Dosen Pengampu :
Nuri Handayani, M. Farm., Apt
DISUSUN OLEH :
TINGKAT 1 KELAS A
PRODI DIII FARMASI TASIKMALAYA
POLTEKKES KEMENKES
TASIKMALAYA 2021
POLITEKNIK KESEHATAN KEMKES
TASIKMALAYA JURUSAN FARMASI TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III FARMASI TASIKMALAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
TUJUAN :
Mahasiswa mampu mampu memahami dan mengkorelasikan Antibiotik golongan beta
laktam pada berbagai penyakit infeksi.
METODE :
Studi kasus dan diskusi
STUDI KASUS :
Kasus 1.
Pasien anak usia 10 bulan (BB 7,7 kg) dirawat di rumah sakit dengan keluhan demam sejak 4
hari yang lalu, batuk berdahak, pilek, sulit untuk makan dan minum. Dari hasil pemeriksaan
pasien didiagnosa mengalami pneumonia. Obat yang diterima pasien yaitu Amoksisilin 3 x
240 mg, Combiven nebu per 6 jam, Sanble plek 4x0,6 mL, KAEN 3B infus.
Pertanyaan :
1. Tentukanlah Subjektif dari kasus diatas !
2. Tentukanlah Objektif dari kasus di atas !
3. Apakah tujuan terapi pada kasus di atas?
4. Bagaimakah mekanisme kerja masing2 obat di atas ?
5. Berapakah dosis lazim masing-masing obat ?
6. Jelaskan terapi non-farmakologi
7. Jelaskan informasi obat yang harus diterima pasien
Jawaban :
Definisi Penyakit Pneumonia
Pneumonia secara klinis didefinisikan sebagi suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur dan parasit, akan tetapi tidak
termasuk yang disebabkan oleh bakteri M.tuberculosis. Pneumonia komuniti atau community
acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Epidemiologi
pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk membandingkan hal itu sangat
sedikit terutama di negara berkembang.
Di Amerika Serikat pneumonia menjadi penyebab kematian utama diantara penyakit
infeksi, tiap tahun terdapat 5-6 juta kasus CAP dengan 1,1 juta pasien yang dirawat dan 45
ribu pasien mengalami kematian akibat pneumonia. Di Indonesia berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa insidens dan prevelens pneumonia sebesar 1,8
persen dan 4,5 persen.
Pneumonia dapat menyerang semua kelompok umur, akan tetapi angka kematian
lebih tinggi pada kelompok usia lebih dari 60 tahun dibandingkan usia 50 tahun yaitu 2-4 kali
lebih tinggi. Sedangkan pada balita pneumonia merupakan penyebab kematian utama 87
balita di dunia, diperkirakan mencapai 2 juta kematian balita akibat pneumonia dari 9 juta
kematian pada balita. Olehkarena tingginya angka kematian akibat pneumonia akan tetapi
sering tidak disadari maka pneumonia mendapat julukan “the forgotten pandemic”.
3. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada kasus pneumonia yang dialami pasien usia 10 bulan (BB 7,7
kg) adalah eradikasi patogen dan penyembuhan penyakit serta menurunkan mordibitas.
(ISO Farmakoterapi 2013 : 774).
Pendekatan dalam terapi pneumonia yaitu:
- Tetapkan fungsi pernapasan, tanda-tanda sakit sistemik: dehidrasi, sepsis, (koleps)
- Terapi suportif : oksigen, cairan penggantian, bronkodilator, fisioterapi dada, nutrisi
dan pengendalian demam
- Pencegahan dengan vaksin terhadap S.pneumonia dan H. influenzoe
Evaluasi terapi dilakukan dengan penilaian, waktu hilangnya batuk, produk sputum,
adanya gejala. Kemajuan dalam 2 hari pertama, dan lengkap hilang 5-7 hari. Nk:
SDP, ronsen, gas darah.
