Anda di halaman 1dari 14

Frenektomi

Frenektomi adalah salah satu prosedur bedah pre prostetik, prosedur sederhana dimana sebagian
atau seluruh frenulum yang bermasalah dibuang secara bedah dengan tujuan untuk
mengembalikan keseimbangan kesehatan mulut dan retensi dan stabilitas gigi tiruan. Umumnya
dilakukan dengan lokal anestesi. Perlekatan frenulum labial, terdiri dari kumpulan jaringan
fibrosa tipis yang ditutupi mukosa, memanjang dari bibir dan pipi ke periosteum alveolar. Level
perlekatan frenulum bervariasi dari tinggi vestibulum sampai puncak ridge alveolar dan bahkan
ke daerah insisal papila di maksila anterior. Pembuangan frenulum lingual di bawah lidah disebut
lingual frenektomi (angkilotomi) yang dilakukan pada penderita tongue tie (angkiloglosia).
Segera setelah bedah minor dilakukan, lidah dapat dijulurkan keluar mulut dimana sebelumnya
tidak dapat dilakukan.ini merupakan salah satu treatment yang harus disertai informed
consent. Semua treatment beresiko yang memiliki kemungkinan terjadinya komplikasi atau
bahkan kegagalan, wajib disertakan informed consent. Sebelumnya, pasien diberi penjelasan
lengkap tentang penyakitnya, meliputi diagnosis, etiologi, terapi acuan, terapi alternatif, serta
prognosis. Setelah itu baru diberikan informed consent sebagai bukti bahwa pasien setuju
menerima tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter giginya.
Indikasi frenektomi :
1.

Mengatasi mukogingival problem

2.

Optimasi kebersihan mulut

3.

Petimbangan estetik

4.

Keperluan perawatan ortodontik

5.

Perlekatan frenal yang tinggi dengan resesi gingiva

6.

Midline gigi diastema setelah erupsi gigi caninus perman

7.

Fenrenum lingualis yang menghambat lidah menyentuh gigi insisivus sentral RA

8.

Perlekatan frenal yang tinggi dengan peradangan gigi yang belum ditangani dengan root

planning dan kebersihan mulut yang baik (OH baik).


Kontraindikasi frenektomi:
1.

Ukuran frenulum normal dan frenulum rendah

2.

keadaan frenulum tidak mengganggu pemakaian sikat gigi dan fungsi bicara, fungsi dari

alat orto lepasan, dan protesa gigi


3.

kondisi sistemik yang tidak memperkenankan adanya tindakan bedah minor.

Peralatan yang dibutuhkan:

Teknik Frenektomi Konvensional

1.

4-0 black silk suture,

2.

Gauze sponges,

3.

Hemostat,

4.

Periodontal pack,

5.

Scalpel blade no.15,

6.

Scissors,

7.

Suture pliers

Teknik Millers (untuk kasus diastema post-orthodontic)

1.

5-0 black silk suture,

2.

Gauze sponges,

3.

Hemostat,

4.

Periodontal pack,

5.

Scalpel blade no.15,

6.

Scissors

7.

Suture pliers

Teknik Frenektomi Z-Plasty (untuk kasus dengan hipertropi, diastema incisal, dan

vestibulum yang rendah)


1.

5-0 vicryl suture,

2.

Gauze sponges,

3.

Hemostat,

4.

Periodontal pack,

5.

Scalpel blade no.15,

6.

Scissors,

7.

Suture pliers

Teknik Frenektomi V-Y Plasty (untuk kasus dengan lokasi tegangan panjang)

1.

4-0 silk suture,

2.

Gauze sponges,

3.

Hemostat,

4.

Periodontal pack,

5.

Scalpel blade no.15,

6.

Scissors,

7.

Suture pliers

Electro Surgery (untuk pasien dengan bleeding disorder dan hemostasis)

1.

Electrocautery dengan loop electrode,

2.

Hemostat

Tahapan terapi
Intial Phase Therapy
Fase inisial merupakan prosedur dasar yang harus dilakukan agar operasi dapat berjalan dengan
baik. Pada frenektomi, fase inisial meliputi mempersiapkan kondisi kebersihan mulut seperti
scaling dan polishing
Teknik Frenektomi konvensional:
1.

persiapan alat bedah

2.

Desinfeksi dengan Iod gliserin pada daerah yang akan di anestesi. Anestesi pada sinistra

dan dextra frenulum labialis superior yang akan dieksisi dan bagian palatal perluasan frenulum
labialis superior.
3.

Jepit frenulum pada kedalaman vestibulum dengan hemostat dan dekat dengan

permukaan mukosa bibir untuk menghindari perdarahan pasca eksisi.


4.

Eksisi frenulum labialis superior di bawah hemostat.dengan scalpel.

5.

Daerah dasar vestibulum dan mukosa bibir dijahit agar tidak terjadi perluasan daerah

irisan dan perdarahan yang berlebihan.

6.

Eksisi perluasan frenulum labialis superior yang melebar hingga palatal.

7.

Lakukan kuret di daerah permukaan tulang. Bersihkan semua serabut periosteum agar

tidak terjadi pertemuan serabut bagian koronal dan apikal


8.

Irigasi dengan saline, tekan 3-5 menit

9.

Pemasangan periodontal pack pada daerah bedah agar penyembuhan luka optimal dan

tidak terjadi perlekatan bibir dengan gingival selama proses penyembuhan gingival.
10.

Pemberian resep dan instruksi; obat yang digunakan berupa analgetik dan antibiotik.

11.

Kontrol I (1 minggu pasca operasi): pembukaan periodontal pack dan pengambilan

jahitan, irigasi dengan antiseptic dan instruksi untuk perawatan di rumah.


12.

Kontrol II ( 2-3 minggu pasca operasi): penyembuhan 2 minggu pasca operasi, irigasi dan

instruksi perawatan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan frenektomi:
1.

Kondisi kesehatan umum

2.

Nutrisi dan diet

3.

Oral hygiene

4.

Pemberian resep obat

Komplikasi dari prosedur frenektomi: Komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada


pembedahan frenulum adalah sebagai berikut (Kruger 1974) :
Perdarahan. Perdarahan ini dapat terjadi selama operasi ( perdarahan primer ) atau beberapa
jam sampai beberapa hari setelah pembedahan (perdarahan sekunder). Perdarahan ini dapat
terjadi oleh sebab lokal atau sistemik. Penyebab lokal biasanya meliputi lepasnya bekuan darah,
luka yang terinfeksi, trauma pada luka atau lepasnya jahitan. Sedangkan penyebab sistemik dapat

berupa kelainan darah.Penanggulangan dengan melakukan pembersihan daerah luka serta


penekanan dengan kasa dibasahi vasokonstriktor lokal, kompres dingin dan penjahitan atau
pemberian coagulation promoting agent seperti gelatin sponge, thrombin, dan lain-lain. Bila
tindakan tersebut tidak dapat mengatasi perdarahan sebaiknya dikonsulkan ke bagian penyakit
dalam.
Pembengkakan.Biasanya terjadi karena trauma yang berlebihan atau karena infeksi.
Penanggulangannya dapat dikontrol dengan kompres dingin yaitu dengan kantung es atau kain
dingin.
Infeksi.Untuk mencegah infeksi dianjurkan untuk memelihara kebersihan mulut dan diberi obat
kumur antiseptik. Apabila infeksi telah terjadi, tindakan lokal yang perlu dilakukan adalah
mengirigasi luka dengan NaCl fisiologis hangat serta pengulasan antiseptik pada tepi luka,
diberikan pula obat antibiotik.
Rasa sakit yang berlebihan.Keadaan ini biasanya timbul karena pergerakan bibir, pipi, atau
lidah pada saat berbicara atau pada waktu mengunyah. Penanggulangannya diberikan obat
analgetik, obat kumur antiseptik yang hangat.

Maintenance Phase
Maintenance phase merupakan fase pemeliharaan yang meliputi kunjungan periodik dan
pemeriksaan ulang. Hal yang diperiksa pada saat pasien melakukan kunjungan antara lain:
1.

Melihat ada tidaknya perdarahan,

2.

Melihat apakah jahitan lepas atau tidak,

3.

Apakah ada keluhan sakit,

4.

Ada tidaknya pembengkakan pada luka,

5.

Luka mengalami infeksi atau tidak,

6.

Untuk keperluan estetik, dilihat apakah ada bekas luka

Daftar Pustaka:
American Academy of Periodontology, 2003, Guideline for Periodontal Therapy, American
Academy of Pediatric Dentistry, 35(6):346-350.
Devishree, Kumar, S., Gujari, S.K., Shubhashini, P.V., 2012, Frenectomy: A Review with the
Reports of Surgical Technique, Journal of Clinical & Diagnostic Research, 6(9):1587-1592.
Kruger, O.G. 1975. Textbook of Oral Surgery. 4th ed. C.V. Mosby. Saint Louis.
Isnandar, 2011, Frenektomi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Suproyo, H., 2009, Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal Edisi 2, Kanwa: Yogyakarta
Suryono, 2012, Bedah Dasar Periodonsia, Ash-Shaff: Yogyakarta

Komplikasi Pasca Bedah Pre Prostetik, Ortodontik dan Konservatif


A. Pengertian Komplikasi Pre-Prostetik, Ortodontik dan Konservatif
1. Pengertian Bedah preprostetik
Bedah Preprostetik adalah suatu operasi yang bertujuan untuk mengeliminasilesi atau
abnormalitas tertentu dari jaringan keras dan lunak dari rahang, sehingga peletakan piranti
prostetik dapat berhasil. (Bedrossian, 2007).
Preprosthetic operasi biasanya melibatkan mempersiapkan rongga mulut untuk penempatan
prosthetics dilepas (gigi tiruan penuh atau sebagian dilepas). Sering kali rencana perawatan
pasien melibatkan gigi tiruan lepasan sebagai restorasi sementara atau akhir. Tergantung pada
keadaan lisan pasien yang mendukung struktur, tulang dan jaringan gusi, mungkin memerlukan
prosedur bedah terlebih dahulu untuk memberikan fungsi, dan kenyamanan yang dapat diterima
gigi tiruan. (Oyama, 2009). Macam-macam bedah preprostetik diantaranya:

a. Alveolektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang radikal untuk mengambil prosessus
alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa untuk mempersiapkan lingir sebelum
dilakukan terapi radiasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kontur yang tidak diinginkan,
pegunungan, maupun tajam untuk memberikan landasan yang lebih halus yang nyaman untuk
gigi tiruan sebuah. (Pedersen, 1997)
b. Gingivoplasty sama. Mereka dilakukan untuk menghapus atau membentuk kembali jaringan
gusi untuk memberikan permukaan yang lebih dapat diterima untuk gigi tiruan removable.
Kadang-kadang jaringan lunak kelebihan atau berlebihan memerlukan penghapusan (Fortin,
2000).
c.

Torus

removal

adalah

prosedur

pembedahan

yang

dilakukan untuk

menghilangkan satu atau lebih tonjolan ekstra tulang baik pada rahang atas maupun rahang
bawah. Meskipun segmen seperti tulang tambahan tidak berbahaya, kehadiran tulang ini dapat
menjadikan masalah bagi pasien yang memerlukan beberapa jenis protesa gigi, seperti gigi tiruan
lengkap ataupun sebagian.

(Neville, et all., 2002)

d. Frenektomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan jaringan


fibrosa (frenulum). Pembedahan jaringan lunak ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan
dan kestabilan protesa. (Pedersen, 1997)
e. Vestibuloplasty suatu tindakan memperdalam sulkus vestibulum. Prosedur memperdalam
sulkus untuk rahang atas atau bawah biasanya dibutuhkan oleh sulkus yang sangat rendah
sehinggga protesa tidak stabil.
f. Implan merupakan prosedur tindakan bedah yang bertujuan untuk pemasangan akar gigi
buatan yang nantinya digunakan untuk menyagga gigi tiruan.
2. Pengertian Bedah Orthognatik
Bedah ortognatik adalah tindakan bedah yang bertujuan untuk meluruskan atau membentuk
rahang sehingga diperoleh bentuk rahang yang selaras atau normal dengan melakukan koreksi
atau perbaikan pada kelainan kecil atau besar pada tulang skeletal rahang yang menyebabkan
terjadinya malaoklusi, dengan keuntungan akan memperbaiki fungsi kunyah, fungsi bicara dan
bernafas. (http://coenpramonoprof.com/pages/bedah-ortognatik-orthognathic-surgery.html)
Macam-macam bedah orthognatik:
a. Prosedur maksila

Prosedur koreksi rahang atas meliputi mobilisasi dan reposisi seluruh rahang atas (prosesus
alveolaris beserta palatum) atau satu segmen dari prosesus alveolaris. (Pedersen, 1997), Prosedur
yang paling sering dilakukan adalah:
-

Osteotomi maksila total dan Osteotomi Le Fort 1

Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk mengoreksi deformitas gigitan terbuka anterior.
Keberhasilan penutupan deformitas gigitan terbuka anterior yang stabil tergantung pada
persiapan yang baik dan perawatan ortodonti lanjutan. Prosedur ini dapat dilakukan pada kasuskasus: hiperplasi/hipoplasi maksila, dan protusi/retrusi maksila.
b. Prosedur Mandibula
Prosedur koreksi rahang bawah meliputi reposisi seluruh atau sebagian rahang bawah. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan adalah:
-

Osteotomi ramus vertical adalah pemotongan dari seluruh ketebalan ramus pada bidang

medio-lateral (koronal) dari sigmoid notch sampai ke region angulus mandibula. Osteotomi
memungkinkan dilakukannya perbaikan posisi dari seluruh bagian anterior mandibula (distal)
dan kumpulan neurovascular
-

Osteotomi ramus sagital mandibula adalah pemotongan dari ramus pada bidang antero-

posterior yang memisahkan korteks dan memungkinkan dilakukannya perbaikan posisi dari
kumpulan neurovascular alveolaris inferior, korteks medial ramus dan pars alveolaris mandibula
bagian distal sebagai satu kesatuan
-

Osteotomi mandibula total adalah prosedur pembedahan dengan menggerakkan pars

alveolaris bagian anterior dan alveolaris mandibula sehingga dapat diperbaiki posisinya
3.

Pengertian Bedah Konservatif

Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk melakukan
perbaikan terhadap bagian gigi yang diasumsikan tidak dapat mengalami perbaikan, daripada
melakukan amputasi.
B. Macam-Macam komplikasi Pasca Bedah Pre-Prostetik, Ortognati dan Konservatif
Pembedahan tidak boleh dilakukan secara sembarangan oleh karena dapat menimbulkan efek
samping/komplikasi yang tidak diinginkan, misalkan perdarahan, edema, trismus, dry soket dan
masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan
merupakan suatu tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus

menyesuaikan tekniknya untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi yang mungkin


timbul akibat pencabutan dari tiap-tiap gigi (Cannizzaro, 2007).
Seperti operasi lainnya, ada beberapa komplikasi seperti perdarahan, pembengkakan, infeksi
mual dan muntah (Alessandro, 2006). Secara umum, komplikasi dari tindakan pembedahan
preprostetik, orthodonttik dan konservatif ini terjadi, namun tidak sering (Eckert, 2006).
Jika operasi yang melibatkan rahang atas, maka operasi bisa berpengaruh pada bentuk
hidung pasien. Hal ini dapat diminimalkan dengan perencanaan yang matang dan eksekusi akurat
dari rencana bedah. Kadang-kadang, ini dianggap bagian dari manfaat tersebut (Panula, 2001).
Seperti halnya prosedur operasi, efek samping tertentu dan komplikasi yang mungkin
terjadi sebagai berikut:
a.

Perdarahan dapat terjadi selama atau setelah operasi. perdarahan reaksioner terjadi dalam 24

jam pertama setelah operasi, dan perdarahan sekunder terjadi 5 sampai 7 hari setelah operasi dan
biasanya merupakan akibat dari infeksi. Jika perdarahan yang berlebihan selama operasi,
transfusi mungkin diperlukan. Bisa mengalami reaksi terhadap obat yang diberikan dikenal
sebagai angioedema. Angioedema adalah cepat pembengkakan jaringan dan dapat menyebabkan
reaksi anafilaksis atau penyumbatan saluran napas yang mengancam jiwa jika pembengkakan
telah terjadi di tenggorokan (Hassan, 2002).
b. Hematom adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi
karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor
kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil,
dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi besar dan menyebabkan pembengkakan yang
signifikan
c.

Pembengkakan merupakan reaksi normal untuk setiap prosedur operasi, dan jumlahnya

bervariasi dengan individu dan prosedur. Pembengkakan kemungkinan akan meningkat kira-kira
24 sampai 72 jam setelah operasi.
d. Neuralgia.
Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit.
Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Trigeminal
neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang
lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.

Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf
kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah
penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya,
kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang
oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia
Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri salah tempat yang melingkari serabut saraf ini
pada usia lanjut. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya
kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial
spasm, tinnitus, ataupun vertigo.
e.

Infeksi merupakan risiko potensial setiap prosedur operasi, dan jika infeksi terjadi, biasanya

diobati dengan antibiotik. Infeksi yang dihasilkan disebut sinusitis yang tidak merespon dengan
baik terhadap antibiotik dan mungkin memerlukan operasi tambahan untuk mengeringkan sinus.
Sinusitus berpotensi dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, beberapa di antaranya
mematikan dan memerlukan operasi segera. sinusitus komplikasi termasuk abses otak,
meningitis, abses orbit, orbital selulitis, abses epidural, empiema subdural, trombosis sinus gua,
dan osteomyeltis semua yang diketahui telah terjadi setelah pencabutan gigi bungsu dan
diuraikan secara lebih rinci di bawah ini. Selain itu, sinusitus dapat menyebabkan polip hidung
dan mucoceles. (Barak, 2005)
f.

Perubahan posisi rahang baru atau yang tidak diperkirakan pergeseran struktur rahang adalah

orthognathic operasi berikut biasa, namun dapat terjadi. Jika tidak, perawatan lebih lanjut
mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
Persistent gerakan rahang atau fungsi mengunyah atau wicara bisa terjadi setelah pembedahan
orthognathic latihan rahang khusus biasanya dapat membantu untuk memperbaiki kondisi ini.
(Barak, 2005)
g.

Nyeri TMJ atau abnormal fungsi yang terjadi dalam contoh yang jarang setelah operasi

orthognathic. Pembedahan dapat memperburuk yang sudah ada masalah sendi rahang. Jika
kondisi ini terus berlangsung, perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
h.

Fracture mandibula, Rahang bawah bisa patah selama atau setelah mencabut gigi

kebijaksanaan yang lebih rendah. Hal ini dikenal sebagai fraktur mandibula. Penting untuk
dicatat bahwa fraktur mandibula dapat terjadi selama operasi (fraktur mandibula langsung) atau
kadang-kadang dapat terjadi setelah pembedahan (fraktur mandibula alm) yang biasanya dalam 4

minggu pertama (Barak, 2005) .Fraktur juga bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga, atau gigi
antagonis, restorasi dan prosesus alveolaris. Semua fraktur yang dapat dihindarkan mempunyai
etiologi yang sama; yaitu tekanan yang berlebihan atau tidak terkontrol atau keduanya.
Hematoma adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi
karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor
kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil,
dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi besar dan menyebabkan pembengkakan yang
signifikan (Pedersen, 1996).
C. Penanganan komplikasi pre-prostetik, ortodontik dan konservatif
a.

Perdarahan

Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%.
Umumnya perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi
perdarahan berat yang membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%.
Perdarahan ditangani dengan cara yang sama dengan penanganan epistaksis. Bila setelah
beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus dicari. Tampon yang ada
harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan topikal
dengan menggunakan kapas.
b. Nyeri
Nyeri pasca bedah bersifat individual, tindakan yang sama pada seorang pasien akan berbeda
efeknya pada pasien lain.keluhannyeri akan dirasakan berbeda tergantung beberapa faktor antara
lain :
1. tempat pembedahan ( yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi )
2. jenis kelamin
3. umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi
4. kepribadian, pasien neurotik merasa lebih nyeri dari pada pasien normal
5. pengalaman pembedahan sebelumnya
6. suku, ras
7. motivasi pasien

Beberapa metode/ cara menanggulangi nyeri pasca pembedahan antara lain :stimulasi
( dilakukan untuk mengalihkan perhatian pada area nyeri ), distraksi (melakukan penekanan
syaraf yang menuju ke area nyeri ), obat analgesia.
c.

Hematoma

Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil,
tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih
disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan
dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian
dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat
dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
d. Infeksi
Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih
terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba
profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi
kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi,
bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan.Pada pasien dengan operasi
bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada
jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat
mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai
dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan
lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis
tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard
dan Cole, Polk Lopez-Mayormembuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi
dalam pencegahan infeksi post operasi elektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang
diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 :
688). Menurut Depkes (1993) dalam Iwan 2008 ,antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik
harus memenuhi syarat :

Tepat dosis

Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis,

atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler, atau bedah jantung).

Tepat cara pemberian harus diberikan secara I.V. 2 jam sebelum insisi dilakukan .

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab Infeksi Luka

Operasi).

Kondisi Luka. Pada pre operasi ikut berperan dalam terjadinya infeksi. Luka terbuka karena

adanya kecelakaan maka lebih beresiko terjadinya infeksi luka operasi.


e.

Fraktur

Cara terbaik unuk menghindari fraktur disamping tekanan terkontrol adalah dengan
menggunakan gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang mengalami
delaserasi atau getas atau yang dirawat endodontic sering mengharuskan dilakukannya
perubahan pada rencana pembedahan, biasanya dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang
(close prosedure) sampai melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah dilakukan pencabutan
dengan tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus, ini
menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan adanya fraktur biasanya secara klinik
dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur mandibula (Pedersen, 1996)
f.

Neuralgia, dapat ditangani dengan dilakukan microvascular decompression secara benar,

keluhan akan hilang. Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara spontan
terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis mandibula sehingga ujung-ujung
saraf yang rusak dapat dengan lebih baik mendekat secara spontan (Pogrel, 1990).

Anda mungkin juga menyukai