CHOLECYSTOLITHIASIS
Disusun Oleh:
Calvin 190131033
Pembimbing:
MEDAN
2022
CHOLECYSTOLITHIASIS
LAPORAN KASUS
Pembimbing:
Calvin 190131033
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas penyertaannya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Cholecystolithiasis” ini dengan baik. Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior
Program Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Bedah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. dr. Asrul, SpB-KBD atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-
baiknya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang turut
membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
perbaikan laporan kasus ini di kemudian hari. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu kesehatan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan Makalah...........................................................................................1
1.3 Manfaat Makalah.........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Kandung Empedu.......................................................................................3
2.1.1 Anatomi............................................................................................3
2.1.2 Fisiologi...........................................................................................5
2.2 Cholecystolithiasis / Kolelitiasis................................................................7
2.2.1 Definisi.............................................................................................7
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................7
2.2.3 Klasifikasi........................................................................................8
2.2.4 Faktor Risiko....................................................................................10
2.2.5 Patogenesis.......................................................................................12
2.2.6 Patofisiologi.....................................................................................13
2.2.7 Manifestasi Klinis............................................................................14
2.2.8 Diagnosis..........................................................................................15
2.2.9 Tatalaksana.......................................................................................16
2.2.10 Komplikasi......................................................................................17
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT....................................................................18
BAB 4 KESIMPULAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2014).
3
4
2.1.2 Fisiologi
Pembentukan Cairan Empedu
Organ yang mensekresi empedu adalah hepar, dimana setiap harinya
dihasilkan 600-1000 ml/hari. Fungsi empedu adalah untuk pencernaan dan
absorpsi lemak serta membantu mengabsorpsi produk akhir lemak yang sudah
dicerna oleh membran mukosa intestinal. Empedu juga mengekskresi hasil
perombakan darah, salah satunya adalah bilirubin. Bilirubin merupakan hasil
pemecahan hemoglobin dan kelebihan kolesterol (Guyton dan Hall, 2014).
6
Empedu disekresi oleh hepar melalui 2 tahap. Pertama, disekresi oleh sel
hepatosit, mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat organik.
Lalu akan dibawa menuju kanalikulus biliaris kecil yang terletak di antara sel
hepar. Kemudian empedu akan masuk septa interlobularis, mengosongkan
empedu ke dalam duktus biliaris terminalis, masuk ke duktus yang lebih besar dan
mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis. Nantinya empedu akan
dikeluarkan menuju ke duodenum langsung atau menuju kandung empedu melalui
duktus sistikus (Guyton dan Hall, 2014).
Pembentukan Garam Empedu
Empedu terdiri dari beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu yang
merupakan derivat kolesterol, listin, kolesterol, serta bilirubin dalam cairan
alkalis. Garam empedu membantu pencernaan lemak di usus dengan
mengemulsifikasikan lemak besar untuk menjadi butiran lemak kecil. Garam
empedu didaur ulang melalui siklus enterohepatik, yang nantinya diekskresi ke
dalam empedu lalu menuju duodenum kemudian diserap ileum melalui suatu
mekanisme transport aktif di ileum terminal. Nantinya garam empedu akan
kembali menuju sistem portal untuk diekskresikan kembali ke dalam empedu
(Sherwood, 2014).
Garam empedu terdiri dari 2 bagian yaitu bagian larut lemak dan larut air
sehinga dapat diserap oleh permukaan lemak. Gerakan usus memecah gumpalan
lemak besar menjadi lemak yang lebih kecil, dan dengan bantuan garam empedu
mencegah butiran kecil untuk membentuk gumpalan besar. Selain itu, garam
empedu juga membantu penyerapan lemak. Garam empedu akan bercampur
dengan kolesterol dan lesitin lalu membentuk misel (Sherwood, 2014).
Misel terdiri dari permukaan hidrofilik dan inti hidrofobik sehingga misel
dapat melarutkan senyawa tidak larut air. Pembentukan misel berpengaruh pada
homeostasis kolesterol. Jumlah kolesterol yang dapat diangkut dalam bentuk misel
bergantung pada jumlah garam empedu dan lesitin. Apabila terjadi
ketidakseimbangan kolesterol dengan lesitin dan garam empedu, kolesterol akan
terakumulasi dalam empedu menjadi mikrokristal yang menggumpal sehingga
memicu terjadinya batu empedu (Sherwood, 2014).