b. Combivent
Combivent produksi Boehringer Ingelhemin (ISO Vol 52, 2019 : 355)
- dosis dewasa akut attact 1-2 unit vial
- Maintenant Treatment 3 – 4 x 1 unit vial dosis sehaari secara nebulasi atau
inhalasi Pemberian dosis tergantung pada keparahan gejala
c. San-B-Plek
Anak : 0-6 mL setiap hari
Bayi : 0,3 mL setiap hari, diminum sesudah makan (Klik, Dokter)
d. KA-EN B2 infus
KA-EN merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan obat keras sehingga pada
setiap penggunaannya harus berdasarkan resep dokter. Penggunaan KA-EN injeksi
harus dibantu oleh tenaga ahli medis. Dosis pemberian bersifat individual, umumnya,
dosis untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 2 tahun dan berat badan lebih dari 15 kg
adalah 50-100 mL/jam
6. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi pada penyakit pneumonia yang dapat diberikan yaitu
istisrahat, pemberian O2, asupan cairan yang cukup, hidrasi untuk mengencerkan sekresi,
teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko
atelektasis dan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan memperbaiki fungsi sistem imun agar tubuh mampu mengeradikasi
infektor penyebab patologi tersebut (Depkes RI, 2005)
7. Informasi obat yang harus diterima pasien
Pemberian informasi obat (PIO) kepada pasien merupakan kegiatan pemberian
informasi kepada pasien mengenai obat dan pengobatan dengan harapan memberikan
pemahaman tentang peranan obat pada penyembuhan penyakit. Umumnya pasien akan
menerima informasi obat setelah mereka mendapatkan obat. Adapun informasi yang
didapat diantaranya mencakup: nama obat, bagaimana obat diminum, berapa kali obat
diminum, kapan waktu minum obat, dosis obat, jika obat lupa diminum, kegunaan obat,
efek samping obat dan interaksi obat.
Untuk kasus pasien anak-anak (BB 7,7 kg) dengan diagnosis menderita
pneumonia maka wali pasien harus menerima informasi obat sebagai berikut:
Combivent
Nama obat : Combivent
Bagaimana Obat digunakan : Dengan nebulizer atau inhalasi
Berapa kali diminum : 3-4 dd 2 dosis semprotan dari 20 mcg
Kapan waktu minum : Saat sakit pneumonia atau terasa sesak
Dosis Obat : 1 unit vial dosis sehari secara nebulasi
Terapi serangan akut: 1 unit dosis, pada
kasus yang parah, jika serangan tidak
dapat diredakan dengan pemberian satu
unit dosis, mungkin diperlukan dua unit
dosis, pada kasus tersebut, pasien harus
segera berkonsultasi dengan dokter atau
menuju ke rumah sakit terdekat;
Terapi pemeliharaan: satu unit dosis tiga
atau empat kali sehari;
Overdosis: pemberian sediaan obat
penenang untuk kasus overdosis parah,
penghambat reseptor beta, terutama
selektif beta-1, cocok digunakan
sebagai antidot spesifik, namun,
kemungkinan terjadinya peningkatan
obstruksi bronkus harus diperhitungkan
dan dosis harus disesuaikan dengan
hati-hati pada pasien yang menderita
asma bronkial.
Jika obat lupa diminum : Jangan memakan obat 2x lipat dosis
diwaktu yang sama
Kegunaan obat : Bronkospasmus, yang diikuti dengan
obstruktif pulmonary distase dan serangan
asma akut yang memerlukan lebih dari 1
bronkodilator
Efek samping obat : ESO jarang terjadi, dan biasanya mulut
kering, mual, muntah, sakit kepala, dan
pusing
Interaksi Obat : Peningkatan risiko
terjadinya hipokalemia, jika digunakan
dengan digoxin dan obat diuretik.
Penurunan efektivitas Combivent, jika
digunakan bersama obat penghambat
beta.
Peningkatan efek samping
kardiovaskular, jika digunakan bersama
halotan, trichloroethylene, dan
enflurane.
Peningkatan efektivitas Combivent, jika
digunakan dengan obat golongan agonis
beta, obat turunan xanthine, serta obat
antikolinergik sistemik.
San-B-Plek
Nama obat : San-B-Plek
Bagaimana Obat diminum : Sesudah Makan
Kapan waktu minum : Diberikan bersama makanan
Dosis Obat : Anak 0,6 mL/hari, dan bayi 0,3 mL/hari
Jika obat lupa diminum : Jangan memakan obat 2x lipat dosis
diwaktu yang sama
Kegunaan obat : Suplemen makan bayi dan anak,
merangsang nafsu makan
Efek samping obat : Belum ada efek samping yang dilaporkan
Kontra indikasi : Hipersensitif
KA-EN B2 Infus
Nama obat : KA-EN B2 Infus
Bagaimana Obat digunakan : Diberikan dalam bentuk cairan infus
Kapan waktu minum : Hanya digunakan saat pasien kekurangan
elektrolit
Dosis Obat : Obat Keras. Harus dengan Resep Dokter.
