Anda di halaman 1dari 73

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219098 / Oktober 2020


** Pembimbing / dr. Freddy H Aritonang, Sp.S

MENINGIOMA

Santa Febbila, S.Ked *


dr. Freddy H Aritonang, Sp.S **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU SARAF
RSUD ABDUL MANAP KOTA JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION (CRS)

MENINGIOMA (SOL)

Disusun Oleh :
Santa Febbila, S.Ked
G1A219098

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Saraf
RSUD Abdul Manap Kota Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Oktober 2020

Pembimbing

dr. Freddy H Aritonang, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaian Laporan Kasus yang
berjudul “Meningioma”
Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr.
Freddy H Aritonang, Sp.S, sebagai dosen pembimbing yang memberikan banyak
ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Saraf.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, penulis
sedang dalam tahap pendidikan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata, saya berharap semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita
semua dan dapat menambah informasi dan pengetahuan kita.

Jambi, Oktober 2020

Santa Febbila, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ...................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................ 2
2.2 Anamnesis ........................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 6
2.4 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................ 14
2.5 Diagnosis ....................................................................................... 15
2.6 Tatalaksana..................................................................................... 15
2.7 Prognosis ........................................................................................ 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 16
3.1 Anatomi dan Fisiologi Otak .......................................................... 16
3.2 Space Occupying Lesion ............................................................... 25
3.3 Definisi Meningioma .................................................................... 30
3.4 Epidemiologi Meningioma ............................................................ 30
3.5 Etiologi Meningioma .................................................................... 30
3.6 Histopatologi ................................................................................. 30
3.7 Klasifikasi Meningioma ................................................................ 31
3.8 Faktor Resiko ................................................................................ 33
3.9 Gejala Klinis .................................................................................. 34
3.10 Gambaran Radiologi .................................................................... 37
3.11 Penatalaksanaan ........................................................................... 41
3.10 Prognosis ...................................................................................... 42
3.13 Glaukoma ..................................................................................... 42
BAB IV ANALISA KASUS ...................................................................... 47

iv
BAB V KESIMPULAN............................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 66

v
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah “meningioma” pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing


pada tahun 1922 dalam memaparkan 85 kasus meningeal tumor pada kuliahnya,
dan memberikan istilah meningioma untuk menjelaskan lesi tersebut. Pada
awalnya tumor ini dinamakan tumor fungoid, sarcoma, cylindroma, endothelioma,
fibroma, meningoethelioma, arachnothelioma, meningocytoma, mesothelioma,
leptomeningioma, dural exothelioma, arachnoidal fibroblastoma, dan pada
akhirnya dinamakan meningioma.1
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering
dijumpai. tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di luar jaringan
parenkim otak yaitu berasal dari meningens otak dan tumbuh dari sel- sel
arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat. Meningioma tidak hanya
dijumpai pada intrakranial tetapi dapat juga dijumpai pada medulla spinalis,
disebut juga spinal meningioma. Spinal meningioma sering dijumpai pada wanita
paruh baya. Rasio wanita berbanding pria tidak jauh yaitu 3:4. Spinal meningioma
sering terjadi pada wanita disebabkan adanya kaitan dengan sex hormone.
Meskipun pengaruh sex hormone pada meningioma masih kontroversi, hingga
saat ini banyak ditemukan reseptor sex hormone pada meningioma.1
Meningioma intrakranial menduduki 15% hingga 20% dari keseluruhan
tumor intrakranial primer, namun insiden pada skrining rutin sekitar 1 dalam 100
populasi. Insidensi meningkat dengan pertambahan usia. Lebih sering dijumpai
pada wanita dengan perbandingan pria:wanita sama dengan 1:2,5.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.E
Usia : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl.Kol.Pol.M.Thaher RT.09, Kel.Wijaya Pura,
Kec. Jambi Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
MRS : 15 Oktober 2020

DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Nyeri kepala 2019

2 Pandangan mata kiri 24 Februari


kabur 2020

2.2 Data Subjektif


Anamnesis : Autoanamnesis
1. Keluhan Utama : Mata sebelah kiri tidak bisa melihat sejak ± 8 bulan
SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
 ± 1 tahun SMRS, pasien sering mengeluh nyeri kepala bagian kanan
depan dan muncul secara tiba-tiba. Nyeri kepala bersifat hilang
timbul, dan dapat terjadi >10 menit, terasa berat seperti berputar.
Nyeri kepala menjalar sampai ke leher dan pundak. Keluhan paling

2
sering muncul saat pasien kelelahan ataupun selesai beraktivitas
cukup berat. Keluhan tidak memberat saat pagi hari, mengejan,
batuk ataupun perubahan posisi. Pasien sering minum obat ibuprofen
jika keluhan sering muncul.
 ± 9 bulan SMRS, pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan
pandangan kabur pada mata sebelah kiri. Hal ini terjadi perlahan-
lahan, diawali saat pasien baru bangun tidur. Nyeri pada mata
disangkal. Saat awal pandangan mata kabur, pasien sempat
melakukan aktivitas sehari-harinya seperti biasa.
 ± 8 bulan SMRS pandangan mata pasien tidak bisa melihat dan
harus dibantu oleh anaknya untuk berjalan ataupun aktivitas lainnya.
Kemudian, pasien berobat ke praktek dokter mata untuk
menanyakan keluhannya ditemani anaknya dan dokter mengatakan
bahwa saraf mata pasien sudah putih dan didiagnosa mengalami
glaukoma, serta disarankan untuk pemeriksaan lanjutan berupa CT-
Scan. Pasien juga diberi beberapa macam obat makan dan obat tetes
selama seminggu. Keluarga pasien lupa terkait nama dan jenis obat,
serta berapa kali dikonsumsi dan tidak ada perbaikan. Keluhan lain
seperti rasa baal (-), kelemahan otot (-), kejang (-), bicara pelo (-),
gangguan pendengaran (-). penurunan kesadaran(-), demam(-),mual
dan muntah (-), batuk pilek (-), sesak nafas (-), nyeri dada atau
daerah lainnya (-), takikardia (-), sulit berkonsentrasi (+), BAB tidak
ada keluhan. Gangguan pada makan dan minum disangkal. Riwayat
penggunaan kontak lensa/pun kacamata disangkal. Riwayat sering
mengucek mata disangkal. Keluhan adanya benjolan pada daerah
lain disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


- ± 20 tahun yang lalu, pasien sering mengeluh nyeri kepala yang sama
dan setiap keluhan tersebut muncul pasien mengatasinya dengan

3
minum obat ibuprofen tanpa resep dokter, dan hanya atas saran dari
kerabat pasien
- Pasien pernah menderita keluhan yang sama yaitu pandangan mata
kabur, dan pernah didiagnosa menderita glaukoma pada mata sebelah
kanan pasien saat tahun 2006
- Riwayat penyakit jantung, DM, dan hipertensi disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat stroke disangkal.

4. Riwayat pengobatan :
- Pasien sudah berobat beberapa kali ke praktek dokter mata dalam
beberapa bulan terakhir dengan keluhan yang sama. Pasien didiagnosa
mengalami glaukoma pada mata sebelah kiri pasien, dan kecurigaan
adanya tumor pada kepala pasien
- Riwayat suntik KB per 3 bulan (+) sejak tahun 1995, dan menstruasi
terakhir pasien pada bulan 5 tahun 2019
- Riwayat penggunaan obat-obatan (+) berupa ibuprofen sejak ±15 tahun
yang lalu jika pasien mengalami nyeri kepala
- Riwayat pengobatan tradisional (+) :
Pada saat terjadi keluhan pandangan mata sebelah kiri pasien kabur,
pasien sempat menghentikan pengobatan ke dokter dan beralih ke
pengobatan tradisional dengan rempah-rempah berupa akar Bajakah
yang direbus dan diminum dua kali sehari tiap pagi dan malam. Pasien
mengatakan bahwa tidak terjadi perubahan setelah mengonsumsi,
tetapi pengobatan ini masih pasien teruskan sampai sekarang.