7
Komposisi Empedu
Tabel 2.1 Komposisi Empedu (Guyton dan Hall, 2014)
Empedu Hati Empedu Kandung
Empedu
Air 97.5 g/dL 92 g/dL
Garam kolesterol 1.1 g/dL 6 g/dL
empedu
Bilirubin 0.04 g/dL 0.3 g/dL
Kolesterol 0.1 g/dL 0.3-0.9 g/dL
Asam Lemak 0.12 g/dL 0.3-1.2 g/dL
Lesitin 0.04 g/dL 0.3 g/dL
Na+ 145 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
2.2.2 Epidemiologi
Sebanyak 20 juta orang Amerika Serikat (15% dari populasi) memiliki
kolelitiasis. Berdasarkan Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III) menunjukkan prevalensi Mexican American lebih banyak daripada
Non Hispanic. Prevalensi kolelitiasis paling banyak terjadi pada ras American
8
Indian. (Stinton, 2010) Park Js dkk menjelaskan bahwa di Korea Utara terdapat
31% pasien pria dan 34% wanita terdiagnosa kolelitiasis. (Park JS, dkk, 2015).
Selain itu, prevalensi kolelitiasis asimtomatik di China sebanyak 12.12% (Qiao et
al., 2017).
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Kolelithiasis berdasarkan komponen pembentukannya:
1 Batu Kolesterol
Mengandung terutama monohidrat plus, kalsium karbonat, fosfat,
bilirubinat, palmitat, fosfolipid, glikoprotein, dan mukopolisakarida
(Hawkey, 2012). Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam hidrofobik
misel, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin. Hal ini dinyatakan oleh grafik segitiga, dimana
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu,
lesitin, dan kolesterol (Hunter, 2014). Proses fisik pembentukan batu
kolesterol terjadi dalam empat tahap:
a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
b. Pembentukan Nidus
c. Kristalisasi / presipitasi
d. Pertumbuhan batu oleh agregrasi / presipitasi lamellar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
9
Gambar 2.4 Perbandingan kolesterol, lesitin dan garam empedu dalam hal kelarutan (Hunter,
2014)
2 Batu Pigmen Hitam
Mengandung bilirubin indirek, kalsium fosfat, karbonat. Batu pigmen
hitam sering ditemukan pada penyakit sirosis, hemolisis kronis, dan
penyakit Chron‟s (Hawkey, 2012). Komponen utama dari batu pigmen
hitam yaitu derivat bilirubin yang terpolimerasi. Batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril (Doherty,
2015).
3 Batu Pigmen Cokelat
Mengandung kalsium bilirubinat, palmitat, dan stearate. Batu pigmen
coklat sering ditemukan pada infeksi kandung empedu (Hawkey, 2012).
Batu pigmen coklat biasanya ditemukan di populasi Asia Tenggara dan
biasanya tidak ditemukan pada orang di Negara Amerika Serikat. Faktor
resiko untuk batu pigmen coklat adalah adanya statis intraduktal dan
kolonisasi empedu yang lama disertai dengan bakteri (Tanaja J dan Meer J,
2017).
10
8. Dislipidemia
Dislipidemia adalah keadaan profil lipid yang tidak normal. Pada penderita
obesitas, dapat terjadi peningkatan kadar asam lemak trigliserida, Low
Density Lipoprotein, dan penurunan High Density Lipoprotein yang
meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis. Pada penelitian yang
dilakukan di Taiwan, dislipidemia dapat menyebabkan peningkatan
terjadinya kolelitiasis (Smelt, 2010).
9. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko terbesar pada penyakit kolelitiasis.
Obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol akibat peningkatan sintesis
kolesterol hepatik dan kolesterol hepatobiliaris. Selain itu obesitas dapat
mencegah pongosongan kandung empedu tidak komplit dan menyebabkan
stasis cairan empedu (Das, 2015).
2.2.5 Patogenesis
Terdapat 3 jalur utama pembentukan batu empedu kolesterol, yaitu
supersaturasi kolesterol, nukleasi atau pembentukan inti empedu, dan penurunan
kontraksi dari kandung empedu (Longo, 2013).
