Anda di halaman 1dari 55

Referat

GANGGUAN PENDENGARAN

Disusun Oleh:
Annisa Khaira Ningrum, S.Ked 04054821719060
Nadya Ayu Saraswati, S.Ked 04054821719062
Alia Salvira M., S.Ked 04084821719233

Pembimbing:
dr.Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L, FICS

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

Gangguan Pendengaran

Oleh:

Annisa Khaira Ningrum, S.Ked 04054821719060


Nadya Ayu Saraswati, S.Ked 04054821719062
Alia Salvira M., S.Ked 04084821719233

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KLFakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang periode9 Juli – 13 Agustus 2018.

Palembang, Juli 2018

dr. Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L, FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan
Pendengaran” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Fiona Widyasari,
Sp.T.H.T.K.L, FICS selaku pembimbing referat ini yang telah memberikan
bimbingan dan nasihat dalam penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar referat ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga
referat ini bisa membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya.

Palembang,Juli 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................v
DAFTAR TABEL............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................2
2.1. Anatomi Telinga..........................................................................................2
2.2. Fisiologi Pendengaran...............................................................................16
2.3. Gangguan Pendengaran.............................................................................18
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran...............................21
2.5. Penilaian Gangguan Pendengaran.............................................................31
2.6. Diagnosis...................................................................................................32
2.7. Penatalaksanaan........................................................................................42
2.8. Pencegahan Gangguan Pendengaran.........................................................45

BAB III KESIMPULAN................................................................................46


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................48

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Gambar 1. Anatomi Telinga.........................................................................2
2. Gambar 2. Membran Labirin........................................................................3
3. Gambar 3. Anatomi Koklea..........................................................................6
4. Gambar 4. Lebar Membran Basilaris dari Basal ke Apeks..........................6
5. Gambar 5. Sel Rambut Luar dan Dalam pada Mikroskop Elektron..........11
6. Gambar 6. Tip Link.....................................................................................11
7. Gambar 7. Organ Corti...............................................................................12
8. Gambar 8. Jalur Auditori............................................................................15

v
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman
1. Tabel 1. Komposisi Cairan Koklea..............................................................7
2. Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Penala...................................................34
3. Tabel 3. Interpretasi Audiometri Bekessy..................................................40

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah serius yang


dihadapi masyarakat. Gangguan pendengaran dapat mempengaruhi kehidupan
sosial seseorang. Pada orang dewasa, dampak dari adanya gangguan
pendengaran dapat dikaitkan dengan penurunan kognitif, depresi dan
penurunan fungsi sosial, terutama bila perubahan pendengaran terjadi tanpa
disadari oleh individu tersebut (Kurtz, 2016).
Menurut data WHO, pada tahun 2012, sekitar 360 juta (5,3%) penduduk
dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya
adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%)
adalah anak-anak (WHO, 2012).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013),
prevalensi gangguan pendengaran atau tuli meningkat selaras pertambahan
umur. Prevalensi tuli pada umur 25-34 tahun yaitu 1% dan melonjak ketika
umur 55-64 tahun (5,7%), 65-74 tahun (17,1%) serta umur lebih dari 75 tahun
(36,6%).
Terdapat 9 provinsi di Indonesia dengan angka prevalensi tuli pada umur
lebih dari 5 tahun melebih prevalensi nasional (2,6%) pada 2013, antara lain
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara
(Kemenkes RI, 2013).
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012,
kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis gangguan
pendengaran dan menentukan rujukan yang paling tepat ke layanan kesehatan
yang lebih tinggi. Oleh karena itu referat ini dibuat untuk mengetahui dasar
diagnosis dan mengetahui tata laksana dari gangguan pendengaran sebagai
bahan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telingadibagiatastelingaluar,telingatengahdantelingadalam.Telingaluarterd
iridaridauntelingadanliangtelinga.Telingatengahterdiridarimembrantimpani,kavu
mtimpani,tubaeustachius,dansel-
selmastoid(Oghalai&Brownell,2008).Bentuktelingadalamsedemikiankompleksn
yasehinggadisebutsebagailabirin.Derivatvesikelotikamembentuksuaturonggatert
utupyaitulabirinmembranyangberisiendolimfe.Labirinmembrandikelilingiolehcai
ranperilimfeyangterdapatdalamkapsulaotikabertulang.Labirintulangdanmembran
memilikibagianvestibulerdankoklear.Bagianvestibulirisberhubungandengankesei
mbangan,sementarabagiankoklearis merupakan organpendengaran(Liston &
Duvall,1997).

