Anda di halaman 1dari 18

TERJEMAHAN JURNAL SEMINAR PROSTODONSIA

PENANGANAN REFLEKS MUNTAH SELAMA PERAWATAN GIGI


TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN
(SEBUAH LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN DESKRIPTIF)

Dosen Pembimbing:

drg. Lisda Damayanti, Sp. Pros

Disusun Oleh:

Khoo Tze Chao 160112162530


Novri Firmansyah 160110130091
Muthia Belladina Silmi 160110130074

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
ABSTRAK

Refleks muntah adalah kejadian umum selama prosedur perawatan gigi.

Refleks muntah hipersensitif jarang ditemukan dan dapat menghalangi penyedia

perawatan gigi dari berhasilnya penyelesaian tahap klinis kritis. Setelah pasien

mengalami pengalaman refleks muntah yang tidak menyenangkan di klinik gigi,

mereka bisa menjadi fobia, memperlambat atau menunda perawatan gigi mereka.

Tujuan artikel ini adalah untuk meninjau pilihan pengobatan yang tersedia dan

menyajikan laporan mengenai pasien edentulous sebagian dengan refleks muntah

berlebihan, berfokus pada manajemen klinis menggunakan teknik garam meja

sederhana namun efektif dan desain prostesis yang tepat.


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1


BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................................... 6
BAB III DISKUSI ................................................................................................................. 10
BAB IV KESIMPULAN ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12
BAB I

PENDAHULUAN

Refleks muntah adalah mekanisme pertahanan fisiologis dan spontan

untuk melindungi faring dan tenggorokan (palatum lunak, faring dan bagian

faring lidah) dari benda asing. Refleks muntah dirangsang dan dikendalikan oleh

ujung saraf yang terletak di langit-langit lunak, faring, dan bagian faring lidah.

Lima area intraoral yang dikenal sebagai "zona pemicu" adalah lipatan

palatoglossal dan palatofaring, dasar lidah (sepertiga posterior), palatum, uvula,

dan dinding faring posterior.

Muntah adalah masalah umum selama perawatan gigi dan dapat membuat

prosedur terapeutik (misalnya, preparasi gigi, pencetakan, pemetaan garis getar

posterior) menjadi menyusahkan, sulit, atau bahkan tidak mungkin untuk

dilakukan, dengan insiden yang lebih tinggi pada pasien wanita. Refleks muntah

yang berlebihan dapat menyebabkan masalah selama tahap klinis pembuatan dan

selama pemakaian prostesis lengkap dan parsial yang dapat dilepas. Sebuah

refleks muntah yang luar biasa aktif dapat mengganggu pasien dan akibatnya

menyebabkan pasien menghindari perawatan gigi rutin, kebersihan mulut yang

buruk, dan berakhir kehilangan gigi.

Pengelolaan refleks muntah tergantung pada perawatan penyebabnya dan

bukan hanya gejala. Pemeriksaan menyeluruh, tinjauan riwayat medis, dan

1
2

percakapan dengan pasien membantu dokter gigi untuk mengidentifikasi

penyebabnya.

Faktor anatomi yang berhubungan dengan refleks muntah adalah palatum

lunak yang lemah, sensitivitas yang tidak semestinya dari palatum lunak, uvula,

tenggorakan (pembukaan melengkung di bagian belakang mulut yang mengarah

ke faring), dinding faring posterior, dan lidah. Faktor medis yang mempengaruhi

refleks muntah adalah sumbatan hidung, sinusitis, polip hidung, dan kongesti

mukosa mulut, hidung, dan faring. Faktor iatrogenik dan gigi yang dapat

menyebabkan refleks muntah adalah palatal-seal posterior yang tidak adekuat,

ruang lidah yang terbatas pada gigi tiruan, dan batas gigi tiruan yang terlalu

meluas.

Prosedur perawatan gigi seperti pencetakan lengkung rahang atas dan

rahang bawah, pemetaan garis getar posterior untuk gigi tiruan lengkap, preparasi

pada gigi posterior, ekstraksi gigi molar ketiga, perawatan endodontik gigi

posterior, pengambilan radiografi, dan pada beberapa individu, penyisipan jari

untuk tujuan pemeriksaan, dapat menyebabkan reflek muntah berlebihan, yang

menimbulkan kesulitan dalam melakukan prosedur dengan sukses. Faktor

psikologis termasuk stres, fobia, alkoholisme, ketakutan, dan rangsangan visual

dan penciuman. Bagi banyak pasien, diferensiasi yang tepat antara refleks muntah

somatogenik (fisik biologis) dan psikogenik (psikologis) adalah tidak mungkin.