Dosis bersifat individual, disesuaikan
dengan berat badan, usia, dan kondisi
pasien.
ISO, 2019. Antimikroba-Antibiotik, dalam : Informasi Spesialis Obat Indonesia Vol 52. PT.
ISFI Penerbitan : Jakarta
ISO Farmakoterapi. 2013. Infeksi Saluran Pernafasan, dalam : Iso Farmakoterapi buku 1
Cetakan ke 3, PT ISFI Penerbitan : Jakarta
MIMS, 2019. Asthma, dalam : MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 19. Bhuana Ilmu Populer
(Kelompok Gramedia) : Jakarta
Mulyanti Yuli, and Dinar. 2017. Data Subjektif dan Objektif Diagnosis Pasien, dalam :
Bahan Ajar Dokumentasi Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. [e- book]
Mutschler, Ernest. 1991. Saluran Nafas, dalam : Dinamika Obat Farmakologi dan
Toksikologi Edisi Kelima, PT. Penerbit ITB ; Bandung
Nathan, A, 2010. Non-prescription Medicines. USA: Pharmaceutical Press
Salam, Syamsul Hilal. 2016. “Dasar-Dasar Terapi Cairan Dan Elektrolit.” Bahan Kuliah FK
Unhas 2: 1–21.
Salwan, Hasri, Agus Firmansyah, Aswitha Boediarso, Badriul Hegar, Muzal Kadim, Fatima
Safira Alatas, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
and RS Cipto Mangunkusumo. 2008. “Gambaran Kadar Natrium Dan Kalium Plasma
Berdasarkan Status Nutrisi Sebelum Dan Sesudah Rehidrasi Pada Kasus Diare Yang
Dirawat Di Departemen IKA RSCM Alamat Korespondensi” 9 (6).
Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2015. Antibiotika & Analgetik Perifer, dalam :
Obat- Obatan Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi 7. PT
Elek Media Komputindo Kompas Gramedia : Jakarta
Santoso, Budhi. 2017. Update on Fluid and Nutrition Support in Hospitalized TB Patients.
Tersedia di https://spesialis1.pikr.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/Fluid-
and-Nutrition-Therapy-for-Hpt-TB-Patients-dr.Budhi-Santoso.pdf di akses pada 07
April 2021
POLITEKNIK KESEHATAN KEMKES
TASIKMALAYA JURUSAN FARMASI TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III FARMASI TASIKMALAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
TUJUAN :
Mahasiswa mampu mampu memahami dan mengorelasikan Antibiotik tetrasiklin, makrolida,
klindamisin, kloramfenikol , aminoglikosida dan streptomisin pada berbagai penyakit infeksi.
METODE :
Studi kasus dan diskusi
STUDI KASUS :
Kasus 1 :
Seorang Mahasiswi (19 tahun) datang ke IGD dengan keluhan utama demam sejak 4 hari
yang lalu. Suhu tubuh meningkat pada malam hari. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu
sakit kepala, mual, akan tetapi tidak muntah, perut terasa sakit dan nafsu makan menurun.
Buang air kecil lancar, belum buang air besar selama 2 hari. Pasien sudah berobat
kepuskesmas 3 hari yang lalu, tetapi keluhannya belum membaik sehingga keluarganya
memutuskan untuk dibawa ke RS.
Hasil pemeriksaan : Kondisi tubuh lemah, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit.
Nadi : 20 x/menit, Salmonella typhi : +, Suhu: 39,5 °C, BB : 46 kg. Lidah kotor (+). Dari
hasil pemeriksaan dokter, pasien didiagnosa mengalami demam tifoid. Terapi yang didapatkn
pasien yaitu Kloramfenikol, Parasetamol, Vitamin B complek.
