Anda di halaman 1dari 4

PEDOMAN PRAKTEK KLINIK EFFUSI PLEURA TB

No.Dokumen No,Revisi Halaman

Prosedur Tetap Tanggal terbit Ditetapkan,


Direktur RS SANSANI

Dr.THOMSON GINTING
Pengertian ialah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex
disertai peradangan dengan eksudat di rongga pleura

Anamnesa Batuk-batuk, demam, nyeri dada sisi yang sakit, sesak napas.
Hemitoraks sisi yang sakit lebih cembung, pergerakan tertinggal pada
pernapasan, perkusi pekak / redup, suara napas melemah, mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat

Pemeriksaan Pada pemeriksaan fisik terdapat suara redup disisi paru yang sakit
Kriteria diagnostik Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya

Differensial  Pneumonia
diagnostik  Bronkiektasis
 Mikosis paru
 Tumor paru

Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi
untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat, BTA
sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai pada awal
pengobatan
Pemeriksaan  Foto toraks PA dan lateral
Penunjang  Foto toraks lateral dekubitus bila cairan sedikit
 USG Toraks
 Punksi pleura
 Analisis cairan pleura : Rivalta, Hitung jenis sel, sel mononuclear
dominan, kadar glukosa rendah
 BTA cairan pleura
 Uji Mantoux
 Biopsi pleura: ditemukan tuberkel & radang kronik
 Sitologi cairan pleura (min 50cc) Pleuroskopi
 Torakoskopi medik
 IGRA
 PCR
 ADA (adenosin deaminase assay)

Tata laksana Pengobatan TB dibagi menjadi:

 TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto toraks lesi luas, TB
ekstra paru berat  2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3
 BTA negatif, pada foto toraks lesi minimal, ekstra paru ringan  2
RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3
 TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2
RHZES/1 RHZE.
Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selam 5
bulan

 TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji resistensi diterapi
dengan OAT kategori II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT
diberikan sesuai hasil uji resistensi
 TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan
dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan maka
pengobatan dilanjutkan sampai selesai

b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :

- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi


- Lanjutkan pengobatan sambil menunggu hasil.
- Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT

sampai seluruh dosis selesai

- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan,


lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai, bila pengobatan
sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk kategori I pindah ke
kategori II atau sesuai uji resistensi.

c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan

- Hentikan OAT

- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi

- Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan

pasien di observasi sampai keluar hasil kultur

- Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I

sebelumnya pindah ke kategori II atau pengobatan sesuai dengan


uji resistensi.

TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES, jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif)
ditambah dengan obat lini ke-2 seperti suntikan, kuinolon,
betalaktam, makrolid dll. Pertimbangkan pembedahan, kasus TB
paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal


yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB
MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioritas utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis
Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3. Keuntungan Kombinasi Dosis Tetap antara
lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan


resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan
penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap
penatalaksanaan yang benar dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR
akibat penurunan penggunaan monoterapi

Ditambah dengan prednison 30-40 mg/hari, kemudian dosis


diturunkan 5-10 mg tiap 5 – 7 hari selama 3 minggu
 Bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD
Edukasi  Makan makanan bergizi, bila perlu diberikan vitamin tambahan
 Menerapkan Etika Batuk

Prognosis Ad Bonam

Tingkat Evidence IV

Tingkat C
Rekomendasi

Penelahaan Kritis Dr.Dedi,Sp.P

Dr.Devita,SpP

Dr.Mucnedy,Sp.P

Indikator
(Outcome)

Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai