Anda di halaman 1dari 55

BAGIAN IKM-IKK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

LOW BACK PAIN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RIWAYAT


KERJA BANGUNAN

Oleh :
Anggun C. (K1B1 20 051)
Melaha Ray Sampebulu (K1B1 20 052)
Murni Safitri M. (K1B1 20 053)
Aduniaty Choirunnisa (K1B1 20 054)
Rita Rukmiyanti (K1B1 20 055)
PEMBIMBING:
dr. Arimaswati, M. Sc

KEPANITRAAN KLINIK KEDOKTERAN OKUPASI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Anggun C. (K1B1 20 051)


Melaha Ray Sampebulu (K1B1 20 052)
Murni Safitri M. (K1B1 20 053)
Aduniaty Choirunnisa (K1B1 20 054)
Rita Rukmiyanti (K1B1 20 055)
Judul Laporan : Low Back Pain Pada Pegawai Negeri Sipil Dengan Riwayat
Kerja Bangunan
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus Kedokteran Okupasi dalam rangka


kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juni 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Arimaswati, M. Sc
NIP. 19821213 200912 2 003

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan
kasus ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan kasus ini
sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan stase ilmu kesehatan masyarakat dan
ilmu kedokteran komunitas dengan judul “Low Back Pain Pada Pegawai Negeri
Sipil Dengan Riwayat Kerja Bangunan”
Penulis tentu menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan
kasus ini, supaya nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing kami yang telah membimbing dalam penulisan laporan
kasus ini.Demikian, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, Juni 2021

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................3
D. Manfaat....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Low Back Pain.......................................................................................5
B. Penyakit Akibat Kerja...........................................................................16
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien...................................................................................30
B. Anamnesis Pasien...............................................................................30
C. Pemeriksaan Fisik...............................................................................31
D. Pemeriksaan Penunjang......................................................................33
E. Anamnesis Okupasi............................................................................33
F. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang dialami..........................34
G. Resume................................................................................................34
H. Diagnosis Okupasi..............................................................................35
I. Penatalaksanaan..................................................................................39
J. Prognosis.............................................................................................40
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan...............................................................................................41
B. Saran......................................................................................................41

iv
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................41
LAMPIRAN.....................................................................................................47

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Kolumna Vertebra 7

Gambar 2 Vertebra Lumbalis 8

Gambar 3 Tes Laseque 21

Gambar 4 Tes Bragard 21

Gambar 5 Tes Patrick 22

Gambar 6 Tes Valsava 23

Gambar 7 BRIEF Survey 38

vi
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1 Beban angkat menurut Peraturan Menteri Tenaga 25


Kerja

Tabel 2 Jenis Pekerjaan Pasien 33

Tabel 3 Uraian Tugas Pasien 33

Tabel 4 Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Pasien 34

Tabel 5 Bahaya Potensial Dasar di tempat kerja 35

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial sebagai suatu fenomena
perseptual dan sensual serta penting bagi tubuh untuk terlindung dari cedera
sehingga manusia dapat bertahan hidup (Swleboda, 2013).
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang timbul akibat pengaruh
lingkungan kerja atau yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini
disebabkan karena di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang dapat
mengancam keselamatan pekerja, yaitu faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi,
dan psikologi. Salah satu PAK yang dapat ditimbulkan adalah Musculoskeletal
Disorders (MSDs). Sebagian besar MSDs yang terkait dengan pekerjaan
adalah gangguan kumulatif yang dihasilkan dari paparan berulang terhadap
beban intensitas rendah atau tinggi selama periode waktu yang lama.
(Lalupanda, 2019).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan gangguan
muskuloskeletal merupakan gangguan pada otot, tendon, sendi, ruas tulang
belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang dapat terjadi secara tiba-tiba
dan akut maupun secara perlahan dan kronis. Musculoskeletal disorders
(MSDs) merupakan permasalahan kesehatan global karena prevalensinya yang
tinggi pada pekerja. Kesehatan dan keselamatan pekerja seharusnya
diutamakan namun pada kenyataanya kejadian MSDs tetap tinggi (Sekaaram,
2017). MSD akibat kerja, banyak dilaporkan dan ditemukan terutama pada
tenaga kerja yang melakukan kerja fisik seperti mengangkat, menurunkan,
mendorong, menarik, menahan beban, gerak janggal yang melewati lingkup
gerak sendi, gerak otot statis, dan masa istirahat yang tidak cukup. MSD akan
muncul apabila terjadi peningkatan beban kerja, baik secara fisik maupun
nonfisik.

1
2

Low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal


yang sering terjadi dan menyebabkan nyeri, inflamasi berkepanjangan dan
keterbatasan fungsional. LBP atau nyeri punggung bawah adalah kondisi
kurang nyaman atau nyeri kronis minimal keluhan tiga bulan disertai adanya
keterbatasan aktivitas yang diakibatkan nyeri apabila melakukan pergerakan
atau mobilisasi (Noor, 2012).
LBP adalah penyakit multifaktorial dimana sekitar 45% kasus berasal
dari diskogenik, sekitar 13% berasal dari sendi sakroiliaka, dan 15-40% timbul
dari disfungsi facet joint. Masing-masing struktur anatomi ini diinervasi dan
berpotensi berbahaya. Stimulasi mekanis atau kimiawi dari struktur ini dapat
menyebabkan LBP. (Robinson, 2016). Secara umum, nyeri ini diakibatkan
karena peregangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan
intensitas olahraga dan gerak semakin berkurang sehingga menyebabkan otot-
otot punggung dan perut menjadi lemah (Umami, 2014).
LBP merupakan keluhan yang sering dialami oleh orang usia lanjut, tapi
tidak menutup kemungkinan dialami oleh orang usia muda. Prevalensi LBP
bervariasi antara 7,6 % sampai 37 %. Masalah LBP pada pekerja pada
umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada
usia 45 - 60 tahun. Faktor resiko yang berpotensi menyebabkan LBP antara
lain usia, jenis kelamin, IMT, pekerjaan, merokok, posisi kerja yang tidak
ergonomis, faktor psikologi dan lama kerja (Fitriani, 2017).
LBP bukanlah diagnosis melainkan suatu sindroma atau gejala yang
umumnya sering dikeluhkan pada masyarakat terutama pada pekerja.
Tingginya resiko terjadi nyeri pinggang dipengaruhi dengan sikap kerja yang
salah seperti pekerja membungkukkan badan ketika mengangkat barang,
membawa barang berlebih diatas kepala, tidak meluruskan punggung dan
memutar pinggang ketika mengangkat barang yang berat (Anggraika, 2019)
Low back pain merupakan salah satu masalah kesehatan okupasi
(occupational health problems) yang tertua. Penemu ilmu kedokteran okupasi
(occupational medicine), yaitu Ramazzini B, menyatakan bahwa gerakan-
gerakan tertentu, yang bersifat kasar dan tidak beraturan, disertai posisi tubuh
3

yang tidak alami dapat menyebabkan kerusakan struktur tubuh. Setiap tempat
kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat
kerja. Potensi bahaya dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan
terhadap tenaga kerja yang terpapar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bahaya potensial Low Back Pain pada Pegawai Negeri Sipil
Dengan Riwayat Kerja Bangunan ?
2. Bagaimana mengidentifikasi penyakit Low Back Pain sebagai penyakit
akibat kerja pada Pegawai Negeri Sipil Dengan Riwayat Kerja Bangunan?
3. Apa rencana penatalaksanaan Low Back Pain pada Pegawai Negeri Sipil
Dengan Riwayat Kerja Bangunan?