Pertanyaan :
1. Tentukanlah Subjektif dari kasus diatas !
2. Tentukanlah Objektif dari kasus di atas !
3. Apakah tujuan terapi pada kasus di atas?
4. Bagaimakah mekanisme kerja masing2 obat di atas ?
5. Berapakah dosis lazim masing-masing obat ?
6. Jelaskan terapi non-farmakologi
7. Jelaskan informasi obat yang harus diterima pasien
Jawaban :
Demam tifoid (typhoid fever, enteric fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C. Salmonella merupakan
mikroorganisme gram negatif yang berbentuk batang, genus bakteri dan suku (tribus)
Salmonellae, famili Enterobactericeae (Ramali and Pamontjak, 2002). Demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Anderson et al.,
2003).
Masa tunas demam tifoid berlangsung selama 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul
amat bervariasi. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, diare atau obstipasi, perasaan tidak enak di perut, batuk dan apistaksis. Pada
pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-
gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor ditengah,
tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, meterokmus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis (Prabu, 1996).
3. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada kasus demam typoid yang dialami pasien mahasiswa (19 tahun)
adalah mempercepat penyembuhan, meminimalkan komplikasi sekaligus untuk mencegah
penyebaran penyakit (Supari, 2006)
Responsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP-
nya ca 25%, plasma-t1/2-nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada
hubungannya. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang
diekskresikan dengan kemih sebagai konjugat-glukuronida dan sulfat.
c) Vitamin B Kompleks
Vitamin B kompleks adalah suatu grup dari beberapa vitamin B, yang
berperan sebagai co-faktor enzim atau prekursor, pada berbagai proses metabolisme
asam amino dan karbohidrat. Vitamin B kompleks terdiri dari gabungan dua atau
lebih vitamin B yang dapat meliputi B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niacin), B5
(Asam pantotenat), B6 (Piridoksin), B9 (Asam folat), dan B12 (Kobalamin).
Vitamin B12 adalah vitamin yang bermanfaat untuk pembentukan protein, sel
darah, dan jaringan. Kebutuhan vitamin B12 harian bisa didapatkan melalui makanan
atau suplemen tambahan. Vitamin B12 secara alami banyak terkandung dalam ikan,
kerang, daging, hati, telur, susu, yoghurt, dan keju. Selain itu, vitamin B12 juga dapat
ditemukan pada sereal yang sudah difortifikasi atau diperkaya dengan vitamin ini.
b) Paracetamol
Dalam buku Obat-obatan Penting karya Tjay, and Rahardja, 2015 halaman 318,
disebutkan bahwa dosis paracetamol
Untuk nyeri dan demam : Oral 2-3 dd 0,5-1 g, maks 4g/hari
Penggunaan kronik : Maks 2,5 g/hari
Anak-anak : 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12
bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun
180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 x sehari
Rektal : 20 mg/kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g,
anak- anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4
tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd 240 mg
dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g.
Sementara dalam buku ISO Indonesia Vol. 52, 2019 dosis paracetamol yaitu:
Dewasa : Sehari 3-4 kali 1-2 kaplet, atau sesuai
dengan petunjuk dokter
anak-anak : Sehari 3-4 kali ½ - 1 kaplet
c) Vitamin B Kompleks
Dalam buku ISO vol 52 : 401 dosis vitamin B Kompleks untuk pencegahan dan
pengobatan yaitu 1-2 tablet sehari.
6. Terapi non-farmakologi
Adapun penatalaksanaan terapi non-farmakologi untuk pasien demam tifoid
adalah:
Paracetamol
Nama obat : Paracetamol
Bagaimana Obat diminum : Sesudah Makan
Berapa kali diminum : 3x1
Kapan waktu minum : prn (bila perlu/bila pasien merasa demam)
Dosis Obat : 0,5 – 1 gram
Jika obat lupa diminum : Jangan memakan obat 2x lipat dosis
diwaktu yang sama
Kegunaan obat : Menurunkan demam
Efek samping obat : Efek samping jarang, kecuali ruam kulit,
kelainan darah, pankreatitis akut
dilaporkan setelah jangka panjang, penting
pada kerusakan hati (dan lebih jarang
kerusakan
ginjal) setelah overdosis.
Interaksi obat : Resin penukar anion : kolestiramin
menurunkan absorpsi paracetamol
Antikoagulan: penggunaan paracetamol
dalam waktu yang lama mungkin
meningkatkan warfarin.