1. Supersaturasi kolesterol
Empedu dapat menguraikan sejumlah kolesterol yang dieksresi oleh hepar
secara normal. Apabila hepar memproduksi kolesterol lebih dari
kemampuan empedu untuk menguraikan, kelebihan dari kolesterol tersebut
dapat mengalami pengkristalan. Kristal ini terjebak di mukus kandung
empedu, menyebabkan endapan pada saluran kandung empedu.
Seriringnya waktu, kristal dapat bertumbuh menjadi batu dan menyumbat
duktus yang dapat menyebabkan penyakit kolelitiasis (Tanaja J dan Neer,
2017).
2. Bilirubin yang berlebihan
Bilirubin adalah pigmen kuning yang merupakan hasil pemecahan sel
darah merah, yang disekresikan ke dalam empedu oleh sel hepar. Beberapa
kondisi hematologis dapat menyebabkan bilirubin diekskresi terlalu
banyak
13
2.2.6 Patofisiologi
Bentuk dari batu empedu bervariasi (kecil maupun besar, halus maupun
kasar), terutama yang berbentuk kasar dan tajam dapat menimbulkan iritasi atau
trauma pada epitel kandung atau saluran empedu. Iritasi ini mengakibatkan
pelepasan prostaglandin dan fosfolipase A2 oleh epitel kandung atau saluran
empedu. Fosfolipase mengakibatkan pemecahan fosfotidilkolin menjadi
lisolesitin. Prostaglandin yang dilepaskan ini akan menstimulasi set point
hipotalamus yang akan mengakibatkan timbulnya gejala demam pada pasien batu
empedu (Silbernagl, 2009).
Iritasi yang berkepanjangan pada kandung empedu ini dapat mengakibatkan
perforasi kandung empedu dan juga mengakibatkan inflamasi yang dapat disebut
oleh kolesistitis akut. Penyebab kolesistitis akut ini biasanya karena terdapat
infeksi bakteri, seperti Escherichia coli, Klebsiella, Streptococcus spp., dan
Clostridium spp. Gejala dari kolesistits akut adalah nyeri memberat dan
memanjang lebih dari
5 jam di perut kanan atas, dapat disertai demam, mual, dan muntah. Pada
pemeriksaan fisik, dapat ditemukan nyeri tekan di perut kanan atasdan Murphy’s
Sign, yaitu pasien merasakan nyeri pada inspirasi saat dilakukan palpasi di bawah
batas akhir kosta kanan (Dooley, 2011).
Pada pemeriksaan penunjang, sering menyebabkan kelainan berupa
leukositosis dan dapat juga terjadi kenaikan ringan faal hati dikarenakan dampak
dari kompresi lokal pada saluran empedu. Komplikasi kolesistitis adalah akibat
tertutupnya duktus sistikus oleh batu sehingga mengakibatkan kandung empedu
mengalami penambahan volume atau edema kandung empedu. Edema ini
menyebabkan iskemia dari dinding kandung empedu yang dapat berkembang
menuju nekrosis dan
14
perforasi. Awalnya kolesistitis hanya berupa peradangan steril, tetapi jika dibiarkan
dapat menjadi infeksi bakteri (Dooley, 2011).
2.2.8 Diagnosis
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography abdomen kuadran kanan atas merupakan metode
diagnosis pilihan untuk batu empedu. Ultrasonography memiliki lebih dari
95% untuk sensitifitasnya mendeteksi batu empedu. Ciri khasnya
ditemukan fokus echogenic yang mobildengan acoustic shadow di dalam
lumen kandung empedu pasien. USGmembantu memberikan informasi
mengenai ukuran kandung empedu, ketebalan dinding kandung empedu,
dan cairan perikolesistik(tanda dari kolesititis akut). Komplikasi seperti
perforasi di kavitas abdomen dapat terdeteksi (Greenberger, 2016).
2. Computed tomography (CT)
CT biasanya berguna untuk mendeteksi batu empedu, terutama batu
kalsifikasi, tetapi kurang sensitif dan lebih mahal dari pada USGdan
menggunakan paparan radiasi. CTberguna untuk visualisasi sistem bilier
apabila diduga terdapat obstruksi bilier (Greenberger, 2016).
3. Magnetic resonance imaging (MRI)dan Magnetic Resonance
Cholangiopancreatography (MRCP)
MRI tidak direkomendasikan untuk menskrining batu empedu. MCRP
berguna untuk melihat duktus pankreatikus dan duktus biliaris dan
memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi dilatasi duktus
pankreatikus dan duktus biliaris (Greenberger, 2016).