C. Tujuan
1. Mengidentifikasi bahaya potensial Low Back Pain pada Pegawai Negeri
Sipil Dengan Riwayat Kerja Bangunan
2. Mengidentifikasi penyakit Low Back Pain sebagai penyakit akibat kerja
pada Pegawai Negeri Sipil Dengan Riwayat Kerja Bangunan
3. Mengetahui rencana penatalaksanaan Low Back Pain pada pada Pegawai
Negeri Sipil Dengan Riwayat Kerja Bangunan

D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan laporan ini adalah :
1. Manfaat Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi
b. Mampu melakukan penilaian bahaya potensial dan mampu melakukan
pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK)
2. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar memberikan
penanganan kepada pasien LBP secara holistik, terpadu, paripurna dan
4

berkesinambungan serta mempertimbangkan diagnosis penyakit


akibat kerja dan tata laksana medis dan okupasi.
3. Bagi Pasien
a. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang dialami
b. Mengetahui bahaya potensial yang dapat terjadi di lingkungan kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Low Back Pain


1. Definisi
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung bawah yang
disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri punggung
bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tapi juga rasa sakit
dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif misalnya penyakit artritis,
osteoporosis, atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan
cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang (Bull dkk, 2007).
Low back pain juga didefinisikan sebagai nyeri akut pada daerah ruas
lumbalis kelima dan sakralis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan
oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau
terlokalisir (Defriyan, 2011) dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah
tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik (Tanjung, 2009).
LBP merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan
oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Ayuningtyas, 2012) yang dapat
menurunkan produktivitas kerja manusia. LBP jarang fatal namun nyeri yang
dirasakan dapat membuat penderita mengalami penurunan kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari, masalah kesehatan kerja, dan banyak
kehilangan jam kerja pada usia produktif maupun usia lanjut. (Yudiyanta,
2007)

2. Epidemiologi
International Labour Organization (ILO) pada tahun 2013 menyatakan
bahwa setiap 15 detik terdapat 1 orang pekerja di dunia meninggal akibat
kecelekaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat pekerjaan. WHO
melaporkan Musculosceletal Disorder’s (MSDs) adalah penyakit akibat kerja
yang paling banyak terjadi dan diperkirakan mencapai 60% dari semua
penyakit akibat kerja. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2013, angka

5
6

prevalensi gangguan muskuloskeletal berdasarkan gejala yang ada yaitu


sebesar 24, 7% (Kemenkes, 2013).
National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja dengan
frekuensi kejadian paling tinggi adalah sakit/ nyeri pada punggung bawah
(LBP) yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Yuliana, 2011). Di Inggris dilaporkan
prevalensi LBP pada populasi lebih kurang 16.500.000 per tahun, yang
melakukan konsultasi ke dokter umum lebih kurang antara 3-7 juta orang
(Yanra, 2013) sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlahnya lebih banyak
lagi dan 90% kasus LBP bukan disebabkan oleh kelainan organik, melainkan
oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (Putranto, 2014).
Lebh dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP dengan
rata - rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun. Terdapat beberapa faktor
resiko penting terkait LBP diantaranya adalah usia diatas 35 tahun, perokok,
masa kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan, dan riwayat keluarga (Astuti,
2007).

3. Anatomi Tulang Belakang


Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang
tersusun secara segmental. Terdiri dari: 7 ruas tulang servikal, 12 ruas tulang
torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas
tulang ekor. Setiap ruas tulang belakang terdiri dari korpus di depan, dan arkus
neuralis di belakang yang padanya terdapat sepasang pedikel di kanan dan kiri.
Sepasang lamina, dua sendi, satu processus spinosus, serta dua processus
transversus. Setiap ruas tulang belakang dihubungkan dengan jaringan tulang
rawan yang disebut dengan diskus intervertebralis.yang berfungsi sebagai
absorber, membatasi dan mentabilkan pergerakan badan vertebra (Munir,
2012).
Menginjak usia 30 tahun, diskus intervertebralis mengalami degenerasi
yang menimbulkan robekan dan jaringan parut, cairan berkurang, ruang diskus
mendangkal secara permanen dan segmen spinal kehilangan stabilitasnya
7

sehingga menyebabkan berkurangnya cairan nukleus yang menurunkan


kemampuan menahan tekanan bila terjadi pergerakan kompresif, tidak
mengherankan bila LBP biasanya terjadi pada usia produktif (Munir, 2012).

Gambar 1. Kolumna Vertebra (Netter, 2014)

Tekanan terbesar di tulang belakang terutama di area lumbal atau


punggung bawah, yang harus menahan beban 40- 50% berat badan dan harus
menanggung posisi janggal serta pergerakan tubuh. Saat berdiri tegak, 80%
berat badan ditanggung oleh diskus intervertebralis dan 20% ditanggung faset
gabungan. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa diskus intervertebralis
dibentuk untuk menahan tekanan. Tulang belakang di area lumbal merupakan
tempat sering terjadinya LBP. Vertebra lumbal merupakan ruas tulang
pinggang yang terbesar (Munir, 2012).
8

Gambar 2. Vertebra Lumbalis (Netter, 2014)

4. Patofisiologi
Low Back Pain (LBP) sering terjadi pada daerah L4-L5 atau L5-S1,
dimana pada daerah tersebut terdapat dermatomal. Apabila dermatomal
kehilangan refleks sensoriknya maka refleks tendon dalam berkurang dan
kelemahan otot terjadi (Fauci, 2008). LBP mekanik banyak disebabkan oleh
rangsang mekanik yaitu penggunaan otot yang berlebihan. Hal ini dapat terjadi
pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau postur tubuh yang salah
untuk jangka waktu yang cukup lama dimana otot-otot di daerah punggung
akan berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh yang normal atau pada
saat aktivitas yang menimbulkan beban mekanik yang berlebihan pada otot-
otot punggung bawah. Penggunaan otot yang berlebih dapat menimbulkan
iskemi atau inflamasi. Setiap gerakan otot akan menimbulkan nyeri dan
menambah spasme otot sehingga gerak punggung bawah menjadi terbatas
(Ramadhani, 2015)
Faktor mekanik juga berperan menyebabkan LBP mekanik, diantaranya
postur tubuh yang buruk, fleksibilitas yang buruk, otot penyusun vertebra yang
lemah, dan exercise technique dan lifting technique yang kurang tepat. Postur
tubuh yang buruk seperti sikap berdiri membungkuk ke depan, tidak tegak,
kepala menunduk, dada datar, dinding perut menonjol dan punggung bawah
sangat lordotik dapat memperparah kejadian LBP mekanik. Keadaan ini
9

membuat titik berat badan akan jatuh ke depan, sehingga punggung harus
ditarik ke belakang dan akan menimbulkan hiperlordosis lumbal. Fleksibilitas
yang buruk karena kurangnya olahraga membuat fleksibilitas sendi-sendi dan
ekstensibilitas jaringan ikat menjadi kurang baik sehingga mudah sekali
mengalami penarikan dan peregangan pada pergerakan yang sebenarnya
kurang berarti.

5. Faktor penyebab
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya LBP antara lain faktor
individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Menurut Andini (2015)
faktor penyebab dapat dilihat berdasarkan faktor-faktor berikut ini:
a. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang
dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun yang berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas dan elastisitas
pada tulang dan otot menjadi berkurang sehingga meningkatkan resiko
timbulnya gejala LBP. Penelitian yang dilakukan Garg dalam Andini
(2015) menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35- 55 tahun dan
semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-
laki, Hal ini terjadi secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
daripada pria selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
c. Indeks Masa Tubuh
Seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Semakin berat
badan bertambah, tulang belakang akan tertekan dalam menerima beban
10

sehingga menyebabkan mudahnya terjadi kerusakan pada struktur tulang


belakang (Purnamasari, 2010).
d. Masa kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang
bekerja di suatu tempat. Terkait dengan hal tersebut, LBP merupakan
penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama masa
kerja seseorang maka semkain besar pula resiko untuk mengalami LBP.
e. Sikap kerja
Posisi kerja seseorang dapat saja menjadi janggal dimana posisi tubuh
yang menyimpang secara signifikan dari posisi tubuh normal saat
melakukan pekerjaan. Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan
jumlah energi yang dibutuhkan dalam bekerja. Yang termasuk dalam posisi
janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai,
berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi
statis dan menjepit dengan tangan. Sikap kerja yang tidak ergonomis dapat
menyebabkan kelelahan dan cedera pada otot sehingga menyebabkan posisi
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. Misalkan saat melakukan
pergerakan tangan terangkat, maka semakin jauh bagian tubuh dari pusat
gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot
skeletal (Tarwaka, 2014:118).
f. Lama kerja
Lamanya waku kerja berkaitan dengan keadaan fisik tubuh pekerja.
Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskuler,
sistem pernapasan, dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu
yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat
menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh, salah satunya adalah pada
bagian punggung (Suma’mur , 2014)
g. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja bisa berpotensi mengakibatkan terjadinya LBP,
seperti getaran dan kebisingan. Getaran dapat menimbulkan keluhan LBP
11

ketika seseorang menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan atau


lingkungan kerja yang memiliki hazard getaran. Selain itu, getaran dapat
menyebabkan kontraksi otot meningkat dan menyebabkan peredaran darah
tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri. Kebisingan dalam lingkungan kerja juga bisa mempengaruhi
performa kerja. Kebisingan secara tidak langsung dapat memicu dan
meningkatkan rasa nyeri LBP yang dirasakan pekerja karena bisa membuat
stress pekerja saat berada di lingkungan kerja yang tidak baik.
h. Riwayat penyakit
Pada kasus penderita LBP riwayat penyakit merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh, sebab apabila ada pekerja yang memiliki
riwayat penyakit kanker, tumor atau batu ginjal semua penyakit ini
mengakibatkan turunnya efektivitas tubuh dan berat badan, sehingga
memicu potensi terjadinya LBP (Sitepu, 2015).

