Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Adelien, Sp. T.H.T.K.L
Laporan Kasus
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas rahmat dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Disfonia ec
Nodul Pita Suara” sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di bagian Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Adeline, Sp. T.H.T.K.L
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya laporan kasus ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Nodul pita suara adalah pembengkakan pita suara bilateral dengan ukuran
bervariasi yang ditemukan pada bagian tengah membran pita suara. Nodul ini
memiliki karakteristik berupa penebalan epitel dengan tingkatan reaksi in amasi
3
berbeda pada lapisan super sial lamina propia. Kelainan ini sering juga disebut
2
dengan “singer’snodes”, “screamer’s nodes” atau “teacher’s nodes”.
Prevalensi nodul pita suara pada populasi umum tidak diketahui pasti tetapi
telah dilaporkan bahwa hal ini menyebabkan suara serak pada 23,4% anak-anak, 0,5-
1,3% pasien klinik THT dan 6% pasien klinik phoniatric. Pada sebuah studi,
prevalensi yang ditemukan adalah 43% dari 218 kasus disfoni dari 1046 guru wanita
di Spanyol. Para guru rata-rata berbicara selama 102 menit per 8 jam. Pada penyanyi
3
yang bersuara serak, 25% mengalami nodul pita suara.
Strategi penanganan nodul pita suara dilakukan secara konservatif; terapi
wicara merupakan terapi paling utama. Pada terapi wicara ini, pasien diajari
bagaimana menggunakan suara dengan tepat, sehingga dengan demikian dapat
2
meregresi nodul- nodul tersebut.
1
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. SBK
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 41 Tahun (18 Januari 1977)
Alamat : JL. Junaidi Kahar gang Bima Sakti No. 59
Kota Lubuk Linggau
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai
Agama : Islam
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
No. Rekam medis : 1088807
Tanggal kunjungan : 2 November 2018 (Poliklinik Umum THT)
2.2. Anamnesis
(Autoanamnesis pada tanggal 2 November 2018)
Keluhan utama
Suara serak sejak ± 1 tahun yang lalu
Keluhan tambahan
Nyeri tenggorokan dan mual
Riwayat perjalanan penyakit
± 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh suara serak yang dirasakan terus-
menerus dan bertambah berat bila pasien banyak bicara. Pasien juga mengeluh
mudah lelah saat biacara dan sulit untuk mengucapkan kalimat yang panjang.
Demam (-), nyeri tenggorokan (+), nyeri menelan (-), batuk (-), pilek (-).
2
3
Pasien berobat ke dokter umum dan diberi beberapa macam obat (pasien lupa
nama obat). Namun keluhan tidak ada perbaikan.
± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh suara serak yang dirasakan semakin
memberat, bahkan kadang pasien mengaku tidak dapat mengeluarkan suara
sama sekali. Nyeri tenggorokan (+) kadanng-kadang, nyeri menelan (-).
Pasien juga mengeluh kadang terasa sesak napas, terutama saat mengucapkan
kalimat yang panjang. Demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (+) kadang-
kadang, muntah (-). Pasien berobat ke dokter spesialis THT curiga nodul pita
suara lalu di beri obat yaitu Clindamysin 300 mg, Metilprednisolon 8 mg,
Lansoprazol, Sucralfat syr, N. Acetil Sistein.
Pasien bekerja sebagai guru SMA sejak 17 tahun yang lalu dan sering
mengajar dengan suara yang keras dan terus-menerus kira-kira ± 6 jam/hari
bicara di depan kelas.
