvensional
Km-Lfx-Eto-Cs-Z-(E) / Lfx-Eto-Cs-Z-(E)
Paduan OAT Standar akan disesuaikan paduan atau
dosisnya jika

1. Terdapat tambahan resistensi terhadap OAT lainnya


berdasarkan hasil uji kepakaan
2. Terjadi efek samping berat dan obat penyebab sudah
diketahui, maka obat tersebut bisa diganti bila tersedia
obat pengganti
3. Dosis atau frekuensi disesuaikan bila :
• Terjadi perubahan kelompok BB
• Terjadi ES berat dan obat pengganti tidak tersedia
Dosis OAT MDR Individual
Durasi & Cara pemberian OAT MDR

1. Tahap awal : Tahap pemberian obat oral dan injeksi


 Lama tahap awal = minimal diberikan selama 8 bulan

 Cara pemberian obat : injeksi 5x/minggu, obat oral diminum di depan


petugas (7 hari dlm seminggu), dosis pemberian obat,dosis tunggal kecuali
bila ada efek samping, dapat diberikan dosis terbagi (PAS, Cs, Eto).
 Pemberian obat diberikan dengan dosis bertahap (ramping
dose/incremental dose max 1 minggu) untuk minimalkan efek samping
obat.
2. Tahap lanjutan : pemberian paduan obat oral tanpa suntikan. Obat oral
diminum 6 hari dlm seminggu

 TOTAL PENGOBATAN = a + 18 BULAN


 lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18 bulan
setelah terjadi konversi biakan
 a : bulan pertama tercapai konversi
Paduan STR
 WHO (Mei 2016) :
Paduan STR jangka pendek 9-11 bulan.
 Rekomendasi ini berdasarkan studi Bangladesh
dengan angka keberhasilan mencapai 84% (STR)
dibanding standar jangka panjang (62%)
 PMDT TB nasional mengimplemantasikan paduan STR
untuk TB MDR sebagai upaya untuk meningkatkan
enrollment pengobatan, menurunkan angka putus
berobat dan meningkatkan angka keberhasilan
pengobatan pda pasien TB RO di Indonesia.
Kriteria pasien TB RO dengan STR
1. Tidak ada bukti resistan terhadap fluoroquinolon
/obat injeksi lini kedua
2. Tidak ada kontak dengan pasien TB pre/XDR
3. Tidak pernah mendapat OAT lini kedua selama ≥ 1
bulan
4. Tidak terdapat intoleransi terhadap obat-obat pada
paduan STR
5. Tidak hamil
6. Bukan kasus TB ekstra paru
7. Tidak terdapat risiko terjadinya unfavorable outcome
Alur Pengobatan TB RO
Alur Pengobatan TB RO 2.

Kriteria STR
Paduan STR

4-6 Km – Mfx – Eto (Pto) - HDT – Cfz – E-Z / 5 Mfx – Cfz – E - Z


Dosis Obat STR
OAT STR
 *) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien
usia > 45 tahun. Jika kanamisin tidak bisa diberikan,
maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan
dosis yang sama.
 **) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg
diberikan 450 mg ; > 40 kg diberikan 600 mg.
 *) Pada pemberian Mfx perlu diantisipasi terjadinya
prolonged QTc > 500 ms
 Pengobatan harus dimulai di RS rujukan MTPTRO dan
dilakukan monitoring EKG yang lebih ketat pada
awal pengobatan.
Cara pemberian OAT STR
 Tahap awal : obat oral dan injeksi diberikan setiap
hari (7 hari, Senin s.d Minggu) selama 4 bulan
 Tahap lanjutan, obat oral diberikan setiap hari (7
hari, Senin s.d Minggu).
 Pada keadaaan dimana tidak terjadi konversi BTA
pada bulan ke 4, tahap awal diperpanjang menjadi
6 bulan sehingga durasi total pengobatan menjadi
11 bulan (6 bulan tahap awal dan 5 bulantahap
lanjutan)
 Pada bulan ke-5 dan ke-6, obat injeksi diberikan 3x
seminggu (intermiten) dan obat oral tetap diberikan
setiap hari (7 hari, Senin s.d Minggu).
OAT STR
 Bila pada bulan ke-6 tidak terjadi konversi BTA, maka terapi
dengan paduan standar jangka pendek dihentikan dan hasil
pengobatan akan dicatat sebagai “pengobatan gagal’. Pasien
dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO untuk dievaluasi lebih
lanjut dan diobati dengan paduan individual.