6. Klasifikasi
Berdasarkan durasi gejalanya yaitu :
a. Akut
LBP akut merupakan nyeri yang timbul selama enam minggu atau kurang.
Hal ini ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan
rentang waktu hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa
minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.
b. Subakut
Subakut LBP subakut merupakan nyeri yang dirasakan selama enam
sampai dengan 12 minggu.
c. Kronik
LBP kronik merupakan nyeri yang timbul lebih dari 12 minggu.

Berdasarkan etiologinya, LBP mekanik dibagi menjadi 2 kategori


(Ramadhani, 2015 ), yaitu :
a. Mekanik Statik
12

LBP mekanik statik terjadi apabila postur tubuh dalam keadaan posisi
statis (duduk atau berdiri) sehingga menyebabkan peningkatan pada sudut
lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan S1 yang sudut
normalnya 30° - 40°) dan menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan.
Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran titik pusat berat badan
tersebut akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan kontraksi otot
otot yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal
sehingga dapat terjadi strain atau sprain pada ligamen dan otot-otot di
daerah punggung bawah yang menimbulkan nyeri.
b. Mekanik Dinamik
LBP mekanik dinamik dapat terjadi akibat beban mekanik abnormal
pada struktur jaringan (ligamen dan otot) di daerah punggung bawah saat
melakukan gerakan. Beban mekanik tersebut melebihi kapasitas fisiologik
dan toleransi otot atau ligamen di daerah punggung bawah. Gerakan-
gerakan yang tidak mengikuti mekanisme normal dapat menimbulkan LBP
mekanik, seperti gerakan kombinasi (terutama fleksi dan rotasi) dan
repetitif, terutama disertai dengan beban yang berat

Berdasarkan struktur anatomis dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:


a. Low back pain Primer
Nyeri yang disebabkan oleh adanya kelainan pada struktur di sekitar
lumbal yang meliputi kelainan atau cedera pada ligament, otot, persendian,
maupun persarafannya.
b. Low back pain Sekunder
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan pada struktur di luar lumbal.
c. Low back pain Referral
Nyeri yang disebabkan oleh struktur lain diluar sendi lumbal yang menjalar
ke lumbal.
d. Low back pain Psikosometrik
Nyeri yang disebabkan oleh adanya faktor gangguan psikologis penderita.
13

7. Tanda dan gejala


Menurut Badriah dalam Chenny (2012), nyeri punggung bawah dapat
diketahui dengan memperhatikan gejala yang muncul atau dirasakan oleh
penderita yaitu sebagai berikut:
a. Gejala ringan, seperti nyeri mendadak pada tulang belakang, pegal dan
terasa panas.
b. Terasa sakit bila digerakkan baik pada saat membungkuk kedepan dan
belakang, maupun pada saat berputar kekiri dan kekanan.
c. Gejala-gejala tadi akan semakin bertambah berat terutama pada saat akan
mengangkat beban berat, mengejan, bersin atau batuk. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya perubahan struktur. Rasa sakit akan menjalar
kebawah (bagian otot –otot belakang), otot – otot paha bagian belakang dan
kadang-kadang dapat menimbulkan sensasi mati rasa atau kesemutan yang
berat.
d. Pada tingkatan berat dapat mengakibatkan keluhan seperti lumpuh pada
bagian pinggang sampai kaki. Hal ini terjadi karena terjepitnya saraf saraf
ditulang belakang, yang fungsinya sebagai pusat refleks gerak sederhana,
sehingga terjadi kelumpuhan total.

8. Tatalaksana
a. Tatalaksana Medis
a) Terapi Non Farmakologis
b) Terapi Non Farmakologis
1) Pasien dianjurkan berolahraga kemudian dievaluasi lebih lanjut jika
pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari- hari dalam 4-6
minggu. Peran latihan fisik dalam pengobatan sakit punggung :
a. Perenggangan leher : untuk melepaskan tekanan
b. Leg extension : untuk perut dan tungkai (Sailaja, 2015).
2) Pada beberapa kasus dapat dilakukan tirah baring 2- 3 hari pertama
untuk mengurangi nyeri.
14

3) Dipertimbangkan pemberian obat penghilang rasa nyeri apabila


pasien belum mampu melakukan aktivitas dalam 1-2 minggu.
4) Pemberian terapi dengan modalitas lain seperti intervensi listrik,
pemijatan, orthosis, mobilisasi, traksi maupun modalitas termal
berupa ultrasound terapeutik, diatermi, infra red dan hidroterapi,
dengan terapi elektrik seperti stimulasi galvanic, arus interferensial,
arus mikro, stimulus saraf transkutaneus elektrik maupun stimulus
neuromuskular. Terapi dapat pula dilakukan dengan cara meridian
seperti akupuntur atau elektroakupuntur. Selain itu, dapat pula
digunakan terapi laser dan terapi kombinasi atau multimodalitas
(Huldani, 2012).

c)Terapi Farmakologis
1) Asetaminofen
Penggunaan asetaminofen dengan dosis penuh (2 sampai 4g per
hari) sebagai terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang
kuat dan beberapa pedoman terapi (rekomendasi A). Harus
diketahui bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme, sedang
puasa, memiliki penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu
(terutama antikonvulsan) atau orang tua yang lemah, toksisitas hati
dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya,
toksisitas asetaminofen meningkat secara substansial jika
dikonsumsi bersamaan dengan dengan inhibitor siklooksigenase-2
spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi (NSAID).
2) Obat Anti Inflamasi (NSAID)
Hampir pada sebagian besar pengobatan direkomendasikan NSAID.
Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping, American
Geriatrics Society merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai
terapi lini pertama dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-
asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan
memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan
15

NSAID non spesifik dengan biaya lebih rendahdaripada lebih agen


selektif. Jika NSAID non spesifik yang dipilih, sitoproteksi lambung
harus dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien. NSAID
harusdipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan
peran penting dalam proses produksi nyeri.
1) Steroid
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk
nyeri leher radikuler dan nyeri punggung bawah. Penggunaan
steroid untuk nyeri radikuler harus jelas namun untuk injeksi steroid
epidural kurang direkomendasikan sedangkan penggunaan steroid
tidak dianjurkan untuk mengobati LBP kronis (Huldani, 2012).
2) Anti depresan
Seperti amitriptyline dan duloxetine, obat ini tidak hanya mengobati
depresi tetapi juga dapat membantu dengan nyeri kronis (Sailaja,
2015)
b. Tata Laksana Okupasi
Tatalaksana okupasi berdasarkan Permenkes No 56 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaran Pelayanan Penyakit Akibat Kerja diantanya adalah :
a) Pelayanan pencegahan
b) Pelayanan penemuan dini
c) Pelayanan kelaikan kerja
d) Pelayanan kembali bekerja
e) Pelayanan penentuan kecacatan
Terapi okupasi membantu meningkatkan kualitas hidup pasien LBP
terutama yang berkaitan dengan aktivitas sehari - hari dan pekerjaannya.
Penanganan yang dapat diberikan antara lain latihan yang disesuaikan dengan
pekerjaan atau keseharian penderita misalnya melatih penderita mengangkat
dan memindahkan barang-barang pekerjaannya dengan benar sehingga tidak
membebani punggung bawah, melatih penderita menyapu dan mengepel
lantai dengan tepat tanpa membebani punggung bawah, ataupun melatih
pasien duduk sambil menulis, mengetik, atau menyetir tanpa membuat
16

punggung bawah membungkuk berlebihan. Saat diberi latihan, penderita juga


akan diingatkan kembali proper body mechanism yang telah diberitahu saat
edukasi (Fitrina, 2018).

B. Penyakit Akibat Kerja


1. Definisi
Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja
dalam hubungan dengan kerja, baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja,
peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja (Andini,
2015).
2. Diagnosis penyakit akibat kerja
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016)
diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan dengan pendekatan 7 (tujuh)
langkah yang meliputi:
a. Diagnosis klinis
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah penting dalam evaluasi penderita nyeri
punggung. Penderita dibiarkan menuturkan riwayat penyakitnya dengan kata
- katanya sendiri sambil dipandu ke arah yang memungkinkan munculnya
informasi penting yang diperlukan untuk diagnosis.