Metoklopramid dan domperidon
mempercepat absorbsi paracetamol
(efek meningkat)
Peringatan : Penggunaan paracetamol, terutama
dalam jangka panjang, perlu
diperhatikan pada pasien dengan:
Penyakit hepar kronis dekompensata
Hipovolemia berat
Malnutrisi kronis
Defisiensi G6PD
Fenilketonuria
Konsumsi alkohol dalam jangka waktu
lama
Pada pasien dengan hipovolemia berat
seperti saat dehidrasi atau kehilangan
darah serta pasien dengan malnutrisi
kronis, diperlukan pengurangan dosis
paracetamol karena akan meningkatkan
risiko kerusakan hepar
Pada pasien asthma yang dapat dipicu
oleh aspirin, penggunaan paracetamol,
terutama pada produk paten yang
mengandung sulfida pada
komponennya, dapat memicu terjadinya
asthma bahkan menimbulkan reaksi
anafilaksis. Selain sulfit, komponen
pada produk paten paracetamol yang
perlu diperhatikan adalah aspartam
yang jika dimetabolisme akan
menghasilkan fenilalanin yang
berbahaya bagi pasien fenilketonuria
Vitamin B Kompleks
Nama obat : Vitamin B Kompleks
Bagaimana Obat diminum : SesudahMakan
Berapa kali diminum : 2 x 1 sehari
Jika obat lupa diminum : Jangan memakan obat 2x lipat dosis
diwaktu yang sama
Kegunaan obat : Mencegah dan mengobati defisiensi
vitamin b kompleks
Efek samping obat : Efek samping vitamin B kompleks jarang
ditemukan. Beberapa efek samping yang
mungkin terjadi adalah diare ringan,
polisitemia vera, thrombosis vaskular perifer,
dan syok anafilaktik. Rasa tidak nyaman atau
nyeri juga
dapat dirasakan pada pemberian intramuskular
Interaksi obat : Kandungan pyridoxine pada vitamin B
kompleks dilaporkan menyebabkan
penghancuran perifer dari levodopa sehingga
mengurangi efektivitasnya
Kontra indikasi : Hipersensitivitas terhadap thiamine atau
komponen lain pada formula
Perhatian : Hati-hati pada pasian yang mendapat
levodopa
:
DAFTAR PUSTAKA
Derivatif Kusumaningtyas. 2009. “Identifikasi Drug Related Problems ( Drps ) Pada Pasien
Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri Tahun
2007 Skripsi Derivatif Kusumaningtyas Fakultas Farmasi.” Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
ISO, 2019. Antimikroba-Antibiotik, dalam : Informasi Spesialis Obat Indonesia Vol 52. PT.
ISFI Penerbitan : Jakarta
ISO Farmakoterapi. 2013. Infeksi Saluran Cerna, dalam : Iso Farmakoterapi buku 1 Cetakan
ke 3, PT ISFI Penerbitan : Jakarta
MIMS, 2019. Demam, dalam : MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 19. Bhuana Ilmu Populer
(Kelompok Gramedia) : Jakarta
Mulyanti Yuli, and Dinar. 2017. Data Subjektif dan Objektif Diagnosis Pasien, dalam :
Bahan Ajar Dokumentasi Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. [e- book]
Mutschler, Ernest. 1991.Profilaksis dan terapi penyakit infeksi, dalam : Dinamika Obat
Farmakologi dan Toksikologi Edisi Kelima, PT. Penerbit ITB ; Bandung
Nathan, A, 2010. Non-prescription Medicines. USA: Pharmaceutical Press
Pratama, Enggel Bayu. 2018. “Upaya Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Dengan
Demam Tifoid.” Journal of Pharmaceutical Science and Medical Research 1 (2):
5. https://doi.org/10.25273/pharmed.v1i2.3034.
Rahmasari, Vani, and Keni Lestari. 2018. “Review: Manajemen Terapi Demam Tifoid:
Kajian Terapi Farmakologis Dan Non Farmakologis.” Farmaka 16 (1): 184–95.
Suwandi, Jhons Fatriyadi, and Jefri Sandika. 2017. “Sensitivitas Salmonella Thypi Penyebab
Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2015. Antibiotika & Analgetik Perifer, dalam :
Obat- Obatan Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi 7. PT
Elek Media Komputindo Kompas Gramedia : Jakarta
Sumber : Internet