Riwayat Kebiasaan
Merokok : disangkal
Alkohol : disangkal
b. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
Abses - -
Sikatrik - -
Pembengkakan - -
Fistula - -
Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus
Kista Brankial Klep - -
- -
Fistula
- -
Lobulus Aksesorius
Aurikula
- -
Mikrotia
- -
Efusi perikondrium
- -
Keloid
- -
Nyeri tarik aurikula
- -
Nyeri tekan tragus
Meatus Akustikus Eksternus
Lapang/sempit
Lapang Lapang
Oedema
- -
Hiperemis
- -
Pembengkakan - -
Erosi - -
Krusta - -
6
Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
Perdarahan - -
Bekuan darah - -
Cerumen plug - -
Epithelial plug - -
Jaringan granulasi - -
- -
Debris
- -
Benda asing
- -
Sagging
- -
Exostosis
- -
- -
II.Membran Timpani
Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
Bentuk (oval/bulat) Oval Oval
Pembuluh darah Normal Normal
Retraksi - -
Bulging - -
- -
Bulla
- -
Ruptur
- -
Perforasi
- -
(sentral/perifer/marginal/attic)
- -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
Pulsasi
- -
Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus)
- -
Tulang pendengaran
Normal Normal
Kolesteatoma
7
Polip - -
Jaringan granulasi - -
- -
Tes Scwabach
2. Tes Audiometri
Audiogram
8
Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
Tes aliran udara
Tes penciuman Tidak Tidak
Teh dilakukan dilakukan
Kopi
Tembakau
9
Furunkel - -
Krusta - -
Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
b. Kolumela
Utuh Utuh
Utuh/tidak utuh
10
Sikatrik - -
Ulkus - -
c. Kavum nasi
Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
Krusta - -
Bekuan darah - -
- -
Perdarahan
- -
Benda asing
- -
Rinolit
- -
Polip
Tumor
Eutropi, basah, Eutropi,
d. Konka Inferior
licin basah, licin
Mukosa
(erutopi/ hipertropi/atropi)
Merah muda Merah muda
(basah/kering)
- -
(licin/taklicin)
Tidak dapat Tidak dapat
Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)
dinilai dinilai
Tumor
e. Konka media
Mukosa
(erutopi/ hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/taklicin)
Tidak dapat Tidak dapat
Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)
dinilai dinilai
Tumor
f. Konka superior
11
Mukosa
(erutopi/ hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/taklicin)
Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)
Tumor
g. Meatus Medius Tidak dapat Tidak dapat
Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)
Polip
Tumor
h. Meatus inferior
Lapang Lapang
Lapang/ sempit
- -
Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)
- -
Polip
- -
Tumor
i. Septum Nasi
Mukosa
Eutropi Eutropi
(erutopi/ hipertropi/atropi)
Basah Basah
(basah/kering)
Licin Licin
(licin/taklicin)
Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)
Merah muda Merah muda
Tumor
- -
Deviasi
- -
(ringan/sedang/berat)
- -
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
12
(bentuk C/bentuk S)
Krista
Spina - -
Abses - -
Hematoma - -
Perforasi - -
(striktur/ranula)
6. Gigi geligi Normal Normal
(mikrodontia/makrodontia)
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
II.Faring Kanan Kiri
1. Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
2. Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Tengah Tengah
3. Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
4. Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
5. Dindingbelakang faring (hiperemis/udem) Tenang Tenang
(granuler/ulkus) (secret/membran)
6. Lateral band (menebal/tidak) Normal Normal
7. Tonsil Palatina
(derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Lekat Lekat
(kripta lebar/tidak) Tidak lebar Tidak lebar
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -
16
Rumus gigi-geligi
Pita suara
17
(hiperemis/udem/menebal)
Hiperemis Hiperemis
minimal minimal
(nodus/polip/tumor) Nodul berwarna Nodul berwarna
Putih Keabuan, Putih Keabuan,
Permukaan licin Permukaan licin
(geraksimetris/asimetris)
Keterangan:
Epiglotis dan eritenoid tenang, plica ventrikularis dan vokalis pergerakan
simetris, tampak massa di 1/3 anterior pita suara kanan dan kiri, permukaan
licin, rima glotis terbuka.
2.7. Tatalaksana
Non Medikamentosa
Informed Consent
Edukasi (KIE):
- Istirahat pita suara dengan megurangi berbicara
- Perbanyak minum air putih
- Hindari infeksi saluran nafas atas
- Hindari makan pedas, bersifat iritatif, minum air panas dan dingin, dan
hindari paparan asap rokok
Medikamentosa
Omeprazol cap 20 mg 2x1
Rencana tindakan operatif mikro laring
2.9. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
20
21
Rongga Laring
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkullum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid
dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membrane
kuadranngularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago
krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah m.aritenoid transver ses dan
2
lamina kartilago krikoid.
Fungsi lain laring adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis adduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan
m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago
krikoaritenoid ke belakang. Plika vokalis kiri dalam keadaan yang efektif
untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan Menentukan tinggi
rendahnya nada.2
3.2 Disfonia
Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang
disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang
bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan merupakan suatu
penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring.
Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau yaitu suara
terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara
lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar
(spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara
(odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam
ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri
dan kanan akan menimbulkan disfonia.4
26
diwaspadai. Begitu pula pad atumor ganas pita suara (karsinoma laring) sering
didapatkan
pada orangtua, perokok dengan gangguan suara yang menetap. Tumor ganas
sering disertai gejala lain, misalnya batuk (kadang– kadang batuk darah), berat
badan menurun, keadaan umum memburuk. Tumor pita suara non neoplastik
dapat berupa nodul, kista, polip atau edema submukosa (Reinke’s edema).
Lesi jinak yang lain dapat berupa sikatriks, keratosis, fisura, mixedem,
amilodosis, sarkoidosis dan lain– lain.6
3.3.2. Epidemiologi
Nodul pita suara merupakan kelainan yang sering terjadi pada anak
laki-laki dan wanita dewasa.5 Nodul dua sampai tiga kali lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, yaitu usia 8-12 tahun. suara
28
serak yang kronis terjadi lebih dari 5% pada anak-anak sekolah. Anak-anak
biasanya tidak peduli pada suara seraknya. Dari anak-anak tersebut yang
menderita suara serak yang kronis, nodul adalah penyebab sebanyak 38-78%.
Ini membuat nodul pita suara sebagai penyebab tersering gangguan suara pada
anak-anak usia sekolah. Pada dewasa, wanita lebih sering terkena dari laki-
laki. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara yang tertekan
sewaktu vibrasi yang berlebihan.1
Prevalensi nodul pita suara pada populasi umum tidak diketahui pasti
tetapi telah dilaporkan bahwa hal ini menyebabkan suara serak pada 23,4%
anak-anak, 0,5- 1,3% pasien klinik THT dan 6% pasien klinik phoniatric.
Pada sebuah studi, prevalensi yang ditemukan adalah 43% dari 218 kasus
disfoni dari 1046 guru wanita di Spanyol. Para guru rata-rata berbicara selama
102 menit per 8 jam. Pada penyanyi yang bersuara serak, 25% mengalami
nodul pita suara.3
3.3.3. Etiologi
Nodul pita suara biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan pemakaian
suara (vocal abuse) dalam waktu lama, berlebihan dan dipaksakan seperti
pada seorang guru, penyanyi, anak-anak dan lain-lain. Faktor-faktor penyebab
laringitis kronis sangat berpengaruh di sini. Tetapi penggunaan suara yang
berlebihan secara terus menerusmerupakan faktor pencetus yang terpenting.
Akibatnya lesi paling sering terdapat pada pemakai suara professional.1
Hal-hal lain yang dapat menyebabkan nodul pita suara di antaranya :
sorakan,sering berbicara atau berbicara yang keras, batuk sering dan keras
untuk membersihkantenggorokan, penggunaan suara yang tidak biasa atau
kuat selama bermain atau marah, pengguna nada yang terlalu tinggi. Orang-
orang dengan kebiasaan seperti ini akan menyebabkan cedera pada pita
suaranya. Jika hal ini terjadi, pita suara awalnya akan mengalami penebalan
29
3.3.4. Patofisiologi
Nodul pita suara disebabkan oleh penggunaan suara yang salah, yaitu
bicara yang terlalu keras, terlalu lama atau terlalu tinggi. Lesi terjadi pada
pertemuan 1/3 anterior dan 2/3 posterior dari tepi bebas pita suara yaitu
pada tengah atau pusat dari pita suara yang membraneus karena daerah ini
merupakan pusat dari gerakan vibrasi dari pita suara. Sebagai akibat trauma
mekanis ini akan timbul reaksi radang. Kemudian terjadi perubahan-
perubahan yang selanjutnya timbul penebalan. Pengerasan setempat yang
31
akhirnya membentuk nodu;. Nodul ini yang menghalangi kedua pita suara
1,7
salling merapat pada waktu fonasi sehinggatimbul gangguan suara (parau).
Nodul ini pada awalnya masih “reversible” artinya bisa pulih kembali
jika diperbaiki cara bicaranya yang salah dengan bantuan bina wicara (speech
therapy). Tapi jika nodulnya sudah lama dan permanen maka diperlukan
5
operasi bedah laring mikroskopis.
Asal nodul pita suara berhubungan dengan anatomi pita suara yang
khas. Nodul dapat bilateral dan simetris pada pertemuan sepertiga anterior dan
dua pertiga posterior pita suara. Pada daerah ini terjadi kerja maksimal yang
membebani pita suara, seperti aktivitas berteriak dan bernyanyi. Lesi biasanya
berasal dari trauma pada mukosa pita suara sewaktu vibrasi yang berlebihan
dan dijumpai adanya daerah penebalan mukosayang terletak pada pita suara.
Selain itu, menurut Benninger nodul dapat bilateral namun seringkali
asimetris,4 sedangkan menurut Nurbaiti nodul dapat ditemukan unilateral jika
pitasuara kontralateralnya terdapat kelumpuhan.8 Nodul berkembang sebagai
penebalan hiperplastik dari epitelium karena vocal abuse.1
Pada tepi bebas pita suara, terdapat ruang potensial subepitel (Reinke’s
Space), yang mudah diinfiltrasi oleh cairan edema atau darah, dan mungkin
inilah yang terjadi pada lesi yang disebabkan oleh trauma akibat penggunaan
suara berlebih. Karena nodul merupakan reaksi inflamasi terhadap trauma
mekanis, terlihat perubahan inflamasi yang progresif. Nodul yang baru
biasanya lunak dan berwarna merah. Ditutupi oleh epitel skuamosa dan
stroma di bawahnya mengalami edema serta memperlihatkan peningkatan
vaskularisasi, dilatasi pembuluh darah dan pendarahan sehingga menimbulkan
nodul polipoid dalam berbagai tingkat pembentukan. Jika trauma atau
penyalahgunaan suara ini berlanjut, maka nodul menjadi lebih matang dan
lebih keras karena mengalami fibrosisdan hialinisasi. Nodul yang matang
32
3.3.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
laringoskopi, baik tidak langsung dan langsung. Pada pemeriksaan
laringoskop langsung digunakan endoskopi seperti laringoskopi serat optik
atau video stroboskopi. Pada anak,laring dapat dilihat melalui laringoskopi
33
3. Papilloma laring
Gejala awal penyakit ini adalah suara serak dan karena sering terjadi pada
anak, biasanya disertai dengan tangis yang lemah. Papiloma dapat
membesar kadang-kadang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang
mengakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan trakeostomi.
4. Keratosis laring
Gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah suara serak yang
persisten.Sesak nafas dan stridor tidak selalu ditemukan. Selain itu ada
rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa rasa sakit dan disfagia.Pada
keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan lapisan sel
dengangambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat yang sering
mengalami pertandukan adalah pita suara dan fossa interaritenoid.
35
5. Pachydermia laring.
Ini merupakan suatu pembentukan hiperplasia lokal dari epitel pada pita
suara,yang terjadi akibat proses yang kronik. Lesi bersifat bilateral
simetris, dan daerah yang terkena pada posterior suara dan interaritenoid.
Gejala yang ditemukan adalah serak yang kronis, rasa kering dan batuk.
Masa bilateral pada pita suara dan interaritenoid, dengan benjolan
kemerahan.2
Terapi Operatif
Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika nodul
tersebut menetap meskipun sudah mengecil dan pasien merasakan suaranya
tetap tidak membaik setelah terapi yang adekuat (umumnya minimum 3
bulan). Beberapa penulis memilih menggunakan teknik microdissection.
6
Vocal fold stripping tidak termasuk dalam operasi nodul.
Lama istirahat pita suara yang diperlukan setelah operasi masih
kontroversial. Biasa- nya pasien diminta beristirahat berbicara selama 4 hari.
Pada awal hari ke-4, pasien diperbolehkan menggunakan suara secara
perlahan-lahan di bawah supervisi ahli terapi wicara. Cornut dan Bouchayer
(1989) menyatakan pada kurang lebih 160 penyanyi yang telah dioperasi
mikro laring (laryngeal microsurgery), sebagian besar fungsi suara untuk
6
bernyanyi kembali secara penuh.
37
Gambar Tahapan operasi pada artis teater profesional yang telah menderita nodul pita suara
selama lebih dari 2 tahun. A, Pandangan saat operasi setelah penatalaksanaan konservatif. B
dan C, nodul dijepit secara super sial dan ditarik ke arah medial mengggunakan Buchayer
forcep. Gunting yang bengkok menjauhi pita suara digunakan untuk pemindahan nodul.
Nodul yang dipindahkan terletak pada level super sial, hal ini untuk meminimalkan jaringan
parut dan regenerasi mukosa pada ligamen vokal yang mendasari. D, pita suara setelah
dieksisi. Pasien merasakan adanya perbaikan kapabilitas vokal dan tidak ada jaringan parut
6
pada pemeriksaan stroboskopi.
3.3.9. Prognosis
Prognosis penatalaksanaan nodul pita suara seluruhnya adalah baik.
Penggunaan yang berlebihan secara berlanjut dari suara akan menyebabkan
lesi ini timbul kembali. Nodul ini dapat dicegah atau disembuhkan dengan
istirahat suara dan dengan mempelajari kegunaan suara dengan tepat. Jika
kebiasaan yang salah dalam berbicara tidak diubah maka kesempatan akan
tinggi untuk kambuh kembali.1
BAB IV
ANALISIS KASUS
38
39
mengurangi kemampuan ketegangan pita suara dan penutupan glottis yang tidak
sempurna sehingga akan terjadi gangguan produksi suara (Disfonia).
Pada pemeriksaan teleskop laring diketahui bahwa pergerak pita suara
simetris, sehingga keluhan disfonia bukan disebabkan oleh kelumpuhan pita suara.
Massa yang ditemukan pada 1/3 anterior pita suara kanan dan kiri (Bilateral)
dicurigai sebagai lesi jinak pita suara, karena massa berwarna putih keabuan dan
permukaan licin. Lesi jinak pita suara terdiri dari nodul, polip, maupun kista. Keluhan
utama dari ketiga jenis lesi tersebut sama yaitu berupa suara parau. Nodul pita suara
sering dijumpai pada wanita dewasa muda dan predileksi nodul pita suara di 1/3
anterior atau medial pita suara dan bilateral seperti pada kasus ini. Sedangkan pada
polip pita suara biasanya terjadi unilateral dan terdapat tangkai pada massa tersebut.
Reinke’s Edema tipikal terjadi pada wanita perokok setelah masa menopause. Lokasi
bilateral atau unilateral dengan adanya edema pada pita suara. Pada kasus ini, riwayat
merokok maupun alkohol disangkal.
Tatalaksana utama pada disfonia sesuai dengan kelainan atau penyakit yang
menjadi etiologinya. Pada kasus ini disfonia disebabkan oleh nodul pita suara.
Penanggulangan awal adalah istirahat berbicara dan terapi suara. Pada kasus ini
diberikan terapi simptomatik berupa omeprazole cap 20 mg 2x1 untuk mengurangi
rasa mual yang dikeluhkan. Selain itu untuk mencegah terjadinya muntah atau reflux
gastroesofageal karena cairan lambung yang asam akan memperparah gejala disfonia.
Pada pasien ini juga direncakan tindakan operatif mikro laring untuk mengambil
massa nodul di pita suara dan untuk selanjutnya diperiksakan ke patologi anatomi.
Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan untuk membedakan lesi jinak atau ganas,
dan untuk menentukan lesi tersebut berupa nodul, polip maupun kista. Gambaran
patologi yang diharapkan pada nodul pita suara adalah epitel gepeng berlapis yang
mengalami proliferasi dan di sekitarnya terdapat jaringan yang mengalami kongesti.
40
DAFTAR PUSTAKA