Anda di halaman 1dari 53

UPDATE

TATA LAKSANA
TUBERKULOSIS

Disampaikan oleh
Dr. Inet Fyndianne M, Sp.P,FISQua
16-17 Oktober 2023
Trio Azana Style Hotel
1
PENDAHULUAN
Data tahun 2021: TBC merupakan penyakit menular paling mematikan pada urutan kedua di
dunia setelah Covid-19 dan urutan ke-13 penyebab utama kematian di seluruh dunia.

Indonesia berada pada posisi KEDUA jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India,
diikuti oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo
(WHO, 2022). (Tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dunia)

Kasus TBC di Indonesia diperkirakan 969.000 (satu orang setiap 33 detik)  naik 17% dari
tahun 2020.

Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk (terdapat 354 penderita
TBC setiap 100.000 penduduk (WHO, 2022)

2
WHO
Global Tuberculosis Report 2022

3
PATOGENESIS TB

4
PRINSIP TATA LAKSANA TBC
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi minimal
empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi OAT.

2. OAT diberikan dalam dosis yang tepat.

3. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan obat (PMO)
hingga masa pengobatan selesai.

4. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi tahap awal/
fase intensif dan tahap lanjutan.
• Pada umumnya lama pengobatan TB paru tanpa komplikasi dan komorbid adalah 6 bulan.
• Pada TB ekstraparu dan TB dengan komorbid, pengobatan dapat > 6 bulan.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. 2021
5
PANDUAN TATA LAKSANA TBC
Pada tahap awal/fase intensif, OAT diberikan setiap hari bertujuan untuk
menurunkan secara cepat jumlah kuman TB dan meminimalisasi risiko
penularan (berkurang setelah dua minggu pertama tahap awal
pengobatan).
• Tahap awal juga memperkecil pengaruh sebagian kecil kuman TB yang mungkin sudah resisten
terhadap OAT sejak sebelum dimulai pengobatan.
• Durasi pengobatan tahap awal pada pasien TB sensitif obat (TB-SO) adalah dua bulan.

Pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjutan yang bertujuan untuk


membunuh sisa kuman TB yang tidak mati pada tahap awal sehingga dapat
mencegah kekambuhan.

• Durasi tahap lanjutan berkisar antara 4 – 6 bulan.

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. 2021


6
Bentuk sediaan
OAT
KDT (Kombinasi Dosis Tetap)

KOMBIPAK/LEPASAN
(dikemas dalam bentuk
blister)
7
DOSIS OAT

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. 2021


8
PENGOBATAN TB PARU STANDAR
Pasien riwayat
Pasien TB
Pasien baru pengobatan TB
resisten obat
lini pertama

Paduan obat yang Pengobatan sebaiknya


dianjurkan 2HRZE/4HR berdasarkan hasil uji
dengan pemberian dosis kepekaan secara
setiap hari. individual.

Fasilitas kesehatan perlu


melakukan uji kepekaan
obat, pasien dapat
diberikan OAT kategori 1
selama menunggu hasil uji
kepekaan.

Pengobatan selanjutnya
disesuaikan dengan hasil
uji kepekaan.
9
TATA LAKSANA
TUBERKULOSIS
EKSTRA PARU
(TBEP)

10
TUBERKULOSIS EKSTRA PARU (TBEP)

□ TBC Kelenjar Limfe


□ TBC Meningitis
□ TBC Pleura
□ TBC Mata
□ TBC Tulang
□ TBC THT
□ TBC Perikardial
□ TBC Payu dara
□ TBC Abdomen
□ TBC Urogenital
□ TBC Alat reproduksi
□ TBC Kulit
11
Diagnosis TBEP

Gambaran histopatologi
Pemeriksaan mikrobiologi
Tanda dan gejala klinis (Aspirasi jarum halus
( TCM, PCR, kultur)
/FNAB atau biopsi lesi)

Pemeriksaan penunjang
Foto Toraks (harus
lain: analisis cairan
dilakukan) untuk
pleura/cairan pericard /
mengetahui apakah ada
LCS, Adenosin Deaminase
TBC paru
(ADA), IGRA, dll
12
TEST MANTOUX (TST) &
IGRA

WHO merekomendasikan untuk diagnosis


TBC Laten

Tidak direkomendasikan untuk


mendiagnosis TBC aktif dewasa

Hanya sebagai pendukung diagnosis TBEP,


bila pengambilan sampel untuk
pemeriksaan bakteriologis/histopatologi
tidak dimungkinkan

