Anda di halaman 1dari 32

2.

1 Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)


Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang menggantikan sebagian atau seluruh gigi
asli yang hilang dan atau jaringan pendukungnya. Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik
permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih
kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan
(Shilingburg, dkk,1997).
2.2 Pemeriksaan pada Gigi Tiruan
Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting terhadap
suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan perawatan
pendahuluan pada pembuatan gigi tiruan mempunyai beberapa pertimbangan :
1. Membentuk kesehatan jaringan periodontal.
2. Pemulihan gigi pasien.
3. Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.
4. Penggantian dari gigi yang hilang.
Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan, maka
kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan perawatan pendahuluan, ada hal-hal
yang sama pentingnya, yaitu:
1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga pasien
mengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.
2. Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.
3. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.
4. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.
5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan pemeriksaan terhadap pasien.
Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien mengenai segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan gigitiruan yang akan dipakainya.
1. Pemeriksaan subjektif.

Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya:


mengunyah di satu sisi, bruxism, dsb. Apakah pernah memakai gigitiruan, jika
bagaimana

pernah

keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.

2. Pemeriksaan objektif.
Pada pemeriksaan objektif ini, pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihat Palpasi Perkusi
Sonde Termis Rontgen foto
Pemeriksaan ektra oral
1) Bentuk muka/wajah
a.

Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square, lonjong/tapering)

b. Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)


2) Bentuk bibir (panjang, pendek, normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby). Tebal tipis
bibir akan mempengaruhi retensi gigitiruan yang akan dibuat, dimana bibir yang tebal akan
memberi retensi yang lebih baik.
3) Sendi rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).
Pemeriksaan intra oral
1) Pemeriksaan terhadap gigi
a.

Gigi yang hilang

b. Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies, banyaknya tambalan pada
gigi, mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai ada kelainan gigi yang mengganggu
pada pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi tersebut dicabut.
c.

Oklusi : diperhatikan hubungan oklusi gigi atas dengan gigi bawah yang ada. Angle klas I,

II, dan III.


d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi depan, dapat disebabkan, antara lain karena : (angular
cheilosis, disfungsi dari TMJ, spasme otot-otot kunyah, Spasme otot-otot kunyah dapat
diperbaiki dengan menambah dimensi vertical pada pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan.
Selain deep overbite, harus diketahui juga ukuran over jet dari gigi depan. Dalam keadaan
normal, ukuran over bite dan over jet ini berkisar antara 2 mm.
e. Warna gigi

Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigitiruan sebagian lepasan terutama
pada pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.
f. Oral hygiene (adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya gigi yang karies, adanya
peradangan pada jaringan lunak, misalnya : gingivitis
g. Rontgen foto
Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:

kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga

gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar

kista, kelainan periapikal

resorbsi tulang

sclerosis (penebalan tulang)

h. Resesi gingival
i. Vitalitas gigi
2. Pemeriksaan terhadap mukosa
Inflamasi, pada keadaan ini mukosa harus disembuhkan terlebih dahulu sebelum dicetak.
(bergerak/tidak bergerak, keras/lunak).
3. Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar
Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut
4. Ruang antar rahang
- Besar, dapat disebabkan karena pencabutan yang sudah terlalu lama
- Kecil, dapat disebabkan karena elongasi
- Cukup, minimal jaraknya 5 mm
5. Adanya torus
- Pada palatum disebut torus palatinus
- Pada mandibula disebut torus mandibula Torus ini bila keadaan mengganggu pada pembuatan
gigitiruan, harus dibuang
6. Pemeriksaan jaringan pendukung gigi
7. Pemeriksaan terhadap frenulum

Apakah perlekatannya tinggi atau rendah sampai puncak alveolar, dimana jika perlekatan
yang rendah akan mengganggu gigitiruan yang dibuat, sehingga perlu dilakukan
pembebasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap pasien, dapat diketahui apakah masih
perlu dilakukan perawatan pendahuluan sebagai persiapan perawatan prostodonti
2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik
1. material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan bentuk
harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai dan berfungsi sehingga
enak dipakai,
2. dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas, gerakan
seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,
3. estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,
4. tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga
5. cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan, minuman,
cairan ludah dan obat.
2.5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)
Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih
tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut
dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
2.5.1 Komponen GTC
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, dan abutment,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.

Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang

hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:


Fungsi kunyah dan bicara
Estetis
Comfort (rasa nyaman)
Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan dengan gigi
lawan ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:

a.

Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:3


1) Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang setara
dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga
tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik
logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun
lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.
2) Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh permukaannya
dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana
faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan
memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
3) Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik. Dibandingkan
dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan bahan
logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.
4) Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan kekuatan
sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian labial/bukal
dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature
porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku
dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian
labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan
lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.
5) Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika sedangkan
logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival sehingga
permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah
labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak
1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus sehingga
terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan

dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisasisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian
mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik
posterior rahang bawah(Arifin, 2000).
2) Pontik Ridge Lap
Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian palatal
menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis
pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun
demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah dasar
pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dan posterior(Arifin, 2000).
3) Pontik Conical Root
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas
permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini
dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2
mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak
menggunakan restorasi provisional.4
B.

Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen

pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi
(Arifin, 2000).
Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota gigi
penyangga
i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek
- Intermediare abutment paska perawatan periodontal
- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
Keuntungan:

- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
- Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

ii. Partial-veneer Crown Retainer


Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan / normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring
Keuntungan:
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi

penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar

- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal


Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah

Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke

saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.


Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar
C. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat
mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).
a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen
GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat
dibuat dengan cara:
Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuang
Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam
campur (metal alloy) yang dipanaskan.
Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau tekanan.

b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen


GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi
yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan
(repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigi
tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta
jumlah akar.

Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.

Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari


diastema.

Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak

diantara dua diastema (pontics).

Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi


diastema

Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi


Diastema (Arifin, 2000).

A. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat


Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa yang tepat.
Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan periodontal, estetis, faktor
financial, dan juga keinginan pasien.
a. Faktor Biomekanis
Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat dipelihara
pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga tidak mudah
terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi harus
biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa membahayakan
pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan kekuatan restorasi.

Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat
untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi
tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.
b. Keadaan Periodontal
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan periodontal.
Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan saluran akar,
aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang baik dalam
lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya jaringan email dan
dentin yang sehat.
c. Estetis
Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.
Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan karakteristik
yang tepat.
d. Faktor Finansial
Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan mereka
terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka cenderung
menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan dengan gigi tiruan
cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk
penggantian gigi yang hilang.
2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT
a) Pertimbangan Umum
Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta keinginannya
untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama
perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang cukup lama dan
kunjungan berkala.
Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ tidak
bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum

Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian dari
tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan yang
terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan higiensi juga
diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut menjadi bau dan dari
segi estetik kurang.
Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang menyebabkan
sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan karena
berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC sebagai
alternatifnya.
Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor kebutuhan
ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan karenanya perlu
gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan ketahanannya untuk
menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau kurang
stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan untuk splinting cekat
sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan gaya/tekanan mastikasi dapat
tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa GTH bukanlah sebagai perawatan
utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang bukanlah gigi yang baik untuk
digunakan sebagai gigi abutment.
Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak sehingga
mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan
memperbaiki fungsi bicaranya.
Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal secara merata
ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang dicapai di
dalam GTL.
c) Kontra-Indikasi Umum
Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak ataupun pasien
yang lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu, pada pasien
yang secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak atau gangguan otak juga
dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi.

Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan pembuatan
mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena menggunakan
bahan PFM.
Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan jantung, dll.).
Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin.
Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi dan
menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi
penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan mahkota
seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital juga tidak
bisa digunakan.
Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting tidak dalam satu bidang sejajar.
2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC
a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan
jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah
pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak
bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah
oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15
derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding
aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding
aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil
sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan

retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan
dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi
sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang
terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat
menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose
pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7
derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno,
1994).
2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus
mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi
berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan
gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat
menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis
pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga
menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).
3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit
mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada
tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali
pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge. Sedangkan
prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang retainer dan
kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan dari pontik). Pada
keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan untuk
menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih banyak. Bila perlu
dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.

- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor bisa
lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal,
misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan
kesejajaran, antara lain:
a. Jika salah satu terminal abutment miring
Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada distooklusal.
Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis sejajar dengan
garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi penyangga.
b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar tidak
menghalangi insersi bridge.
c.

Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen

Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang dibentuk oleh
kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-masing.
Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan, sehingga harus
dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat non-vital (merupakan terapi
pendahuluan)
d. Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi
Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang keluar dari
lengkung lebih banyak dipreparasi
e. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi
Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah
lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah
labial.
4. Preparasi mengikuti anatomi gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga dapat
mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus

disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi maka
pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).
5. Pembulatan sudut-sudut preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua bidang
preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan
tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan (Prajitno, 1994).
Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:
1.

Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal
cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk
mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat dibuat
dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2.

Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang
jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan
bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan
kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3.

Preparasi permukaan insisal atau oklusal

Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi


permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu
dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur
(Prajitno, 1994).
4.

Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi permukaan
bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi
kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan (Prajitno, 1994).
5.

Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

6.

Pembentukan tepi servikal

Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan


malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:

pembuatan pola

a.Tepi demarkasi (feater edge)


b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )
e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).
Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti yang sudah
dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar secara umum
sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak pada prinsip utama
pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya. Berbeda dengan full crown,
preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga harus
memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan tindakan
penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan tujuan
mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka pada gusi
saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan gigi tetangga
apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan
debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar gigi,
atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin).
Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih jenis
(stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material cetak apa
yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang digunakan bersifat
elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak,
gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
Pembuatan catatan gigit

Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RB sebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.
Penentuan warna (shade)
Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna gigi-gigi
tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan menggunakan
shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan. Kesamaan pabrik
antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium sangat penting karena
tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode
A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh
bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif (alginat)
pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah
diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik dirapikan
seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas dan MTS
dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan
kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain adalah
dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada
beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, dan seluloid.
Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi depan harus diperhatikan
warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal dan bagian dalam mahkota.
Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian gingival untuk mencegah
resesi.
Pontik Sementara

Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada
retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan kemudian
baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing logam),
sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada
kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak
menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan
marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya
baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing
porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien
namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh saat
dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan
arah insersi tanpa sementasi.
Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian
yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian
dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu
panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang namun jangan
sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.
Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau lingual
atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap
kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan dilewatkan
di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami hambatan ringan
namun tidak sampai merobek benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva

Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang,
memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya
diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu karena
nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat perubahan
warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing
pada daerah embrasurnya.
Penyesuaian oklusal
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi oklusi
dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang baik adalah
tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak
ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena
ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini
dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian
yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi harus sewarna
gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke gigi
penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut sehingga GTJ
dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun
umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan sementasi
didasarkan pada:
Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive strength tinggi
untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan lepasnya GTJ. Jika
tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond strength ke gigi juga harus baik.
Jumlah gigi penyangga

Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu
memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan yang
terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak.
Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi dilakukan
dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu punya bond strength
& film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT pasak logam maka perlu
menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik dengan logam.
Desain dan bahan gigi tiruan
Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika
bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki warna
yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka semen
harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi penyangga di dalam
mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya
untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga disebabkan
tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan
Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan antara lain
GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.
Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan biokompatibilitas ke
jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang
mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi tidak
terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang water-based. Apabila material yang
digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya
karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi tidak tahan
lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin maka sifat

translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang menggunakan
material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ
dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih dibawah
semen zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement
Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan utama
karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang memadai. Semen ini juga
punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen ini rendah sehingga
berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk
proteksi pulpa dengan cavity varnish.

Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:


Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu keringkan
dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun menggunakan larutan
antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang digunakan bersifat asam, gig
penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengan cavity varnish di daerah dekat pulpa atau
diaplikasikan kalsium hidroksida.
Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya kontaminasi
oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik dan interdental
untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.
Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian dalam
retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar. Tekan
secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik dan
mencegah adanya jebakan udara.
Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi lagi. Jika
sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta untuk menggigit

dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa kelebihan semen dengan
sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian interdental.
2.5.5 Hukum Ante
Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante. Hukum Ante
adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih digunakan sampai sekarang.
Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga harus sama atau
lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah anodonsia". Dalam
keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante, pada keadaan :
Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam proc.
Alveolaris.
Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan merupakan
removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.
Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.
2.5.6 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat
1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
a. < 20 Tahun
-

Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur


Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen dapat

menghambat pertumbuhan tulang


b. > 50 Tahun
-

Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi


Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
Kelainan jaringan yang bersifat patologis

2. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan
daripada gigi tiruan lepasan.

3. Kondisi Periondisium
a. Gigi penyangga:

Jaringan periodontal sehat


Bone support baik
Bentuk akar yang panjang
Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang
Bentuk dan besar anatomis gigi normal
Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat

2. Gigi antagonis:
Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC
1. Keuntungan
Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan
Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada enamel gigi
Melindungi gig terhadap tekanan
Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress (tegangan)
Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan
pendukungnya (Abu Bakar, 2012).
2. Kerugian
Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak
Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik

2.6 Pengaruh Penyakit Sistemik Terhadap Perawatan Prostodontik


A. Arteriosclerosis
Secara klinis penyakit ini dapat terjadi dalam banyak cara (angina pectoris, infark jantung,
hipertensi, dan gagal jantung kongestive). Pada pasien dengan penyakit ini sering berkurangnya
keahlian motorik dan bisa terjadi kebingungan dan pikiran kosong sehingga sukar untuk dirawat.
Arterial hipertensi sering dirawat dengan obat anti hipertensi yang efek sampinganya dapat

mengurangi laju saliva. Pasien penyakit symptomatik arteriosclerotik vascular, perawatan


prostodontik tidak boleh tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu dengan dokter umum.
B. Endocarditis
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh dua kondisi predisposisi:
suatu peningkatan kerusakan kardiak
penurunan daya immunocompeten
Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan intervensi
yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang hiperaktive, sesak
napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan posisi duduk yang tegak
pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari semprotan air dan partikel
girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:
mulut kering, sering haus
lidah merah dan terasa nyeri
bau nafas seperti bau keton
gigi geligi goyang atau lepas
luka sulit sembuh
resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam. Pada saat
melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :
hindari trauma
desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.
E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau corticosteroid
dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi akibat efek sampingnya.
Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk melawan bakteremia dan timbulnya
infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi antibiotik profilaksis. Dokter gigi harus
mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum untuk menentukan kebutuhan antibiotiknya.

Ilmu Gigi Tiruan Jembatan


2.1 Definisi Gigi Tiruan
Menurut Glossary of Prosthodontics (dalam Rahmawan, 2008)) gigi tiruan adalah bagian
prostodonsia yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang atau seluruh gigi asli yang
hilang dengan gigi tiruan dan didukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi-mukosa ada yang
dapat dan ada yang tidak dapat dipasang dan dilepas oleh pasien.
Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan penuh ( Full
Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi
gigi tiruan lepasan /Removable (yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan
cekat/ Fixed/ GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat atau
disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan bridge.
Crown Prosthetic adalah cabang ilmu prothesa yang mempelajari tentang penggantian gigi asli
sebagian atau seluruhnya dengan satu crown pengganti. Crown adalah suatu restorasi berupa
crown penuh atau sebagian dari satu gigi yang terbuat dari logam, porselen, akrilik atau
kombinasi.
Bridge / Jembatan adalah disebut juga fixed partial denture yaitu suatu prothesa (geligi tiruan)
yang menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu, dilekatkan
secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh 1 atau lebih gigi atau akar gigi yang
telah dipersiapkan.
Menurut Martanto (1981) ada beberapa istilah dalam ilmu mahkota dan jembatan yaitu :
1.

Mahkota (Crown) adalah suatu restorasi berupa mahkota penuh atau sebagian dari suatu

gigi yang dibuat dari logam, porselen, atau kombinasi.


2.

Jembatan (Bridge) adalah prothesa (geligi tiruan) yang menggantikan kehilangan satu atau

lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu, dilekatkan secara permanen dengan semen didukung
sepenuhnya oleh 1 atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.
3. Jembatan Lepas (Removable Bridge) adalah protesa sebagian dimana daya kunyah
seluruhnya didukung oleh gigi-gigi asli yang masih ada dan dilekatkan padanya dengan pengait/
attachment lain yang memungkinkan jembatan ini dibuka-pasang

4. Geligi Tiruan Sebagian (Partial Denture) adalah protesa yang mengganti satu atau lebih dari
suatu gigi yang disangga sebagian besar oleh gusi. Protesa ini dipertahankan pada tempatnya
dengan cangkolan atau attachment lainnya.
2.2. Tujuan Perawatan Gigi Tiruan Jembatan
Menurut Prayitno (dalam Taqwim 2008), tujuan dari perawatan gigi tiruan jembatan
yaitu :
1. Mencari Keserasian oklusi.
Harus ada keserasian geligi terhadap sendi temporomandibula. Ini terjadi kalau mandibula dapat
menutup langsung dalam oklusi sentris tanpa danya kontak prematur mandibula. Jadi terdapat
keserasian antara geligi dengan sendi dan otot kunyah. Keadaan seperti ini disebut keserasian
oklusi.
2. Peningkatan Fungsi Bicara / Fonetik Alat bicara dibagi dalam dua bagian. Pertama, bagian
yang bersifat statis, yaitu gigi, palatum dan tulang alveolar. Kedua yang bersifat dinamis, yaitu
lidah, bibir, vulva, tali suara dan mandibula. Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna
dapat mempengaruhi suara penderita, misalnya pasien yang kehilangan gigi depan atas dan
bawah. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun hanya bersifat sementara. Dalam hal ini geligi
tiruan dapat meningkatkan dan memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali
mengucapkan kata-kata dan berbicara dengan jelas, terutama bagi lawan bicaranya.
3. Perbaikan dan Peningkatan Fungsi Pengunyahan. Jika ada gigi yang hilang otomatis pola
kunyah terganggu, atau terselipnya makanan di bagian yang tidak bergigi
4. Pelestarian Jaringan mulut yang masih tinggal. Pemakaian geligi tiruan berperan dalam
mencegah atau mengurangi efek yang timbul karena kehilangan gigi.
5. Pencegahan Migrasi Gigi . Bila sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat
bergerak memasuki ruang kosong tadi. Migrasi seperti ini pada tahap selanjutnya menyebabkan
renggangnya gigi lain. Dengan demikian terbukalah kesempatan makanan terjebak disitu,
sehingga mudah terjadi akumulasi plak interdental. Hal ini menjurus kepada peradangan jaringan
periodontal serta dekalsifikasi permukaan proksimal gigi. Membiarkan ruang bekas gigi begitu
saja akan mengakibatkan pula terjadinya overerupsi gigi antagonis dengan akibat serupa. Bila

overerupsi ini sudah demikian hebat sehingga menyentuh tulang alveolar pada rahang lawannya,
maka akan terjadi kesulitan untuk pembuatan protesa di kemudian hari.
6. Peningkatan Distribusi Beban Kunyah. Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan
bertambah beratnya beban oklusal pada gigi yang masih tinggal. Keadaan ini memperburuk
kondisi periodontal, apalagi bila sebelumnya sudah ada penyakit periodontal. Akhirnya gigi jadi
goyang dan miring, terutama ke labial untuk gigi depan atas. Bila perlekatan periodontal gigigigi ini kuat, beban berlebih tadi akan menyebabkan abrasi berlebih pula pada permukaan
oklusal/insisal atau merusak restorasi yang dipakai. Pembuatan restorasi pada kasus seperti ini
menjadi rumit dan perlu waktu lama. Overerupsi gigi pada keadaan tertentu dapat pula
mengakibatkan terjadinya kontak oklusi premature atau interfernsi oklusal. Pola kunyah jadi
berubah, karena pasien berusaha menghindari kontak prematur ini. Walaupun beban oklusal
sekarang berkurang. Perubahan pola ini mungkin saja menyebabkan disfungsi otot kunyah.
7. Manfaat Psikologik.
Terutama kehuilangan gigi depan dapat membawa dampak psikologik pada penderita yaitu
karena estetika terganggu. Terutama berhubungan dengan profesi penderita yang harus selalu
berhadapan dengan khalayak ramai, misal penyiar tv atau guru dan lain-lain.
8. Pemulihan Fungsi Estetik
Alasan utama seorang pasien mencari perawatan prostodontik biasanya karena masalah estetik,
baik yang disebabkan hilangnya, berubah bentuk, susunan, warna maupun berjejalnya gigi geligi.
Nampaknya banyak sekali pasien yang dapat menerima kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah
besar sekalipun, sepanjang penampilan wajahnya tidak terganggu. Penderita dengan gigi depan
malposisi,pr otr usif atau berjejal dan tak dapat diperbaiki dengan perawatanort odonti k, tetapi
tetap ingin memperbaiki penampilan wajahnya, biasanya dibuatkan suatu geligi tiruani mi di at
yang dipasang langsung segera setelah pencabutan gigi.
2.4 Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Gigi Tiruan Jembatan
Pada pembuatan gigi tiruan jembatan terdapat beberapa keuntungan yaitu:
1.
2.
3.
4.

Karena dilekatkan pda gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan
Dirasakan seperti gigi asli oleh penderita
Memiliki efek splinting untuk mempertahankan posisi gigi
Tidak ada kawat sehingga permukaan email tidak aus

5. Melindungi gigi terhadap tekanan


6. Mendistribusikan tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan gigi.
Beberapa kerugiannya yaitu:
1. Membutuhkan pengasahan permukaan gigi pada mahkota gigi yang masih utuh untuk
dijadikan gigi penyangga
2. Ditempatkan permanen sehingga sulit untuk mengontrol plak gigi (dapat dicegah dengan
emnggunakan dental floss)
3. Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
2.5 Indikasi dan Kontra indikasi umum
Menurut Prayitno (1991) terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi dalam
perawatan gigi tiruan jembatan yaitu :
1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
Kontra indikasi untuk usia dibawah 20 tahun karena:
- Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur
- Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
- Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen
- Dapat menghambat pertumbuhan tulang
Kontraindikasi untuk usia diatas 50 tahun karena:
- Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi
- Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
- Kelainan jaringan yang bersifat patologis
2. Sikap Penderita & kondisi psikologis
Yang terpenting dalam menentuan dibuat tidaknya suatu jembatan pada seorang penderita adalah
sikapnya terhadap pearwatan gigi serta motivasinya.
Watak pasien terbagi dalam tahap-tahap psikologis saat anamnesa yaitu:
- Klas 1 : filosofi (pasien kooperatif)
- Klas 2 : Pasien banyak bicara dan ingin tahu (exciting)
- Klas 3 : Histerical
- Klas 4 : Indeferen (acuh tak acuh, pada pasien ini harus banyak komunikasi)
3. Kondisi keuangan, pendidikan & pekerjaan]
Keuangan dapat juga menjadi pertimbangan. Pada umumnya gigi tiruan lepasan lebih murah
dibanding jembatan, tingkat pendidikan, wawasan dan intelektualitas berpengaruh dalam
merencanakan suatu perawatan.
4. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan daripada gigi tiruan
lepasan, sebab kemungkinan dapat terjadi fraktur pada gigi tiruan lepasan tersebut, dan
kemungkinan dapat tertelan, bila penyakit sedang kambuh. Penyakit sistemik lainnya seperti
penyakit jantung.
5. Kondisi Periondisium
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan

Indikasi khusus:
1. Gigi penyangga:
- Vital & non vital dengan perawatan saluran akar
- Jaringan periodontal sehat
- Bone support baik
- Bentuk akar yang panjang
- Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang
- Bentuk dan besar anatomis gigi normal
- Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat
2. Gigi antagonis:
- Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
- Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.7 Komponen Gigi Tiruan Jembatan
Menurut Allan & Foreman (1994), suatu jembatan terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Penyangga (Abutment) disebut pendukung retainer, dapat bervariasi tergantung faktor seperti
membran periodontal, panjang & jumlah akar. Penyangga yang berada di antara 2 penyangga
lainnya disebut intermediate abutment.
2. Retainer merupakan restorasi (mahkota, inlay, pasak/dowel) yang menghubungkan jembatan
dengan penyangga
3. Pontik/Dummy adalah gigi buatan pengganti dari gigi yang hilang, dapat dibuat dari
porselen,akrilik atau logam atau kombinasi.
Beberapa macam bentuk pontik :

Suddle pontik

: Disain menyerupai gigi asli yang menggantikan seluruh gigi yang

hilang tanpa mengubah bentuk anatomi


Ridge lap pontik : Bentuk pontik berkontak dengan dasar mukosa bagian labial atau
bukan saja atau bagian palatal atau lingual menggantung
Hygiene pontik : Menggantung atau tidak berkontak
Conical pontik
: bentuk dan dasar pontik yang berkontak dengan mukosa lebih kecil dari
pada ridge lap pontik
4. Penghubung (Joint atau Connector) adalah alat yang mencekatkan pontik ke retainer. Dapat
bersifat kaku (rigid) yaitu disolder atau yang tidak kaku (non-rigid) seperti kunci-kunci atau
stressbreaker (alat penyerap daya untuk mengurangi beban yang harus dipikul oleh penyangga)

5. S (Sadel) : daerah antara gigi-gigi abutment. Yang terutama adalah tulang alveolar yg
ditutupi jar.lunak. tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya
gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik

2.8 Jenis Retainer


Retainer adalah bagian dari gigi tiruan yang dilekatkan pada penyangga/
menghubungakan gigi tiruan dengan gigi penyangga.Retainer berfungsi untuk
memegang/menahan supaya gigi tiruan tetap stabil dan meyalurkan beban kunyah ke gigi
penyangga
2.8.1 Extra corona retainer
Retainer meliputi bagian luar mahkota gigi terbagi atas ful crown dan partial crown
a. Full crown
Indikasi:
- gigi penyangga masih vital
- gigi tiruan jembatan panjang/pendek
- gigi penyangga pendek
- intermediate abutment pasca terapi perio
b. Partial crown
Indikasi:
- Jembatan pendek (kehilangan gigi 1 atau 2)
- Tekanan kuyah ringan/normal
- Bentuk & besar gigi penyangga normal
- Salah satu gigi penyangga miring
2.8.2 Intra corona Retainer
Preparasi dan bahan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau dalam badan
mahkota. Bentuknya : Inlay (Mesio-oklusal/Distooklusal/ MOD).
Indikasi:
-

Jembatan pendek minimal kehilangan 2 gigi


Tekanan kunyah ringan/normal
Gigi penyangga karies kelas II
Bentuk gigi penyangga normal

2.8.3 Intra Radikuler Retainer = dowel crown- mahkota pasak


Preparasi dan retensi sebagian besar di dalam saluran akar
Indikasi:
- Jembatan pendek
- Tekanan kunyah ringan/normal
- Splint abutment
- Bentuk gigi penyangga normal
2.9 Faktor yang mempengaruhi Retensi retainer
1. Gigi yang terlibat : mahkota gigi yang besar memberi peluang untuk mendapatkan retensi
yang luas pula bagi bedia semen. Bentuk gigi yang konus biasanya tidak memberikan retensi
yang baik bagi retainer.
2. Luas permukaan retainer: Luas permukaan retainer, terutama dinding aksial menentukan
besarnya retensi yang dapat diperoleh.
3. Derajat kesejajaran preparasi : derajat pengerucutan (konvergensi) bidang aksial (searah
poros akar gigi) sangat berpengaruh pada retensi yang dapat dicapai. Penyudutan bidang aksial
sebesar 10 derajat menghasilkan retensi yang hanya dari penyudutan sebesar 5 derajat.
4. Ketegaran retainer: Pengalaman klinik membuktikan bahwa mahkota jaket terbuat dari
akrilik lebih cepat terlepas daripada yang terbuat dari porselen, karena porselen lebih tegar
daripada akrilik
5. Semen yang digunakan : Derajat retensi semen tergantung pada daya ikatnya, daya tekan,
daya rentangdan ketebalan lapisan semen (umumnya 0,05 mm)
6. Bahan retainer: dapat menggunakan bahan paduan logam non mulia, juga dapat
dipadukan dengan porselen
2.10 Pontik/ Dummy
Fungsinya menggantikan gigi asli yang hilang. Jenis-jenisnya:
1.
2.
3.
4.

Sadle pontic
Ridge Lap pontic (indikasiluas , kombinasi sanitary & sadle)
Sanitary Pontic
Conical pontic

2.11 Abutment
Jenis gigi penyangga :
1.
2.
3.
4.

Single
Double
Multiple
Erminal

5. Intermediate
6. Splinted (menahan agar idak mobility)
Faktpr yang mempengaruhi gigi penyangga:
1. Hukum Ante : Luas ligamen periodontal gigi penyangga besar atau sama dibanding gigi yang
hilang
2. Gunakan gigi penyangga pada kedua sisi diastema
3. Perbandingan mahkota dan akar
4. Span/ ukuran panjang diastema
5. Lengkung rahang
6. Tekanan kunyah
7. Anatomi gigi & posisi gigi
8. Vitlitas gigi
Prinsip Preparasi gigi penyangga:
1. Mempertahankan struktur biologis gigi
2. Retensi & resistensi
3. Mempertahankan struktur eksternal

Anda mungkin juga menyukai