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat penyakit yang sama (-)
 Riwayat penyakit hipertensi (-)
 Riwayat penyakit diabetes melitus (+) dari keluarga ibu pasien (bibi)
 Riwayat penyakit jantung (-), dan stroke (-)

4
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
 Pasien datang ke Poliklinik RSUD Abdul Manap dengan jaminan
BPJS. Kondisi ekonomi keluarga cukup baik.
 Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Hanya suami
pasien yang merupakan perokok di rumah.
 Pasien sudah menikah, dan memiliki 2 orang anak perempuan yang
masih tinggal di rumahnya

5
2.3 Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
 Kesadaran : Composmentis GCS: 15 ( E4 V5 M6)
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 80 kali/ menit
 Respirasi : 21 kali/ menit, pernapasan regular
 Suhu : 36°C
 VAS : 1-2

2. Status Generalis
 Kepala : Normocephal (+)
 Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor Ø (4 mm/ 3mm),
refleks cahaya (-/-), papil edema(-)
 THT :
o Telinga : Sekret (-/-), Serum (-/-)
o Hidung : Septum di tengah, sekret (-/-), clotting (-/-)
o Tenggorokan : Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
 Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Dada : Simetris ka=ki
 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, pulsus defisit(-)
Perkusi : Batas atas : ICS II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri : ICS VI Linea Mid Clavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)

6
 Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Fremitus vokal sama kiri dan kanan, Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk

3. Status Psikitus : dalam batas normal

4. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : Composmentis
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M6V5)
3. Kepala
a. Bentuk : Normocephal
b. Nyeri Tekan : (-)
c. Simetri : (+)
d. Pulsasi : (-)
4. Tanda Rangsang meningeal
a. Kaku kuduk :-
b. Brudzinsky 1 :-
c. Brudzinsky 2 :-

7
d. Brudzinsky 3 : -|-
e. Brudzinsky 4 : -|-
f. Laseque : -/-
g. Kernig : -/-
a. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan 0 0
Lapangan pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil : Bulat Bulat
bentuk 4 mm 3 mm
reflex cahaya
 Langsung - -
 Tidak langsung Tidak dilakukan Tidak dilakukan
reflex konvergensi + +
Melihat kembar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam

8
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Simetris Simetris
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Simetris
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -
Tremor -

b. Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik
Respirasi : Simetris Ka=Ki
Duduk : Simetris Ka=Ki
Bentuk kolumna vertebralis : Normal
Pergerakan kolumna vertebralis : Normal

Sensibilitas
Taktil : Tidak dilakukan
Nyeri : Dalam batas normal
Thermi : Tidak dilakukan
Diskriminan :-
Lokalis :-

10
Reflex
Reflek kulit perut atas : Tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Reflek kremaster : Tidak dilakukan

2. Anggota Gerak Atas Kanan Kiri


Motorik
Pergerakan : Normal Normal
Kekuatan : 5 5
Tonus : Normal Normal
Trofi : Normal Normal

Sensibilitas
Taktil : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri : Normal Normal
Thermi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminan : - -
Lokalis : - -

Reflek
a) Fisiologis :
Biseps : + +
Triseps : + +
Radius : + +
Ulna : + +
b) Patologis :
Hoffman-Tromner : + +

11
3. Anggota Gerak Bawah
Motorik
Pergerakan : Normal Normal
Kekuatan : 5 5
Tonus : Normal Normal
Trofi : Normal Normal

Sensibilitas
Taktil : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri : Normal Normal
Thermi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminan : - -
Lokalis : - -

Reflek
a) Fisiologis :
Patella : + +
Achilles : + +
b) Patologis :
Babinsky : - -
Chaddock : - -
Rossolimo : - -
Mendel-Bachterew : - -
Schhaeffer : - -
Oppenheim : - -
Klonus paha : - -
Klonus kaki : - -
Test Laseque : - +
Test Kernig : - -

12
b. Koordinasi, Gait, Keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound Phormenon : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan

c. Gerakan-gerakan Abnormal
Tremor :-
Athetosis :-
Miokloni :-
Khorea :-

d. Alat vegetative
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal

e. Test Tambahan
Test Nafziger : Tidak dilakukan
Test Valsava : Tidak dilakukan
Patrick : Tidak dilakukan
Kontra-Patrick : Tidak dilakukan

13
Pemeriksaan Penunjang :
1. CT-Scan Non Kontras ( 30 Februari 2020 )

Kesan : Wanita 48 tahun dengan keterangan klinis papil atropi


 Tidak tampak kelainan signifikan di orbita/ retroorbital
 Lesi terkalsifikasi batas tegas di parafalcine kanan ukuran 8x8 mm-
kemungkinan meningioma. Rekomendasi evaluasi lanjutan dengan
MRI kepala kontras.

2. Funduskopi ( 30 September 2020)

14
Intepretasi :
VOS : 0, Papil : pucat, putih
Diagnosis : atropi papil bilateral

2.4 Diagnosis
Diagnosa Klinis : Cephalgia kronik progresif disertai lesi N.II
bilateral
Diagnosa Topis : Selaput Meningeal (parafalcine/parasagittal kanan)
Diagnosa Etiologi : Space Occupying Lesion Intracranial
susp. Meningioma
Diagnosa Sekunder : Glaukoma OD

2.5 Tatalaksana
- Medikamentosa :
R/ Dexamethasone tab 20 mg no.XX
s.3.dd tab 2 pc
R/ Na.Diclofenac tab 50 mg No.XIV
s.2.dd tab 1 pc
R/ Mecobalamine tab 500 mg No.XX
s.3.dd tab 1 pc
R/ Lansoprazole tab 10 mg No.VII
s.1.dd tab ac
- Non-medikamentosa :
Konsul ke dokter Sp.BS
Pemeriksaan anjuran berupa darah rutin, kimia darah, elektrolit dan MRI.

2.6 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi, Fisiologi Otak dan Mata


A. Otak
a. Anatomi Selaput Otak
Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak
dan merupakan membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater,
arachmoideamater dan piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke
profunda. Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam
tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens.
Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens. 2

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges3

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih,


terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis
lamina endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi
endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina
endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan
ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan perikranium banyak
terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum tulang pada
kubah tengkorak. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada

16
permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen
occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan
dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx
cerebri, tentorium cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae. 2
Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi
oleh sinus sagital inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung
dengan krista galli, dan bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli.
Tentorium cerebeli membagi rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan
infratentorial. Falx cerebeli yang berukuran lebih kecil memisahkan kedua
belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus oksipital dan pada bagian
belakang terhubung dengan tulang oksipital.2
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus.
Nervus trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan
tengah. Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat
dirasakan jika ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara jaringan
otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa nervus kranial dan
pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada di
atasnya sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial. Sehingga beberapa
nervus dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus
membuka duramater.2
Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan
yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi
pembuluh darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera
dapat terjadi perdarahan subdural. Arachnoideamater yang membungkus basis
serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis
dan transparant. Arachnoideamater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang
disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus
sagitallis superior. Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan
diantara folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh
serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah
cerebral.2

17
Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan
yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi
cairan serebrospinal dan bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae).
Piamater menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus
dan girus otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan
piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki otak
dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya membran glial yang memisahkan
mereka dari neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini
(ruang Virchow-Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel
cerebri yang mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh
darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel
(ependyma).2

Gambar 2. Potongan sagital dari kepala2

b. Fisiologi Peredaran Darah Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi
lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus

18
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel.2
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arten serebri anterior dan
arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari
pembuluh darah inikeluar arteri communicans posterior yang bersatu
kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arten basilaris.2
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian
besar berbentuk triangular.Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir
ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah
vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir
ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebriprofunda
memperoleh aliran darah dari basal ganglia.2

19
3) Sistem Sensorik
Menurut Despopoulus dan Silbernagl, tentang sistem kontrol
sensorik menjelaskan bahwa dengan indera yang kita miliki, kita mampu
menerima sejumlah besar informasi dari lingkungan. Rangsangan mencapai tubuh
dalam berbagai bentuk energi seperti elektromagnetik (rangsangan visual) atau
energi mekanik (rangsangan taktil). Berbagai reseptor sensorik atau sensoruntuk
rangsangan ini secara klasik terdapat pada organ mata, telinga, kulit, lidah, dan
hidung sedangkan pada permukaan tubuh maupun didalam tubuh terdapat pada
propiosensor dan organ vestibular (keseirnbangan). Jalur sistem sensorik ini
memilikiempat elemen stimulasi yaitu modalitas, intensitas, durasi dan lokalisasi.
Setiap jenis sensor adalah memiliki stimulus unik yang spesifik atau mampu
membangkitkan modalitas sensorik tertentu seperti penglihatan, suara, sentuhan,
getaran, suhu, nyeri, rasa, bau, juga posisi tubuh dan gerakan lain -lain. Masing-
masing modalitas memiliki submodalitas seperti rasa yangbisa manis atau pun
pahit dan lain-lain.2

20
Despopoulus dan Silbernagl, juga menjelaskan bahwa pada
stimulasi yang konstan,kebanyakan sensor beradaptasi yaitu proses penurunan
potensi meraka. Dimana potensi sensor itu perlahan-lahan beradaptasi menjadi
sebanding dengan intensitas stimulus (P sensor atau tonik sensor). Sensor
merespon dengan beradaptasi secara cepat hanya pada awal dan akhir dari
stimulus. Pada proses sentral pada fase pertama impuls inhibisi dan stimulasi
berkonduksi ke saraf pusat yang terintegrasi untuk meningkatkan kontras
rangsangan. Dalam hal ini impuls stimulasi yang berasal dari sensor yang
berdekatan dilemahkan pada prosesnya (lateral inhibition). Pada fase kedua
sebuah kesan rangsangan sensorik mengambil bentuk dalam tingkat yang rendah
dari korteks sensoris dan hal ini merupakan langkah pertama fisiologi sensorik
secara subjektif. Kesadaran adalah sarat utama dalam proses ini. Kesan sensorik
akan diikuti dengan interpretasi dan hasil tersebut disebut sebagai sebuah
persepsi. Yang didasarkan pada pengalaman dan alasan dan tunduk pada
interpretasi individu.2
Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor
eksteroseptif dan proprioseptif. Didapatkan 4 subkelas mayor dari sensasi
somatik, yaitu :2

21
a. Sensasi nyeri, yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat
menciderai (noxious)
b. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
c. Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oeh perubahan mekanis di otot dan
persendian serta mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan
anggota gerak (kinesthesia)
d. Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang
diberikan pada permukaan tubuh.