 Pasien yang mendapatkan paduan STR dan tanpa penyulit


sangat dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan di
fasyankes terdekat dengan tempat tinggal pasien.

 Langkah-langkah desentralisasi pasien tersebut mengikuti


tata cara sesuai Juknis MTPTRO yang selama ini diterapkan.
Konversi VS Reversi
 Konversi
adalah jika pemeriksaan BTA 2 (dua) kali berurutan
dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan
hasil negative

 Reversi
adalah pemeriksaan BTA kembali menjadi positif
pada 2 (dua) kali pemeriksaan berturut-turut
setelah sebelumnya tercapai konversi.
Paduan Individual (WHO,2016)
Dosis Obat (Group 5)
OBAT DOSIS

Bdq ( 100 mg/tab) Dosis 1x400 mg/hari selama 2 minggu (mgg 0-2),
selanjutnya 200 mg pemberian 3x/minggu (mgg ke
2-24).

Dlm (50 mg/tab) Dosis 2x100 mg/hari (200 mg/hari selama 24


mgg)

Lzd (600 mg/tab) 600 mg/hari + Vit B6 50 mg

Cfz (50,100 mg/tab) Dosis 1x200 mg/hari salama 2 bulan pertama,


selanjutnya 100 mg/hari selama pengobatan
Paduan TB-MDR Jangka Panjang
(WHO,2018)
• Obat-obatan telah dikelompokkan dalam 3 peringkat
kategori dan berdasarkan bukti terbaru mengenai
efektifitas dan keamanan obat :

 Kelompok A: Obat yang harus diprioritaskan: Lfx/ Mfx, Bdq dan


Lzd
 Kelompok B: Obat-obatan yang akan ditambahkan
berikutnya: Cfz, Cs / terizidone
 Kelompok C: Obat-obatan yang akan dimasukkan untuk
melengkapi regimen dan ketika agen Grup A dan B tidak
dapat digunakan: E, Dlm, Z, Imipenem-cilastatin,
Meropenem, Amikacin (streptomisin), eto / Pto, asam PAS;
3. Paduan TB-MDR Jangka Panjang
(WHO,2018)
 Obat-obatan yang tidak lagi direkomendasikan
adalah Km dan Cm
  peningkatan risiko kegagalan pengobatan dan
relaps bila digunakan dalam regimen MDR-TB
jangka lama
 Penggunaan amikacin tidak menunjukkan hubungan
yang sama, meskipun memiliki masalah yang sama
untuk keamanan injeksi.
 Asam amoksisilin-klavulanat hanya digunakan bila
digunakan bersama carbapenems
Regimen Obat Jangka Panjang (WHO,2018)
ES : Prinsip Pemantauan ES
 Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat
penting karena semakin cepat ditemukan dan ditangani,
maka prognosis akan lebih baik.Oleh karena itu,
pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan
setiap hari.
 Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang
diberikan.
 Gejala efek samping pengobatan harus diketahui
petugas kesehatan yang menangani pasien dan juga oleh
pasien dan keluarga pasien
 Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien
harus tercatat dalam formulir efek samping pengobatan.
Tempat Penatalaksanaan Efek Samping

