Anda di halaman 1dari 6

2.

6 Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Ketentuan mengenai informed consent yang digunakan sebagai pedoman
dalam

pelayanan

medis,

yaitu

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No.

585/MEN.KES/PER/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik. Persetujuan


Tindakan Medis (Informed Consent) berasal dari 2 (dua) hal dasar dari hak pasien,
yaitu hak menentukan nasib sendiri dan hak untuk informasi medis.
Hak untuk menentukan nasib sendiri, erat hubungannya dengan hak atas
informasi yang merupakan hak yang mendasari adanya informed consent. Dengan
pemberian informasi dari dokter, maka pasien dapat mengadakan beberapa
alternatif pemilihan penilaian tentang suatu tindakan medis. Dengan demikian,
seorang pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak tindakan medis itu.
Tenaga kesehatan (dokter, perawat dan rumah sakit) memerlukan izin atau
pesetujuan dari pasien atau keluarga pasien, yatu apabila terjadi sesuatu hal yang
tidak diinginkan sebagaimana mestinya, maka dokter, rumah sakit, dan unit
pelaksana fungsional rumah sakit mempunyai alat untuk menangkis tuduhan yang
mungkin diajukan oleh pasien maupun keluarga pasien.
Apabila dilihat dari bentuk persetujuan tindakan medis yang diberikan
oleh pasien kepada tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi dapat diberikan dalam
bentuk lisan dan juga dalam bentuk tertulis (Pasal 45 UUNo. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran). Mengenai hal ini Salim HS., menjelaskan bahwa
Persetujuan lisan adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk ucapan setuju
atau dalam bentuk anggukan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.
Persetujuan tertulis adalah sautu bentuk persetujuan yang diberikan yang

diberikan oleh pasien kepada tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi, dimana isi


persetujuan tersebut berbentuk formulir.84
Informed consent yang telah dibakukan ini dinamakan perjanjian standar.
Sedangkan bentuk persetujuan untuk tindakan medis beresiko tinggi harus
dibuat dalam bentuk tertulis. Tindakan medis beresiko tinggi adalah seperti
tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Informasi merupakan suatu keterangan yang diberikan tenaga kesehatan
kepada pasien dan keluarganya tentang risiko yang akan terjadi dalam suatu
tindakan medis. Persetujuan adalah suatu persesuaian pernyataan kehendak antara
pasien dengan tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi. Sementara itu, tindakan medis
adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnosa
(penentuan jenis penyakit) atau terapeutik (pengobatan penyakit).
Pasal 1 huruf a Permenkes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyebutkan
bahwa persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien. Dibuatnya persetujuan tindakan
medik adalah bertujuan untuk memberikan perlindungan secara hukum bagi
pasien dan tenaga kesehatan. Perlindungan yang diberikan kepada pasien adalah
agar pasien mendapat pelayanan kesehatan secara optimal tenaga kesehatan yang
menanganinya. Sedangkan bagi tenaga kesehatan adalah untuk melindungi
gugatan dari pasien atau keluarga pasien apabila terjadi kelalaian dalam
melaksanakan kewajiban.
Walaupun Persetujuan Tindakan Medis yang diatur dalam Permenkes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 lebih ditekankan pada persetujuan untuk tindakan

medik yang invasif dan beresiko yang sering dihadapi oleh dokter bedah86,
namun pengetahuan tentang Persetujuan Tindakan Medis perlu juga diketahui
oleh kalangan kesehatan yang lain. Dalam persetujuan tindakan medis juga
terdapat tiga unsur yaitu (1) Adanya informasi dari tenaga kesehatan/
dokter/dokter gigi, (2) Adanya persetujuan dan (3) Adanya tindakan medis.
Dilihat dari bentuknya menurut Salim HS, persetujuan tindakan medis
dapat dibagi dalam 2 (dua), yaitu :
1) Implied consent (dianggap diberikan)
Umumnya diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat
menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
dilakukan/ diberikan pasien.
2) Express consent (dinyatakan)
Dapat dinyatakan secara lisan dan dapat pula dinyatakan secara tertulis.
Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, disebutkan bahwa bentuk persetujuan yang diberikan pasien
terhadap tenaga kesehatan/dokter/dokter gigidapat diberikan secara tertulis
maupun lisan.

Adapun yang perlu disoroti dalam penerapan doktrin hukum informed


consent di Indonesia adalah cara dilakukannya pernyataan kehendak yang isinya
berupa persetujuan tindakan medis termaksud.dalam hal ini erat kaitannya dengan
sistem hukum yang berlaku, khususnya bidang hukum perikatan. Persetujuan
tindakan medis dilakukan oleh pasien ataupun dapat dilakukan oleh keluarganya,
apabila pasien dianggap tidak mampu memberikan persetujuan.

Dalam Pasal 8 sampai 11 Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medik,


ditentukan kelompok empat orang yang berwenang memberikan persetujuan
tindakan medik, yaitu (1) orang dewasa, (2) wali/kurator, (3) orang
tua/wali/keluarga terdekat, dan (4) keluarga terdekat.
Dalam pelaksanaan perjanjian medis antara tenaga kesehatan (dokter,
bidan, perawat) dengan pasien dahulu merupakan hubungan yang tidak seimbang,
karena pasien sebagai pihak yang meminta pertolongan benar-benar pasrah
kepada tenaga medis (dokter, bidan, perawat) yang memberi perawatan. Dengan
berkembangnya masyarakat dan ilmu pengetahuan kesehatan, hubungan yang
bersifat tidak seimbang ini secara perlahan-lahan mengalami perubahan.
Perubahan itu terjadi karena :
1. Kepercayaan tidak lagi pada dokter secara pribadi, akan tetapi kepada

kemampuan ilmu kedokteran;


2. Adanya kecenderungan untuk menyatakan bahwa kesehatan itu bukan lagi

merupakan keadaan tanpa penyakit, akan tetapi berarti kesejahteraan fisik,


mental, dan sosial;
3. Semakin banyaknya peraturan yang memberikan perlindungan hukum

kepada pasien.
Dengan demikian, pasien mempunyai kedudukan yang sama dengan
medis, sehingga sebelum upaya penyembuhan dilakukan, tenaga medis harus
melaksanakan informed consent sebagai perwujudan dari hak atas persetujuan dan
hak atas informasi pasiennya.
2.7 Komponen Informed Consent
2.7.1 Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena
sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang
kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat
keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya
merupakan suatu kontinum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga
memiliki kompetensi yang penuh diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu.
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.
Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah
menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah
apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan
membuat keputusan menjadi terganggu.
2.7.2 Information elements
Terdiri

dari

dua

bagian

yaitu,

disclosure

(pengungkapan)

dan

understanding (pemahaman). Elemen ini berdasarkan pemahaman yang kuat


membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang
kuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien,
dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria informasi yang kuat
ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam

komunitas tenaga medis.

Dalam standar ini ada kemungkinan kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan

nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut


medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
2. Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara
pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut
dalam

membuat

keputusan.

Kesulitannya

adalah

mustahil

(dalam

hal

waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara


individual dianut oleh pasien.
3. Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
2.7.3

Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,

kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak


ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari
tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya

Anda mungkin juga menyukai