4. Endoscopic ultrasound
Merupakan metode diagnosis paling sensitif untuk mendeteksi batu
ampuler (Greenberger, 2016).
16
2.2.9 Tatalaksana
Terapi Surgikal
1. Asimtomatis
Tidak direkomendasikan apabila pasien asimtomatis karena dapat
menyebabkan komplikasi seperti kolik bilier, kanker kandung empedu, dan
lain sebagainya. Kolesistektomi dilakukan pada pasien dengan batu
empedu kecil (≤ 5mm). Kolesistektomi diindikasikan untuk pasien
asimtomatis dengan peningkatan resiko kanker kandung empedu. Pada
pasien Diabetes dengan batu kandung empedu tidak boleh dilakukan terapi
surgikal apapun. Pada pasien asimtomatis bisa diberikan obat litolitik
untuk mearutkan batu dengan asam ursodeoksikolat (Greenberger, 2016)
2. Simtomatis
Pasien simtomatis harus segera diberikan terapi. Selain terapi analgesik,
terapi simtomatis dan medikal harus diberikan. Koleksistektomi elektif
laparoskopi merupakan metode koleksistektomi standard untuk pasien
simtomatis. Terapi ini dapat menyembuhkan secara permanen. Pasien
dengan sirosishatidan hipertensi portal lebih baik dilakukan
koleksistektomi laparoskopi daripada koleksistektomi terbuka. Apabila
terdapat kanker kandung empedu, koleksistektomi laparoskopi tidak boleh
dilakukan (Greenberger, 2016).
Terapi Non Surgikal
1. Larutan Asam Empedu Oral
Pada pasien simtomatis tanpa komplikasi dan nyeri bilier jarang serta
ringan, dapat dilakukan pelarutan batu dengan asam ursodeoksikolat.
Asam ursodeoksikolat menurunkan saturasi kolesterol asam empedu.
Terapi asam ursodeoksikolat sukses dilakukan pada pasien dengan batu
radiolusen
17
berukuran 5-10mm dengan fungsi kandung empedu yang baik. Dosis asam
ursodeoksikolat yaitu 10-15 mg/kg/hari. Batu dengan ukuran lebih dari
15mm susah untuk dilarutkan, sementara batu pigmen tidak merespon
pengobatan dengan asam ursodeoksikolat(Greenberger, 2016).
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
Terapi ini dilarang karena meningkatkan resiko berulangnya batu empedu
sebanyak 11-29% selama 2 tahun, dan 60-80% selama 10 tahun
(Greenberger, 2016).
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dari kolelitiasis yang sering terjadi adalah kolesistitis. Kurang
lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut.
Komplikasi yang dapat timbul adalah kolangitis dan pankreatitis akut. Pada
kolangitis akut dapat dikenal gejala Trias Charcot, terdiri dari nyeri persisten,
demam dan ikterus. Diagnosis dini dari komplikasi ini adalah dengan USG atau
MRCP. Terapinya mencakup terapi suportif dan kolesistektomi apabila sudah
gawat darurat (Dooley, 2011).
