Frenektomi adalah salah satu prosedur bedah pre prostetik, prosedur sederhana dimana sebagian
atau seluruh frenulum yang bermasalah dibuang secara bedah dengan tujuan untuk
mengembalikan keseimbangan kesehatan mulut dan retensi dan stabilitas gigi tiruan. Umumnya
dilakukan dengan lokal anestesi. Perlekatan frenulum labial, terdiri dari kumpulan jaringan
fibrosa tipis yang ditutupi mukosa, memanjang dari bibir dan pipi ke periosteum alveolar. Level
perlekatan frenulum bervariasi dari tinggi vestibulum sampai puncak ridge alveolar dan bahkan
ke daerah insisal papila di maksila anterior. Pembuangan frenulum lingual di bawah lidah disebut
lingual frenektomi (angkilotomi) yang dilakukan pada penderita tongue tie (angkiloglosia).
Segera setelah bedah minor dilakukan, lidah dapat dijulurkan keluar mulut dimana sebelumnya
tidak dapat dilakukan.ini merupakan salah satu treatment yang harus disertai informed
consent. Semua treatment beresiko yang memiliki kemungkinan terjadinya komplikasi atau
bahkan kegagalan, wajib disertakan informed consent. Sebelumnya, pasien diberi penjelasan
lengkap tentang penyakitnya, meliputi diagnosis, etiologi, terapi acuan, terapi alternatif, serta
prognosis. Setelah itu baru diberikan informed consent sebagai bukti bahwa pasien setuju
menerima tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter giginya.
Indikasi frenektomi :
1.
2.
3.
Petimbangan estetik
4.
5.
6.
7.
8.
Perlekatan frenal yang tinggi dengan peradangan gigi yang belum ditangani dengan root
2.
keadaan frenulum tidak mengganggu pemakaian sikat gigi dan fungsi bicara, fungsi dari
1.
2.
Gauze sponges,
3.
Hemostat,
4.
Periodontal pack,
5.
6.
Scissors,
7.
Suture pliers
1.
2.
Gauze sponges,
3.
Hemostat,
4.
Periodontal pack,
5.
6.
Scissors
7.
Suture pliers
Teknik Frenektomi Z-Plasty (untuk kasus dengan hipertropi, diastema incisal, dan
2.
Gauze sponges,
3.
Hemostat,
4.
Periodontal pack,
5.
6.
Scissors,
7.
Suture pliers
Teknik Frenektomi V-Y Plasty (untuk kasus dengan lokasi tegangan panjang)
1.
2.
Gauze sponges,
3.
Hemostat,
4.
Periodontal pack,
5.
6.
Scissors,
7.
Suture pliers
1.
2.
Hemostat
Tahapan terapi
Intial Phase Therapy
Fase inisial merupakan prosedur dasar yang harus dilakukan agar operasi dapat berjalan dengan
baik. Pada frenektomi, fase inisial meliputi mempersiapkan kondisi kebersihan mulut seperti
scaling dan polishing
Teknik Frenektomi konvensional:
1.
2.
Desinfeksi dengan Iod gliserin pada daerah yang akan di anestesi. Anestesi pada sinistra
dan dextra frenulum labialis superior yang akan dieksisi dan bagian palatal perluasan frenulum
labialis superior.
3.
Jepit frenulum pada kedalaman vestibulum dengan hemostat dan dekat dengan
5.
Daerah dasar vestibulum dan mukosa bibir dijahit agar tidak terjadi perluasan daerah
6.
7.
Lakukan kuret di daerah permukaan tulang. Bersihkan semua serabut periosteum agar
9.
Pemasangan periodontal pack pada daerah bedah agar penyembuhan luka optimal dan
tidak terjadi perlekatan bibir dengan gingival selama proses penyembuhan gingival.
10.
Pemberian resep dan instruksi; obat yang digunakan berupa analgetik dan antibiotik.
11.
Kontrol II ( 2-3 minggu pasca operasi): penyembuhan 2 minggu pasca operasi, irigasi dan
instruksi perawatan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan frenektomi:
1.
2.
3.
Oral hygiene
4.
Maintenance Phase
Maintenance phase merupakan fase pemeliharaan yang meliputi kunjungan periodik dan
pemeriksaan ulang. Hal yang diperiksa pada saat pasien melakukan kunjungan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Daftar Pustaka:
American Academy of Periodontology, 2003, Guideline for Periodontal Therapy, American
Academy of Pediatric Dentistry, 35(6):346-350.
Devishree, Kumar, S., Gujari, S.K., Shubhashini, P.V., 2012, Frenectomy: A Review with the
Reports of Surgical Technique, Journal of Clinical & Diagnostic Research, 6(9):1587-1592.
Kruger, O.G. 1975. Textbook of Oral Surgery. 4th ed. C.V. Mosby. Saint Louis.