Anamnesis umum
Usia penderita dapat membantu dalam menemukan penyebab potensial
nyeri punggung. Beberapa penyebab yang lebih sering pada usia muda
(Spondilitis ankilosa, sindrom reiter), sedangkan yang lain pada usia lebuh
tua (stenosis spinal, polimialgia reumatika).
Jenis kelamin juga dapat membantu. Beberapa penyakit yang lebih sering
pada lelaki (Spondiloartropati), yang lain lebih sering pada wanita
(fibromialgia, osteoporosis).
17

Anamnesis Nyeri
Lokasi : kebanyakan nyeri punggung terbatas di pada daerah lumbosakral,
Onset : nyeri pinggang mekanik mempunyai onset yang berhubungan dengan
aktifitas fisik dan biasanya berlangsung singkat (beberapa hari sampai
beberapa minggu) sedangkan nyeri punggung medik onsetnya lambat tanpa
faktor presipitasi yang jelas dan sering berlangsung lama (beberapa minggu
sampai beberapa bulan)
Sifat nyeri : nyeri radikuler ke paha atau lutut biasanya berhubungan
dengan dengan nyeri referral dari unsur-unsur tulang belakang (otot ligamen
atau sendi). nyeri redikuller biasanya neurogenik dan menunjukan adanya
patologik. Nyeri ini terjadi karena tekanan pada satu cabang saraf yang
ditandai dengan penurunan sensibilitas motorik dan reflex.
Nyeri rujukan adalah nyeri yang diproyeksikan ke organ lain, misalnya
nyeri pada sendi posterior dirasakan penderita di daerah bokong, paha bagian
belakang, lutut sering sampai tungkai bawah tapi jarang sampai telapak kaki.
Nyeri ini bertambah jika tulang digerakkan, tetapi bisa juga terus menerus,
adakalanya hanya dalam posisi tertentu nyeri bertambah hebat. Kedua nyeri
ini mudah dibedakan dengan melakukan bloking pada faset dimana spasme
otot segmen di dapat. Beli nyeri hilang berarti kita berhadapan dengan nyeri
rujukan atau sebaliknya.

Riwayat penyakit sekarang


Disamping menilai nyeri, menemukan faktor - faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri sangat membantu dalam menentukan sumber
keluhan. Awalnya tanyakan saat kapan munculnya nyeri, saat bekerja atau
dalam kondisi lain, hubungan nyeri dengan posisi tubuh dan kegiatan fisik.
Yang bersifat khas, gangguan mekanik bertambah berat bila melakukan
aktifitas, termaksud duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama, serta
membaik jika berbaring. Tanyakan pula bagaimana rasa nyeri mempengaruhi
aktifitas sehari - hari dengan minimal menggunakan Visual Analogue Scale
(VAS).
18

Riwayat keluarga dan sosial


Riwayat keluarga dan riwayat sosial dapat membantu mengungkapkan
kelainan yang merupakan dasar nyeri punggung yang diderita sekarang,
mungkin terdapat faktor predisposisi familial. Salah satu contoh penting ialah
sekelompok penyakit yang menyebabkan spondiloartropati. Kelainan
mekanik seperti HNP dan stenosis spinal mungkin mempunyai predileksi
keluarga.
Pekerjaan dan riwayat sosial penting untuk mengidentifikasi penderita -
penderita yang mempunyai resiko mengalami nyeri punggung mekanik.
Hubungan kerja dengan onset nyeri penting dalam menentukan ganti rugi.
Kebiasaan sosial perlu ditanyakan terutama yang berkaitan dengan rokok,
alkohol, penggunaan obat terlarang.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu seperti keganasan, atau penyakit tulang
metabolik sangat membantu. Data dari anamnesis sitem dapat
mengidentifikasi penderita yang mempunyai penyakit sistemik yang
menyebabkan nyeri pinggang sekarang tetapi tidak menyadari hubungan
antara keduanya (misalnya ruam kulit dengan spondiloatropati).

Riwayat pekerjaan
Perlu ditanyakan riwayat pekerjaan pasien, apakah ada hubungan gejala
dengan pekerjaannya sekarang. Pekerjaan yang paling sering menimbulkan
keluhan LBP diantaranya mengangkat dan atau memutar sambil memegang
benda berat, operasi mesin yang bergetar, duduk lama (misalnya pengemudi
truk jarak jauh, patroli polisi), keterlibatan dalam tabrakan kendaraan serta
riwayat jatuh.

Pemeriksaan fisik (Utami, 2012).


a. Inspeksi
Pada inspeksi yang peru diperhatikan :
19

1) Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi,


pelvis yang miring atau asimetris, muskular paravertebral atau pantat
yang asimetris, postur tungkai yang abnormal
2) Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada
hambatan selama melakukan gerakan
3) Pada saat penderita menanggalkan atau mengenakan pakaian, apakah
ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas
4) Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring
dan bangun dari berbaring
5) Perlu dicari kemungkinan adanya atrofi otot, fasikulasi,
pembengkakan, perubahan warna kulit.
b. Palpasi dan perkusi
1) Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling
ringan rasa nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang terasa
paling nyeri.
2) Ketika meraba kolumna vertebralis seyogyanya dicari kemungkinan
adanya deviasi ke lateral atau anterior – posterior
c. Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri
pinggang bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena
sebab yang lain.
1) Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu
saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan
sensorik dengan menentukan batas-batasnya, dengan demikian
segmen yang terganggu dapat diketahui. Pemeriksaan sensorik ini
meliputi pemeriksaan rasa rabaan,rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan
rasa getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka tentukanlah batasnya
sehingga dapat dipastikan dermatom mana yang terganggu
20

2) Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen
mana yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai
segmen L4 maka m. tibialis anterior akan menurun kekuatannya.
Pemeriksaan yang dilakukan :
a) Kekuatan Fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari, dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan
gerakan tadi.
b) Perhatikan atrofi otot
c) Perlu perhatikan adanya fasikulasi ( kontraksi involunter yang
bersifat halus) pada otot – otot tertentu.
3) Pemeriksaan reflek
Reflek tendon akan menurun atau menghilang pada lesi motor neuron
bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung
bawah yang disebabkan HNP maka reflek tendon dari segmen yang
terkena akan menurun atau menghilang
a) Refleks lutut/patela : lutut dalam posisi fleksi ( penderita dapat
berbaring atau duduk dengan tungkai menjuntai), 15 tendo patela
dipukul dengan palu refleks. Apabila ada reaksi ekstensi tungkai
bawah, maka refleks patela postitif. Pada HNP lateral di L4-L5,
refleksi ini negatif.
b) Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut
dalam posisi fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya,
dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian
tendo achiles dipukul. Apabila terjadi gerakan plantar fleksi maka
refleks achiles positif. Pada HNP lateral L5-S1, refleksi ini
negatif.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa LBP antara lain :
21

1) Tes Laseque (straight leg raising)


Tungkai difleksikan pada sendi coxae sedangkan sendi lutut tetap
lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri punggung
dikarenakan iritasi pada saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.

Gambar 3. Tes Laseque


Tanda Laseque atau modifikasinya positif menunjukan adanya
ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. cara laseque yang
menimbulkan rasa nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda
kemungkinan HNP.
2) Tes Bragard
Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti
tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Bila nyeri punggung
dikarenakan iritasi pada saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.

Gambar 4. Tes Bragard


22

3) Tes Sicard
Sama seperti tes laseque namun ditambah dorsofleksi dari ibu jari
kaki. Bila nyeri punggung dikarenakan iritasi pada saraf ini maka
nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari
pantat sampai ujung kaki.
4) Tes Patrick

Gambar 5. Tes Patrick


Pada tes ini pasien berbaring, tumit dari salah satu kaki diletakkan
pada sendi lutut tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan
pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri,
maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya
coxitis. Tes ini dilakukan pada kedua kaki.
5) Tes Kontra Patrick
Tes kontra patrick dilakukan saat pasien tidur terlentang, sama halnya
dengan melakukan tes patrick akan tetapi kaki dirotasi kedalam
(internal). Tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan bagian
lateral dari lutut. Setelah itu lakukan penekanan pada sendi lutut ke
rotasi dalam. Apabila nyeri timbul (+) menunjukkan sumber nyeri di
sacroiliaka.
6) Tes Valsalva
Pasien disuruh menutup mulut dan hidung kemudian meniup sekuat-
kuatnya. Hasil positif pada hernia nukleus pulposus (HNP).
23

Gambar 6. Tes Valsava

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis low back pain
adalah dengan menggunakan pemeriksaan radiologi (x-ray, computed
tomography, atau magnet resonance imaging). Tes ini sering menunjukkan
perubahan tulang belakang (vertebrae) atau ruang antara tulang belakang
(cakram) (Chou, 2011).

b. Identifikasi Pajanan Potensi Risiko


Pajanan ergonomis akibat gerakan berulang, penggunaan otot yang
berlebihan, awkward posture (membungkuk, terlalu fleksi, menggapai sesuatu
yang jauh), gerakan statis (berdiri/duduk lama dengan punggung dan tangan
tanpa penyangga), bekerja dengan VDT, manual handling (mengangkat
benda berat, mendorong, membawa barang, menarik barang) dan menurut
faal kerja, metabolic stress dan fatigue berhubungan dengan beban pekerjaan
angkat beban berulang(memerlukan banyak energi), maksimal energy
expenditure untuk pekerjaan angkat adalah 2,2-4,7 kkal/menit dan ambang
batas beban yang memberatkan tulang belakang maksimal 11 kg (Judana dan
Sastrowirjo dalam Markam dkk, 2002).