4) Sistem Motorik
Bagian motorik dari sistem saraf (efektor) menjelaskan bahwa
peran terakhir yang paling penting dari sistem saraf adalah untuk mengontrol
berbagai kegiatan tubuh. Hal ini dicapai dengan mengendalikan kontraksi yang
tepat dari kerangka otot-otot pada seluruh tubuh, kontraksi dari otot polos dalam
organ internal, dan sekresi zat kimia aktif oleh kedua kelenjar eksokrin dan
endokrin di banyak bagian tubuh. Kegiatan ini secara kolektif disebut fungsi
motorik dari sistem saraf, otot dan kelenjar yang disebut sebagai efektor karena
mereka merupakan struktur anatomi yang sebenarnya melakukan fungsi yang
didikte oleh sinyal saraf.2

B. MATA
a. Anatomi Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian
anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga
lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya disebut kornea,
lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat cairan aqueous
humor, lensa dan vitreous humor.3

22
Beberapa bagian penting dalam penglihatan antara lain :3
1) Konjungtiva, membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).
2) Sclera, jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk
pada mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola
mata.
3) Kornea, selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya dam
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat
variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan
vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima
lapisan yaitu epitel, membrane Bowman, stroma, membrane Descemet, dan
endotel.
4) Uvea, lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: iris, badan siliar, dan
koroid.
5) Lensa, suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya
terdapat vitreous humor.

23
a. Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah
memasuki bilik mata belakang, aqueous humor
melalui pupil dan masuk ke bilik mata
depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata
depan.
b. Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih
dan avaskular yang membentuk dua pertiga volume
dan berat mata.
6) Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan retina dari sisi luar
yang berbatas dengan koroid adalah epitel pigmen retina (membrane
Bruch), fotoreseptor, membrane limitan eksterna, lapisan nucleus eksterna,
lapisan nucleus luar, dan lapisan pleksiform luar, dan lapisan nucleus
dalam, lapisan plesiform dalam, lapisan sel ganglion, dan serabut saraf, dan
membrane limitan interna.3

b. Fisiologi Mata
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil,
kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina.
Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata,
kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik.
Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek.
Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila
berjalan dari satu medium ke medium lain yang memiliki kepadatan berbeda
kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus di permukaan. Bola mata
memiliki empat media refrakta, yaitu media yang dapat membiaskan cahaya yang
masuk ke mata. Media refrakta mata terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa,
dan vitreous humor. Agar bayangan dapat jatuh tepat di retina, cahaya yang
masuk harus mengalamai refraksi melalui media-media tersebut. Jika terdapat
kelainan pada media refrakta, cahaya mungkin tidak jatuh tepat pada retina.3

24
3.2 Space Occupying Lesion
3.2.1 Definisi
Space Occupying Lesion/ lesi desak ruang pada otak merupakan massa
intrakranial baik primer maupun sekunder yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.4
3.2.2 Tumor Otak
Tumor otak merupakan suatu massa yang dapat terjadi pada struktur
supratentorial (cerebrum) dan infratentorial dan menghasilkan gejala yang
berbeda-beda dan heterogen sesuai dengan lokasi dan jenis tumor. Untuk
frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah sebagai berikut : glioma
(41%), meningioma (17%), adenoma hipofisis (13%), neurilemoma (12%),
neoplasma metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral.5,6
a. Etiologi
Pada umumnya penyebab kasus tumor otak dikatakan idiopatik,
walaupun pada beberapa tumor ditemukan kelainan kromosomal spesifik. Faktor
risikor terutama pada pajanan terhadap radiasi ion, seperti meningioma, glioma,
dan nerve sheath tumor. Faktor lainnya yang dipertimbangkan menjadi salah satu
teori penyebab terjadinya tumor pada otak, diantaranya adalah genetik, degenerasi
atau perubahan neoplasmatik, radiasi, virus dan substansi-substansi karsinogen.6
b. Klasifikasi tumor otak6
1) Tumor otak primer
Tumor yang bermula dari jaringan otak dikenali dengan tumor otak
primer dan diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan.
1. Tumor yang berasal dari glioma, antara lain :
a. Astrositoma, tumor otak yang paling banyak dijumpai dan
mencakup lebh dari setengah tumor ganas di SSP.
Astrositoma merupakan tumor dengan derajat yang rendah
(WHO grade I-II). Astrositoma berasal dari sel astrosit
yang berbentuk seperti bintang, dan biasanya terjadi di
daerah pertengahan otak seperti cerebellum dan
diensefalik.

25
b. Oligodendroglioma, berasal dari sel yang menghasil
myelin untuk melindungi saraf yang bermula dari
cerebrum. Tumbuh lambar dan tidak menyebar ke
jaringan otak di sekeliling, dan sering terjadi pada usia
dewasa tetapi bisa juga terjadi pada semua umur.
c. Ependimoma, berasal dari sel ependim yang ada di
dinding ventrikel dan dapat juga terjadi di medulla
spinalis. Sering mengenai anak-anak dan dewasa.
d. Glioma batang otak/ brain stem glioma, terjadi pada
bagian batang otak paling bawah.
2. Tumor otak yang bukan berasal dari sel glia, antara lain :
a. Medulloblastoma, berasal dari sel saraf yang primitid
yang secara normal tidak ada pada tubuh setelah lahir
(Primitis Neuro Ektoderma Tumor/PNET). Sering terjadi
pada anak-anak terutama laki-laki dan puncaknya pada
usia 3-5 tahun, dan cenderung bermetastasis.
b. Meningioma, berasal dari meningen dan bersifat jinak
karena tumbuhnya sangat lambat dan sering tumbuh
sampai cukup besar baru memberikan gejala. Banyak
terdapat pada wanita antara 30 -50 tahun.
c. Schwannoma (neurom akustikus), berasal dari sel schwan
dan bersifat jinak.
d. Craniopharingioma, tumor berasal dari kelenjar pituitary
dekat hipotalamus, karena dapat menekan atau merusak
hipotalamus dan dapat menyebabkan gangguan fungsi
vital tubuh.
e. Germ cell tumor, berasal dari sel primitive sel kelamin
atau dari germ sel (germinoma).
f. Tumor pineal, terjadi disekitar kelenjar pineal yaitu suatu
organ yang kecil di dekat pusat otak. Tumbuh lambat
(pineositoma), dan dapat tumbuh cepat (pineoblastoma).

26
Daerah pineal sulit dicapai dan sering tidak dapat
diangkat.

2) Tumor otak sekunder


Tumor yang tumbuh ketika kanker menyebar dari tempat lain ke otak
dan menyebabkan tumor otak. Tumor sekunder tidak sama dengan tumor
otak primer, karena sel yang terdapat pada tumor otak sekunder mirip
dengan sel asal tumor metastasis tersebut yang abnormal. Terapi
tergantung pada asal tumor dan perluasan penyebaran tumor, umur,
keadaan umum, pasien, respon terhadap pengobatan sebelumnya.

Gambar 3.2.1 Tumor Otak Supratentorial dan Infratentorial 6

Tumor otak juga dibagi atas tumor jinak dan tumor ganas. Pada
tumor jinak (benign) tidak didapati sel kanker, biasanya dapat diangkat
dan tidak berulang, berbatas tegas, tidak bersifat menginvasi ke jaringan
sekitar tapi dapat menekan daerah yang sensitif dari otak dan
mengakibatkan gejala (neuroma akustik, meningioma, adenoma pituitary,
astrositoma grade 1). Pada tumor ganas (maligna) mengandung sel kanker,
tumbuh dengan cepat dan menginvasi ke jaringan sekitar otak (astrositoma
(grade II,III,IV), oligodendroglioma, apendimoma).6
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat berdasarkan grading :6
 WHO Grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah,
kurabilitas pasca reseksi cukup baik.