 Fasyankes TB RO, fasyankes rujukan TB RO dan


fasyankes satelit menjadi tempat penatalaksanaan
efek samping pengobatan, tergantung pada berat
atau ringannya gejala
 Efek samping ringan sampai sedang dapat ditangani
oleh dokter fasyankes satelit TB RO dan perlu
dilaporkan ke fasyankes TB RO/rujukan TB RO.
 Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah penanganan
efek samping ringan atau sedang harus segera
dirujuk ke fasyankes TB RO / rujukan TB RO.
ES Teratogenik : Pto, Km
 Pto dan Km tidak boleh digunakan selama kehamilan
sehingga paduan STR tidak diberikan pada wanita
hamil.
 Wanita hamil dengan TB RO akan mendapatkan
paduan individual
ES Gangguan Jantung ;
Cfz, Bdq, Mfx, Dlm, Lfx
 Lakukan monitoring EKG secara rutin atau lebih
ketat bila ada indikasi
 Hentikan pemberian pengobatan Mfx dan Cfz bila
pemanjangan QTc > 500 ms.
 Merujuk ke TAK di fasyankes rujukan TB RO
ES Neuropati Perifer ;
Lzd, Cs,H, Eto, Am, Cm, Km, FQ
 Pengobatan standar jangka pendek tetap dilanjutkan
 Berikan vitamin B6 sampai dengan 200 mg perhari
 Kurangi dosis INH sebesar ¼ sampai 1/3 dosis
semula
 Konsultasikan ke ahli neurologi bila terjadi gejala
neuropati berat (nyeri, sulit berjalan)
ES Gangguan pendengaran ; Km
 Periksa data baseline untuk memastikan bahwa gangguan
pendengaran disebabkan oleh OAT atau sebagai
perburukan gangguan pendengaran yang sudah ada
sebelumnya
 Rujuk kembali pasien segera ke fasyankes TB RO/rujukan TB
RO untuk diperiksa penyebabnya dan konsultasikan dengan
TAK.
 Apabila penanganannya terlambat maka gangguan
pendengaran sampai dengan tuli dapat menetap
 Evaluasi gangguan pendengaran dan singkirkan sebab lain
seperti infeksi telinga, trauma dll
 Pertimbangkan untuk mengganti obat atau paduan
pengobatan pasien berdasarkan keputusan TAK
ES Depresi ; H, Mfx, Pto/Eto
 Lakukan konseling kelompok atau perorangan. Penyakit kronik dapat
merupakan faktor risiko depresi
 Rujuk kembali ke fasyankes rujukan TB RO, jika gejala menjadi berat dan
tidak dapat diatasi di fasyankes TB RO atau satelit
 TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa lebih lanjut dan bila
diperlukan akan memulai pengobatan antidepresi
 Pilihan terapi antidepresan yang dianjurkan adalah amitriptilin atau
golongan serotonin selective re-uptake inhibitor (SSRI) misalnya
sentralin/fluoxetine
 Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi bagi
penggunaan obat tetapi berisiko terjadinya depresi selama pengobatan
 Bila memungkinkan turunkan dosis obat penyebab
 Hentikan obat terkait selama 1-2 minggu sampai masalah psikologis
teratasi
ES Hipotiroid ; Eto/Pto
 Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes rujukan TB
RO oleh TAK bersama seorang ahli endokrinologi
atau ahli penyakit dalam
 Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan,
kelemahan dan tidak tahan terhadap dingin
 Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasarkan
peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10 mU/l)
 Ahli endokrin atau ahli penyakit dalam memberikan
rekomendasi kepada TAK untuk pengobatan dengan
levotiroksin/natiroksin serta evaluasinya
ES Gangguan Tidur ; Lfx, Mfx

 Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari atau


jauh dari waktu tidur pasien
 Lakukan konseling mengenai pola tidur yang baik
 Bila perlu konsultasikan pasien ke ahli jiwa untuk
tatalaksana
ES Gangguan Gastrointestinal ;
Eto,Pto, Cfz, H, E, Z, Mfx
 Pengobatan tetap dilanjutkan, sambil dilakukan evaluasi.
 Pantau pasien untuk mengetahui berat ringannya keluhan
 Singkirkan penyebab lain seperti gangguan hati, diare karena infeksi, atau
obat-obatan lainnya.
 Bila perlu berikan antiemetik, PPI (Proton Pump Inhibitor), H2 antagonis
(Ranitidin), antasida golongan Mg(OH)2 atau sukralfat
 Bila tidak respons dengan pengobatan di atas, pertimbangkan rawat inap
untuk penilaian lanjutan dan rehidrasi cairan IV, dan evaluasi elektrolit dan
Ur/Cr
 Bila terjadi tanda-tanda akut abdomen, pertimbangkan untuk konsultasi ke
bedah
 TAK akan mempertimbangkan kelanjutan pengobatan
ES Kelainan fungsi hati ;
Z,H, Eto/Pto, E, Mfx.
 Hentikan semua OAT, pasien segera dirujuk kembali
ke fasyankes rujukan TB RO
 Periksa SGOT, SGPT, bilirubin total
 Bila hasil SGOT-PT >3 x normal atau kadar bilirubin
total >2 mg/dl, pasien dirawat inap
 Singkirkan kemungkinan penyebab lain selain
hepatitis imbas obat
 TAK akan mempertimbangkan kelanjutan
pengobatan
ES Kelainan Fungsi Ginjal ; Km, Cm
 Bila terjadi gangguan fungsi ginjal (gangguan
diuresis, peningkatan kadar serum kreatinin), pasien
dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO.
 TAK bersama ahli nefrologi / ahli IPD akan
mempertimbangkan kelanjutan pengobatan pasien
ES Neuritis Optik ; E

 Setiap gejala gangguan penglihatan perlu


dievaluasi dan dikonsultasikan ke ahli mata.
 TAK akan mempertimbangkan kelanjutan
pemberian etambutol berdasarkan hasil evaluasi
ahli mata
ES Artralgia/ Artritis ;
Z, Mfx, Eto, INH
 Lakukan pemeriksaan asam urat.
 Bila terdapat gejala artralgia disertai peningkatan
kadar asam urat, dapat diberikan OAINS dan
fisioterapi tanpa harus menghentikan pemberian Z
 Bila gejala tidak hilang dan menggangu maka
pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO untuk
mendapatkan rekomendasi penanganan oleh TAK
bersama ahli rematologi atau ahli penyakit dalam.
 Bila terjadi arthritis gout akut, pemberian Z akan
dihentikan
ES Perubahan Warna Kulit ; Cfz

 Pasien diberikan KIE mengenai penyebab terjadinya


perubahan warna kulit dan sifatnya yang tidak
menetap
ES Tendinopati, Ruptur Tendon ;
Lfx, Mfx
 Gejala tendinopati ditandai dengan pembengkakan, nyeri tekan,
hangat, dan kemerahan
 Rupture tendon Achilles didiagnosis dengan thompson’s test
(hilangnya plantar flexi ketika betis ditekan)
 Pemeriksaan penunjang dengan USG dan MRI. USG terdapat area
hipokinetik dengan degenerasi jaringan dan penebalan tendon. MRI
dapat mendeteksi tendinopati dan risiko rupture
 Pasien diberikan obat analgetika/ antiinflamasi
 Fisioterapi dapat dilakukan termasuk diatermi ultrasound,
elektroterapi.
 Bila terjadi rupture tendo pertimbangkan tindakan operatif.
 Sekali diagnosis tendinopati ditegakkan, pasien tidak boleh lagi
diberikan FQ (pengobatan STR dihentikan)
ES Gangguan Elektrolit (barter like
syndrome) ; Km, Cm
 Merupakan gangguan elektrolit berat yang ditandai
dengan hipokalemia, hipokalsemia, dan
hipomagnesemia dan alkalosis hipoklorik metabolic
secara bersamaan dan mendadak.
 Disebabkan oleh gangguan fungsi tubulus ginjal
akibat pengaruh nefrotoksik OAT suntikan
 Lakukan penggantian elektrolit sesuai pedoman
 Berikan amilorid atau spironolakton untuk
mengurangi sekresi elektrolit.
ES Gangguan Psikotik
(Suicidal tendency); Cs
 Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan dirujuk ke fasyankes
rujukan harus didampingi.
 Hentikan sementara OAT yang dicurigai sebagai penyebab gejala psikotik,
sebelum pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB MDR. Berikan haloperidol 5
mg p.o
 Pasien harus ditangani oleh TAK melibatkan seorang ahli dokter jiwa, bila
ada keinginan untuk bunuh diri atau membunuh, hentikan Cs selama 1-4
minggu sampai gejala terkendali dengan obat antipsikotik.
 Berikan pengobatan antipsikotik dan konseling
 Bila gejala psikotik mulai mereda, mulai kembali sikloserin dalam dosis uji.
 Berikan piridoksin sampai 200 mg/hari.
 Bila kondisi teratasi lanjutkan pengobatan TB MDR bersamaan dengan
obat anti psikotik
ES Kejang ; Cs, Lfx
 Hentikan sementara OAT yang dicurigai sebagai
penyebab kejang.
 Berikan obat antikejang, misal fenitoin 3-5
mg/hari/kgBB atau berikan diazepam iv 10 mg
(bolus perlahan) serta bila perlu naikan dosis vitamin
B6 s/d 200mg/hari
 Penangan pasien kejang harus di bawah pengamatan
dan penilaian TAK difasyankes rujukan TB MDR
ES Syok Anafilaktik : Km, Cm
 Segera rujuk pasien ke fasyankes rujukan TB MDR
 Berikan pengobatan segera seperti dibawah ini,
sambil rujuk ke fasyankes rujukan TB MDR :
 Adrenalin 0,2 -0,5 ml, 1:1000 SC, ulangi jika perlu.
 Pasang infus cairan IV jika diperlukan
 Beri kortikosteroid yang tersedia misalnya 100 mg
IM atau dexametason 10 mg iv, ulangi jika perlu.
ES Reaksi alergi toksik menyeluruh dan SSJ ;
Semua OAT yang diberikan

