Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

[ ANESTESI PADA NEONATUS DENGAN


GASTROSCHISIS]

Pembimbing :
Dr. Satriyo Y Sasono, SpAn

Oleh :

Fania Pancar Fadilla


030.06.086

SMF ANESTESI RUMAH SAKIT OTORITA BATAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 31 MEI 2010 3 JULI 2010
LEMBAR PENGESAHAN
1 | Page

Kasus yang berjudul


Anestesi pada Neonatus dengan Gastroschisis
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing
Pada tanggal

Juni 2010

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Anestesi RSOB Batam

Pembimbing

Dr. Satriyo Y Sasono, SpAn

KATA PENGANTAR

2 | Page

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena atas berkat,
rahmat, dan anugerah-Nya, maka kasus yang berjudul Anestesi pada Neonatus dengan
Gastroschisis ini dapat diselesaikan.
Adapun penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSOB Periode 31 Mei 2010 3 Juli 2010.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Satriyo Y Sasono, SpAn selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini.
2. Para konsulen, dokter, paramedik, dan seluruh staf di SMF Anastesi, serta semua
pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan referat maupun
membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian tugas
ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak , maka penulis menyadari dalam
penyusunan referat ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu kritik serta saran
sangat diharapkan untuk perbaikan dalam penyusunan selanjutnya. Akhir kata semoga referat ini
dapat berguna bagi semua pihak.

Batam, Juni 2010

Penulis

ANESTESI PADA NEONATUS DENGAN GASTROSCHISIS

IDENTITAS
3 | Page

Nama : Bayi Widjanarko Sri H


Umur : 1 hari
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Cemara Angin kav.223 Bukit Indah Sukajadi
Agama : Islam
Tanggal operasi : 22 Juni 2010
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Os rujukan dari bidan dengan kelainan hernia umbilicalis
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien rujukan dari bidan datang ke RSOB pada pukul 20.30 WIB dengan kelainan hernia
umbilicalis. Pasien lahir di bidan pada pukul 16.40 WIB secara normal. Saat lahir langsung
menangis, air ketuban berwarna hijau, dengan apgar score 8/9. Tampak usus keluar dari
abdomen, anus (+).
PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM/KESADARAN
Menangis merintih, gerak aktif

TANDA VITAL
Suhu : 39,1C
Nadi

: 163 kali/menit
4 | Page

RR

: 60 kali/menit

Saturasi: 98%
KEPALA
Microcephali, ubun-ubun besar datar terbuka, pernapasan cuping hidung (-), sianosis (-). Perioral
(-).
LEHER
Retraksi suprasternal (-)
THORAX
Jantung

: Bunyi jantung I-II regular murni, murmur (-), gallop (-)

Paru

: Suara napas vesikuler merata di kedua lapang paru, suara napas tambahan tidak

ada.
ABDOMEN
Tampak usus keluar dari abdomen
EKSTREMITAS
akral dingin di keempat ekstremitas, sianosis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC : 15.4x 103/mm3 (3,5- 10)

Total Protein: 3.3

RBC : 4.9 x 106/mm3(3.8-5.8)

Albumin: 1.8

HGB : 17.4mg/dl

Globulin: 1.5

HCT : 51.5%
Bilirubin total: 6.8

Ureum: 45.2

SGOT: 200

Kreatinin: 1.49
5 | Page

SGPT: 48

BT: 1 menit 15 detik

Alkali fosfatase: 658

CT: 6 menit 30 detik

Elektrolit
Na: 92
K: 9.2
CL: 85

DIAGNOSIS
BBLR dengan gastroschisis

TINDAKAN
1. Rawat incubator
2. Termoregulasi 36.5C-37.5C
3. OGT terbuka puasa
4. Dextrose 10% 8 tetes per menit
5. Obat: Kalfoxim 2x75 mg

LAPORAN ANESTESI
Pasien, Bayi Widjanarko, usia 1 hari, datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
penutupan defect karena gastroschisis yang dilakukan pada tanggal 22 Juni 2010 pada pukul
18.50 WIB dengan menggunakan general anestesi. Pasien dibaringkan di meja operasi dengan
posisi terlentang. Dokter anestesi yang melakukan tindakan adalah dr. Satriyo Y. Sasono, SpAn
dengan operator dr. Reza, SpB. Operasi berlangsung dari jam 20.31-21.11 WIB dengan lama
6 | Page