13
Manajemen Kasus TBEP
Dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk memastikan koeksistensi TBC paru

Terapi dapat dimulai tanpa menunggu hasil kultur bila :


• Gambaran klinis sesuai dengan TB
• Histopatologi sesuai dengan TB

Pasien dengan TBEP, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan RHZE diikuti dengan 4-7
bulan RH)

TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang dan sendi, paduan
OAT diberikan selama 9-12 bulan atau lebih

Tindakan Bedah diindikasikan pada TBEP dengan komplikasi (spondilitis TB, empyema
TB, endometriosis TB, dll)

Tindakan bedah dilakukan minimal 2 minggu setelah terapi OAT


Kemenkes RI, PNPK14TB 2019
Manajemen Kasus TBEP

Tuberkulosis paru • Meningitis TB, lama pengobatan 9 – 12 bulan


dan ekstraparu karena berisiko kecacatan dan mortalitas.
diobati dengan Etambutol sebaiknya digantikan dengan
Streptomisin.
regimen • TB tulang belakang, lama pengobatan 9 – 12 bulan.
pengobatan yang • Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB, TB
milier berat, dan perikarditis TB.
sama namun • Limfadenitis TB lama pengobatan 6 bulan dan
lama pengobatan dapat diperpanjang hingga 12 bulan.
bisa berbeda:
15
Kortikosteroid pada TBEP

WHO merekomendasikan
Kortikosteroid pada TB Kortikosteroid yang
pericardial dan TB diberikan adalah:
meningitis

Deksametason 0,2-0,4
mg/kg selama 2 minggu Prednison 1mg/kg selama Tapering off selama 3-5
kemudian di tapering off 3 minggu kemudian di minggu
selama 6-8 minggu

16
TATA LAKSANA
EFEK SAMPING
OAT

17
EFEK SAMPING OAT MAYOR

18
EFEK SAMPING OAT MINOR

19
TATA LAKSANA ALERGI OAT
Apabila gatal tanpa kemerahan dan tidak ada penyebab lain, maka pengobatan simptomatis menggunakan
antihistamin. Pengobatan dengan OAT dapat diteruskan dengan observasi.

Apabila terjadi kemerahan pada kulit maka OAT harus dihentikan. Jika reaksi tersebut sudah berkurang dan
sembuh maka OAT dapat dicoba satu per satu, dimulai dengan OAT yang jarang menimbulkan alergi
(desensitisasi).

Jika saat reintroduksi ditemukan obat penyebab alergi, obat harus dihentikan.

Kontraindikasi desensitisasi: reaksi hipersentivitas yang tidak dimediasi oleh IgE (Sindrom Steven-Johnson).

Proses desensitisasi tergantung pada derajat berat-ringannya reaksi alergi.

• Derajat ringan, dilakukan single stedaily dose escalation


• Derajat berat, maka dimulai dengan dosis yang jauh lebih kecil dan dinaikkan bertahap beberapa kali dalam satu hari ( multi-step daily
20
dose escalation).
CONTOH TATA LAKSANA
SINGLE STEP DAILY DOSE ESCALATION

21
Contoh multi-step daily dose escalation dengan rifampisin

22
TATA LAKSANA HEPATITIS IMBAS
OBAT
Pengobatan TB dihentikan sampai fungsi hepar Kembali normal (ditandai dengan
SGPT < dua kali batas atas nilai normal) dan gejala klinis (mual atau nyeri perut)
menghilang.
• Apabila tidak memungkinkan tes fungsi hepar, tunggu 2 minggu setelah kuning atau jaundice dan
nyeri/tegang perut menghilang.

Apabila hepatitis imbas obat teratasi maka dilakukan reintroduksi OAT (American
Thoracic Society):
• 1. Sebaiknya dimulai dengan Rifampisin dengan atau tanpa etambutol.
• 2. Setelah 3-7 hari dan dibuktikan tidak terdapat peningkatan SGPT, maka Isoniazid dapat diberikan.
• 3. Jika pada proses reintroduksi terdapat peningkatan SGPT, maka obat terakhir yang direintroduksi
merupakan penyebab hepatitis imbas obat dan harus dihentikan.
• 4. Pada pasien dengan riwayat hepatitis imbas obat yang berat dan dapat menoleransi Rifampisin
dan Isoniazid, Pirazinamid tidak perlu dicoba untuk direintroduksi.
23
Nutrisi Untuk Pasien TB (1)
Pemberian makanan dalam porsi kecil 6 kali perhari untuk menggantikan porsi biasa tiga kali per hari.

Bentuk dan rasa makanan seyogyanya merangsang nafsu makan dengan kandungan energi dan protein cukup.

Minuman tinggi kalori dan protein dapat mencukupi peningkatan kebutuhan kalori dan protein.

Bahan-bahan makanan rumah tangga, sepetri gula, minyak nabati, mentega kacang, telur dan bubuk susu kering non lemak
dapat dipakai untuk pembuatan bubur, sup, kuah daging, atau minuman berbahan susu untuk menambah kandungan kalori
dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.

Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara
adekuat.

Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari.


24
Nutrisi Untuk Pasien TB (2)
Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver sereal, polong, kentang,
pisang dan tepung haver.

Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidak memiliki
vitamin dan dapat memperberat fungsi hepar.

Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8 gelas per hari).

Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.


• a. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.
• b. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
• c. Hentikan merokok.

25
TERAPI PEMBEDAHAN

Pembedahan dibutuhkan
dalam pengobatan Pada limfadenitis TB yang
komplikasi pada keadaan besar dan berisi cairan
Pembedahan dapat
seperti hidrosefalus, maka diperlukan
dipertimbangkan sebagai
obstruksi uropati, tindakan drainase atau
pengobatan dalam TB
perikarditis konstriktif aspirasi / insisi sebagai
ekstraparu.
dan keterlibatan saraf salah satu tindakan
pada TB tulang belakang terapeutik dan diagnosis.
(TB spinal).

26
TERAPI PEMBEDAHAN
Tindakan invasif
1. Indikasi
2. lndikasi relatif (Selain
mutlak
Pembedahan)

a. Pasien batuk darah yang a. Pasien dengan dahak


masif tidak dapat diatasi negatif dengan batuk darah Bronkoskopi
dengan cara konservatif berulang

Pungsi pleura :Cairan


b. Pasien dengan fistula dievakuasi seoptimal
bronkopleura dan empiema b. Kerusakan satu paru atau mungkin (dapat diulang).
yang tidak dapat diatasi lobus dengan keluhan Berikan kortikosteroid
secara konservatif (tappering off) pada pleuritis
eksudativa tanpa lesi paru.

Water sealed drainage


c. Sisa kavitas yang menetap.
(WSD)

27
EVALUASI PENGOBATAN (1)

Evaluasi klinis Evaluasi bakteriologis (0 - 2 - 3*


• Pasien dievaluasi secara periodik - 6 /8 bulan pengobatan)
minimal setiap bulan • Bertujuan untuk mendeteksi ada
• Evaluasi terhadap respons pengobatan tidaknya konversi dahak
dan ada tidaknya efek samping obat • Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi serta ada tidaknya komplikasi penyakit mikroskopis
• Evaluasi klinis meliputi keluhan,
klinis, bakteriologi, radiologi, dan • Sebelum pengobatan dimulai
peningkatan/penurunan berat badan, • Setelah 2 bulan pengobatan (setelah
efek samping obat, serta evaluasi pemeriksaan fisis. fase intensif)
keteraturan berobat. • Pada bulan ke-3 jika hasil mikroskopis
bulan ke-2 masih positif
• Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasilitas biakan, dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

28
EVALUASI PENGOBATAN (2)

Pemeriksaan dan evaluasi Evaluasi pasien yang telah


foto toraks dilakukan sembuh
pada: • Pasien TB yang telah dinyatakan
• Sebelum pengobatan. sembuh sebaiknya tetap
Evaluasi radiologis • Setelah 2 bulan pengobatan dievaluasi pada bulan ke-3, ke-6,
(kecuali pada kasus yang juga dan ke-12 setelah pengobatan
(0 - 2 – 6/8 bulan dipikirkan kemungkinan selesai, hal ini dimaksudkan
pengobatan) keganasan dapat dilakukan 1 untuk mengetahui kekambuhan.
bulan pengobatan). • Evaluasi meliputi kondisi klinis,
• Pada akhir pengobatan. mikroskopis BTA dahak dan foto
toraks (sesuai indikasi/bila ada
gejala TB).

29
TATA LAKSANA
TUBERKULOSIS
ANAK

30
Rejimen tata laksana TBC SO ANAK
Diagnosis Fase Fase
Intensif Lanjutan

● TBC paru tidak terkonfirmasi bakteriologis 2HRZ 4HR


● TBC kelenjar intratoraks tanpa obstruksi saluran respiratori
● TBC kelenjar

● TBC paru pada remaja usia ≥15 tahun tanpa 2RHZE 4HR
memandang
klasifikasi dan keparahan
● TBC paru terkonfirmasi bakteriologis 2HRZE 4HR
● TBC paru kerusakan luas
● TBC paru dengan HIV
● TBC ekstra paru kecuali meningitis TBC, TBC tulang & milier

● Meningitis TBC, TBC tulang, dan TBC milier 2HRZE 10 HR


Regimen: 2HPMZ/2HPM
Regimen: INH, Rifapentin, Moxifloxacin, Pirazinamid
Syarat:

Usia 12 tahun

Berat badan 40 kg

Dapat diberikan pada remaja tanpa atau dengan HIV (kadar
CD4 100 sel/mmk).
Saat ini rejimen belum disediakan di program TBC nasional
Rejimen jangka pendek TBC paru sensitif obat anak
Durasi & regimen terapi
Usia dan beratnya TBC
Fase intensif Fase lanjutan
Anak dan remaja usia 3 bulan-<12 tahun
TBC paru tidak berat 2RHZ 2RH
TBC kelenjar
Remaja usia ≥12 tahun
TBC paru tanpa mempertimbangkan 2 HPZM* 2 HPM*
derajat penyakit
HANYA DIBERIKAN OLEH DOKTER ANAK
DI FKTRL
Regimen: 2RHZ/2RH
Syarat:
 Usia 3 bulan - 12 tahun
 Dilakukan pemeriksaan HIV dan hasilnya negatif
 Dilakukan pemeriksaan TCM atau BTA dengan hasil negatif
 Dilakukan pemeriksaan Rontgen toraks, hasilnya TBC tidak berat:
- TBC kelenjar getah bening intratoraks tanpa obstruksi jalan napas
- Kelainan hanya pada satu sisi paru tanpa kavitas atau gambaran milier
- Tidak disertai efusi pleura
• Gejala TBC ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit:
- Tidak terdapat tanda bahaya
- Tidak ada wheezing asimetrik dan persisten
- Bukan TBC ekstra paru selain TBC kelenjar
- Tidak ada: malnutrisi berat, distres napas, demam tinggi (≥39°C), sangat
pucat, gelisah, gangguan kesadaran atau letargi
Anak dan remaja dengan BB >30 kg

Pada anak dan remaja dengan berat badan >30 kg diberikan OAT KDT dewasa, yang diberikan setiap
hari baik pada fase intensif maupun fase lanjutan.

Saat ini di Indonesia tersedia dua macam paket OAT KDT dewasa fase lanjutan, yaitu “KDT harian”
(75/150) diberikan setiap hari dan “KDT intermiten” (150/150) diberikan 3 kali seminggu.

Jika hanya tersedia KDT intermiten, maka untuk fase lanjutannya diberikan setiap hari dengan dosis sesuai
berat badan dengan memperhatikan dosis maksimal per hari.
Contohnya:
Anak dengan berat badan 50 kg.
Dosis INH berdasarkan berat badan: 10 mg per kg BB → 500 mg.
Dosis INH maksimal per hari: 300 mg.
Dosis Rifampisin berdasarkan berat badan: 15 mg per kgBB → 750 mg
Dosis Rifampisin maksimal perhari: 600 mg
Pada pasien ini obat KDT RH 150/150 yang diberikan pada fase lanjutan: 2 tab KDT RH 150/150
ditambah dengan Rifampisin lepasan 300 mg
Tata laksana
lain
Kortikosteroid
- meningitis TBC, sumbatan jalan napas akibat TBC kelenjar,
perikarditis TBC
- Prednison:2 mg/kg/hari, dapat diberikan sampai 4 mg/kg/hari
pada kasus berat (maksi60 mg/hari) selama 4 minggu kemudian
tappering off
- Alternatif: Dexametason 0,3-0,6 mg/kg/hari

Piridoksin
- Diberikan pada: malnutrisi berat, HIV, dan DM
- dosis 0,5-1 mg/kg/hari
Tanda Bahaya pada
Anak
Tata ruang udara ruang isolasi
kelas S (standar)

Merupakan sistem yang menjamin udara bergerak dan terjadi pertukaran antar udara di dalam
Gedung dengan udara dari luar.

Ruangan dirancang dengan ventilasi yang baik dengan pembuangan udara terkontaminasi yang
efektif, penurunan konsentrasi droplet nuclei infeksius sehingga dapat mengurangi risiko infeksi

Pertukaran udara direkomendasikan air changes per hours (ACH) ≥ 12x/jam, dan arah aliran udara
yang diharapkan dapat dicapai dengan ventilasi alami atau mekanis.
38
Tidak dianjurkan memasang kipas angin pada langit-langit (ceiling fan) dan tidak menggunakan AC
sentral.

seri Perencanaan Pedoman Teknis Ruang Isolasi. Kemenkes RI. 2015.


Design Ventilasi Ruang Tertutup

39
Sistem Tata Udara Pada Kelas N
(Tekanan Negatif)
Suhu ruang isolasi 24-26o C

Kelembaban 30-60% Relative Humidity (RH)  Jika belum mencapai,


gunakan unit dehumidifier desiccant base untuk menurunkan kelembaban.

Pertukaran udara 12x per jam atau 145 liter per detik per udara supply
40

Tekanan udara (diukur menggunakan magnehelic)

Seri Perencanaan Pedoman Teknis Ruang Isolasi. Kemenkes RI. 2015


Menghitung ACH

41
Menghitung ACH

42
REKOMENDASI
TATA LAKSANA
TUBERKULOSIS
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis, 2020

43
Rekomendasi
Rekomendasi WHO untuk pengobatan TB HIV pada fase intensif dan lanjutan
diberikan setiap hari, tidak direkomendasikan terapi intermiten (Rekomendasi A)

Jika rifampisin tetap akan digunakan Bersama lopinavir/ritonavir (LPV/r), terutama


pada meningitis TB, maka dianjurkan untuk meningkatkan dosis LPV/r menjadi 2 kali
dari dosis normal (Rekomendasi B)

Durasi pengobatan tuberkulosis saluran urogenital adalah 6 bulan untuk kasus tanpa
komplikasi. Terapi 9-12 bulan diberikan pada kasus dengan komplikasi (kasus kambuh,
imunospresi dan HIV/AIDS)

Nefrektomi direkomendasikan pada pasien dengan hipertensi akibat komplikasi


nefropati tuberculosis (Rekomendasi B)

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, 2020 44


Rekomendasi TB meningen
Setiap pasien TB meningen harus dilakukan CT-scan kepala dengan kontras sebelum diterapi atau dalam 48 jam
pertama terapi
• CT-scan kepala membantu diagnosis TB meningen dan memberikan informasi untuk pertimbangan intervensi bedah pada hidrosefalus
• Pasien tuberkuloma serebral atau tuberkulosis spinal sebaiknya dilakukan MRI untuk menentukan intervensi bedah dan melihat respons terapi
• Foto toraks harus dilakukan pada seluruh pasien TB meningen

Paduan obat terapi lini pertama tuberkulosis sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan.

Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa memandang tingkat keparahan

Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari metil prednisolon 0,4 mg/kgBB/hari atau
prednison/deksametason/ prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu lalu tappering off

Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis dan tuberkulosis vertebra dengan paraparesis

Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi ekstradural yang menyebabkan paraparesis
(Rekomendasi A)

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, 2020 45


Rekomendasi TB ekstra paru

Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan koeksistensi TB paru.

Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila histologi dan gambaran
klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis.

Pasien dengan TB ekstraparu, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti
dengan 4-7 bulan INH dan RIF)

TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang dan sendi, OAT diberikan selama
9-12 bulan.

Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan pericardial (Rekomendasi A)

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, 2020 46


Rekomendasi TB anak
Pemeriksaan IGRA mempunyai potensi keunggulan dibanding uji tuberkulin, namun studi pada anak
belum banyak. Harga pemeriksaan IGRA relatif mahal dan belum tersedia di semua wilayah Indonesia.

Pemeriksaan serologi, LED dan hitung jenis yang limfositer tidak direkomendasikan untuk diagnostik TB
pada pasien dewasa maupun anak.

Uji tuberculin merupakan alat diagnosis yang paling baik untuk membuktikan adanya infeksi TB
(Rekomendasi A)

Sistem skoring hanya digunakan di fasilitas Kesehatan primer yang terbatas, baik keterbatasan tenaga
medis maupun perangkat diagnosis

Kasus yang meragukan harus dirujuk ke fasilitas Kesehatan yang lebih lengkap

Untuk fasilitas layanan kesehatan yang lebih lengkap, system skoring dapat digunakan sebagai penapisan
awal, namun harus dilengkapi dengan pemeriksaan diagnosis yang lebih lengkap.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, 2020 47


Rekomendasi TB laten
TB laten dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan uji tuberkulin maupun
IGRA. IGRA tidak direkomendasikan untuk penegakan TB aktif. (Rekomendasi A)

Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita
TB aktif harus diobati TB laten dengan INH 6-9 bulan.

Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki
kontak erat dengan pasien TB aktif dan setelah dievaluasi seksama, tidak menderita
TB aktif, harus diobati TB laten dengan INH 6 bulan atau 3HP. (Rekomendasi A)

Kelompok risiko tinggi lain TB laten: kanker dalam kemoterapi, steroid jangka panjang,
DM, imunosupresan lain, hemodialisa, transplantasi organ, mendapat TNFα
(Rekomendasi B)
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, 2020 48
DEFINISI HASIL PENGOBATAN
SEMBUH
• Hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan dan menjadi negatif diakhir pengobatan
dan salah satu dari pemeriksaan sebelumnya

LENGKAP
• Menyelesaikan pengobatan lengkap, hasil pemeriksaan negatif sebelum akhir pengobatan, namun tidak
ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis

GAGAL
• Hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama masa
pengobatan, adanya bukti resistensi obat

MENINGGAL
• Meninggal akibat apapun sebelum atau masa pengobatan

PUTUS OBAT
• Terputus 2 bulan berturut-turut

TIDAK DIEVALUASI
• Tidak diketahui hasil akhir pengobatannya

49
KESIMPULAN
TB masih merupakan beban Kesehatan di dunia, Indonesia peringkat kedua dunia

TBEP semakin meningkat seiring meningkatnya infeksi HIV dan penyakit imunokompromais lainnya

TB dapat menginfeksi paru dan organ luar paru (TBEP)

Pada pasien imunokompromais, TB laten dapat reaktivasi menjadi TBEP

Diagnosis TBEP dilakukan sesuai lokasi lesi tuberculosis, dilakukan pemeriksaan TCM untuk jaringan dan
LCS
Berdasarkan hasil penelitian meta analisis WHO merekomendasikan paduan standar untuk TB paru kasus
baru adalah 2RHZE/4RH (Rekomendasi A)
Pengobatan TBEP dengan pemberian OAT 6 bulan, atau diperpanjang sampai 9– 18 bulan tergantung lesi
tuberculosis

50
Terima Kasih
51
DISKUSI
• Puskesmas Gombong II
Untuk klien ILTB, jika dalam perjalanannya kemudian muncul gejala, tatalaksana berikutnya
bagaimana?
Klien ILTB tetap harus diobservasi selama menjalankan TPT. Klien tersebut tetap harus dilakukan
pemeriksaan TBC secara terstandar menggunakan TCM apabila di perjalanannya ditemukan gejala
TBC. Idealnya tidak boleh mengobati TBC tanpa dilakukan penegakan diagnosis melalui bakteriologis
(TCM). Dokter diharapkan dapat memberikan edukasi terkait proses pengambilan spesimen pada
pasien. Apabila bergejala, maka diobati terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang muncul.

Skrining TBC-DM dilakukan dengan rontgen dan dilanjutkan dengan TCM. Program Nasional belum
mengakomodir skrining TBC-DM menggunakan Tuberkulin. TBC disebut sebagai “the great imitator”
yang menjadikan gambaran rontgennya dapat menyerupai diagnosis lainnya. Jika ada pasien DM
dengan gejala mengarah ke TBC, maka dapat dilakukan pemeriksaan diagnosis menggunakan TCM.

52
DISKUSI
• Puskesmas Pejagoan
Investigasi kontak kasus TBC antara pasien dewasa (sudah dicek TCM dengan hasil negatif,
apakah tetap perlu dicari ILTBnya? Apabila skoring anak hasilnya =6, apakah perlu dilakukan
foto thorax?

Tuberkulin Skin Test dapat diberikan pada klien tanpa gejala. Apabila diTCM, menandakan
bahwa terdapat gejala. Jika bergejala dengan TCM negatif, maka dilakukan pemeriksaan
penunjang lain. Jika kontak erat serumah tanpa gejala dengan TST positif, maka dapat
dilakukan pemberian TPT. Penting untuk melakukan edukasi terkait penularan TBC (melalui
percikan dahak-batuk/bersin: minimal menggunakan masker selama 2 bulan, menunggu
evaluasi BTA negatif)
Penegakan diagnosis pada anak tidak terlalu menitikberatkan pada jumlah skor. Melainkan
mempertimbangkan gejala klinis dan kontak. Apabila masih ragu, maka dapat dirujuk untuk
pemeriksaan rontgen.
53

Anda mungkin juga menyukai