Banyak cara dan teknik dapat dengan mudah dikuasai oleh dokter dan

dapat membantu dokter gigi dan pasien untuk menangani refleks muntah. Teknik

farmakologis menggabungkan agen-agen farmakologis untuk mengelola muntah,


3

dapat bertindak secara perifer atau terpusat, dan dapat berupa anestesi lokal atau

umum, obat herbal, obat anti-mual, dan obat penenang.

Blok nervus glossopharyngeal adalah teknik yang relatif aman, sederhana,

mudah dikuasai untuk mengobati pasien dengan reflek muntah berlebihan,

terutama ketika melakukan prosedur dental di bagian posterior mulut. Penggunaan

anestesi topikal untuk membius palatum lunak, penyuntikan pada palatum lunak,

atau menyuntikkan beberapa tetes anestesi lokal ke foramen palatina posterior,

atau penggunaan berbagai obat seperti barbiturate (obat bius tidur) untuk menekan

sistem saraf pusat, sedatif, antihistamin untuk mengurangi rasa sakit, depresan

parasimpatik untuk mengurangi air liur, depresan parasimpatik untuk mengurangi

air liur, anti-mual, telah disarankan untuk mengurangi refleks muntah. Anestesi

dan premedikasi ini memiliki kelemahan dan efek samping dan dapat membuat

pasien gelisah.

Potensi sedasi intravena (IV) sebagai cara untuk mengatasi refleks muntah

belum cukup dieksplorasi dalam kedokteran gigi, mungkin karena waktu

pemulihan yang lama dan terkadang membutuhkan untuk masuk rumah sakit.

Teknik nonfarmakologi termasuk modifikasi perilaku, manajemen prostetik,

penggunaan garam meja, akupresur, dan akupunktur.

Penilaian pasien individual diprioritaskan karena dokter gigi mencoba

untuk mengidentifikasi situasi yang memicu refleks muntah. Riwayat pengobatan

senantiasa dicatat dan haruslah spesifik serta memungkinkan pertanyaan terbuka

mengenai perawatan gigi sebelumnya. Pemeriksaan klinis harus dilakukan dengan

ball burnisher untuk mengidentifikasi zona pemicu. Pendekatan pengobatan dapat


4

diubah sesuai dengan kebutuhan, menggabungkan berbagai terapi pengurangan

refleks muntah seperti teknik perilaku (relaksasi, distraksi, desensitisasi), terapi

komplementer, pendekatan psikologis, serta agen farmakologis tertentu.

Teknik distraksi meliputi percakapan, mengangkat salah satu kaki, atau

meletakkan garam di ujung lidah. Garam yang diletakkan selama 5 detik di ujung

lidah akan menghilangkan refleks gag yang bekerja pada cabang chorda tympani

di dua pertiga lidah. Teknik desensitisasi seperti teknik marble, pelatihan gigi

palsu, soft vacuuform splints, dan teknik slow swallowing adalah beberapa contoh

yang paling umum digunakan.

Hal terpenting adalah mendapatkan kepercayaan pasien dan

memaksimalkan perawatan gigi rutin dengan mengurangi kecemasan serta

membantu pasien menghilangkan kebiasaan sebelumnya yang mana

menyebabkan refleks muntah. Hal-hal di atas sangat mungkin dilakukan pada

setiap tahap perawatan, termasuk pengambilan cetakan, maxillomandibular

registration, complete denture wax try-in, complete denture delivery, dan selama

tahap recall.

Sebagian besar artikel menjelaskan bahwa saat-saat mencetak rahang

sebagai prosedur gigi yang paling menakutkan dan menegangkan bagi pasien

dengan refleks muntah yang berat. Beberapa teknik telah digunakan untuk

mengurangi refleks muntah selama prosedur mencetak rahang. Ekstensi tray dan

adaptasi, atau penggunaan bahan cetakan alternatif, mengubah konsistensi untuk

menghindari aliran berlebih, teknik pernapasan, akupresur, akupunktur, serta

penghirupan nitrous oxide adalah beberapa contoh teknik yang dapat


5

diimplementasikan. Telah disarankan bahwa inhalasi nitrous oxide dapat

mengurangi persepsi negatif dan kondisi yang terkait dengan gagging sehingga

dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap penempatan objek intraoral. Dokter

mungkin harus mencoba beberapa teknik tersebut untuk membantu pasien

mereka.

Laporan klinis ini menggambarkan keberhasilan manajemen pasien

edentulous parsial dengan refleks muntah yang berlebihan, menekankan teknik

mencetak dan desain prostesa akhir.


BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pria berusia 61 tahun datang dengan keluhan sulit mengunyah

makanan karena gigi bagian posteriornya hilang dan ingin dibuatkan gigi tiruan,

pasien takut ke dokter gigi dan merasa tidak nyaman jika ada benda berukuran

besar seperti sikat gigi atau kaca mulut di dalam rongga mulutnya, karena akan

memicu refleks muntah. Karena itu, pasien jarang ke dokter gigi dan hanya

mendapatkan perawatan periodontal dan ekstraksi gigi sebagai treatment kegawat

daruratan. Pasien akhirnya memutuskan berkunjung ke dokter gigi untuk

mengembalikan kebutuhan estetik dan pengunyahannya, riwayat penyakit

sistemik pada pasien disangkal, dan pasien tidak sedang dalam pengobatan.

Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya kekurangan dukungan

pengunyahan pada bagian posterior karena hilangnya gigi posterior pasien pada

kedua sisi rahang, kesehatan gigi yang buruk, dan tingginya tingkat karies. Pasien

didiagnosis dengan periodontitis kronis generalisata oleh spesialis periodontal.

Gigi yang tidak bisa direstorasi kemudian diekstraksi, terapi periodontal awal, dan

manajemen karies. Setelah fase perawatan awal, gigi yang tersisa adalah kaninus

rahang atas, premolar kiri rahang bawah, kaninus kiri rahang bawah, premolar 1

kanan rahang bawah dan kaninus rahang bawah. Tidak ada tanda-tanda klinis dari

kelainan sendi temporomandibular.

6
Gambar 2.1. Gambaran klinis gigi rahang atas dan rahang bawah pada pasien

Pasien direncanakan untuk dibuatkan dua buah gigi tiruan sebagian

lepasan. Pasien memiliki tingkat kecemasan yang tinggi terhadap rencana

perawatan, karena pasien memiliki pengalaman tidak selesainya perawatan

sebelumnya dengan dokter gigi yang merawat pasien sebelumnya.

Pada mulanya, area yang memicu refleks muntah diidentifikasi dengan

menggunakan burnisher, refleks muntah terjadi ketika burnisher tepat menyetuh

perbatasan dari palatum keras dan lunak, dan ketika kaca mulut maupun jari

menyentuh lidah. Penggunaan garam dapur (NaCl) dilakukan sebagai upaya untuk

manajemen kebiasaan refleks muntah pasien, pasien diinstruksikan untuk

mengeluarkan lidahnya dan garam diaplikasikan pada ujung lidah pasien selama

lima detik.

7
Gambar 2.2. Aplikasi garam (NaCl) pada pasien

Sendok cetak perlahan dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien, dan

kontak dengan daerah yang memicu refleks muntah dihindari. Cetakan diagnostik

didapat dengan menggunakan bahan cetak hidrokoloid seperti kromopan fast-set

tipis untuk menghindari adanya aliran ke area posterior. Model diagnostik dibuat

dengan menggunakan gips dental tipe III. Kemudian dilakukan prosedur

surveying, tripoding, preparasi rongga mulut dengan rekonturing gigi, penentuuan

guiding plane, dan preparasi rest pada gigi. Sendok cetak pribadi dibuat dengan

menggunakan light-polymerized resin material. Batas-batas sendok cetak dibuat

dengan menggunakan kompon cetak (Green stick) dan cetakan poly (PVS),

cetakan akhir dibuat dengan menggunakan aquasil ultra monophase. Model studi

akhir dibuat dengan menggunakan gips dental tipe IV.

8
Gambar 2.3. Model kerja rahang atas dan rahang bawah

Landasan rahang atas dibuat dengan bentuk U-Shaped, direct retainer

dengan menggunakan kawat pada kaninus rahang bawah, dan rest oklusal pada

kaninus rahang atas. GTSL rahang bawah dibuat dengan landasan major

connector, direct retainer dengan menggunakan kawat pada premolar 2 kiri dan

premolar 1 kanan, dengan rest di mesial untuk meminimalisir tekanan pada gigi

penyangga. Kerangka metal digunakan untuk meminimalisir tekanan, fungsi

pengunyahan dan estetik dievaluasi.

Gambar 2.4. Protesa pada rahang atas, rahang bawah, dan tampak frontal dari
protesa

9
BAB III

DISKUSI

Refleks mutah merupakan sebuah respon fisiologis dari refleks pertahanan

tubuh, namun keadaan tersebut dapat mengganggu karena dapat menimbulkan

kecemasan pada kunjungan ke dokter gigi. Prioritas utama dari tata laksana pasien

dengan refleks muntah adalah mengurangi tingkat stress pasien, sehingga timbul

kenyamanan pada pasien. Mengidentifikasi zona yang memicu refleks muntah

tidak hanya dapat membuat pasien lebih nyaman, tetapi juga membantu dalam

langkah-langkah penatalaksanan pasien.

Jenis kelamin mungkin mempengaruhi tipe dari refleks muntah ini,

perempuan menunjukkan insidensi kecemasan pada kunjungan ke dokter gigi

akibat adanya refleks muntah lebih tinggi daripada laki-laki, ini disebabkan

karena perempuan memiliki bentuk rahang yang irelatif lebih kecil darpada laki-

laki, dan memungkinkan lebih sensitif secara fisiologis.

Terdapat juga hubungan antara kurangnya dukungan pada area posterior

akibat refleks muntah, karena letak gigi-gigi posterior dekat dengan daerah yang

dapat memicu adanya refleks muntah, sehingga pasien dengan kelainan pada

refleks muntah akan menghindari meyikat gigi-gigi posterior, sehingga

mengakibatkan gigi lebih mudah terkena karies dan kehilangan struktur-struktur

gigi. Upaya restorasi pada pada gigi posterior yang dekat dengan daerah pemicu

akan memicu adanya refleks muntah sehingga pasien merasa enggan untuk

melanjutkan perawatan.

10
11

Menurut Friedman dan Weintraub, nervus glossopharyngeus yang

menginervasi 1/3 posterior lidah dan faring adalah nervus yang secara umum

berperan dalam refleks muntah. Refleks muntah pada pasien dapat dikurangi

dengan pemberian stimulan secara simultan pada putik kecap lidah. Metode

pemberian garam pada lidah memiliki efek terhadap pasien dengan refleks muntah

karena dapat memberikan stimulasi secara simultan pada lidah. Metode

penggunaan garam dapat meringaankan refleks muntah pasien, sehingga waktu

kerja operator menjadi lebih panjang, dan operator dapat melakukan prosedur

perawatan prostodonti dengan lebih nyaman.

Bahan cetak yang digunakan memiliki konsistensi medium, fast-setting,

memiliki flow yang rendah sehingga meningkatkan kenyamanan pasien pada saat

prosedur. Tidak dilakukan pengunaan GTSL sementara pada prosedur ini karena

akan menyebabkan makin panjangnya proses perawatan, dan pada GTSL telah

didesain landasan yang meminimalisisir tertutupnya bagian dari palatum. Kontrol

secara berkala diperlukan pada perawatan ini untuk mengawasi resorpsi dari

linggir alveolar.
12

BAB IV

KESIMPULAN

Penggunaan garam untuk membantu perawatan pada pasien dengan refleks

muntah sangat simpel, cepat, dan praktis tanpa menggunakan prosedur invasif

lainnya. Prosedur tersebut juga meningkatkan kenyamanan pasien dalam

menjalankan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Desain dari gigi tiruan

sebagaian lepasan yang dapat menjaga kenyamanan pasien, menghasilkan

penerimaan perawatan yang baik oleh pasien.


13

DAFTAR PUSTAKA

Stefos, S; P. Zoidis; and A. Nimmo. Managing Gag Reflex during Removable


Partial Denture Treament: A Review and Clinical Report. American College
of Prosthodontists : 1-5.
Friedman MH, Weintraub M: Temporary elimination of gag reflex for dental procedures.