27
 WHO Grade II : tumor bersifat infiltratif, aktibitas mitosis
rendah, namun sering menimbulkan rekuresi. Jenis tertentu
cenderung untuk bersifat progresif ke arah derajat
keganasan yang lebih tinggi.
 WHO Grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas,
kemampuan infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.
 WHO Grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada
umumnya berhubungan dengan progresivitas penyakit yang
cepat pada pre/post operasi.

c. Manifestasi Klinis7
Lokasi Tumor Manifestasi Klinis
Lobus frontalis  Kelemahan lengan dan
tungkai kontralateral
 Apraksia, afasia
 Refleks primitive
 Perubahan kepribasian,
disinhibisi, abulia, kehilangan
insitiatif, penurunan tingkat
intelektual (demensia,
terutama jika korpus kalosum
terlibat)
Lobus temporalis  Afasia sensorik (bila yang
terkena lobus temporalis
dominan)
 Kejang (umum/ parsial)
 Afasia
 Gangguan memori/ ingatan
 Gangguan lapangan
pandangan (upper

28
homonymous
quadrnantanopia)
Lobus parietalis  Gangguan sensorik (lokalisasi
sentuh, diskriminasi dua titik,
gerakan pasif, astereognosis)
kontralateral
 Gangguan lapangan pandang
(lower homonymous
quandrantanopia)
 Jika tumor pada lobus
parietalis hemisfer dominan,
dapat terjadi kebingungan cara
membedakan kanan dan kiri,
agnosia jari, akalkulia, dan
agrafia
 Jika tumor pada lobus
parietalis hemisfer yang non
dominan, dapat terjadi
apraksia
Lobus oksipitalis Gangguan lapangan pandang
(hemianopsia homonim)
Korpus kalosum Sindrom diskoneksi
Hpotalamus/ hipofisis Gangguan endokrin
Batang otak  Penurunan kesadaran
 Tremor
 Hemiplegia, paresis
 Kelainan gerakan bola mata
 Abnormalitas pupil
 Vertigo
 Muntah, cegukan (medulla)

29
Cerebellum  Ataksia berjalan
 Tremor intensional
 Dismetria
 Nistagmus

3.3 Definisi Meningioma


Meningioma adalah tumor pada meningen yang merupakan selaput
pelindung dalam melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat
timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi,
umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. 8

3.4 Epidemiologi Meningioma


Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling
banyak pada usia pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15–20% dari
semua tumor primer di regio ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang
kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor
lain yang tumbuh di regio ini. Di rongga kepala, meningioma banyak ditemukan
pada wanita dibanding pria (2 : 1).9

3.5 Etiolopatofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang
belum diketahui dari meningioma.Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk.Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas.Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan
dalam pertumbuhan tumor dan perkembangan edema peritumoral.10

3.6 Histopatologi
Meningioma berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan
meningea serta bagian-bagian nya. Di antara sel-sel meningea itu belum dapat

30
dipastikan sel mana yang membentuk tumor, tetapi terdapat hubungan erat antara
tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnya meningioma kebanyakan di tempat
ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920)
dan didukung Penfield (1923), didapatkan suatu konsep bahwa sel yang
membentuk tumor ini ialah fibroblast, sehingga mereka menyebutnya arachnoid
fibroblast atau meningeal fibroblastoma.11

3.7 Klasifikasi Meningioma


WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor
yang telah diketahui, termasuk meningioma.Tumor diklasifikasikan melalui tipe
sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop.
Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya, antara lain :12
a) Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat .Tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI
secara periodik.Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya
dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat
direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan
tindakan bedah dan observasi secara berterusan.
b) Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka
kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan
awal pada tipe ni. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi
radiasi setelah pembedahan.
c) Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.8

31
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan
lokasi dari tumor.8
1) Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma)
Falx adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang
memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh
darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
2) Meningioma Convexitas (20%)
Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
3) Meningioma Sphenoid (20%)
Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata. Banyak
terjadi pada wanita.
4) Meningioma Olfactorius (10%)
Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak
dengan hidung.
5) Meningioma Fossa Posterior (10%)
Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak.
6) Meningioma Suprasellar (10%)
Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar
tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7) Spinal meningioma (kurang dari 10%)
Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun.
Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat
menekan sumsum tulang belakang. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8) Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%)
Tipe ini berkembang pia mater atau di sekitar mata cavum orbita.
9) Meningioma Intraventrikular (2%)
Terjadi pada ruangan yang berisi cairan diseluruh bagian otak.

32
3.8 Faktor Resiko
Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya meningioma,
antara lain :13
1. Radiasi ionisasi
Merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti
menyebabkan tumor otak disebabkan oleh perubahan produksi
base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki sebelum
replikasi DNA. Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi
juga meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terapi radiasi untuk leukemia
limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya peningkatan
resiko terjadinya meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30
Gy. Selain itu, paparan radiasi untuk kepentingan diagnosis juga
meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Salah satunya adalah
penelitian Claus et al yang membuktikan adanya peningkatan
resiko yang signifikan terjadinya.
2. Cedera kepala
Cedera kepala merupakan salah satu resiko terjadinya
meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian tidak
konsisten.Penelitian kohort pada penderita cedera kepala dan
fraktur tulang kepala menunjukkan adanya hubungan dengan
terjadinya meningioma secara signifikan. Penelitian ole Phillips et
al juga menemukan hasil bahwa adanya hubungan antara cedera
kepala dengan resiko terjadinya meningioma, terutam riwayat
cedera pada usia 10 hingga 19 tahun. Resiko meningioma
berdasarkan banyaknya kejadian cedera kepala dan bukan dari
tingkat keparahannya.
3. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu
tumor yang timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat
keluarga dengan penderita tumor otak jenis apapun. Sindroma

33
genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma hanya
beberapa dan jarang.
4. Hormon
Predominan meningioma pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki memberi dugaan adanya pengaruh ekspresi hormon
seks.Terdapat laporan adanya pengaruh ukuran tumor dengan
kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause. Penelitian-penelitian
pada pengguna hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan terapi
hormon pengganti dengan resiko timbulnya meningioma
memberikan hasil yang kontroversial. Penelitian-penelitian pada
paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa resiko
meningioma berhubungan dengan status menopause, paritas, dan
usia pertama saat menstruasi, tetapi masih menjadi kontroversi.

3.9 Gejala Klinis


Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi
serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat.
Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa
berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan
mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit
neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.14
Gejala umumnya seperti :14
a) Sakit kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa
waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit
sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan
interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu
penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar
atau koitus). Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring,
dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan

34
(traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau
serabut saraf.
b) Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks
motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang
akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar
dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama
kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan
adanya tumor otak.
c) Mual, muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil
(menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai
nyeri kepala.
d) Edema papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil
berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar
atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran
edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal
terlebih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi
diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor:14
No Lokasi tumor Gejala klinis
1 Meningioma falx Nyeri tungkai
dan parasagital
2 Meningioma Kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
convexitas dan perubahan status mental
3 Meningioma Kurangnya sensibilitas wajah, gangguan
sphenoid lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan
gansa

35
4 Meningioma Kurangnya kepekaan penciuman, dan masalah
olfaktorius virus
5 Meningioma fossa Nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
posterior spasme otot-otot wajah, berkurangnya
pendengaran, gangguan menelan, dan
gangguan gaya berjalan
6 Meningioma Pembengkakan diskus optikus dan masalah
suprasellar visus
7 Spinal meningioma Nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
8 Meningioma Penurunan visus, dan penonjolan bola mata
intraorbital
9 Meningioma Perubahan mental, sakit kepala dan pusing
intraventrikular

Gambar 3.8.1 Variasi lokasi timbulnya meningioma 14

36
3.10 Gambaran Radiologi
CT Scan dan MRI memiliki peranan radiologi sangat besar dalam
mendiagnosis suatu tumor otak, terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa
posterior. CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak,
sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas
tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah
saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut bisa
tidanya dioperasi mengingat risiko/ komplikasi yang akan timbul.15
1. CT- Scan
Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup
spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan
eksplorasi bedah. Pada CT-scan tanpa kontras, meningioma akan
memberikan gambaran isodense hingga sedikit 75% hyperdense dan
kalsifikasi. Sedangkan CT-scan dengan kontras memberikan gambaran
spesifik berupa enchancement dari tumor dengan pemberian kontras akan
memberikan gambaran massa yang menyangat kontras dengan kuat dan
homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis sentral
dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-
scan kepala adalah adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada
tulang.15

37
3.10.1 Gambaran CT Scan Tanpa Kontras : Meningioma Fallcine 16

3.10.2 Gambaran CT Scan Dengan Kontras : Meningioma Frontal16

(a) (b)
3.10.3 Gambaran CT Scan :
Meningioma Temporal Parafallcine (a) tanpa kontras dan (b) dengan kontras16

38
2. MRI
Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu
pada gambar Tl dan T2 maupun protondensity. Intensitas jaringan tersebut
biasanya berbeda pada gambar Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar,
kalsifikasi, maupun peredaran darah yang cepat. Dengan melihatgambarTl
maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut
padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan lain-
lain.Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas
terlihat jelas pada T1 dan T2.16

3.10.4. (a) Gambaran meningioma falx serebri : potongan koronal


(b) Meningioma ala sfenodalis menggunakan CT scan kontras yang
ditingkatkan

3.10.2 Gambaran MRI : Meningioma Chorcoid16

39
3.10.2 Gambaran MRI : Meningioma Olfactory16

3.10.2 Gambaran MRI : Meningioma Fallcine16

3.10.2 Gambaran MRI : Meningioma Parafallcine16

40
3.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada meningioma dapat berupa embolisasi, pembedahan,
radiosurgery, dan radiasi. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu
paliatif dan reseksi tumor. Pembedahan merupakan terapi utama pada
penatalaksanaan semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah
menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-
gejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang
lebih baik. Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas
duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada
skull base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh
darah.17
 Rencana pre-operasi
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian
H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian
antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien
untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III
yang memiliki aktifitas terhadap organisme pseudomonas, serta pemberian
metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga,
atau mastoid.17
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma
intrakranial.17
Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura, atau mungkin perluasan ekstradural
(misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi).