c. Hubungan paparan potensi risiko dengan gangguan yang dialami


Nyeri punggung bawah dapat di temukan pada pekerjaan dengan tuntutan
fisik tinggi, pekerjaan dengan sikap badan statis dalam waktu lama, pekerjaan
yang terutama membutuhkan posisi sikap badan bungkuk, dan pekerjaan
24

mendadak tak terduga menerima beban kerja fisik berat. Lamanya waku kerja
berkaitan dengan keadaan fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskuler, sistem pernapasan, dan lainnya.
Mekanisme kerja statis juga mengakibatkan terhambatnya aliran darah ke
organ yang bekerja dan menyebabkan kelelahan (Judana dan Sastrowirjo
dalam Markam dkk, 2002).
Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat,
kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada
anggota tubuh, salah satunya adalah pada bagian punggung (Suma’mur,
2014). Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan
hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka
absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat
produktivitas kerja (Tarwaka dkk, 2014).

d. Menentukan jumlah paparan


Lamanya seseorang melakukan pekerjaan berdasarkan peraturan yaitu
selama 7 jam dalam satu hari, 40 jam dalam satu minggu untuk 6 hari kerja
dalam satu minggu, sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam satu minggu
sebaiknya 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam satu minggu. Jam lembur
yang diterapkan sebaiknya 3 jam dalam satu hari atau 14 jam dalam satu
minggu, untuk jam istirahat yaitu sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja 4 jam (UU RI No 13, 2003). Kriteria kerja statis yang baik adalah
kerja ringan dilakukan selama 4 menit, kerja sedang selama 1 menit, dan
kerja berat selama 10 detik (Judana dan Sastrowirjo dalam Markam dkk,
2002)
Batasan legal adalah batasan berat beban yang ditetapkan secara sah oleh
suatu lembaga atau negara untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan
sehat sehingga dapat mengurangi rasa nyeri dan ngilu serta ketidaknyamanan
pada tulang belakang. Batasan angkat di Indonesia ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No.
PER.01/Men/1978 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
25

Tabel 1. Beban angkat menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja


Transmigrasi dan Koperasi No.01 tahun 1978
Dewasa Tenaga kerja muda
Aktivitas
Laki-laki Laki-laki
mengangkat Wanita (kg) Wanita (kg)
(kg) (kg)
Sekali-kali 40 10 15 10-12
Terus
15-18 10 10-15 6-9
menerus
Metode dalam bidang ergonomi untuk menilai postur leher, punggung,
lengan pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja dapat dilakukan dengan
metode REBA (Rapid Entire Body Assesment) yang akan menghasilkan skor
sehingga dapat menjelaskan tingkat resiko MSDs (Firdaus, 2011).
Penilaian risiko ergonomi juga dapat dilakukan dengan suatu analisis
berupa survey salah satunya dengan metode Ergonomic Assesment Survey
(EASY). EASY adalah sebuah metode yang melakukan identifikasi dan
merangking kegiatan atau operasi dengan tingkatan atau mengurutkan
(frekuensi dan prioritas) dari faktor ergonomi yang terjadi pada pekerja.
Selain itu, metode lain seperti Baseline Risk Identification of Ergonomics
Factor (BRIEF) juga dapat dilakukan. BRIEF merupakan suatu alat
penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk
mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam satu pekerjaan serta digunakan
untuk menetukan sembilan bagian tubuh yang dapat beresiko terhadap
terjadinya CTD (Cummulative Trauma Disorder) atau risiko gangguan
kesehatan pada sistem rangka.

e. Peranan Faktor Individu


a. Status kesehatan fisik
Penyakit lain yang sering dikaitkan dengan keluhan nyeri punggung
yaitu
1) Kelainan kongenital atau kelainan perkembangan seperti spondilosis,
spondylolistesis, kiposcoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis
26

2) Trauma minor, seperti regangan, cedera whiplesh


3) Fraktur, seperti traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya
osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.
4) Hernia Discus Interverterbralis
5) Degeneratif komples discus misalnya osteofit, gangguan discus
internal, stenosis spinalis dengan claudicatio neurogenik, gangguan
sendi vertebra, gangguan sendi atlantoksial misalnya artritis
rheumatoid
6) Arthritis spondylosis, seperti arthropati faced atau sakroiliaka,
autoimun misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter
b. Usia
Terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung
dengan bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja.
Data menunjukkan bahwa kelompok yang rentan terhadap cedera
punggung dengan biaya tinggi cenderung pada kelompok usia 31-
40.
c. Kebugaran Jasmani
Pekerja dengan kebugaran jasmani yang lemah mungkin berisiko
mengalami cedera punggung. Dalam sebuah penelitian prospektif
menyimpulkan bahwa kebugaran jasmani dan penyesuaian berperan
dalam mencegah terjadinya cedera punggung.
d. Kesalahan Posisi dalam Mengangkat Beban
Mengangkat dan memindahkan yang baik harus memenuhi dua prinsip
menurut (Suma’mur P.K, 1998:25) yaitu :
3) Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan
sebanyak mungkin tulang belakang yang lemah dibebaskan dari
pembebanan.
4) Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis diatas kegiatan mengangkut dan
memindahkan harus dilakukan sebagai berikut :
27

1) Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh


dan memegang hanya dengan beberapa jari dapat menyebabkan
ketegangan statis lokal pada jari tersebut.
2) Lengan harus berada sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkut dan mengangkat
menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan
3) Punggung harus lurus, jangan membungkuk karena dapat
menyebabkan otot – otot pinggang merasa nyeri.
4) Dagu ditarik segera setelah kepala ditegakkan lagi seperti pada
permulaan gerakan dengan posisi kepala dan dagu yang tepat,
seluruh tulang belakang diluruskan.
5) Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
6) Berat badan dimanfaatkan untuk menaruh dan mendorong serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
7) Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal
yang melalui pusat gravitasi tubuh, dengan begitu upaya yang
bersifat mengimbangi berkurang dan dihindari aktivitas otot statis
yang tidak perlu.

f. Peranan faktor lain di luar pekerjaan


Sebagai dokter perusahaan atau dokter spesialis okupasi harus
menanyakan kepada pasien terkait faktor - faktor lain yang bisa menyebabkan
keluhan tersebut seperti hobi atau aktivitas yang dilakukan diluar dari
pekerjaan, perlu ditanyakan juga apakah pasien mempunyai pekerjaan
sambilan diluar dari pekerjaan sekarang dan sekiranya apakah jenis pekerjaan
dan bagaimana dapat menghubungkan apakah pekerjaan sambilan tersebut
mempunyai hubungan terhadap keluhan nyeri punggung bawah.

g. Diagnosis okupasi
28

Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat


disimpulkan penyakit atau keluhan yang diderita oleh pekerja adalah
penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja.

3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan yang dilakukan harus berdasarkan 5 Level of Pevention yang


dibuat oleh Level and Clark. Saat ini penggolongannya dimodifikasi menjadi
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier (Soemarko,
2012).
a. Pencegahan Primer
Prinsip dari pencegahan ini adalah mencoba meningkatkan daya tubuh
pekerja, dengan Health Promotion. Kegiatan yang dilakukan antara lain
penyuluhan tentang perilaku kesehatan, faktor bahaya ditempat kerja dan
perilaku kerja yang baik. Kegiatan yang lain adalah olahraga dan makan
dengan gizi yang seimbang (Soemarko, 2012).
b. Pencegahan Sekunder

Prinsip dari pencegahan ini adalah mencoba mengurangi kontak pajanan


dengan tubuh atau mengurangi masuknya pajanan ke dalam tubuh, dengan
Specific Protection. Kegiatan yang dilakukan adalah pengendalian teknik
seperti melakukan substiusi pajanan, isolasi pajanan, membuat ventilasi
ruang kerja yang sesuai. Setelah itu ada pengendalian administrasi yang
kegiatannya dengan melakukan aplikasi perundang-undangan dan peraturan
yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja serta ketenaga kerjaan.
Pengendalian administrasi juga dapat dilakukan dengan membuat aturan
internal di tempat kerja seperti dengan membuat aturan rotasi dan
pembatasan jam kerja.
Khusus untuk pelayanan kesehatan, pengendaliannya antara lain dengan
melakukan kegiatan imunisasi. Penggunaan alat pelindung diri merupakan
salah satu cara untuk mengurangi jumlah pajanan yang masuk ke dalam
tubuh pekerja. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai dengan cara
29

masuk pajanan ke dalam tubuh, dan alat pelindung diri harus nyaman
dipakai. Ingat, alat pelindung diri harus digunakan oleh diri sendiri, bukan
untuk bersama-sama (Soemarko, 2012).

4. Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016)


tatalaksana penyakit akibat kerja secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
tata laksana medis dan tata laksana okupasi.
a. Tata Laksana Medis
Tata laksana medis dilakukan setelah diagnosis klinis pada langkah
pertama diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan. Tata laksana medis
berupa rawat jalan dan/atau rawat inap yang dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter sesuai dengan kompetensinya.
Terapi yang diberikan berupa medikamentosa dan/atau non
medikamentosa seperti edukasi, exercise, fisioterapi, konseling,
psikoterapi dan nutrisi. Rujukan klinis dilakukan apabila diagnosis klinis
belum dapat ditegakkan karena timbul keraguan dari dokter yang
melakukan pemeriksaan dan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana
yang tidak memadai.
b. Tata Laksana Okupasi
Tata laksana okupasi diberikan setelah diagnosis PAK ditegakkan.
Sasaran tata laksana okupasi adalah individu pekerja dan komunitas
pekerja. Tata laksana okupasi pada individu pekerja terdiri dari penetapan
kelaikan kerja, program kembali bekerja dan penentuan kecacatan
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Usia : 54 Tahun
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pendidikan : S1 (SMA)
Agama : Islam
Suku : Tolaki
Tanggal pemerikssan : 23 Juni 2021
B. Anamnesis Pasien
1. Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
2. Anamnesis Terpimpin :
Tn. D datang ke poli Puskesmas Poasia dengan keluhan nyeri
punggung bagian bawah yang terkadang menjalar hingga ke paha.
Keluhan ini sudah sering dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu yang
hilang timbul namun memberat dalam ± 5 hari terakhir. Nyerinya terus
menerus. Pasien juga mengeluh bertambah nyeri bila berbaring dengan
posisi terlentang. Nyeri yang dirasakan sifatnya yakni seperti rasa
tertusuk-tusuk dan kram-kram.
Pasien juga mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan atau
trauma sebelum mengalami keluhan ini. Nafsu makan pasien baik, gejala
tidak disertai dengan demam, mual, muntah, batuk, dan kesemutan
dikaki.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
4. Riwayat Penyakit Dalam keluarga : Tidak ada
5. Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama : Tidak ada
6. Riwayat Kebiasaan :
Berolahraga rutin (-), riwayat merokok (+), riwayat mengkonsumsi
alkohol (-).

30
31

7. Riwayat Pengobatan : pasien sudah mengonsumsi obat anti nyeri.


8. Riwayat Sosial Ekonomi :
Status ekonomi keluarga Tn. D termasuk kategori ekonomi
menengah ke atas. Tn. D tinggal serumah bersama istri dan satu orang
anaknya. Keuangan keluarga Tn. D bersumber dari penghasilannya Tn.D
dan istri. Pembiayaan kesehatan Tn. A menggunakan JKN (BPJS).
9. Riwayat Gizi :
Tn. D makan sebanyak 2-3 kali sehari dengan komposisi nasi, sayur, dan
lauk pauk yang beragam.
10. Riwayat Pekerjaan:
Tn. D bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Tn. D memiliki beberapa
rumah yang Tn.D kerjakan sendiri.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
Tampak baik, sakit ringan, kesadaran kompos mentis (GCS E4V5M6)
2. Tanda Vital :
Tekanan Darah : 170/100mmHg
Frekuensi nadi : 84x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Berat badan : 82 Kg
Tinggi badan : 172 cm
IMT : 27,79 (Obes 1)
c. Status Generalisata
a. Kepala : Normocephal, rambut dalam batas normal
b. Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).
c. Mata : Pupil isokor
d. Telinga : Otore (-)
e. Hidung : Rinore (-)
f. Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
g. Tonsil : T1/T1
32

h. Leher :Tidak ada pembesaran pembesaran kelenjar


i. Thorax
1) Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-),
2) Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri =
kanan
3) Perkusi : sonor kiri = kanan
4) Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : -/-
j. Cor
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Pekak Batas kiri pada ICS V linea midclavicularis
sinistra Batas kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra
4) Auskultasi : Bunyi Jantung Jantung I/II murni regular, murmur
(-)
k. Abdomen
1) Inspeksi : Tampak cembung cembung
2) Auskultasi : Bising usus kesan normal
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
4) Perkusi : Timpani
l. Ekstremitas
1) Edema : Tidak ada edema
2) Akral dingin : Tidak
3) CRT : Normal
d. Status Neurologis
Kekuatan otot : pasien dapat melakukan seluruh gerakan secara
berulang-ulang tanpa merasa nyeri selain dalam
posisi berbaring
Tes Laseque : didapatkan nyeri yang menjalar
Kernig sign : tidak terdapat tahanan sebelum terbentuk sudut 35
derajat antara tungkai bawah dengan pinggul
33

Tinnel test : tidak didapatkan nyeri tekan pada pergelangan


tangan diantara ibu jari dan jari telunjuk.
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
E. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Tabel 2. Jenis Pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat Kerja Masa Kerja

Pegawai Negeri Sipil Kantor Gurbernur 1989-sekarang (32


Dengan Riwayat Kerja Tahun)
Bangunan

2. Uraian Tugas
Tabel 3. Uraian Tugas Pasien

Jam Kegiatan

05.30.-06.30 Bangun, sholat, dan sarapan

06.30-07.00 Berangkat kerja

07.00-12.00 Melakukan pekerjaannya di kantor

12.00-12.30 ISHOMA

12.30-14.30 Melanjutkan aktifitas kerjanya

14.30-15.00 Bersiap-siap untuk pulang

15.00-15.30 Pulang ke rumah

15.30-18.30 Mandi, Sholat dan istirahat

18.30-20.30 Makan malam dan sholat

20-30-05.30 Istirahat malam


3. Bahaya Potensial
Tabel 4. Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Bangunan Pasien
Daftar Bahaya Potensial Risiko
Kegiatan Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikologi
Gangguan Kecela
Kesehatan
Mencampur Suhu Men - Posisi berdiri Kurang Gangguan -
bahan bangunan udara ghir membungkuk istirahat Muskulo-
panas up terlalu lama, skeletal
deb mengangkat
u bahan
batu bangunan
,
sem
en,
dan
pasi
r

F. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami


Tn. D datang ke poli Puskesmas Poasia dengan keluhan nyeri punggung
bagian bawah yang terkadang menjalar hingga ke paha. Keluhan ini sudah
sering dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu yang hilang timbul namun
memberat dalam ± 5 hari terakhir. Nyerinya terus menerus. Pasien juga
mengeluh bertambah nyeri bila sedang berbaring dengan posisi terlentang.
Nyeri yang dirasakan sifatnya yakni seperti rasa tertusuk-tusuk dan kram-
kram. Pasien didiagnosis Pasien didiagnosis oleh dokter Low Back Pain
(LBP). LBP yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan yang
mengharuskan posisi membungkuk terlalu lama dan mengangkat bahan
bangunan, dan posisi kerja yang tidak ergonomik. Tn D telah 14 tahun
bekerja sambilan sebagai Pekerja bangunan.
G. Resume
Tn. D merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil yang bekerja sambilan
sebagai pekerja bangunan. Tn D datang ke poli puskesmas Poasia dengan
keluhan nyeri punggung bagian bawah yang terkadang menjalar hingga ke

30
31

paha. Keluhan ini sering dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu yang
hilang timbul namun memberat dalam ± 5 hari terakhir. Nyerinya terus
menerus. Pasien juga mengeluh bertambah nyeri bila sedang berbaring dengan
posisi terlentang. Nyeri yang dirasakan sifatnya yakni seperti rasa tertusuk-
tusuk dan kram-kram.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Status generalisata dalam batas normal, status lokalisasi nyeri ditemukan
ditemukan pada daerah lumbal menjalar ke arah paha, tidak ada tanda fraktur.
Status neurologis Tn. D didapatkan kekuatan otot tidak ada tahanan gerak
dari setiap perlakuan dalam melihat adanya kelainan pada otot dan tes laseque
didapatkan nyeri (+) yang menjalar ke arah paha.

H. Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita LBP (Low Back Pain)
2. Bahaya Potensial Dasar
Tabel 5. Bahaya Potensial Dasar di tempat kerja
Biologi Tidak ada
Kimia Debu batu, semen dan pasir
Fisika Suhu udara panas
Ergonomi Posisi berdiri membungkuk terlalu lama, mengangkat bahan
bangunan.
Psikososial Kurang istirahat

3. Hubungan Pajanan dengan Diagnosis Klinis


Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang termasuk ke
dalam lima besar negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Mayoritas
penduduk Indonesia bekerja di sekor industri. Perkembangan di sektor
industri akibat kemajuan teknologi yang berpengaruh pada lingkungan dan
alat kerja terbukti membawa dampak positif bagi kehidupan manusia.
32

Akan tetapi, interaksi antara pekerja dengan alat dan lingkungan kerjanya
bisa memberikan dampak negatif bagi manusia. (Haikal, 2018).
Penelitian menyatakan bahwa Faktor risiko ergonomi yang
ditemukan terkait dengan LBP adalah total jam per minggu kerja, duduk
postur saat mengemudi dan cukup ruang kerja. Terjadi nyeri lebih sering
pada saat posisi berdiri membungkuk dan tegak karena pada posisi ini
otot-otot erektor spina lebih sering berkontraksi sehingga lebih cepat
terjadi ketegangan yang berlebihan. Mobilitas dan fleksibilitas juga
berkurang pada ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Hal yang
sama terjadi pada jaringan ikat di vertebra, yang bila terjadi gangguan
akan menyebabkan nyeri. Secara struktural, jaringan ikat terdiri dari tiga
golongan komponen; sel, serat, dan substansia dasar. Berbeda dari jaringan
lain yang mempunyai komponen utama sel, unsur pembentuk utama dari
jaringan ikat ialah matriks ekstrasel. Matriks ekstrasel terdiri dari
kombinasi berbagai serat protein (kolagen, retikulin, elastin) dan
substansia dasar. Serat-serat ini, terutama serta kolagen, membentuk tendo,
aponeurosis, simpai organ, dan membran pembungkus sistem saraf pusat
(meningen) (Wijayanti dkk, 2019).
Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan jumlah energi
yang dibutuhkan dalam bekerja. Posisi janggal dapat menyebabkan
kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien
sehingga mudah menimbulkan kelelahan. Termasuk ke dalam posisi
janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai,
berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi
statis dan menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area
tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah inilah yang paling
sering mengalami cedera. (Andini, 2015)
Pekerja pada industri bangunan mendapat keluhan LBP akibat
posisi kerja yang buruk dalam mengangkat beban, serta para pekerja
memiliki kebiasaan memposisikan tubuh yang salah ketika bekerja
misalnya, ketika mengangkat beban ada gerakan membungkuk dan
33

memutar punggung, kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, dan dalam


mengangkat beban tidak berada sedekat mungkin dengan tubuh (Aprilia
dkk, 2021).
Pada kasus ini dalam menjalankan pekerjaan sambilannya sebagai
pekerja bangunan diharuskan berdiri membungkuk dalam waktu yang
lama dan mengharuskan melakukan gerakan berulang menggunakan
tangan yang digunakan. Hal ini dilakukan selama 8-9 jam setiap hari
selama 14 tahun. Hal tersebut merupakan suatu faktor risiko penyebab
gangguan muskuloskeletal. 

4. Jumlah Pajanan yang dialami


Berdasarkan suatu penelitian, bekerja duduk tidak ergonomi dan dalam
rentan waktu 1,5-5 jam berpeluang lebih besar mengakibatkan nyeri punggung
belakang dibandingkan dengan hanya bekerja <1,5 jam. Sumekar menyatakan
dalam penelitiannya bahwa lama duduk >4 jam dapat menimbulkan terjadinya
nyeri punggung belakang pada hampir seluruh sampel penelitian. Sementara pada
kasus berdiri dalam jangka yang lama, tubuh hanya bisa mentolerir tetap berdiri
dengan satu posisi hanya selama 20 menit. Jika lebih dari batas tersebut, perlahan-
lahan elastisitas jaringan akan berkurang dan akhirnya tekanan otot meningkat dan
timbul rasa tidak nyaman pada daerah punggung. Sekitar 90% dari seluruh kasus
Low Back Pain disebabkan oleh faktor mekanik (Pirade, 2013).
Menurut Andini (2015), durasi waktu terpajan faktor risiko terbagi atas 3
yaitu durasi singkat jika kurang dari 1 jam/hari, durasi sedang 1-2 jam/hari dan
durasi lama lebih 2 jam/hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila
postur dipertahankan selama lebih dari 10 detik. Berdasarkan penelitian Rinaldi
(2015), kejadian Low Back Pain yang diteliti dari 52 orang responden sebanyak
30 responden (57%) yang memiliki risiko tinggi LBP yang disebabkan oleh posisi
mengangkat beban dan lama jumlah jam kerja yang melebihi ambang batas yaitu
28,3 kg permenit.
Pekerja yang mempunyai masa kerja >4 tahun mempunyai risiko
gangguan musculoskeletal 2,775 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja
34

dengan masa kerja <4 tahun. Semakin lama kerja seseorang dapat menyebabkan
terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun psikis.
(Koesyanto, 2013).
Tn. D telah bekerja sambilan sebagai pekerja bangunan untuk membangun
rumahnya selama kurang lebih 14 tahun dengan jumlah jam pajanan 8-9 jam/hari.
Saat bekerja mengharuskan pasien berdiri membungkuk dalam waktu yang lama
dan banyak getaran yang dirasakan secara berulang yang dapat menyebabkan
cedera trauma kumulatif. Pada BRIEF Survey didapatkan hasil posisi tangan
kanan dan kiri risiko rendah, bahu kanan dan kiri risiko rendah, leher risiko
sedang dan punggung risiko tinggi sehingga berisiko menimbulkan keluhan
muskuloskeletal. Kesimpulan : pajanan cukup menimbulkan keluhan pasien.

Gambar 7. BRIEF survei


5. Faktor Individu
Kejadian nyeri punggung bawah meningkat pada umur produktif yaitu
usia 20-30 tahun (Pirade, 2013). Menurut World Health Organization (WHO)
2,5% dari karyawan industri tiap tahunnya mengalami nyeri punggung
35

dimana laki-laki lebih banyak menderita NPB dibandingkan perempuan yaitu


sekitar 71,8% dengan usia 20-40 tahun dan berat badan 50-60 kg sekitar
35,9% (Rahmat, 2019).
Prevalensi LBP pada laki-laki sebesar 18,2% dan perempuan sebesar
13,%. Pekerja bangunan banyak melakukan aktifitas yang berat yang
mengharuskan duduk dalam jangka waktu yang lama. Pekerja selalu terpapar
risiko dari LBP karena selalu dalam posisi statis (Chananta, 2019).
Seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat
badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang
membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan
dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang
belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbrae
lumbal (Purnamasari, 2010). Penelitian lainnya yang dilakukan pada populasi
pekerja tekstil di India yang menyebutkan bahwa body mass index di atas 30
merupakan prediktor yang sangat kuat untuk terjadnya LBP
Tn. D merupakan Pria berusia 54 tahun memiliki status gizi obes 1 saat
bekerja tidak memperhatikan aspek ergonomi dan pasien merasakan
gejalanya sejak 6 bulan yang lalu dan memberat dalam ± 5 hari terakhir.
Riwayat penyakit lain yang berhubungan berhubungan dengan gejala  pasien
(-). Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-), Riwayat Merokok (+)
6. Faktor Lain di Luar Tempat Kerja
ada, dulu setelah bekerja sebagai pegawai negeri Tn.D segera pulang ke
rumah untuk istirahat, kemudian melakukan aktifitas pekerjaan sambilannya
sebagai tukang bangunan untuk membangun rumahnya

7. Diagnosis Okupasi
Penyakit Low Back Pain (LBP) yang dialami oleh Tn. D bukan
merupakan penyakit akibat kerja. Hal ini dikarenakan, selain faktor
pekerjaan, terdapat beberapa faktor individu yang dapat mempengaruhi
penyakit pasien.
I. Penatalaksanaan
36

1. Medikamentosa
a. Ibuprofen 400 mg 2x1
b. Vitamin B Kompleks 1x1
c. Vitamin B1 500 mg 1x1
2. Okupasi
a. Istirahat yang cukup
b. Mengurangi durasi kerja
c. Melakukan peregangan sebelum dan setelah bekerja
d. Memperhatikan posisi ergonomik
e. Makan makanan yang bergizi
f. Olahraga teratur
g. Menggunaan baju pengaman(korset)
h. Kurangi mengangkat beban berat
J. Prognosis
Prognosis kondisi TN. D tergantung dari banyak aspek diantaranya upaya
pencegahan terhadap penyebab yang dapat menjadi pencetus LBP dan
pengobatan penyakit sehingga prognosisnya adalah:
 Ad vitam : Ad Bonam
 Ad functionam : Ad Bonam
 Ad sanationam : Ad Bonam
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
1. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan karena
pekerjaan atau lingkungan kerjanya. Pada kasus ini (Tn. D) didiagnosis
sebagai Low Back Pain (LBP) dan bukan termasuk penyakit akibat kerja.
2. Bahaya potensial yang terdapat pada pekerja bangunan antara lain:
Biologi : Tidak ada
Kimia : Debu batu, semen dan pasir
Fisika : suhu panas
Ergonomi : Posisi kerja statis (berdiri membungkuk), mengangkat
beban berat,
Psikosial : kurang istirahat

B. Saran
1. Bagi penulis agar menambah pengetahuan mengenai kedokteran okupasi
dan penilaian bahaya potensial di lingkungan kerja.
2. Bagi tenaga kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
pada  pasien LBP terutama yang dialami pekerja.
3. Bagi pasien lebih memperhatikan kesehatannya dengan mengetahui
bahaya potensial di lingkungan kerjanya dan diharapkan dapat
mengurangi kegiatan yang dapat memicu munculnya gejala LBP.

41
42

DAFTAR PUSTAKA

Andini, F. 2015. Risk Factors Of Low Back Pain In Workers. Jurnal MAJORITY
4(1): 12-19
Anggraika P, Apriany A, Pujiana D. 2019. Hubungan Posisi Duduk dengan
Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Pegawai Stikes. Jurnal Aisyiyah
Medika 4(1): 1-10.
Aprilia, L., Solichin, Puspitasari, S.T. 2021. Gambaran Keluhan Low Back Pain
(LBP) pada Pekerja Menjahit dengan Pengukuran Visual Analog Scale
(VAS) Sport Science and Health 3(3): 117-127
Astuti, Rahmaniyah Dwi. 2007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban
Angkat Terhadap Keluhan Musculusceletal.
https://www.google.co.id/ejournal. Diakses pada tanggal 6 Juni 2020.

Ayuningtyas, Santie. 2012. Hubungan antara masa kerja dan resiko terjadinya
Nyeri Punggung Bawah pada karyawan PT. Krakatau Steel di Cilegon
Banten. Universitas Muhammadiyah Surakarta .

Bull E, Archard G, 2007. Nyeri Punggung. Terjemahan oleh Juwalita Surapsari.


2007. Jakarta Pusat ; PT Gelora Aksara Pratama

Chenny, Meliyanti. 2012. Hubungan Sikap Tubuh Dan Shift Kerja Dengan
Gangguan Otot Punggung Bawah (Low Back Pain) Terhadap Pekerja
Bagian Produksi Kelapa Sawit (PKS) Luwu I PTPN XIV Burau Tahun
2012. Universitas Hasanuddin: Makassar.

Chou R, Qaseem A, Owens DK. 2011. Radiology Test for Patients with Low
Back Pain: High-Value Health Care Advice from the America College
of Physicians. Annals of Internal Medicine. 154:181-90.

Defriyan, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri


Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis di Sanggar Family
Art Bandar Lampung [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
43

Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, Et Al.


Harrison’s Principles Of Internal Medicine, 17th Edition [Internet].
Mcgraw-Hill; 2008

Firdaus, Oktri Muhammad. Sutrio. 2011. Analisis Pengukuran RULa dan REBA
Petugas Pada Pengangkatan Barang di Gudang dengan Menggunakan
Software Ergointelligence (Studi Kasus: Petugas Pembawa Barang di
Toko Dewi Bandung). Universitas Widyatama

Fitriani, NA., Febri EBS, dan Andari, D. 2017. Hubungan Antara Overweight
dengan Nyeri Punggung Bawah di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Periode
Januari-Desember Tahun 2013. Saintika Medika 11 (1) :39-44
Fitrina, R. 2018. NYERI PUNGGUNG BAWAH (LBP), yankes kemenkes RI.
Available at: http://yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-
5012.html Accessed: 15 Juni 2021

Haikal M, Wijaya S M. 2018. The Risk of Low Back Pain (LBP) in Workers with
Whole Body Vibration (WBV) Exposures. Journal Agromedicine 5(1):
529-533.
Huldani D. 2012. Nyeri Punggung. J Kedokt Univ Lambung Mangkurat, 1(5): 21-
25

ILO. Keberlanjutan melalui Perusahaan yang Kompetitif dan Bertanggung Jawab


(SCORE). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kerjasama dan
Usaha yang Sukses. ILO. Jakarta; 2013.

Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas. Balitbang Kemenkes RI.


Jakarta; 2013.

Koesyanto, H. 2013. Masa Kerja Dan Sikap Kerja Duduk Terhadap Nyeri
Punggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9 (1) (2013) 9-14.

Lalupanda, E.Y., Rante, S.D.T., Dedy, M.A.E. 2019. Hubungan Masa Kerja
Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Penjahit Sektor Informal
Di Kelurahan Solor Kota Kupang. Cendana Medical Journal 18(3)
44

Markam, S. lazurdi, dkk.2002. Penuntun Neurologi. Peranan Neurologi dalam


Masalah Nyeri Punggung Bawah Edisi 2. Jakarta : Binarupa Aksara :
270-2

Munir S. 2012. Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final
Packing Dan Part Supply Di Pt. X. 2012; Cendana Medical Journal ,
46(5):1-7.

Netter Fh. Atlas Of Human Anatomy 25 Th Edition [Internet]. 2014 [Cited 2020
June 13]. Available From:
Http://Netterreference.Com/Elsevier/Netter_S_Clinical_Anatomy/B/Book
d etails/34

Noor, Z. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal: Edisi 2. Salemba Medika:


Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2016. Penyelenggaraan


Pelayanan Penyakit Akibat Kerja. Menteri Kesehatan RI.
Pirade A, Angliadi E, Sengkey L S. 2013. Hubungan Posisi dan Lama Duduk
dengan Nyeri Punggung Bawah (NBP) Mekanik Kronik pada Karyawan
Bank. Jurnal Biomedik 5(1): 98-104
Purnamasari H, Gunarso U, Rujito L. 2010. Overweight Sebagai Faktor Risiko
Low Back Pain pada Pasien Poli Saraf Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Mandala of Health. Purwokerto : Fakultas Kedokteran
Universitas Jendral Soedirman,4:(1),hal. 26-32.

Putranto TH, Djajakusli R, Wahyuni A. 2014. Hubungan Postur Tubuh Menjahit


Dengan Keluhan Low Back Pain Pada Penjahit di Pasar Sentarl Kota
Makassar [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Rahmat N,dkk. 2019. Hubungan Lama Duduk dan Sikap Duduk Terhadap
Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Penjahit Rumahan di Kecamatan
Tasikmadu. Journal of Health Science and Prevention 3(2): 79-85.
45

Ramadhani Ae, Wahyudati S. 2015. Gambaran Gangguan Fungsional Dan


Kualitas Hidup Pada Pasien Low Back Pain Mekanik. Media Med Muda;
Vol 4, No 4 Media Med Muda.

Robinson, M. 2016. Clinical Diagnosis and Treatment of A Patient With Low


Back Pain Using The Patient Response Model: A Case Report.
Physiotherapy Theory and Practice.
Sailaja A K. 2015. Treatment for Low Back Pain Attributed to Underlying
Presumptive Etiology. Americal Journal of Drug Delivery and
Therapeutics 2(1):1-8.
Sekaaram, V., Ani, LS. 2017. Prevalensi Musculoskeletal disorders (MSDs) pada
Pengemudi Angkutan Umum di Terminal Mengwi, Kabupaten Badung-
Bali, Intisari Sains Medis. 2017

Sitepu, D. S. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Low Back


Pain Pada Petani Jeruk di Desa Dokan Kecamatan Merek Kabupaten
Karo Tahun 2015. Universitas Sumatera Utara: Medan.

Soemarko, D.S. 2012. Penyakit Akibat Kerja “Identifikasi dan Rehabilitasi


Kerja”. Program Magister Kedokteran Okupasi. Departemen IKK.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Suma’mur P.K. 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Haji
Masagung: Jakarta

Swleboda, P., et.al. 2013. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment.
Ann Agric Environ Med, 1:2-7.

Tanjung, R. 2009. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah di


puskesmas. Diperoleh tanggal 5 Mei 2021 dari http://elearning-
po.unp.ac.id/

Tarwaka., 2014. Ergonomi Industri: Dasar-Dasar Ergonomi dan Implementasi di


Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press
46

Umami AR, Hartatnti RI, Dewi A. 2014. Hubungan Antara Karakteristik


Responden dan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Pada Pekerja Batik Tulis. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2(1):72-8.

Utami, R. T. 2012. Referrat LBP. Universitas Mulawarman

Wijayanti, F., Oktafany, M., Ramadhian, R., Saftarina, F., Canias E. 2020.
Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Penjahit Konveksi di Kelurahan
Way Halim Kota Bandar Lampung. Jurnal Medula, 8(2):82-87.
World Health Organization. 2013. Low Back Pain. Priority Medicines for Europe
and The World. 81: 671-6

Yanra, E. P. 2013. Gambaran penderita LBP di poliklinik bedah RSUD Raden


Matther Jambi. Universitas Jambi .

Yudiyanta A, 2007, Gejala Radikulo Diskogenik sebagai Prediktor Diagnosis


Radikulopati Luumbosakral Pada Pasien NPB, BNS No.8 (3), pp: 159-
67.

Yuliana. Low Back Pain. RSUP dr. Sadikin bandung. 2011:38:4


47

Lampiran Dokumentasi

(Pemeriksaan Vital Pada Pasien)


48

(Anamnesis Pasien)

Anda mungkin juga menyukai