 Berikan segera pengobatan seperti dibawah ini, sambil


dirujuk ke fasyankes rujukan TB MDR, segera
 Berikan CTM untuk gatal-gatal
 Berikan PCT bila demam
 Berikan prednisolon 60 mg perhari atau suntikan
dexamatason 3x 4 mg
 Ranitidine 2x300 mg
ES Reaksi alergi toksik menyeluruh dan SSJ ;
Semua OAT yang diberikan

 Di fasyankes rujukan TB MDR :


 Berikan antibiotik jika ada tanda infeksi kulit
 Lanjutkan semua pengobatan alergi sampai ada perbaikan, tapering off
kortikosteroid bila digunakan sampai 2 minggu.
 Pengobatan jangan terlalu cepat dimulai.tunggu sampai perbaikan klinis. TAK
merancang paduan pengobatan selanjutnya tanpa mengikutsertakan OAT yang
diduga sebagai penyebab.
 Pengobatan dimulai secara bertahap dengan dosis terbagi terutama bia
dicurigai efek samping terkait dengan dosis obat. Dosis total perhari tidak boleh
dikurangi (harus sesuai BB). Dosis yang digunakan disebut dosis uji
yang diberikan selama 15 hari.
Pengobatan Ajuvan pada TB MDR
1. Nutrisi tambahan :
 protein, vitamin, mineral ( Vit A, Zn, Fe, Ca dll)

 Pemberian mineral tidak boleh diberikan

bersamaan FQ karena mengganggu absorbsi obat.


2. Pemberian kortikosteroid diberikan pada pasien TB
MDR dengan gangguan respirasi berat, gangguan
SSP, perikarditis, PPOK.
Pengawasan Menelan Obat (PMO)

 Mengawasi pasien minum obat setiap hari


 Memantau efek samping
 Mengelola kartu pengobatan pasien
 Menghubungi pasien bila tidak datang berobat
sesuai jadwal dan berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan dalam pelacakan pasien.
 Memastikan kesesuaian paduan dan dosis obat,
serta ketersediaan obat pasien
Hasil Akhir Pengobatan TB RO
 Sembuh
 Pengobatan lengkap
 Gagal
 Meninggal
 Loss to follow up
 Tidak dievaluasi
Thank You

Anda mungkin juga menyukai