41
3.12 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa kelangsungan hidupnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-
anak, dilaporkan kelangsungan hidup rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak
lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi
sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.18 Angka
kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan
kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian
post-operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima
tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab
kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema
otak 14

3.13 Glaukoma
3.13.1 Definisi
Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut
tertutup primer. Glaukoma akutadalah suatu kondisi dimana terjadi aposisi
iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris
terdorong atau menonjol kedepan maka pengeluaran humor akuosakan
terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular.3

3.13.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan salah satu penyebab utama kebutaan.
Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat dua juta orang yang
menderita penyakit ini. Di antara mereka, hampir setengahnya
mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 yang
mengalami kebutaan. Penderita glaukoma mengalami peningkatan
setiap tahunnya yang diperkirakan sebanyak 5.500 orang per tahun.3

42
3.13.3 Etiologi
Penyakit glaukoma yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraocular (TIO) ini disebabkan oleh bertambahnya
produksi cairan mata oleh badan siliar, dan dapat disebabkan pula
oleh berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik
mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil). 3

3.13.4 Klasifikasi
Glaukoma diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
glaukoma sudut terbuka dan glaukoma penutupan sudut (dahulu
disebut sudut tertutup). Pada glaukoma sudut terbuka, aquous humor
memiliki akses bebas ke jarring-jaring trabekula, dengan ukuran
sudut normal. Pada glaukoma penutupan sudut, iris menutup jaring-
jaring trabekula, dan membatasi aliran aquous humor ke luar
chamber of anterior (COA). Kategori ini dibagi lebih lanjut menjadi
glaukoma primer (idiopatik dan biasanya bilateral, kemungkinan
genetic) dan glaukoma sekunder (penyebab dapat diidentikasi). 18
Pada glaukoma sekunder, secara khas bersifat unilateral.
Pada pasien dengan glaukoma sekunder dapat terjadi dengan sudut
terbuka atau tertutup, maupun kombinasi keduanya. Pada glaukoma
sekunder sudut terbuka, peningkatan TIO disebabkan oleh
peningkatan tahanan pengeluaran aquous humor melalui jaring-
jarring trabekuler, kanalis schlemm, dan sistem vena episkleral. Pori-
pori trabekula dapat tersumbat oleh debris, darah, pus, atau bahan
lainnya. peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan oleh
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, tumor intraokuler, uvetis
akibat penyakit herpes simpleks, herpess zoster atau penyumbatan
jarring- jarring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik
(digunakan pada pembedahan katarak), darah, atau hasil pigmentasi.
Peningkatan tekanan vena episkleral akibat keadaan seperti luka
bakar kimia, tumor retrobulber, penyakit tiroid, fistula arteriovenosa,

43
jugularis superior vena cava, atau sumbatan vena pulmonal juga
dapat menyebabkan peningkatan TIO. Selain, itu, glaukoma sudut
terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi IO
(khususnya lensa camera anterior), penguncian sclera, vitrektomi,
kapsulotomi, atau trauma.18
Pada glaukoma sekunder, penutupan sudut, peningkatan
tahanan aliran aquous humor disebabkan oleh penyumbatan jarring-
jaring trabekula oleh iris perifer. Kondisi ini biasanya disebabkan
oleh perubahan aliran aquous humor setelah menderita penyakit atau
pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya
membran pada glaukoma neovaskuler, trauma, aniridia, dan penyakit
endotel. Penyebab posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat
lensa IOL yang menghambat aliran aquous humor ke dalam COA.18

3.13.5 Gejala Klinis


Gejala klinis glaukoma sekunder diantaranya :3
 Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi
secara mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar inervasi
cabang n.lakrimalis V
 Mual, muntah, dan lemas merupakan hal yang sering
berhubungan dengan nyeri
 Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotofobia
yang terjadi pada semua kasus.

3.13.6 Diagnosis
Beberapa hal yang dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis glaukoma seperti:3
a. Anamnesis biasanya keluhan berupa nyeri di sekitar bola
mata, dan penglihatan yang kabur secara mendadak
b. Pemeriksaan fisik ditemukan :

44
 Inspeksi : inflamasi mata, sclera kemerahan, kornea
keruh dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap
cahaya
 Palpasi (untuk memeriksa mata yang mengalami
peningkatan TIO) : terasa lebih keras dibandingkan
mata yang lain
 Pemeriksaan lapang pandang perifer : pada keadaan
akut, lapang pandang cepat menurun secara signifikan.

c. Pemeriksaan penunjang, berupa :


 Oftalmoskop yaitu adanya cupping dan atrofi diskus
optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih
dalam. Pada glaukoma akut primer, kamera anterior
dangkal, aquous humor keruh dan pembuluh darah
menjalar dari iris
 Tonometri, pada glaukoma akut ketika TIO meningkat,
sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO
normal sudutnya sempit
 Slit-lamp biomikroskopi ditemukan beberapa hal seperti:
adanya hiperemis siliar (karena injeksi pembuluh limbal
dan pembuluh darah konjungtiva); edema kornea
dengan vesikel epithelial dan penebalan struma; bilik
mata depan dangkal dengan kontal indokorneal perifer;
flare dan sel aquous dapat dilihat setelah edema kornea;
pupil oval vertikal (tetap pada posisi semi-dilatasi dan
tidak ada reaksi terhadap cahaya dan akomodasi); dan
dilatasi pembuluh darah iris.3

45
3.13.7 Penatalaksanaan
Penanganan glaukoma sekunder ditunjukkan untuk kondisi
yang mendasarinya begitu pula untuk menurunkan tingginya TIO,
berupa:
a. Antagonis ß-adrenergik
Mengurangi TIO dengan mengurangi pembentukaan
aquous humor
b. Bahan kolinergik
Digunakan dalam penanganan glaukoma jangka
pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya
pada reseptor parasimpatis iris dan badan silier
c. Agonis adrenergic
Digunakan bersama dengan bahan penghambat ß-
adrenergik yang berfungsi saling sinergi dan bukan
berlawanan
d. Inhibitor anhydrase karbonat
Diberikan secara sistematik untuk menurunkan IOP
dengan menurunkan pembuatan aquous humor
e. Diuretika osmotic
Jika penggunaan medikamentosa dirasa kurang
memberikan efek maksimal, dapat dilakukan teknik laser dan
bedah.3

46
BAB III
ANALISA KASUS

KASUS TEORI PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang perempuan Dari anamnesis berdasarkan jenis


berusia 49 tahun datang dengan kelamin dan usia pasien, serta onset
keluhan utama berupa mata sebelah terjadinya keluhan sampai pasien
kiri tidak bisa melihat sejak ± 9 bulan datang ke RS bahwa adanya hubungan
SMRS. terhadap penegakan diagnosis
Meningioma, yaitu:
 Pasien seorang perempuan berusia
49 tahun merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya
meningioma. Kasus meningioma
ini paling sering terjadi pada
perempuan disebabkan adanya
pengaruh dari hormone pada wanita
yaitu reseptor hormone estrogen
dan progesterone pada
pertumbuhan meningioma. Studi in
vitro menunjukkan bahwa
meningioma adalah tumor yang
sensitif terhadap hormone yang
mengandung reseptor progesterone
dan estrogen.19 Selain itu, beberapa
penelitian juga menunjukkan
adanya reseptor androgen,
hubungan antara kanker payudara
dengan risiko meningioma,

47
perubahan ukuran meningioma
yang semakin membesar pada fase
luteal dari siklus menstruasi dan
siklus kehamilan, penggunaan
terapi hormone pengganti serta
adanya proliferasi in vitro pada sel
meningioma yang dikultur setelah
terpapar dengan estrogen
merupakan bukti bahwa
meningioma dipengaruhi oleh
hormone. Namun, penjelasan yang
spesifik terkait hubungan ini masih
belum dijelaskan secara rinci.20
 Keluhan tidak bisa melihat sejak ±9
bulan SMRS adalah tanda
gangguan penglihatan progresif
dari salah satu kriteria tumor
intrakranial berupa defisit
neurologis yaitu pada lesi n.II.12
Pasien memiliki keluhan nyeri kepala Berdasarkan teori, keluhan pasien ini
bagian kanan depan yang hebat sejak didapatkan nyeri kepala yang terjadi
± 1 tahun SMRS dan muncul secara secara intermiten, kronik progresif. Hal
tiba-tiba, bersifat hilang timbul dan ini sesuai dengan gejala nyeri kepala
terjadi >10 menit, serta terasa berat yanag berhubungan dengan
seperti berputar. Nyeri menjalar peningkatan TIK (salah satu penyebab
sampai ke leher dan pundak. Keluhan kombinasi nyeri kepala pada tumor
paling sering muncul saat pasien otak). Biasanya, terjadi nyeri kepala
kelelahan ataupun selesai beraktivitas pada tumor otak akan memburuk saat
cukup berat. Keluhan memberat saat pagi hari (>50%), terjadi defisit
berjalan, dan berkurang bila istirahat neurologis progresif (>70%), dan