operasi 40 menit. Anestesi menggunakan ketamin dan fentanyl dan relaksasi menggunakan
norcuron. Teknik anestesi yang digunakan adalah semi open dengan peralatan Jackson-Rees.
Dilakukan pemasangan alat-alat anestesi seperti stetoskop prekordial, oesofagoskopi,
oksimetri, dan juga IV line. Keadaan umum pasien sebelum operasi adalah tampak lemah,
menangis merintih, dengan nadi 146 kali/menit, saturasi 99%, dan berat badan 2 kg. pada
pemeriksaan laboratorim tangga 21 Juni 2010 Hb pasien 17,6 g/dl dan hematokrit 61,1% dengan
golongan darah A.
Induksi dimulai pada pukul 19.50 WIB dengan menggunakan ketamin 10 mg dan
pelemas otot berupa norcuron 0.2 mg untuk merelaksasikan otot-otot pernapasan. Setelah itu
pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi yang
menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 3vol% dengan oksigen dari mesin ke jalan
napas pasien sambil melakukan bagging untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu
kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya pemasangan OTK. Penggunaan
sevofluran disini dipilih karena sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih
cepat dibanding dengan gas lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas
sehingga digemari untuk induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap
kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan aritmia. Setelah pelumpuh otot bekerja
barulah dilakukan intubasi dengan laringoskop blade lengkung no.1 dengan metode chin-lift
dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas antara mulut dengan trakea. Setelah
jalan nafas dalam keadaan lurus barulah dimasukkan pipa endotrakeal no.3 tanpa cuff yang
mempunyai diameter 3,0-4,0 mm. Digunakan ETT tanpa cuff karena penampang trakea bayi dan
anak kecil berbeda dengan dewasa, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah
usia 5 tahun hampir bulat. Apabila digunakan cuff pada bayi dapat mengakibatkan trauma
selaput lendir trakea yang nantinya dapat menimbulkan edema disekitarnya, dan apabila terjadi
edema

akan

mengakibatkan

spasme

laring

dan

dilanjutkan

dengan

apneu.

Setelah ETT terfiksasi dilaksanakan pembedahan yang diikuti dengan rumatan atau yang biasa
dikenal dengan maintenance menggunakan O2 + Sevofluran Vol %. Setelah pasien di OTK,
maka dialirkan sevofluran 8 vol%, dengan oksigen 1 liter dan N2O 0.5 liter sebagai anestesi
rumatan.. Diberikan juga fentanyl 5g yang digunakan sebagai analgesi opioid. Untuk cairan,
diberikan glucose 10% sebanyak 50 cc melalui iv line.
7 | Page

Ventilasi dengan bagging terus dilakukan yaitu tiap kali napas spontan dibantu dengan
bagging. Pada pukul 20.17 WIB aliran sevoflurane diturunkan menjadi 2 vol% dan 3 menit
kemudian diturunkan lagi menjadi 1 vol%. volume ini dipertahankan sampai akhir operasi.
Operasi dimulai pada pukul 20.31 WIB, selama operasi dilakukan pengawasan terhadap nadi dan
saturasi pasien, serta cairan atapun ada tidaknya perdarahan. Lalu pada pukul 20.55 WIB aliran
sevoflurane dihentikan hingga akhir operasi,yaitu pada pukul 21.11 WIB. Sevoflurane yang
digunakan dihitung menurut rumusnya dan hasil akhir sevoflurane yang terpakai adalah
sebanyak 20.66 vol%. Pada pasien ini ekstubasi tidak dilakukan karena pasien langsung dibawa
ke ruang ICU.

TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI PADA NEONATUS
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana
terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada
masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system.

8 | Page

Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus
mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu
menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi
selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang
terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar.
Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu
tindakan anestesi terhadap neonatus.
SISTEM PERNAFASAN
Jalan Nafas :
Otot leher bayi masih lembek, leher lebih pendek, sulit menyangga atau memposisikan kepala
dengan tulang occipital yang menonjol. Lidah besar, epiglottis berbentuk U dengan proyeksi
lebih ke posterior dengan sudut 450, relative lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan
menempel pada palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan
anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala diperlukan pengangkatan epiglottis untuk
visualisasi. Sementara lubang hidung, glottis, pipa tracheobronkial relative sempit, meningkatkan
resistensi jalan nafas, mudah sekali tersumbat oleh lender dan edema. Trachea pendek, berbentuk
seperti corong dengan diameter tersempit pada bagian cricoid. (Cote CJ,2000).

Pernafasan :
Sangkar dada lemah dan kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut
yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negative intrathorak dan
volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan
neonatus bernafas secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan negative dapat timbul dalam
lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam
9 | Page

lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan
pemasangan pipa lambung.
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong diafragma ke atas serta
adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya elemen elastis paru, maka akan
menurunkan FRC (Functional Residual Capacity) sementara volume tidalnya relative tetap.
Untuk meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas, karena
itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat
metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua
kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa
hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2
dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada premature, adanya stress dingin maupun
sumbatan jalan nafas.
SISTEM SIRKULASI DAN HEMATOLOGI
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang besar (lebih
tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik =SVR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan
yang sampai paru, sedang sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus
Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat umbilical cord
dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik
(SVR) naik dan pada saat yang sama paru mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan
penutupan foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus
Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan ductus
arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot
polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan kehilangan darah,
dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus
harus dilakukan dengan secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator
yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang
10 | P a g e

adekuat terhadap penggantian volume. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap
terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120
kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
SISTEM EKSKRESI DAN ELEKTROLIT
Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% disbanding
orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium, glukosa, fosfat organic,
asam amibo dan bikarbonas juga rendah. Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi
kemampuan mengencerkan urine seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan
fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya sedah lengkap
setelah 2 tahun.. (Cote CJ,2000)
Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan juga menjadi
diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam, penguapan air,
kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi
berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. (Warih,1992)
Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecermatan lebih
disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang biasa disertakan
pada setiap pemberian cairan.

FUNGSI HATI
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang
dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolic. Hipotermia dapat pula
menyebabkan hipoglikemia.
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 50-60%.
Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui
11 | P a g e

bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian
cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah
bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m.hati-hati penggunaan opiate dan
barbiturate, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam hati.
SISTEM SYARAF
Waktu perkembangan system syaraf, sambungan syaraf, struktur otak dan myelinisasi akan
berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus belum sempurna, baru matang dan
lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun.
Waktu-waktu ini otak sangat sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia.
Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat melokalisasinya
dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa
nyeri yang lebih rendah disbanding orang dewasa.
Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat mengakibatkan
kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non depolarizing.
Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga parasimpatis lebih dominant yang
mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110
kali/menit) terutama kalau bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila aad stimulasi daerah
nasofaring. Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam.
Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan
menyebabkan akumulasiobat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi
yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi.
Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat menyebabkan
kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada periode pasca anestesi.
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia dan harus cepat
diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian
sulfas atropine.
12 | P a g e

PENGATURAN TEMPERATUR
Pusat pengaturan suhu di hypothalamus belum berkembang, walaupun sudah aktif. Kelenjar
keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas tubuh (perbandingan luas permukaan
dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air),
sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan
(bersifat poikilotermik). Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis
yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila, mediastinum
dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak coklat (Morgan HAH,1993)
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut atau kain penutup
yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin, skopolamin). Adapun
hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka,
pemberian cairan infuse/ tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi
umum (yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.
Temperature lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah 270C. Paparan dibawah
suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan energi protein akan berkurang, adanya
pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru
dan perifer, lebih jauh lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan
asidosis metabolic.
Untuk mencegah hipotermia bias ditempuh dengan : memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu
kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena
hangat, begitu pula gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang
hangat.

FARMAKOLOGI
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus berbeda
disbanding dengan dewasa karena pada neonatus :
13 | P a g e

1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler berbeda dengan


orang dewasa.
2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3. Laju metabolisme yang tinggi
4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi obat.
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver dan ginjal)
7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan : ventilasi alveolar
tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah/gas akan
meningkatkan potensi obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan
darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi
yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.
Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk pada neonatus
disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah menembus sawar
darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi.
Sebaliknya neonatus tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi disbanding dewasa
karena ruang extraselulernya relative lebih besar. Respon terhadap pelumpuh otot non deplarisasi
cukup bervariasi.

PERSIAPAN ANESTESI
Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit, asam basa harus
berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal. Sebagian pembedahan bayi baru lahir
14 | P a g e

merupakan kasus gawat darurat. Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary
Vascular Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya.
Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin menggunakan
incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar bedah hangatkan kamar dengan
mematikan AC misalnya.
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus rendah, anti
obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Untuk anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas
anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab listrik. Biasanya digunakan system
anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.
Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang dianjurkan adalah
stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi. (Abdul Latief,1991)

Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan yang hilang akibat
trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam
cairan elektrolit.
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat puasa lama atu sulit
minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau
sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia
sangat mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra
seluler relative lebih besar serta fingsu ginjal belum matang.