Isnandar, 2011, Frenektomi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Suproyo, H., 2009, Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal Edisi 2, Kanwa: Yogyakarta
Suryono, 2012, Bedah Dasar Periodonsia, Ash-Shaff: Yogyakarta
a. Alveolektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang radikal untuk mengambil prosessus
alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa untuk mempersiapkan lingir sebelum
dilakukan terapi radiasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kontur yang tidak diinginkan,
pegunungan, maupun tajam untuk memberikan landasan yang lebih halus yang nyaman untuk
gigi tiruan sebuah. (Pedersen, 1997)
b. Gingivoplasty sama. Mereka dilakukan untuk menghapus atau membentuk kembali jaringan
gusi untuk memberikan permukaan yang lebih dapat diterima untuk gigi tiruan removable.
Kadang-kadang jaringan lunak kelebihan atau berlebihan memerlukan penghapusan (Fortin,
2000).
c.
Torus
removal
adalah
prosedur
pembedahan
yang
dilakukan untuk
menghilangkan satu atau lebih tonjolan ekstra tulang baik pada rahang atas maupun rahang
bawah. Meskipun segmen seperti tulang tambahan tidak berbahaya, kehadiran tulang ini dapat
menjadikan masalah bagi pasien yang memerlukan beberapa jenis protesa gigi, seperti gigi tiruan
lengkap ataupun sebagian.
Prosedur koreksi rahang atas meliputi mobilisasi dan reposisi seluruh rahang atas (prosesus
alveolaris beserta palatum) atau satu segmen dari prosesus alveolaris. (Pedersen, 1997), Prosedur
yang paling sering dilakukan adalah:
-
Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk mengoreksi deformitas gigitan terbuka anterior.
Keberhasilan penutupan deformitas gigitan terbuka anterior yang stabil tergantung pada
persiapan yang baik dan perawatan ortodonti lanjutan. Prosedur ini dapat dilakukan pada kasuskasus: hiperplasi/hipoplasi maksila, dan protusi/retrusi maksila.
b. Prosedur Mandibula
Prosedur koreksi rahang bawah meliputi reposisi seluruh atau sebagian rahang bawah. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan adalah:
-
Osteotomi ramus vertical adalah pemotongan dari seluruh ketebalan ramus pada bidang
medio-lateral (koronal) dari sigmoid notch sampai ke region angulus mandibula. Osteotomi
memungkinkan dilakukannya perbaikan posisi dari seluruh bagian anterior mandibula (distal)
dan kumpulan neurovascular
-
Osteotomi ramus sagital mandibula adalah pemotongan dari ramus pada bidang antero-
posterior yang memisahkan korteks dan memungkinkan dilakukannya perbaikan posisi dari
kumpulan neurovascular alveolaris inferior, korteks medial ramus dan pars alveolaris mandibula
bagian distal sebagai satu kesatuan
-
alveolaris bagian anterior dan alveolaris mandibula sehingga dapat diperbaiki posisinya
3.
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk melakukan
perbaikan terhadap bagian gigi yang diasumsikan tidak dapat mengalami perbaikan, daripada
melakukan amputasi.
B. Macam-Macam komplikasi Pasca Bedah Pre-Prostetik, Ortognati dan Konservatif
Pembedahan tidak boleh dilakukan secara sembarangan oleh karena dapat menimbulkan efek
samping/komplikasi yang tidak diinginkan, misalkan perdarahan, edema, trismus, dry soket dan
masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan
merupakan suatu tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus
Perdarahan dapat terjadi selama atau setelah operasi. perdarahan reaksioner terjadi dalam 24
jam pertama setelah operasi, dan perdarahan sekunder terjadi 5 sampai 7 hari setelah operasi dan
biasanya merupakan akibat dari infeksi. Jika perdarahan yang berlebihan selama operasi,
transfusi mungkin diperlukan. Bisa mengalami reaksi terhadap obat yang diberikan dikenal
sebagai angioedema. Angioedema adalah cepat pembengkakan jaringan dan dapat menyebabkan
reaksi anafilaksis atau penyumbatan saluran napas yang mengancam jiwa jika pembengkakan
telah terjadi di tenggorokan (Hassan, 2002).
b. Hematom adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi
karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor
kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil,
dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi besar dan menyebabkan pembengkakan yang
signifikan
c.
Pembengkakan merupakan reaksi normal untuk setiap prosedur operasi, dan jumlahnya
bervariasi dengan individu dan prosedur. Pembengkakan kemungkinan akan meningkat kira-kira
24 sampai 72 jam setelah operasi.
d. Neuralgia.
Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit.
Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Trigeminal
neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang
lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf
kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah
penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya,
kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang
oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia
Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri salah tempat yang melingkari serabut saraf ini
pada usia lanjut. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya
kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial
spasm, tinnitus, ataupun vertigo.
e.
Infeksi merupakan risiko potensial setiap prosedur operasi, dan jika infeksi terjadi, biasanya
diobati dengan antibiotik. Infeksi yang dihasilkan disebut sinusitis yang tidak merespon dengan
baik terhadap antibiotik dan mungkin memerlukan operasi tambahan untuk mengeringkan sinus.
Sinusitus berpotensi dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, beberapa di antaranya
mematikan dan memerlukan operasi segera. sinusitus komplikasi termasuk abses otak,
meningitis, abses orbit, orbital selulitis, abses epidural, empiema subdural, trombosis sinus gua,
dan osteomyeltis semua yang diketahui telah terjadi setelah pencabutan gigi bungsu dan
diuraikan secara lebih rinci di bawah ini. Selain itu, sinusitus dapat menyebabkan polip hidung
dan mucoceles. (Barak, 2005)
f.
Perubahan posisi rahang baru atau yang tidak diperkirakan pergeseran struktur rahang adalah
orthognathic operasi berikut biasa, namun dapat terjadi. Jika tidak, perawatan lebih lanjut
mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
Persistent gerakan rahang atau fungsi mengunyah atau wicara bisa terjadi setelah pembedahan
orthognathic latihan rahang khusus biasanya dapat membantu untuk memperbaiki kondisi ini.
(Barak, 2005)
g.
Nyeri TMJ atau abnormal fungsi yang terjadi dalam contoh yang jarang setelah operasi
orthognathic. Pembedahan dapat memperburuk yang sudah ada masalah sendi rahang. Jika
kondisi ini terus berlangsung, perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
h.
Fracture mandibula, Rahang bawah bisa patah selama atau setelah mencabut gigi
kebijaksanaan yang lebih rendah. Hal ini dikenal sebagai fraktur mandibula. Penting untuk
dicatat bahwa fraktur mandibula dapat terjadi selama operasi (fraktur mandibula langsung) atau
kadang-kadang dapat terjadi setelah pembedahan (fraktur mandibula alm) yang biasanya dalam 4
minggu pertama (Barak, 2005) .Fraktur juga bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga, atau gigi
antagonis, restorasi dan prosesus alveolaris. Semua fraktur yang dapat dihindarkan mempunyai
etiologi yang sama; yaitu tekanan yang berlebihan atau tidak terkontrol atau keduanya.
Hematoma adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi
karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor
kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil,
dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi besar dan menyebabkan pembengkakan yang
signifikan (Pedersen, 1996).
C. Penanganan komplikasi pre-prostetik, ortodontik dan konservatif
a.
Perdarahan
Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%.
Umumnya perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi
perdarahan berat yang membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%.
Perdarahan ditangani dengan cara yang sama dengan penanganan epistaksis. Bila setelah
beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus dicari. Tampon yang ada
harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan topikal
dengan menggunakan kapas.
b. Nyeri
Nyeri pasca bedah bersifat individual, tindakan yang sama pada seorang pasien akan berbeda
efeknya pada pasien lain.keluhannyeri akan dirasakan berbeda tergantung beberapa faktor antara
lain :
1. tempat pembedahan ( yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi )
2. jenis kelamin
3. umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi
4. kepribadian, pasien neurotik merasa lebih nyeri dari pada pasien normal
5. pengalaman pembedahan sebelumnya
6. suku, ras
7. motivasi pasien
Beberapa metode/ cara menanggulangi nyeri pasca pembedahan antara lain :stimulasi
( dilakukan untuk mengalihkan perhatian pada area nyeri ), distraksi (melakukan penekanan
syaraf yang menuju ke area nyeri ), obat analgesia.
c.
Hematoma
Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil,
tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih
disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan
dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian
dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat
dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
d. Infeksi
Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih
terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba
profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi
kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi,
bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan.Pada pasien dengan operasi
bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada
jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat
mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai
dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan
lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis
tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard
dan Cole, Polk Lopez-Mayormembuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi
dalam pencegahan infeksi post operasi elektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang
diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 :
688). Menurut Depkes (1993) dalam Iwan 2008 ,antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik
harus memenuhi syarat :
Tepat dosis
Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis,
atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler, atau bedah jantung).
Tepat cara pemberian harus diberikan secara I.V. 2 jam sebelum insisi dilakukan .
Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab Infeksi Luka
Operasi).
Kondisi Luka. Pada pre operasi ikut berperan dalam terjadinya infeksi. Luka terbuka karena
Fraktur
Cara terbaik unuk menghindari fraktur disamping tekanan terkontrol adalah dengan
menggunakan gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang mengalami
delaserasi atau getas atau yang dirawat endodontic sering mengharuskan dilakukannya
perubahan pada rencana pembedahan, biasanya dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang
(close prosedure) sampai melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah dilakukan pencabutan
dengan tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus, ini
menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan adanya fraktur biasanya secara klinik
dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur mandibula (Pedersen, 1996)
f.
keluhan akan hilang. Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara spontan
terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis mandibula sehingga ujung-ujung
saraf yang rusak dapat dengan lebih baik mendekat secara spontan (Pogrel, 1990).