Anda di halaman 1dari 3

PORTFOLIO INTERNSHIP KASUS BEDAH

Data pasien
Nama pasien : An. M. Khoirul
Usia
: 6 tahun
Nama klinik : RS BLUD
dr. Soemarno Sosroatmodjo

No. registrasi
Terdaftar

: 00XXXX
: 13 Juni 2015

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Seorang anak, 6 tahun datang ke ruangan IGD dengan keluhan luka robek di tungkai
bawah, panjang luka 2,5 cm luas luka 1 cm dalam luka 1,5 cm perdarahan aktif
(+), Os juga mengalami luka robek di bagian kepala panjang luka 1 cm luas luka
0,5 cm dalam luka 0,5 cm
2. Riwayat Pengobatan: 3. Riwayat kesehatan/ penyakit: 4. Riwayat keluarga: 5. Riwayat pekerjaan: 6. Lain-lain: Hasil Pembelajaran:
Subjektif:
Pasien datang dengan keluhan mata merah tanpa penurunan penglihatan. Ada
beberapa diagnosis banding yang perlu dipikirkan seperti konjungtivitis,
pterygium/pinguecula. Oleh karena itu, perlu disingkirkan sejak kapan keluhan dirasakan
karena konjungtivitis biasanya timbul akut dan pterygium/pinguecula biasanya kronik. Selain
itu, pertanyaan-pertanyaan untuk menyingkirkan konjungtivitis seperti ada rasa gatal, berair,
dan muncul banyak kotoran mata perlu ditanyakan.
Objektif:
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan gambaran khas pterygium pada mata kiri dan
visus terbaik pasien pada kedua mata 6/6. Untuk itu, pasien direncanakan untuk operasi
ekstirpasi pterygium dan graft konjungtiva. Sebelum dilakukan operasi, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan apakah terdapat penyulit operasi atau hal lain
yang dapat membuat operasi tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai normal
Hemoglobin
13,6
g/dL
Lk: 14-18
Pr: 12-16
Neonatus: 15-24
Anak: 11-14
Hematokrit
40
%
Lk: 40-48 Pr: 37-43
3
Leukosit
10.000
/mm
4-12 ribu/mm3
3
Trombosit
346.000
/mm
150-450 ribu / mm3
MCV
93,7
Fl
82-92
MCH
31,8
Pg
27-31
MCHC
33,9
%
27-31
GDS
71
mg/dL
<200
Kreatinin
0,85
mg/dL
0,5-1,5

Hasil EKG: SR, HR 80 x/menit, Normoaxis, gel p normal, QRS < 0,12 detik, LVH (-), RVH
(-), terdapat RBBB inkomplit, PR interval 0,08 detik.
Assessment (Penalaran Klinis):
Pterygium ini merupakan jaringan fibrovaskular yang menginvasi bagian konjungtiva
sampai kornea. Pterygium dapat mempengaruhi visus seseorang bila invasi jaringan
fibrovaskular menginvasi sampai sumbu penglihatan pasien. Selain itu, invasi jaringan
fibrovaskular sampai bagian stroma kornea akan dapat menyebabkan astigmatisme yang
mengganggu visus pasien.
Tindakan bedah memiliki risiko seperti akan muncul lesi yang lebih agresif di
kemudian hari. Teknik operasi yang berkembang saat ini tidak hanya melakukan ekstirpasi
jaringan fibrovaskular tetapi juga dilakukan graft konjungtiva. Jaringan graft ini dapat
diperoleh dari jaringan konjungtiva pasien sendiri atau plasenta. Jaringan graft ini nanti akan
mengisi kekosongan dari jaringan konjungtiva yang telah diekstirpasi. Dengan adanya
jaringan graft, akan membuat angka rekurensi turun dari 50 % sampai sekitar 5-10 %.
Beberapa penelitian seperti yang dilakukan Luarantanakom (2006) dan Liang (2012)
yang membandingkan kedua teknik operasi tersebut mendapatkan hasil sebagai berikut:
1. Tingkat rekurensi dalam 12 bulan pada pasien yang mendapatkan amniotic graft
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan konjungtival
autograft.
2. Teknik amniotic graft tidak direkomendasikan sebagai pilihan pertama pada kasus
pterygium biasa. Namun, dapat menjadi pilihan bila pterygium muncul bersamaan
dengan glukoma. Alasannya, kerusakan jaringan kongjungtiva yang minimal akan
mempercepat munculnya filtration bleb setelah operasi glukoma.
Pada pasien dilakukan tindakan konjungtival autograft dengan langkah-langkah
prosedur sebagai berikut:
1. Pasien berbaring telentang.
2. Dilakukan penetesan pantocain 2 % pada mata kiri.
3. Melakukan desinfektasi lapangan operasi dengan betadine dan alkohol.
4. Dilakukan injeksi lidokain 2 % pada subkonjungtiva.
5. Dilakukan ekstirpasi jaringan pada kongjungtiva dan kornea mata kiri.
6. Buat graft konjungtiva dari jaringan mata pasien.
7. Letakkan graft pada area yang telah dilakukan ekstirpasi.
8. Jahit dengan benang Nilon 10.0.
9. Operasi selesai.
Setelah operasi selesai, mata pasien diberi tetes antibiotik dan steroid untuk
mengurangi peradangan. Pasien perlu diedukasi agar mata kiri untuk sementara tidak boleh
kena air. Pasien juga perlu dipantau selama 12 bulan pascaoperasi karena sebanyak 97 %
kasus dapat muncul pterygium kembali.
Selain penatalaksanaan bedah, hal yang penting diedukasi ke pasien adalah mengenai
pencegahan. Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan mengenakan kacamata anti-UV
yang dapat memblokade 99%-100% sinar UV A dan UV B. Selain itu, kondisi mata harus
dijaga agar tetap lembap dan tidak kering.
Plan
1

Diagnosis. Pterygium OS

2 Penatalaksanaan.
- Pre operatif:
Rawat inap
IVFD RL 20 tpm
Pro ekstirpasi pterygium dan graft konjungtiva
- Post operatif:
Cefadroxil 2 x 1 tab
Meloxicam 3 x 1 tab
Cendo Xitrol 6 x 1 tts OS
B komplek 3 x 1 tab
Cendo Floxa 6 x 1 tts OS
Cendo reepitel 6 x 1 tts OS
3 Edukasi.
Mata tidak boleh kena air untuk sementara waktu.
Bila terasa gatal dan tidak nyaman, mata tidak boleh dikucek.
- Bila pasien beraktivitas di luar rumah, diharapkan mengenakan topi, helm, atau
kacamata anti UV.

4
5

Konsultasi/ Rujukan. Pasien perlu dikonsulkan ke bagian Anestesi sebelum operasi.


Kontrol.
Kegiatan
Periode
Hasil yang diharapkan
Kontrol luka post operasi
Minggu depan
Tanda-tanda radang
berkurang.

Daftar Pustaka
1. Kozarsky R. Pterygium.2012. Diunduh dari http://www.webmd.com/eyehealth/pterygium-surfers-eye?page=2
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburry Oftalmologi Umum. Ed ke-17.
Jakarta: EGC. 2010; 128-31.
3. Liang W, Li R, Deng X. Comparison of the Efficacy of Pterygium Resection Combined
with Conjungtival Autograft versus Pterygium Resection Combined with Amniotic
Membrane Transplantation. Eye Science 2012:27(2); 102-5.
4. Luanratanakom P, Ratanapakom T, Suwan-apichon O, Chuck RS. Randomised
controlled study of conjungtival autograft versus amniotic membrane graft in pterygium
excision. Br J Ophthalmol. 2006; 90(12): 147680.

Anda mungkin juga menyukai