15 | P a g e

Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50% dan jam
II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi urin
(>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010) ,aupun dengan pemasangan CVP (Central Venous
Pressure).
Premedikasi
Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran, suksinil cholin
atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari
secara intravena dengan pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan
umumnya jelek.
Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan syaraf pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi,
kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif. (Abdul Latief,1993)

MASA ANESTESI
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma
sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.
Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi dengan
bentuk U. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal kepala karena occiputnya
menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
16 | P a g e

Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu
pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake
intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa
penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada
bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya
trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh
otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau im.
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk
premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya
menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar
sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor. (Adipradja K, 1998)
Pemeliharaan Anestesi
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya menggunakan gas anestesi
N2O/O2 dengan kombinasi halotan, enfluran, isofluran ataupun sevofluran. Pelumpuh otot
golongan non depol sangat sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit
demi sedikit.

Pemantauan
1. Pernafasan
- Stetoskop prekordial
- Pada nafas spontan, gerak daad, dan bag reservoir
- Warna ekstremitas
2. Sirkulasi
- Stetoskop perikordial
17 | P a g e

- Perabaan nadi
- EKG dan CVP
3. Suhu
- Rektal
4. Perdarahan
- isi dalam botol suction
- Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
- Periksa Hb dan Ht secara serial
5. Air Kemih
- Isi dalam kantong air kemih

PENGAKHIRAN ANESTESIA
Pembersihan lendir dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati. Pemberian O2
100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat
non-depol, dapat dilakukan penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02
mg/kg). kemudian dilakukan ekstubasi.

GASTROSCHISIS
Cacat kongenital dinding abdomen pada seluruh tebalnya memberi ancaman yang mematikan
bagi neonatus sebagai akibat terpaparnya visera dan kemungkinan kontaminasi bakteri. Dua yang
tersering dari cacat tersebut meliputi gastroskisis dan omfalokel.
18 | P a g e

Pada janin usia 5 - 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio. Pada usia 10 minggu akan
terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari ekstraperitonium akan masuk ke
rongga perut. Bila proses ini terhambat, maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang
berisi usus, lambung, dan kadang hati. Dinding yang tipis, terdiri dari lapisan peritoneum dan
lapisan amnion yang keduanya kering sehingga isi kantong tampak dari luar, keadaan ini disebut
omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar
rongga perut tanpa dibungkus peritorium dan amnion, keadaan ini disebut gastroskisis
Insidensi omfolokel telah dilaporkan antara 1 : 3000 dari 10.000 kelahiran hidup, sedangkan
insidensi gastroskisis telah mengalami perubahan yang jelas pada dua dasawarsa yang lalu,
dengan persyaratan frekuensi dari 1 : 150.000 kelahiran pada tahun 1960-an sampai saat ini.
Gastroskisis cenderung timbul pada bayi dari ibu primigravida muda dengan insidensi
prematuritas yang tinggi (60%).

A. DEFINISI
Gastroskisis adalah keluarnya usus dari titik terlemah di kanan umbilikus dimana usus akan
berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion.
Gastroskisis adalah bentuk amfalokel yang mengalami ruptur.
Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam pembentukan dinding abdomen
sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka, dan usus sebagian besar berkembang di luar
rongga abdomen janin.
B. ETIOLOGI
Etiologi gastroskisis masih belum jelas, walaupun telah ada hipotesa yang mengatakan
gastroskisis diakibatkan oleh pecahnya selaput ketuban dalam uterus pada basis tali pusat.

19 | P a g e

Gastroskisis bukan merupakan kelainan yang diturunkan. Tekanan oksigen yang rendah pada
usia 9 bulan kehamilan meningkatkan kejadian gastroskisis 10 kali lipat. Dapat juga disebabkan
oleh defisiensi asam folat atau tripan salisilat biru. Insidensi meningkat pada anak dengan trisomi
yaitu trisomi 21,13,15, dan 18.
Etiologi embriologi dianggap kegagalan fusi lipatan dinding abdomen sefalit kaudal dan lateral
dengan calert sentral yang mengakibatkan penghambatan lipatan dinding lateral dan terjadi
omfalokel/gastroskisis pada garis tengah yang rendah dan epigastrium.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gastroskisis merupakan suatu kelainan ketebalan dinding perut yang lokasinya biasanya di
sebelah kanan umbilikus. Usus yang keluar dari lubang abdomen memperlihatkan tanda-tanda
peritonitis kimia sebagai akibat pengeluaran cairan amnion. Usus menjadi tebal, pendek dan
kaku dengan edema yang jelas di dinding usus. Karena pengendapan dan iritasi cairan amnion
dalam kehidupan intra uterin. Usus tampak pendek, rongga abdomen janin menjadi sempit. Pada
anak memperlihatkan gambaran udara sebagai hasil dilatasi perut dan usus kecil bagian
proksimal, isi intra abdominal normal jelas terlihat dengan kelainan, yang mana herniasi terjadi
pada periode post natal.
D. PENATALAKSANAAN
1. Masalah setelah kelahiran
Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen yang berhubungan dengan dunia luar
menyebabkan :
a. Penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan
hipotermi.
b. Kotaminasi usus dengan kuman juga cepat berlangsung sehingga terjadi sepsis.
c. Aerofagi menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan usus ke
rongga abdomen pada waktu pembedahan.
20 | P a g e