48
dan minum obat. kejang (15-20%). Tetapi pada kasus
ini, pasien tidak menjelaskan bahwa
nyeri kepalanya juga ikut memberat
saat pagi hari. Hanya saja terjadi
memang terjadi defisit neurologis yang
jelas pada mata sebelah kirinya.21
± 9 bulan SMRS, pasien mengeluh Dari anamnesis, didapatkan pula
adanya gangguan penglihatan berupa adanya pandangan kabur yang. Hal ini
tidak dapat melihat pada mata sebelah sesuai dengan adanya kemungkinan
kiri. Hal ini terjadi perlahan-lahan, tumor berdasarkan lobus fokal, dalam
diawali dengan pandangan mata yang hal ini dicurigai terjadi pada bagian
tiba-tiba agak kabur saat pasien baru frontal. Apabila tumor terletak pada
bangun tidur. Pandangan terasa basis lobus frontalis, akan terjadi
menyempit, dan mata merah. Nyeri kehilangan sensasi penciuman
pada mata disangkal. (anosmia), gangguan penglihatan, dan
pembengkakan pada nervus optikus
(papiloedema) dapat terjadi. Tetapi
pada pasien ini karena hanya
ditemukan gangguan penglihatan
diantara dua gejala klinis tersebut, ada
kemungkinan bahwa hal ini disebabkan
oleh terjadinya papiloedema ataupun
karena pendesakan oleh tumor itu
sendiri. Gangguan penglihatan pada
pasien ini kemungkinan juga
disebabkan peningkatan TIK hingga
mendesak chiasma optikum sehingga
terjadi gangguan penglihatan berupa
penurunan visus secara total pada mata
kiri.14,21

49
Kemudian, pasien berobat ke praktek Dari anamnesis, didapatkan bahwa
dokter mata untuk menanyakan pasien didiagnosis glaukoma karena
keluhannya ditemani anaknya. keluhan gangguan penglihatannya.
Keluarga pasien mengatakan saat Berdasarkan teori, sehubungan antara
diperiksa, dokter mengatakan bahwa glaukoma dan meningioma memang
saraf mata pasien sudah putih dan klinisnya kadang hampir sama. Adanya
didiagnosa mengalami glaukoma, temuan klinis diskus optikus seperti
serta disarankan untuk dilakukan glaukoma secara signifikan sering
pemeriksaan lanjutan berupa CT- dikaitkan dengan lokasi tumor dan
Scan. ukuran tumor. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tumor perisellar
misalnya dapat menyebabkan temuan
klinis seperti glaukoma dikarenakan
tumor perisellar yang terletak relatif
dekat dengan saraf optikus
kemungkinan telah memblokade
jalannya aliran cairan serebrospinal
melewati kanalis optikus dan orbita.
Tetapi, lokasi tumor secara pasti masih
perlu ditentukan melalui pemeriksaan
seperti CT Scan ataupun MRI.22
Pasien mengeluh adanya keluhan Berdasarkan anamnesis, belum dapat
seperti sering BAK, dan rasa diketahui secara jelas terkait nama
kesemutan setelah mengonsumsi obat obatnya. Namun, berdasarkan efek
yang diresepkan oleh dokter mata samping yang dirasakan pasien setelah
terkait keluhannya. Serta penurunan mengonsumsi obat tersebut, ada
mata semakin kabur sampai tidak bisa beberapa kemungkinan golongan obat
melihat. yang berkaitan dengan keluhan
tersebut, antara lain :
- Prostaglandin (obat tetes mata)
glaukoma sudut terbuka, efek

50
sampingnya bisa menyebabkan
kemerahan ringan pada mata,
perubahan pigmen pada kulit
kelopak mata hingga penglihatan
kabur
- Inhibitor anhydrase karbonat
(contohnya dorzolamide (Trusopt)
dan brinzolamide (Azopt), yang
efek sampingnya dapat
menyebabkan sering BAK dan
kesemutan terutama pada jari
tangan dan kaki.24
Keluhan lain seperti rasa baal (-), Berdasarkan anamnesis, perlunya
kelemahan otot (-), kejang (-), bicara ditanyakan keluhan seperti :
pelo (-), gangguan pendengaran (-).  Rasa baal, kelemahan otot, bicara
penurunan kesadaran(-), demam(- pelo untuk megetahui apakah
),mual dan muntah (-), batuk pilek (-), adanya defisit neurologis berupa
sesak nafas (-), nyeri dada atau daerah hemiparesis atau tidak
lainnya (-), takikardia (-), sulit  Kejang  untuk mengetahui
berkonsentrasi (+), BAB tidak ada apakah adanya gangguan
keluhan. Riwayat penggunaan kontak eksitabilitas neural atau tidak
lensa/pun kacamata disangkal.  Penurunan kesadaran  untuk
Riwayat sering mengucek mata mengetahui hubungan dari keluhan
disangkal. Keluhan adanya benjolan nyeri kepalanya, apakah nyeri
pada daerah lain disangkal. kepala pada pasien ini dapat
dikategorikan dalam red flag atau
tidak
 Demam  untuk mengetahui
apakah penyebab terjadidnya nyeri
kepala ataupun gangguan

51
penglihatannya disebabkan oleh
infeksi atau tidak
 Mual atau muntah  untuk
mengetahui apakah berkaitan
dengan TIK yang meningkat
 Gangguan pendengaran, dan
penciuman  untuk mengetahui
apakah kecurigaan tumor ini
berasal dari lokasi yang mengenai
daerah tersebut
 Batuk pilek, sesak nafas, takikardia
dan nyeri dada, BAB  untuk
mengetahui apakah gangguan
vegetatif lainnya pada pasien atau
tidak
 Sulit berkonsentrasi pada pasien ini
ada. Sulit berkonsentrasi
merupakan salah satu perubahan
perilaku dari curiga adanya defisit
neurologis berupa gangguan
afektif/ perubahan perilaku
 Riwayat penggunaan kontak
lensa/pun kacamata disangkal
untuk mengetahui apakah awal
keluhan pandangan kaburnya
berkaitan dengan gangguan
penglihatan baik berupa rabu jauh
maupun rabun dekat atau tidak
 Riwayat sering mengucek mata
disangkal kebiasaan mengucek

52
mata terlalu keras dapat
menyebabkan peningkatan tekanan
pada bola mata (>20mmHg) dan
bisa mengurangi daya penglihatan
hingga kebutaan
 Keluhan adanya benjolan pada
daerah lain disangkal untuk
mengetahui apakah jenis tumor ini
primer atau sekunder
Riwayat penyakit dahulu, pasien Berdasarkan anamnesis, belum
pernah memiliki keluhan yang sama diketahui secara jelas apakah glaukoma
dan didiagnosis glaukoma pada mata pada mata sebelah kanannya murni
sebelah kanannya. karena penyakit ini atau sebenarnya
karena adanya tumor yang baru
teridentifikasi sekarang. Namun, saat
mengobati glaukoma, penyakit
neurologis bisa jadi mudah terabaikan.
Faktanya, jika seorang dokter
mengobati glaukoma secara teratur,
cepat atau lambat ada kemungkinan
besar akan tertipu. Hal ini didasarkan
pada beberapa alasan. Pertama, banyak
gejala neuropati optik dapat
menyerupai gejala glaukoma. TIO
dapat normal atau meningkat pada
kedua situasi tersebut, dan terjadi defek
lapang pandang yang terkait dengan
neuropati optik lain mungkin dapat
terlihat sama dengan hal yang
menyerupai glaukoma.24

53
Riwayat penyakit keluarga didapatkan Berdasarkan teori, adanya riwayat
adanya riwayat diabetes mellitus dari penyakit keluarga berupa diabetes
keluarga ibu pasien (bibi). mellitus tidak memiliki hubungan
bermakna dengan kecurigaan
meningioma. Biasanya, meningioma
berkaitan dengan riwayat penyakit
keluarga berupa adanya riwayat NF2
(Neurofibromatosis tipe 2), yaitu
mutasi genetic akibat terjadinya
gangguan pada produksi merlin. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan sel saraf
yang tidak terkontrol, dan dapat
tumbuhnya tumor jinak di jaringan
saraf yang ada di otak.25
Riwayat sosial ekonomi didapatkan - Pasien yang merupakan perokok
beberapa hal : pasif dapat menjadi rentan terhadap
- Adanya anggota keluarga yang tumor dikarenakan kehilangan
perokok aktif (suami) di rumah sistem kekebalan terhadap penyakit
- Adanya riwayat suntik KB per 3 tersebut. Selain itu, penelitian di
bulan sejak tahun 1995 University of Vienna juga
- Riwayat pengobatan berupa mengungkapkan salah satu
ibuprofen sejak ± 15 tahun yang senyawa racun pada rokok yaitu
lalu tanpa resep dokter acrolein/ acrylic aldehyde yang
- Riwayat pengobatan tradisional dilepaskan ke udara saat rokok
dengan akar Bajakah yang direbus terbakar dan terhidup dalam
dan dikonsumsi dua kali sehari paparan jangka panjang dapat
tiap pagi dan malam menghambat respons alami sistem
imun melalui regulasi sel T, yang
memicu pertumbuhan sel tumor.26
Penelitian lainnya juga
menyebutkan pada perokok pasif

54
terutama wanita, terjadi
peningkatan risiko terjadinya
meningioma yang signikan27
- Berdasarkan teori, penggunaan
NSAID termasuk ibuprofen secara
signifikan ternyata dapat
menurunkan risiko tumor SSP dan
dapat digunakan sebagai salah satu
terapi pada meningioma28
- Riwayat penggunaan suntik KB
yang cukup lama mempengaruhi
risiko kejadian meningioma.
Pasien yang menggunakan alat
kontrasepsi dengan durasi lebih dari
10 tahun akan mengalami
peningkatan risiko kejadian
meningioma sebanyak 18,216 kali
lipat. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa semakin lama paparan
onkogen (hormon eksogen),
semakin tinggi kemungkinan
terjadinya neoplasma meningioma 29
- Sampai saat ini, belum ada
penelitian yang menjelaskan
hubungan efektivitas akar bajakah
pada kasus tumor otak terutama
meningioma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan - Pada pemeriksaan mata ditemukan
beberapa kelainan seperti : ukuran yang beda antara pupil
- Pemeriksaan mata : pupil kanan dan kiri  anisokor, dan
anisokor Ø (4 mm/ 3mm), refleks tidak ditemukan adanya refleks

55
cahaya (-/-) cahaya karena N II pada mata
- Pemeriksaan nervus kranialis kiri yang berfungsi menerima
N.II (optikus) : tajam penglihatan cahaya rusak, maka tidak ada
(0/0); lapang pandang total impuls yang masuk dan tidak ada
blindess (kanan dan kiri) rangsangan yang diteruskan ke
N.III (okulomotorius) : chiasma opticum sehingga kedua
pemeriksaan bentuk pupil : ka pupil tidak akan miosis.9
midriasis 4 mm, ki - Ditemukan refleks Hoffman-
Midriasis, 3 mm Tromner (+/+)  disebabkan
- Refleks patologis  Hoffman- karena adanya kerusakan struktural
Tromner : +/+ pada otak, contohnya tumor30

Hasil pemeriksaan penunjang dari : Hasil CT Scan menyingkirkan


- CT Scan tidak tampak kelainan kecurigaan tumor terjadi pada daerah
signifikan di orbita/ retroorbital; orbita, dan letak tumor ada di daerah
lesi terkalsifikasi batas tegas di parafalcine kanan  meningioma
parafalcine kanan ukuran 8x8 mm parafalcine kanan, dan pada funduskopi
- Funduskopi  VOS: 0, papil ditemukan adanya atrofi papil akson
pucat putih, dx: atropi papil yang tidak memiliki properti optik
bilateral baik, menyebabkan penampilan pucat
diskatrofi atau dapat terjadi oleh
hilangnya kapiler dalam menyebabkan
atrofi optik disk pucat muncul.

- Diagnosis klinis : cephalgia kronik - Diagnosis klinis ditegakkan


progresif disertai lesi N II bilateral berdasarkan nyeri kepala yang
- Diagnosis topis : selaput mendadak, hilang timbul, >10
meningeal (parafalcine kanan) menit dan ditemukan gangguan
- Diagnosis etiologi : SOL klinis pada N II berupa tidak dapat
Intrakranial susp. Meningioma melihat pada mata sebelah kiri
- Diagnosis sekunder : glaukoma - Diagnosis topik ditegakkan

56
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada pasien, serta
dibantu oleh hasil CT Scan untuk
mengevaluasi pasien yang diduga
tumor otak
- Diagnosis etiologi didasarkan pada
anamnesis dan keluhan yang
didapatkan pada pasien nyeri
kepala kronik-progresif, defisit
neurologis (lesi II), serta perubahan
perilaku, maka kemungkinan
diagnosis pasien ini adalah Space
Occupaying Lesion(SOL)
Intracranial Susp.Meningioma
(masih dikatakan suspect karena
belum adanya gambaran yang jelas
berupa pemeriksaan MRI)
- Diagnosis sekunder, karena pasien
sudah didiagnosis sebelumnya
dengan glaukoma
Pemberian dexamethasone, - Kortikosteroid untuk mengurangi
na.diclofenat, mikobalamin, oedema peritumoral dan
lansoprazole serta anjuran konsul ke mengurangi tekanan intracranial.
dokter Sp.BS, da pemeriksaan anjuran Efeknya mengurangi sakit kepala
berupa darah rutin, kimia darah, dengan cepat
elekrolit, dan MRI. - NSAID juga memiliki fungsi yang
sama yaitu mengurangi rasa nyeri
ataupun peradangan pada pasien
- Pemeriksaan MRI Pada MRI
dengan T1W1 umumnya
memberikan gambaran isointense

57
sedangkan beberapa lainnya
memberikan gambaran hypointense
dibandingkan dengan gray matter
- Konsul ke Sp.BS untuk
mengetahui tindak lanjut berupa
pembedahan
- Pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui ada/tidaknya tanda
infeksi, gangguan elektrolit atau
dislipidemia, gangguan sel darag
seperti anemia.
Prognosis : dubia ad bonam Dubia ad bonam, karena hampir
sebagian besar meningioma dapat
direseksis total dengan 5-years survival
rate sekitar 5% jika dilakukan reseksi
total, 30% jika dilakukan reseksi
parsial, 40% jika meningioma atipikal
untuk terjadinya rekurensi.

58
TABEL PEMBANDING ANTARA MENINGIOMA PARAFALCINE (PARASAGITTAL) DAN GLAUKOMA

No. Pembanding Meningioma Parafalcine (Parasagittal) Glaukoma


Tumor otak yang bersifat jinak dan terletak di samping Gangguan penglihatan yang disebabkan adanya
1 Definisi fissure longitudinal pada otak/ celah interhemispheric, peningkatan tekanan intraocular yang dapat
yang berasal dari falx cerebri menyebabkan kebutaan permanen
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan
Penyebab pasti belum diketahui sampai saat ini, tapi dari
siliar,
beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di
2 Etiologi yang mempengaruhi antara lain :
daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
- Faktor genetik oleh gen neurofibromatosis 2 (NF2)
(glaukoma hambatan pupil)
- Faktor hormonal (terutama pada wanita)
↑ TIO

59
Glaukoma akut :
- Glaukoma primer (kerusakan mata yang tidak
diketahui penyebab pastinya)
- Glaukoma sekunder (terjadi karena adanya
Lokasi dan penyakit lain yang sudah ada sebelumnya)
3
jenis Glaukoma kronis :
Ditandai kerusakan saraf optic dan kehilangan
lapang pandang yang bersifat progresif serta
Terjadi di parafalcine (parasagittal) pada cerebri
berhubungan dengan berbagai faktor resiko,
terutama ↑TIK
Gejala umum : nyeri kepala (berminggu-minggu Glaukoma sudut terbuka
sampai berbulan-bulan), penurunan daya penglihatan, - Gejala awal berupa bintik-bintik hitam di sisi
gangguan bicara, paralisis pinggir mata yang mulai bermunculan
Gejala spesifik :Kejang , kelemahan ekstremitas bawah, n.optikus telah mengalami kerusakan sedikit
Manifestasi
4 sakit kepala, perubahan perilaku, dementia, gangguan demi sedikit
klinis
keseimbangan, dan tremor - Gejala lanjutan berupa penglihatan tampak
seperti teropong tunnel vision
Glaukoma sudut tertutup
- Gejala awal : penglihatan kabur bertahap, dan

60
muncul lingkaran-lingkaran putih dan
menyilaukan pada pandangan, sakit kepala

Anamnesis : Anamnesis :
- Usia ≥40 tahun, dan wanita (faktor resiko) - Usia ≥40 tahun
- Penggunaan suntik hormonal seperti KB - Ada riwayat hipertensi, anggota keluarga
- Keluhan berupa nyeri kepala memberat di pagi hari mengalami glaukoma, diabetes mellitus,
/saat batuk,bersin/pun mengejan, muntah proyektil gangguan kardiovaskuler, pemakaian obat
dan edema papil ↑TIK , penurunan penglihatan, steroid ataupun riwayat trauma pada mata
kelemahan ekstremitas faktor risiko
Penegakan
5 Pemeriksaan :  Glaukoma akut :
diagnosis
Pemeriksaan fisik :Klinis spesifik kelemahan nyeri Keluhan : mata merah, tajam penglihatan turun
tungkai mendadak, nyeri pada mata yang menjalar ke
Pemeriksaan penunjang: MRI kontras  untuk curiga kepala, mual dan muntah
lokasi tumor yang lebih jelas Pemeriksaan : visus turun, TIK↑, kongjungtiva
Intepretasi : terdapat massa dengan karakteristik bulbi (hyperemia kongesti, kemosis dengan injeksi
- isointense ke daerah gray matter silier, dan injeksi konjungtiva), edema kornea,
- ↑ kontras yang homogen pupil mid-dilatasi, dan refleks pupil (-)

61
- difusi terbatas  Glaukoma kronis :
Keluhan : mata terasa pegal, pusing, kehilangan
lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua
mata
Pada glaukoma yang lanjut : terjadi penyempitan
lapang pandang gangguan spt.menabrak-nabrak
saat jalan
Pemeriksaan :
- Visus normal atau turun
- Lapang pandang menyempit pada tes
konfrontasi
- TIK↑, dan pada funduskopi radio cup/disc
meningkat (normal :0,3)

normal glaukoma

62
Pada pasien ini didiagnosa mengalami susp. meningioma parafallcine (parasagittal) kanan dengan keluhan
tidak bisa melihat pada mata sebelah kiri. Tetapi, ada dua hasil diagnosis pada pasien ini berdasarkan:
1. Pasien dicurigai mengalami glaukoma pada mata sebelah kiri dengan hasil funduskopi oleh dokter
mata
2. Pasien dicurigai mengalami SOL intrakranial susp. meningioma oleh dokter saraf, dan dari hasil CT-
Scan non kontras didapatkan letak tumor berada di parafallcine (parasagittal) kanan.
Dalam teori dijelaskan bahwa meningioma merupakan tumor otak bersifat jinak dengan klinis berupa
penurunan visus, dan gejala spesifik pada meningioma parafallcine(parasagittal) berupa kelemahan
ekstremitas inferior. Hal ini berbeda dengan temuan klinis yang ada pada pasien, dimana kelemahan pada
Kasus yang
6 ekstremitas inferiornya tidak ada. Peneliti menemukan bahwa kasus pada pasien ini termasuk kejadian langka
berkaitan
yang terjadi pada penderita meningioma.
Dimana beberapa hal yang mendukung penulis untuk tetap menegakkan diagnose meningioma
parafallcine (parasagittal) kanan pada pasien ini, antara lain:
- Dalam buku „Occular Signs of Meningioma‟ oleh Frank W. Newell ditemukan bahwa ditemukan beberapa
tanda okuler pada pasien meningioma parafallcine (parasagittal) yang jarang dikemukakan pada teori lain,
seperti adanya penurunan visus (16 kasus), kebutaan (1 kasus), edema papil (13 kasus), kecacatan pada
lapang pandang/ field defects (12 kasus), pupillary signs (6 kasus), oculomotor lesions (1 kasus), dan tidak
ditemukan gangguan pada okuler (21 kasus) pada penelitian terhadap 46 orang yang mengalami
meningioma parafallcine (parasagittal)

63
- Pada jurnal „Eye Tumors Misdiagnosed as Glaucoma‟ dimana dtemukan beberapa mis-diagnosa dalam
penegakan diagnosis yang awalnya dicurigai glaukoma, dan terjadi perubahan pada diagnosa akhir adalah
tumor otak (berdasarkan lokasi yang terkena) setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan ataupun MRI.
Kedua dasar bukti ini menjadi alasan tentunya bagi penulis untuk menegakkan bahwa pasien dicurigai
mengalami meningioma parafallcine (parasagittal).

64
BAB V
KESIMPULAN

Dilaporkan seorang perempuan berusia 49 tahun berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung oleh pemeriksaan penunjang
didiagnosa mengalami meningioma. Pada pasien ini diberikan tatalaksana baik
secara medikamentosa maupun non medikamentosa. Prognosis pada pasien ini
adalah dubia ad bonam.
Meningioma merupakan salah satu tumor intrakranial yang
termasuk dalam desak ruang (Space Occupying Lesion). Ada beberapa faktor
risiko terjadinya meningioma antara lain : radiasi ionisasi, cedera kepala, genetik
dan hormone. Pencitraan dengan MRI mendukung penegakan diagnosis
Meningioma untuk mengetahui lokasi pada tumornya. Meningioma parafalcine
dapat memunculkan kelemahan pada ekstremitas inferior. Walaupun teori
mengenai meningioma parafalcine berbeda dengan klinis pada pasien dengan
kasus meningioma parafalcine ini, tidak ada keraguan untuk menegakkan
diagnosis tersebut.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Hadidy, A.M., Maani, W.S., Mahafza, W.S., Al-Najar, M.S., Al-Nadii,


M.M. (2007). Intracranial Meningioma. J Med J 41(1):37-51.
2. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart : Thieme.
3. American Academy of Ophtalmology. Clinical refraction in clinical optics.
Basic and Clinical Science Course. 2009-2010: 125-141
4. Misbach J, Hamid AN, Maya A, et all. Buku Pedoman Standar Pelayanan
Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi. 2006. Jakarta:
PERDOSSI: 75-6.
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
2013: 390-6.
6. Hauser SL. Harrison‟s Neurology in clinical medicine. 2th edition. USA :
Mc-GrawHill; 2012. P408-9.
7. Department of Neurological Surgery. Types of Brain Tumors. University
of Pittsburgh. Available from : http://pre.neurosurgery.pitt.edu/centers-
excellence/neurosurgical-oncology/brain-and-brain-tumors/types-brain-
tumors [diakses 23 Oktober 2020]
8. Meningioma [Internet]. Available from www.cancer-meningioma.com
[diakses 21 Oktober 2020 ]
9. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. Fakultas
Kedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4.
10. Ropper, Adams and victor‟s principles of neurology eighth edition.
McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2005; hal 559.
11. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma. Available from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20
dan%20klasifikasi%20meningioma.doc [22 Oktober 2020]
12. Meningiomas. Available from: www.mayfieldclinic.com [24 Oktober
2020]
13. Al-Mefty. Meningioma. In: Rengachary, SS., Ellenbogen R.G., eds.
Principle of neurosurgery.2nd eds. China: Elsevier Mosby.2005;p. 487-500.

66
14. Ropper, Adams and victor‟s principles of neurology eighth edition.
McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2005;hal 559.
15. JapardiI. Gambaran CT scan pada Tumor Otak Benigna. Medan: Fakultas
kedoteran Universitas Sumatera Utara. 2002.
16. Assoc Prof Frank Gaillard. Radiology of Meningioma. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/meningioma [diakses 23 Oktober 2020].
17. Widjaja D, Meningioma intracranial. Available from:
http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.
pdf/09MeningiomaIntrakranial016.html.
18. Riordan-Eva P, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury‟s General
Ophthalmology. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2017. p.
35-550.
19. Blitshteyn S, Crook JE, Jaeckle KA. Is There an Association Between
Meningioma and Hormone Replacement Therapy ?. 2020;26(2).
20. Judith A., Fisher J. Neurology Clinics : Epidemiology of Brain Tumors.
2007.
21. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2005.
22. Qu, Y., Wang, Y.X., Xu, L., Zhang, L., Zhang, J., Zhang, J., Wang, L.,
Yang, L., Yang, A., Wang, J. and Jonas, J.B. Glaucoma‐like optic
neuropathy in patients with intracranial tumours. Acta Ophthalmologica.
2011. 89: e428-e433. DOI:10.1111/j.1755-3768.2011.02118.x.
23. Ikatan Apoteker Indonesia. 2015.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia.
Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
24. Moster, Mark L. Review of Ofthalmology : When Should You
Neuroimaging Your Patient?. Published on 13 September 2017. Available
from : https://www.reviewofophthalmology.com/article/when-should-you-
neuroimage-your-patient [diakses 25 Oktober 2020].
25. Schildkraut JM, Ph D, Wiemels JL, Ph D, Wrensch M, Ph D, et al. NIH
Public Access. Family and Personal Medical History risk of meningioma.
2012;115(6):1072–7.

67
26. RW Fraziska, Cornelia B, Sarah M, et all. Passive smoking: acrolein
inhibits immune response, hence accelerating tumour growth. Medical
University of Vienna. 2017. Available from:
https://www.meduniwien.ac.at/web/en/about-
us/news/detailsite/2017/news-in-march-2017/passive-smoking-acrolein-
inhibits-immune-response-hence-accelerating-tumour-growth/ [diakses 25
Oktober 2020].
27. Wrensch M, Wiemels JL, Carolina N. Cigarette Smoking and Risk of
Meningioma: The Effect of Gender. 2014.
28. Zhang T., Yang X., Liu P., Zhou J., Luo J., Wang H., Li A., Zhou Y.
Association between nonsteroidal anti-inflammatory drugs use and risk of
central nervous system tumors: a dose-response meta analysis. Oncotarget.
2017; 8: 102486-102498. Available from:
https://www.oncotarget.com/article/21829/text/ [diakses 25 Oktober 2020]
29. Wahyuhadi J, Heryani D, Basuki H. Risk of meningioma associated with
exposure of hormonal contraception . A case control study.
2018;26(1):36–41.
30. Barman, Bhupen. Clinical Sign Revisited: Hoffman‟s sign. Indian Journal
of Medical Specialities.2010. 1. 44-45. 10.7713/ijms.2010.0012.

68

Anda mungkin juga menyukai