J Prosthet Dent 1995;73:319

Prashanti E, Sumanth KN, Renjith GP, et al: Management of gag reflex for patients

undergoing dental treatment (Review). Cochrane Database Syst Rev 2015;10:1-41

Yildirim-Bicer AZ, Akarslan ZZ: Influence of gag reflex on removable prosthetic

restoration tolerance according to the patient section of the short form of the

Gagging Problem Assessment Questionnaire. J Adv Prosthodont 2014;6:474-482

Ramsay DS, Weinstein P, Milgrom P, et al: Problematic gagging: principles of

treatment. J Am Dent Assoc 1987;114:178-183

Faigenblum MJ: Retching, its causes and management in prosthetic practice. Br Dent J

1968;125:485-490

Murthy V, Yuvraj V, Nair PP, et al: Management of exaggerated gagging in

prosthodontic patients using glossopharyngeal nerve block. BMJ Case Rep

2011;31:1-3

Farrier S, Pretty IA, Lynch CD, et al: Gagging during impression making: techniques for

reduction. Dent Update 2011;38:171-176

Hotta H: Case report of difficult dental prosthesis insertion due to severe gag reflex. Bull

Tokyo Dent Coll 2012;53:133-139

Bassi GS, Humphris GM, Longman LP: The etiology and management of gagging: a

review of the literature. J Prosthet Dent 2004;91:459-467

Akarslan ZZ, Bicer AZ: Influence of gag reflex on dental attendance, dental anxiety, self-
14

reported temporomandibular disorders and prosthetic restorations. J Oral Rehabil

2013;40:932-939

Laverty DP, Walmsley DA: Training plates: a solution for patients unable to tolerate a

removable prosthesis. Dent Update 2016;43:159-166

Yoshida H, Ayuse T, Ishizaka S, et al: Management of exaggerated gag reflex using

intravenous sedation in prosthodontic treatment. Tohoku J Exp Med 2007;212; 373-

378

Chidiac JJ, Chamseddine L, Bellos G: Gagging prevention using nitrous oxide or table

salt: a comparative pilot study. Int J Prosthodont 2001;14:364-366

Yadav S, Sheorain AK, Puneet, et al: Use of training dentures in management of gagging.

Indian J Dent Res 2011;22:600-602

Lu DP, Lu GP, Reed JF: Acupuncture/acupressure to treat gagging dental patients: a

clinical study of anti-gagging effects. Gen Dent 2000;48:446-452

Neumann JK, McCarty GA: Behavioral approaches to reduce hypersensitive gag

response. J Prosthet Dent 2001;85:305

Longemann JA: Swallowing physiology and pathophysiology. Otolaryngol Clin North

Am 1988;2:613-623

Krol AJ: A new approach to the gagging problem. J Prosthet Dent 1963;13:611-616

Singer IL: The marble technique: methods for treating the hopeless gagger for complete

dentures. J Prosthet Dent 1973;29:146-150

Borkin DN: Impression technique for patients that gag. J Prosthet Dent 1959;9:386-387

Savage RD, McGregor AR: Behaviour therapy in prosthodontics J. Prosthet Dent

1970;24:126-131

Milind L, Naveen HC, Aditi S: The gag reflex-Etiology and management. Int J

Prosthodont 2010;1:10-14
15

Callison M: A modified edentulous maxillary custom tray to help prevent gagging. J

Prosthet Dent 1989;62:48-50

Jain A, V V, Bharathi RM, et al: Management of severe gag reflex by an unique

approach: palateless dentures. J Clin Diagn Res 2013;7:2394-2395

Farmer JB, Connelly ME: Palateless dentures: help for the gagging patient. J Prosthet

Dent 1984;52:691-4

Fiske J, Dickinson C: The role of acupuncture in controlling the gagging reflex using a

review of ten cases. Br Dent J 2001;190:611-613

Scarborough D, Bailey-Van Kuren M, Hughes M: Altering the gag reflex via a palm

pressure point. J Am Dent Assoc 2008;139:1365-1372

Featherstone JD, Singh S, Curtis DA: Caries risk assessment and management for the

prosthodontic patient. J Prosthodont 2011;20:2-9

Anda mungkin juga menyukai