BAB 3
.2 AUTOANAMNESIS
18
19
STATUS GENERALISATA
Kepala
Wajah : dalam batas normal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cekung (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor, diameter 3 mm/3mm, Refleks cahaya langsung +/+, reflex
cahaya tidak langsung +/+
Telinga, hidung, mulut : dalam batas normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi (-), penggunaan otot pernapasan
tambahan (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
20
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS II LMCS
Batas kiri jantung ICS IV 2 cm LMCS
Batas kanan jantung ICS IV LPSD
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reg, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri pada regio hipokondrium kanan (+), hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas
.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Hematokrit 39 % 37 – 54
MCV 83 fL 81-99
Neutrofil 64.7 % 50 – 70
Limfosit 21 % 20 – 40
Monosit 6 % 2–8
Eosinofil 2 % 1–3
Fungsi Hati
.5 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
22
Gallbladder: Dinding tidak menebal, tampak echo batu, tidak tampaka sludge
Kesan: Cholelithiasis
.6 DIAGNOSIS
Symptomatic Cholecystolithiasis
.7 TATALAKSANA
IVFD NaCl 0.9% 20 gtt makro
Inj. Ceftriaxone 2 g/24 jam IV
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam IV
Inj. Kalnex 500 mg/ 8 jam IV
Inj Dexamethasone 1 amp/ 8 jam IV
Rencana Cholecystectomy via laparoskopi tanggal 6/1/2022
Rawat bersama interna untuk penyakit metabolik:
Tab Valastarn 80 mg/ 24 jam PO
Tab Bisoprolol 2,5 mg /24 jam PO
Tab Metformin 500 mg / 8 jam/ PO
23
BAB 4
FOLLOW UP
Tangga
SOAP
l
6/1/202 S: Nyeri perut kanan atas
2
O: Sens: CM
TD 130 /80
Hr 70 x/i
Rr 20 x/i
T 36,7
Sp02 99% rooma air
A: Cholelithiasis
P: R/ Cholecyctectomi laparoscopic hari ini
6/1/2022 (Post Op)
O: Sens CM
TD 123/67
Hr 82
Rr 20
T 36
Abd: Soepel, perdarahan luka -, BU + N
BAB 5
DISKUSI
Teori Kasus
Faktor resiko utama pada kolelitiasis dikenal Pada kasus ini pasien merupakan wanita
sebagai 4F yang terdiri dari female, forty, fat, berusia > 40 tahun (52 tahun), dan Obese
dan fertilization dan usia (> 40 tahun) ( IMT 30,4) dan sudah menikah dan
memiliki stidaknya satu anak.
Gejala yang timbul dari batu empedu adalah Salah satu gejala ayng dijumpai pada
nyeri kolik atau kolik bilier. Nyeri ini dapat pasien yaitu nyeri pada perut kana atas .
terjadi di abdomen kanan atas atau epigastrium Nyeri bertambah jika banyak makan
dan dapat menyebar ke punggung yaitu di regio
berlemak. Pasien juga mengeluh riwayat
interskapular dan skapula kanan. Nyeri ini yang
BAB cair dan BAB warna dempul yang
mengakibatkan perut mulas bersifat konstan
hilang timbuk, menunjukan keterlibatan
atau stabil (persisten), derajat berat, durasi
bilier sebagai penyabab yang paling
nyerinya bersifat lama yaitu sekitar 15-30
menit hingga beberapa jam, dan dimulai tiba-
mungkin
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta
: EGC, 1022
Gyedu A. Aboagye KA, Peprah AB. Prevalence of Kolelitiasis among persons
undergoing abdominal ultrasound at the Komfo Anokye teaching Hospital,
Kumasi, Ghana. African Health Sciences 2015 March:1591): 246-52
Hawkey CJ, 2012. Textbok of Clinical gastroenterology and Hepatology. British :
Wiley-Blackwell Publishing
Lesmana LA, Nusi IA, Gani RA, Hasan I, Sanityoso A, Lesmana CRA, et al,
2014. Panduan praktik klinik penatalaksanaan ensefalopati hepatik di Indonesia
2014. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.
Lv, J. et al, 2017. Gallstone Disease and the Risk of Type 2 Diabetes. Scientific
Reports, 7(1). doi: 10.1038/s41598-017-14801-2.
Merz CNB, Polk D.Treatment guidelines Overview. In : Ballantyne CM, editor.
Clinical Lipidology: A companion to Braunwald‟s Heart Disease. Philadephia.
Elsevier; 2009
Moore, K.L., Dalley, A.I, 2009. Clinically Oriented Anatomy. 6th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 402.
Muhammad, G, 2010. Medicine Medical Frequency of Gallstones in Patients With
Diabetes Melitus ( a Hospital Based Multidisciplinary Study) Medical Channel,
16(2).
Murray, Robert., Darly K granner dan Victor W rodwell, 2006. Biokimia Harper.
Jakarta : EGC
Njeze, Gabriel E, 2013. Gallstones. [PubMed] 19(2): 49-55.
Park JS, Le DH, Lim JH, dkk. 2015.Morphologic factors of biliary trees are
associated with gallstone-related biliary events. World J Gastroenterol.
21(1):276-82
Pedoman Diagnosis dan Terapi Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya,
2008.
Stinton, L. M., & Shaffer, E. A. (2012). Epidemiology of gallbladder disease:
Cholelithiasis and cancer. Gut and Liver.
https://doi.org/10.5009/gnl.2012.6.2.172
26