1. Pertolongan pertama untuk mencegah penyakit-penyakit yang timbul dengan :


a. Pemasangan sonde lambung dan pengisapan yang kontinu untuk mencegah distensi usus-usus
yang mempersulit pembedahan.
b. Pemberian cairan dan elektrolit/kalori intervena.
c. Antibiotika dengan spektrum luas secara intravena dan pra bedah.
d. Suhu dipertahankan secara baik.
e. Pencegahan kontaminasi usus-usus dengan menutup kasa steril lembab dengan cairan NaCl
steril.

2. Tindakan bedah
Reduksi intra abdominal visera yang terpapar dan penutupan primer kulit atau bahkan fasia,
biasanya akan terbukti layak pada gastroskisis, setelah usus dikompresi dengan adekuat varitas
peritoneum diperbesar dengan peregangan manual dinding abdomen. Jika penutupan primer
gastroskisis, terbukti tidak layak atau tampak menimbulkan tekanan intra abdominal dalam
tingkat yang tidak dapat ditoleransi, maka penutupan bertahap bisa dicapai dengan membentuk
kantong prostesis (silo silastik atau cerobong asap), dimana di dalam prostesis ini visera
yang terpapar dapat dibungkus. Silo yang menonjol progresif memendek dalam 7 sampai 10 hari
berikutnya sebagai peregangan spontan otot dinding abdomen dan dekompresi usus bertahap
memungkinkan visera dikandungnya ditempatkan kembali ke dalam kavitas peritonealis.
Penutupan fasia/kulit kemudian dapat dicapai.
Jika terjadi gangguan respirasi, atau jika terjadi dapat diperkirakan sebelumnya oleh sifat umum
dari omfalokel, reparasi primer tidak diindikasikan dan lebih disukai melakukan operasi dua
tahap atau reparasi yang menggunakan silastik.
21 | P a g e

Operasi dua tahap :


Tahap I
Permukaan luar kantong disiapkan bersama-sama dengan kulit seluruh badan. Pangkal umbilikus
direamputasi dan diikat dekat batasnya dengan kantong. Kulit diiris melingkar 1 cm dari tepi
kantong yang tidak boleh dibuka. Kulit dan jaringan subkutan dinding abdomen dan panggul
secara ekstensif dilepaskan dari lapisan aponeurosis untuk memungkinkan masa ekstra abdomen
ditutup dengan potongan kulit yang viabel. Diseksi toraks harus dibatasi sesedikit mungkin
sesuai dengan penutupan kulit yang diberikan. Potongan kulit diangkat dengan forsep jaringan
dan penutupan dilakukan dengan memakai jahitan kasur simpul.

Tahap II
Tahap ini ditunda sampai ronga perut berkembang dan telah dimungkinkan mereduksi hernia
ventral jika anak berbaring dengan tenang. Pada waktu operasi kulit dan kantong yang berlebihan
dieksisi dan peritoneum, lapisan-lapisan fasia serta kulit didekatkan seperti pada reparasi tahap I.

22 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
1. David C. Sabiston, Jr., M.D, Buku Ajar Bedah, Buku ke-2, Cetakan 1, Penerbit EGC,
Jakarta, 1994 : 265 - 267.
2. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi.Cetakan 1. Jakarta:EGC; 1994. 134-137.
3. http://medlinux.blogspot.com/2008/12/gastroskisis.html
4. Cote, CJ. 2000. Pediatric Anaesthesia. 5th edition, Churchil Livingstone. Philadelphia.
5. Warih BP, Abubakar M. 1992. Fisiologi pada Neonatus. dalam : Kumpulan makalah
Konas III IDSAI. Surabaya.
6. Abdul Latief, 1993. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Akut Bayi Baru Lahir. Ha:
Buku Kursus Penyegar dan Penambah Anestesi. Jakarta

23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai