Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ILMU PENYAKIT MULUT

KASUS MINOR PIGMENTASI


LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Annisa Tamyra Firdaus
160112190132

Pembimbing:
drg. Astrid Widhowaty

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................5

2.1 Status Klinik Ilmu Penyakit Mulut............................................................5

2.1.1 Data Pasien.........................................................................................5

2.1.2 Anamnesis..........................................................................................5

2.1.3 Riwayat Pengobatan...........................................................................6

2.1.4 Riwayat Penyakit Sistemik................................................................6

2.1.5 Riwayat Penyakit Terdahulu..............................................................7

2.1.6 Kondisi Umum...................................................................................7

2.1.7 Pemeriksaan Ekstra Oral....................................................................7

2.1.8 Pemeriksaan Intra Oral.......................................................................8

2.1.9 Gambar Kasus....................................................................................9

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................9

2.1.11 Diagnosis dan Diagnosis Banding...................................................10

2.1.12 Rencana Perawatan..........................................................................10

2.2 Status Kontrol Ilmu Penyakit Mulut.......................................................11

2.2.1 Anamnesis........................................................................................11
3

2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral..................................................................11

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral.....................................................................11

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang...................................................................11

2.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding...................................................11

2.2.6 Rencana Perawatan..........................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12

3.1 Lesi Pigmentasi pada Rongga Mulut.......................................................12

3.2 Drug Induced Melanosis.........................................................................13

3.2.1 Etiologi dan Patogenesis..................................................................13

3.2.2 Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosis....................................15

3.2.3 Perawatan.........................................................................................16

3.2.4 Diagnosis Banding...........................................................................17

3.3 Hemoprotein dan Zat Besi.......................................................................18

3.4 Thalassemia Minor..................................................................................19

3.5 Anemia Defisiensi Besi...........................................................................19

3.6 Maltofer®................................................................................................20

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................21

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
4

BAB I
PENDAHULUAN

Secara anatomis, gingiva terbagi menjadi area marginal (gusi tepi),


attached (gusi cekat), dan interdental. Warna gusi cekat dan gusi tepi umumnya
digambarkan sebagai coral pink.1 Warna pada gingiva dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti suplai vaskular, ketebalan dan derajat keratinisasi epitel, dan adanya
sel yang mengandung pigmen.1,2 Melanin, karoten, reduced haemoglobin dan oxy-
haemoglobin merupakan pigmen primer yang berkontribusi dalam pewarnaan
normal pada gingiva.2

Melanin, yang merupakan pigmen coklat, adalah pigmen alami paling


umum yang berkontribusi terhadap pigmentasi endogen gingiva.3 Pigmentasi
gingiva diperlihatkan sebagai perubahan warna keunguan gelap yang difus atau
sebagai bercak, striae atau untaian berwarna coklat, coklat muda atau hitam yang
berbentuk tidak teratur.2 Pigmentasi klinis biasanya bukan merupakan masalah
medis, tetapi dapat menjadi perhatian estetik bagi pasien.4

Pigmentasi melanin gingiva terklasifikasi berdasarkan penyebabnya, di


antaranya yaitu pigmentasi yang berkaitan dengan tembakau, pigmentasi akibat
pigmen eksogen (seperti amalgam tattoo, merkuri, dan medikasi topikal),
pigmentasi akibat pigmen endogen lainnya (seperti bilirubin dan zat besi),
pigmentasi yang berkaitan dengan obat-obatan (seperti obat antimalaria,
minosiklin, dan kontrasepsi oral), serta pigmentasi yang berkaitan dengan
penyakit lain (seperti Addison’s disease, Albright’s syndrome, dan lain-lain).2,5,6

Makalah ini akan membahas laporan kasus mengenai pigmentasi drug


induced melanosis secara rinci pada pasien perempuan berusia 23 tahun yang
datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran dengan keluhan
terdapat bercak warna pada gusi rahang atas depan.
5

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Status Klinik Ilmu Penyakit Mulut

2.1.1 Data Pasien

Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari 2020

No. Medrek : 2019-008036

Nama Lengkap : Nn. NS

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 23 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. Vanda No. 8 Jatibening

2.1.2 Anamnesis

Pasien perempuan berusia 23 tahun datang ke RSGM Unpad dengan


keluhan terdapat bercak warna pada gusi rahang atas dan baru disadari 1 bulan
yang lalu. Tidak ada rasa sakit yang menyertai keluhan tersebut. Keluhan tersebut
belum pernah diperiksakan ke dokter dan belum pernah diobati. Pasien terakhir ke
dokter gigi 1 minggu yang lalu untuk dilakukan kontrol scaling. Pasien memiliki
riwayat penyakit anemia, thalassemia minor dan mitral valve prolapse. Pasien
memiliki riwayat penggunaan obat Maltofer® untuk penyakit anemia-nya. Pasien
6

menyebutkan bahwa setelah meminum obat Maltofer®, warna feses menjadi lebih
gelap dari biasanya. Pasien mengonsumsi obat tersebut sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu, dikonsumsi setiap anemia-nya kambuh, dan terakhir mengonsumsi obat
tersebut 3 hari yang lalu. Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum teh dan kopi,
dan tidak merokok. Pasien menyikat gigi 2x sehari. Riwayat alergi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga disangkal, namun pasien memiliki saudara kembar
yang sama-sama mengidap thalassemia minor. Harapan pasien yaitu ingin
mengetahui kondisi tubuhnya dan keluhan ditangani.

2.1.3 Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya mengonsumsi obat Maltofer® selama 1 tahun terakhir


tiap anemia-nya kambuh. Jumlah yang dikonsumsi dalam satu kali minum adalah
1 tablet Maltofer®. Pasien terakhir mengonsumi Maltofer® 3 hari yang lalu.

2.1.4 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit Jantung YA / TIDAK Mitral Valve Prolapse

Hipertensi YA / TIDAK

Diabetes Mellitus YA / TIDAK

Asma/Alergi YA / TIDAK

Penyakit Hepar YA / TIDAK

Kelainan GIT YA / TIDAK

Penyakit Ginjal YA / TIDAK

Kelainan Darah YA / TIDAK Anemia, Thalassemia Minor

Hamil YA/ TIDAK

Kontrasepsi YA/ TIDAK


7

2.1.5 Riwayat Penyakit Terdahulu

Disangkal.

2.1.6 Kondisi Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran Umum : Compos Mentis

Suhu : Afebris

Tensi : 110/70 mmHg

Pernafasan : 20 x/menit

Nadi : 96 x/menit

2.1.7 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Mata : Pupil isokhor, sklera non-ikterik, konjungtiva non anemis

TMJ : Clicking kiri, deviasi ke kanan

Bibir : Simetris, kompeten, eksfoliatif atas & bawah di sepanjang bibir

Wajah : simetri/ asimetri, profil cembung, tipe normal


8

Sirkum oral : Tidak ada kelainan

Lain-lain : Tidak ada kelainan

2.1.8 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan mulut : Baik/sedang/buruk Plak +/-

Kalkulus +/- Stain +/-

Gingiva : - Lesi macule, irreguler, kecoklatan di marginal sampai

attached gingiva dari regio 13-23, 33-32, 42-43, dan 45

- Pucat pada gingiva RB anterior dan posterior

Mukosa bukal : Normal

Mukosa labial : Normal

Palatum durum : Sedang, pucat

Palatum mole : Normal, pucat

Frenulum : Tidak ada kelainan, RA dan RB normal

Lidah : Teraan gigitan bilateral dari regio 47-44 dan 37-34

Dasar mulut : Tidak ada kelainan

Status Gigi :

UE CP UE
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
UE TK UE

Keterangan: UE: Unerrupted, CP: Caries Profunda, TK: Tambalan Komposit


9

2.1.9 Gambar Kasus

Gambar 1. Kondisi gingiva, lidah dan bibir pasien Nn. NS.


(a) dan (b) Pigmentasi pada gingiva regio 13-23; (c) Pigmentasi pada gingiva regio 33-32, 42-
43, 45; (d) Teraan gigitan pada lidah di regio 47-44; (e) Teraan gigitan pada lidah di regio
37-34; (f) Eksfoliatif atas dan bawah di sepanjang bibir.

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : Tidak dilakukan

Darah :

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Rawat Jalan Rumah Sakit Harum Sisma Medika
yang dilakukan oleh pasien pada tanggal 16 Mei 2019.
Jenis pemeriksaan yang tertera merupakan pemeriksaan yang memiliki hasil diluar nilai normal.
Hasil pemeriksaan yang tidak dicantumkan berada dalam batas normal.

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


HEMATOLOGI
LED Westergreen 16 < 15 /jam
Hemoglobin 9,3 12,0 - 14,0 g/dl
Hematokrit 30 37-43 vol.%
10

HITUNG JENIS
Eosinofil 0 1-3 %
Batang 1 2-6 %
Monosit 1 2-8 %
Trombosit 404000 150000 - 400000 /ul

Patologi Anatomi : Tidak dilakukan

Mikrobiologi : Tidak dilakukan

2.1.11 Diagnosis dan Diagnosis Banding

D/ : Drug Induced Melanosis

DD/: Pigmentasi Fisiologis, Smoker’s Melanosis

D/ : Crenated Tongue

2.1.12 Rencana Perawatan


1. Pro Observasi

Pasien diminta untuk datang kembali, untuk dilihat apakah terdapat


perubahan pada keluhannya.

2. Pro KIE

Pasien diberi penjelasan mengenai diagnosis dan rencana perawatannya.


Pasien juga diminta untuk menjaga diet dan nutrisi dengan mengonsumsi
makanan penambah darah (contoh: daging merah), makanan dengan zat besi
tinggi (contoh: bayam) dan banyak minum air.

3. Pro pemeriksaan penunjang darah

Pasien diminta untuk melampirkan pemeriksaan darah terbaru.


11

2.2 Status Kontrol Ilmu Penyakit Mulut

2.2.1 Anamnesis

2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

2.2.6 Rencana Perawatan


12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lesi Pigmentasi pada Rongga Mulut

Lesi pigmentasi pada rongga mulut memiliki penyebab yang berbeda-beda.


Selama bertahun-tahun, klasifikasi lesi pigmentasi pada rongga mulut mengalami
perkembangan, dimulai dari klasifikasi Dummet et al. (1967), klasifikasi
Brocheriou (1985), klasifikasi Kauzman et al. (2004), klasifikasi Peeran et al.
(2014), hingga klasifikasi Patil S et al. (2015).2 Pada klasifikasi lesi pigmentasi
Patil S et al. (2015), lesi pigmentasi dikategorikan menjadi lesi endogenus dan lesi
eksogenus.7

Gambar 2. Klasifikasi Lesi Pigmentasi (Patil S, et al -2015) 2,7


13

Gingiva adalah tempat pigmentasi paling dominan pada mukosa. 3


Pigmentasi gingiva ditampilkan sebagai perubahan warna keunguan tua yang
menyebar (difus) atau sebagai bercak coklat dan coklat muda yang berbentuk
tidak teratur.1

Proses pigmentasi terdiri dari tiga tahap yaitu aktivasi melanosit, sintesis
melanin, dan ekspresi melanin.

1. Fase aktivasi terjadi ketika melanosit dirangsang oleh faktor-faktor seperti


hormon stres, sinar matahari dan lain-lain yang mengarah ke produksi
pembawa pesan kimiawi seperti hormon perangsang melanosit.2

2. Pada fase sintesis, melanosit membuat butiran yang disebut melanosom.


Proses ini terjadi ketika enzim tirosinase mengubah asam amino tirosin
menjadi molekul yang disebut dehy-droxyphenylalanine (DOPA).
Tirosinase kemudian mengubah DOPA menjadi dopaquinone kimiawi
sekunder. Setelah serangkaian aksi ulang, dopaquinone diubah menjadi
melanin gelap (eumelanin) atau melanin terang (pheo-melanin).2,8

3. Pada fase ekspresi, melanosom ditransfer dari melanosit ke keratinosit yang


merupakan sel kulit yang terletak di atas melanosit di epidermis. Setelah itu,
warna melanin akhirnya akan terlihat di permukaan kulit. Deposisi melanin
berlebih yang terletak pada lapisan sel basal dan supra basal epitel akan
mengakibatkan hiperpigmentasi gingiva.2

3.2 Drug Induced Melanosis

3.2.1 Etiologi dan Patogenesis

Pemakaian obat dapat menyebabkan berbagai bentuk pigmentasi


mukokutan yang berbeda, termasuk melanosis. Obat utama yang terlibat dalam
drug-induced melanosis adalah obat antimalaria, termasuk chloroquine,
hydroxychloroquine, dan quinacrine. Di dunia Barat, obat-obatan ini biasanya
digunakan untuk mengobati penyakit autoimun. Kelas obat umum lainnya yang
14

menyebabkan melanosis termasuk fenotiazin, seperti klorpromazin, kontrasepsi


oral, dan obat sitotoksik seperti siklofosfamid dan busulfan.9

Gambar 3. Daftar obat yang terkait dengan pigmentasi mukokutan.9

Berbagai mekanisme patologis bertanggung jawab atas gangguan


pigmentasi drug-induced. Dibandingkan dengan etiologi imunologi yang
mendasari banyak alergi obat, kebanyakan kasus pigmentasi farmakologis tidak
dimediasi secara imunologis.10

Patogenesis pigmentasi drug-induced bervariasi menurut pengobatan


kausatifnya. Patogenesis yang mendasari pigmentasi drug-induced dapat
dikategorikan sebagai berikut: 10,11

1. Akumulasi obat pemicu itu sendiri atau deposisi metabolit obat di dermis
dan epidermis.
15

2. Akumulasi atau peningkatan produksi melanin dengan atau tanpa


peningkatan jumlah melanosit aktif.

3. Perubahan kulit pasca inflamasi akibat obat atau deposit zat besi setelah
kerusakan pada pembuluh kulit.

3.2.2 Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosis

Diperkirakan bahwa 10%-20% dari semua kasus pigmentasi melanositik


didapat dari drug-induced. Secara intraoral, pigmen dapat berdifusi namun
terlokalisasi pada satu permukaan mukosa, seringkali palatum durum, atau dapat
multifokal dan melibatkan banyak permukaan. Beberapa obat bahkan dapat
dikaitkan dengan pola pigmentasi tertentu. Sama seperti bentuk pigmentasi difus
lainnya, lesi berbentuk datar dan tanpa ada tanda nodularitas atau pembengkakan.
Paparan sinar matahari dapat memperburuk pigmentasi kulit drug-induced.9

Gambar 4. Pigmentasi drug induced pada palatum pasien yang mengonsumsi quinacrine
sebagai perawatan discoid lupus erythematous.9

Berkenaan dengan temuan klinis, pigmentasi drug-induced memiliki lebih


banyak variasi dibandingkan dengan pigmentasi lainnya. Perbedaan yang paling
krusial adalah ketika perawatan menggunakan obat tersebut berhenti, pigmentasi
juga mulai memudar. Perubahan warna yang terkait dengan pigmentasi drug-
induced juga cenderung terjadi lebih lambat, dengan secara bertahap memburuk
selama berbulan-bulan hingga satu tahun. Selain itu, obat tertentu mungkin
16

memiliki pola pigmentasi tertentu. Obat-obat tertentu juga memiliki manifestasi


klinis yang dikaitkan dengan pigmentasi kuku, contohnya yaitu obat antimalaria
yang menyebabkan bantalan kuku memiliki transversal bands.12

3.2.3 Perawatan

Jika onset melanosis dapat dikaitkan secara kronologis dan akurat dengan
penggunaan obat tertentu (seringkali dalam beberapa minggu atau bulan sebelum
perkembangan pigmentasi), maka tidak diperlukan intervensi lebih lanjut. Dalam
kebanyakan kasus, perubahan warna cenderung memudar dalam beberapa bulan
setelah obat dihentikan. Namun, pigmentasi yang terkait dengan terapi hormon
cenderung bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama, meskipun pengobatan
dihentikan.9

Jika ada obat lain yang bisa menjadi pengganti terapi untuk kondisi pasien,
maka itu harus menjadi pertimbangan. Jika itu tidak memungkinkan, pendekatan
yang efektif melibatkan pengurangan dosis obat. Selain itu, pigmentasi yang
diinduksi obat tertentu dapat dihindari dengan membatasi paparan sinar matahari.
Obat-obatan ini termasuk antimalaria, psikotropika, amiodarone, dan tetrasiklin.12

Jika penyebab yang mendasari pigmentasi tidak dapat segera


diidentifikasi, biopsi jaringan penting untuk diagnosis definitif. Biopsi diperlukan
untuk memastikan sumber pigmen.13 Untuk pasien yang mengeluhkan masalah
estetik, terutama pasien yang memiliki garis senyum yang tinggi (gummy smile),
pembedahan atau depigmentasi dapat dilakukan.14

3.2.4 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mencakup penyebab lain dari pigmentasi mukosa difus.


Oleh sebab itu, tes laboratorium mungkin diperlukan.9 Diagnosis banding dari
pigmentasi drug-induced di antaranya yaitu pigmentasi fisiologis, Addison’s
disease, dan smoker’s melanosis.15
17

1. Pigmentasi Fisiologis

Pigmentasi fisiologis atau pigmentasi rasial normalnya banyak pada ras


kulit hitam. Manifestasi oralnya yaitu terdapat pewarnaan coklat hingga
hitam, difus dan non-palpable, simetris, umumnya pada gingiva serta
ukurannya relatif tetap. Perbedaan yang mendasar dengan pigmentasi
drug-induced adalah pigmentasi fisiologis ada sejak pasien lahir.15

Gambar 5. Pigmentasi gingiva fisiologis (rasial) pada pria berkulit hitam. 16

2. Addison’s Disease

Addison’s disease merupakan suatu penyakit endokrin yang ditandai


dengan adanya defisiensi kortisol sehingga menyebabkan stimulasi
produksi ACTH tapi juga meningkatkan MSH (Melanocyte Stimulating
Hormone). Manifestasi secara sistemik terlihat lemas, kehilangan berat
badan, mual, muntah dan hipotensi. Manifestasi oralnya yaitu terdapat
makula coklat multipel yang terdapat pada mulut dan bisa juga pada kulit.
Diagnosis definitifnya didapat berdasarkan serum electrolyte imbalance
dan studi hormonal.15
18

Gambar 6. Pigmentasi Gingiva pada Penderita Addison's Disease 17

3. Smoker’s Melanosis

Etiologi dari smoker’s melanosis adalah pajanan terhadap merokok


tembakau. Manifestasi oralnya yaitu terdapat pigmentasi makula berwarna
coklat, batas tidak jelas, irreguler, serta sering terdapat pada gingiva labial,
palatum durum dan bibir. Salah satu perawatannya yaitu dengan
menghentikan kebiasaan merokok.15

Gambar 7. Pigmentasi Gingiva pada Penderita Smoker's Melanosis. 18

3.3 Hemoprotein dan Zat Besi

Hemoprotein adalah salah satu pigmen endogen normal yang paling


penting. Hemoprotein termasuk hemoglobin dan enzim oksidatif–sitokrom.
Akumulasi hemoprotein dalam sel disebabkan oleh penyimpanan zat besi yang
19

berlebihan, yang ditransfer ke sel dari aliran darah. Zat besi masuk ke darah
melalui tiga sumber utama: (1) penyimpanan jaringan, (2) mukosa usus, (3)
makrofag yang mengangkat dan menghancurkan sel darah merah yang mati atau
rusak. Jumlah zat besi dalam plasma darah juga bergantung pada metabolisme
protein pengangkut zat besi utama, yaitu transferrin.19

Zat besi disimpan dalam sel jaringan dalam dua bentuk: sebagai feritin dan,
bila terdapat lebih banyak zat besi, sebagai hemosiderin. Hemosiderin adalah
pigmen kuning kecoklatan yang berasal dari hemoglobin. Dengan keadaan
patologis, kelebihan zat besi menyebabkan hemosiderin sering terjadi di area
memar. Hemosiderosis dikaitkan dengan peningkatan absorpsi zat besi dalam
makanan, kondisi ketika penyimpanan dan pengangkutan zat besi terganggu, dan
anemia hemolitik.19

3.4 Thalassemia Minor

Thalassemia adalah kelainan produksi hemoglobin kongenital dan familial


yang ditandai dengan eritrosit kecil, pucat, dan cacat. Thalassemia minor pada
dasarnya asimtomatik; anemia ringan, eritrosit berinti jarang terjadi dan adanya
tanda-tanda hemolisis minimal. Kadar besi serum dan indeks ikterus normal atau
sedikit meningkat; hemoglobin memiliki mobilitas elektroforetik yang normal dan
ketahanan alkali, dan kerapuhan osmotik sangat menurun. Thalassemia minor
adalah kondisi hematologi yang dalam studi tentang darah memiliki kemiripan
dengan kondisi yang ada pada anemia defisiensi besi, namun terapinya sangat
berbeda.20

3.5 Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi pada orang dewasa disebabkan oleh kehilangan


darah, sedangkan pada masa kanan-kanak pola makan yang salah adalah
penyebabnya. Pada kondisi anemia defisiensi besi, tidak ada hemolisis, eritrosit
20

bertahan secara normal, dan kadar besi serum dan indeks ikterus cenderung
rendah; hemoglobin memiliki mobilitas eletroforetik yang normal, hemoglobin
fetal tidak ada, dan kerapuhan osmotik sangat menurun.20

3.6 Maltofer®

Maltofer® merupakan sebuah merk dagang dari obat yang mengandung zat
besi berupa iron polymaltose, yaitu senyawa karbohidrat besi. Maltofer®
umumnya diberikan sebagai pengobatan untuk pasien yang mengalami anemia
defisiensi besi. Komposisi aktif dalam Maltofer® tablet adalah 100 mg zat besi
berupa 370 mg iron polymaltose; sedangkan komponen inaktifnya adalah
crospovidone, hidroksipropil selulosa, hypromellose, iron oxide red, iron oxide
yellow, macrogol 6000, magnesium stearate, selulosa – mikrokristalin dan
titanium dioksida.21

Pemberian obat biasanya 1-2 tablet untuk dewasa dan anak-anak di atas 12
tahun bagi yang sedang menjalani perawatan, sedangkan bagi yang melakukan
pencegahan hanya mengonsumsi 1 tablet. Obat diminum setelah makan. Anjuran
penggunaan lebih lanjut harus dalam pengawasan dokter.21

Efek samping yang mungkin timbul bervariasi, dimulai dari yang paling
sering hingga yang paling jarang terjadi. Efek samping paling sering adalah
adanya perubahan warna feses. Efek yang tidak terlalu sering di antaranya yaitu
muntah, diskolorasi gigi, gastritis, ruam kulit, gatal, kulit kemerahan, dan
pusing.21
21

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan terdapat bercak


warna pada gusi rahang atas dan baru disadari 1 bulan yang lalu. Tidak ada rasa
sakit yang menyertai keluhan tersebut. Keluhan tersebut belum pernah
diperiksakan ke dokter dan belum pernah diobati. Pasien memiliki riwayat
penyakit anemia, thalassemia minor dan mitral valve prolapse. Pasien memiliki
riwayat penggunaan obat Maltofer® untuk penyakit anemia-nya. Pasien
menyebutkan bahwa setelah meminum obat Maltofer®, warna feses menjadi lebih
gelap dari biasanya. Pasien mengonsumsi obat tersebut sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu, dikonsumsi setiap anemia-nya kambuh, dan terakhir mengonsumsi obat
tersebut 3 hari yang lalu. Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum teh dan kopi,
dan tidak merokok. Pasien mengatakan bahwa pewarnaan pada gusinya tidak
dialami dari kecil. Riwayat alergi disangkal. Riwayat penyakit keluarga disangkal,
namun pasien memiliki saudara kembar yang sama-sama mengidap thalassemia
minor. Pasien terakhir ke dokter gigi 1 minggu yang lalu untuk dilakukan kontrol
scaling.

Berdasarkan pemeriksaan klinis, terdapat lesi macule, irreguler, kecoklatan


di marginal sampai attached gingiva dari regio 13-23, 33-32, 42-43, dan 45; dan
pucat pada gingiva RB anterior dan posterior. Berdasarkan kedua faktor di atas
dapat disimpulkan bahwa diagnosis penyakit pada pasien tersebut adalah
pigmentasi drug-induced. Gambaran klinis pada penderita pigmentasi drug-
induced bervariasi, namun salah satunya sesuai dengan gambaran klinis yang
dialami oleh pasien yaitu adanya lesi makula coklat dengan batas jelas yang
terdapat pada gingiva anterior dan posterior. Selain itu, pasien memiliki riwayat
penggunaan obat yang mengandung iron polymaltose yang dikonsumsi setiap
penyakit anemia-nya kambuh. Hal tersebut menguatkan diagnosis bahwa pasien
mengalami pigmentasi drug-induced.
22

Pasien belum melakukan kontrol kembali sehingga kondisi saat ini dan
prognosisnya belum diketahui. Perawatan pada pigmentasi drug-induced tidak
harus dilakukan kecuali untuk kebutuhan estetik. Perawatan yang dapat dilakukan
adalah depigmentasi dengan cara laserasi, scalpel surgical technique, cryosurgery,
bur abrassion method, dan lain-lain.8 Teknik depigmentasi saat ini yang sederhana
dan efektif dan telah memberikan hasil yang baik yaitu teknik laserasi. 14 Dalam
kasus ini, pasien hanya setuju untuk dilakukan observasi dan KIE.
23

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis, pasien kemungkinan


mengalami pigmentasi drug-induced disertai iron-associated. Pigmentasi ini
merupakan manifestasi klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami kelebihan
jumlah hemosiderin di dalam tubuhnya. Pigmentasi ini bisa menjadi berbahaya
apabila obat iron polymaltose tetap rutin dikonsumsi. Normalnya, pigmentasi ini
tidak memerlukan perawatan khusus. Lesi ini akan menghilang seiring
berjalannya waktu apabila penggunaan obat dikurangi atau dihentikan.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranza’s Clinical


Periodontology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p.9,30.

2. Shahna N, Suchetha A, Sapna N, Darshan BM, Apoorva SM. Gingival


pigmentation: A review of literature. IJADS. 2019;5(2):83-91.

3. Patil KP, Joshi V, Waghmode V, Kanakdande V. Gingival depigmentation:


A split mouth comparative study between scalpel and cryosurgery.
Contemp Clin Dent. 2015;6:S97-101.

4. Jha N, Ryu JJ, Wahab R, Al-Khedhairy AA, Choi EH, Kaushik NK.
Treatment of oral hyperpigmentation and gummy smile using lasers and role
of plasma as a novel treatment technique in dentistry: An introduction review.
Impact Journals. 2017;8(12):20496-509.

5. Peeran SW, Ramalingam K, Peeran SA, Altaher OB, Alsaid FM, Mugrabi
MH. Gingival pigmentation index proposal of a new index with a brief
review of current indices. European Journal of Dentistry. 2014;8(2):287.

6. Nema A, Patil SS, Budhiraja H, Sikarwaar N, Sengar MS. Gingival


depigmentation: A estethic approach – case report and mini review. Int J Adv
Res. 2017;5(6):874-81.

7. Patil S, Raj T, Rao RS, Warnakulasuriya S. Pigmentary disorders of oral


mucosa. Journal of Pigmentary Disorders. 2015;2:11.

8. Moneim RA, El Deeb M, Rabea AA. Gingival pigmentation (cause, treatment


and histological preview). Future Dent J. 2017;3:1-7.

9. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed. Connecticut: People’s Medical


Publishing House–USA; 2015. p.133-4.
25

10. Venkataraman BK. Diagnostic Oral Medicine. New Delhi: Wolters Kluwer
Health (India); 2013. p.121.

11. Dereure O. Drug-induced skin pigmentation. Am J Clin Dermatol.


2001;2(4):253-62.

12. Hassan S, Zhou X. Drug induced pigmentation [online]. Available at:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542253/; 2020. (diakses tanggal 1
Desember 2020).

13. Alawi F. Pigmented lesions of oral cavity: An update. Dent Clin North Am.
2013;57(4):699-710.

14. Gupta G. Management of gingival hyperpigmentation by semiconductor


diode laser. J Cutan Aesthet Surg. 2011;4(3):208-10.

15. Soeprapto A. Buku Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi.


Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia; 2017. p.306-7.

16. Tarakji B, Umair A, Prasad D, Altamimi MA. Diagnosis of oral


pigmentations and malignant transformations. Singapore Dent J. 2014;35:39-
46.

17. Kumar R, Kumari S, Ranabijuli PK. Generalized pigmentation due to


Addison disease. Dermatology Online Journal. 2008;14(2):13.

18. Vieta C, Setiadhi R, Zubaedah C. Gambaran klinis smoker’s melanosis pada


perokok kretek ditinjau dari lama merokok. J Ked Gi Unpad. 2017;29(1):16-
24.

19. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology – e-book: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. Elsevier; 2015. p.86.

20. Wallerstein RO, Aggeler PM. Differentiating between thalassemia minor and
iron deficiency. California Medicine. 1956;84(3):176-79.
26

21. Vifor Pharma Pty Ltd. Maltofer consumer medicine information [online].
Available at: https://www.maltofer.com.au/wp-
content/uploads/2020/06/Maltofer-Consumer-Medicine-Information-
CMI.pdf; 2018. (diakses tanggal 13 November 2020).

Anda mungkin juga menyukai