Gambar 1. Anatomi Telinga (Drake, Vogl&Mitchell, 2009).

2
Gambar 2. Membran Labirin (Drake, Vogl & Mitchell, 2009).

2.1.1.Vestibulum
Vestibulum adalah bagian pusat dari labirin tulang dan memiliki jendela
oval pada dinding lateralnya. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian
anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior.Pada
dinding lateral vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot plate stapes
beserta ligamentum anulare. Dinding medial vestibulum menghadap ke meatus
akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial ini terdapat
dua cekungan yaitu cekungan sferis untuk sakulus dan cekungan elips untuk
utrikulus.Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis
semisirkularis dan di dinding anterior vestibulum terdapat dua lubang yang
berbentuk elips ke skala vestibularis koklea (Drake, Vogl & Mitchell, 2009).

2.1.2.Kanalis Semisikularis
Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior,
posterior dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis
seperti 2/3 lingkaran dengan panjangnya hampir sama yaitu ± 0,8 mm.
Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula
dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel sensori
vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista
ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal
membranosa. Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel pendukung
(sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian gelatinosa (kupula) yang
menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada kupula dan
basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian
vestibular dari kranial ke nervus VII (Barrett & Ganong, 2010).

3
2.1.3.Sakulus dan Utrikulus
Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum,
sakulus bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di
dalam lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu
struktur makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang
meluas ke dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui
suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus
endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap
macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe
kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula (Drake, Vogl &
Mitchell, 2009).
Di dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ
otolit (makula). Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi
semivertikal. Makula mengandung sel pendukung dan sel rambut dikelilingi
oleh sebuah membran otolit dimana melekat pada kristal kalsium karbonat
yang disebut otolit. Otolit yang disebut juga otokonia atau debu telinga
berukuran 3-19 µm pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe.
Prosesus dari sel rambut melekat pada membran. Serabut saraf dari sel rambut
bergabung dengan krista dari bagian vestibular sarafkranial ke VII.

2.1.4.Duktus Koklearis
Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian
labirin membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut
skala vestibuli dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti
bentuk labirin tulang koklea berupa dua setengah sampai dua tiga
perempat putaran spiral. Duktus koklearis meluas mulai dari basis koklea
sampai ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai saluran buntu
pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala
timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat
helikotrema (Barrett & Ganong, 2010).

4
2.1.5. Koklea& Organ Corti
Kokleamerupakansalurantulangyangmenyerupaicangkangsiputdanbergulu
ng2½putaran,denganpanjangkuranglebih35mmdenganpusatnyayangdisebutmod
iolus.
Terbentuknyasegitigadariduktuskoklearisdengansisidasarnyamembentukbatasan
taraskalamediadanskalatimpaniyaitumembranbasilarisdanlaminaspiralisparsosse
ustermasukdidalamnyasel-selClaudius,sel-
selBoettcherdanorganCorti.Ligamenspiralis,striavaskularis,prominensiaspiralisd
ansulkuseksternalsebagaisisilateralnya,sisimiringnyaadalahmembranReissnerda
nmembranbasilaris.Kokleaterbagimenjadi3ruangyaituskalavestibuli(atas),skala
media(tengah)danskalatimpani(bawah)(Moller,2006;Guyton&Hall,2006;
Gillespie& Müller, 2009).

Gambar3.AnatomiKoklea(Nagashimaetal.,2005)

5
Kokleapadatelingadalammengandungsel-
selyangberperanterhadappersepsisuara.Kokleaterdiridarilabirintulang,dimanadal
amnyaterdapatstrukturselularyangmembentuklabirinmembran.Termasukdi
dalamlabirin tulang
adalahkapsulotikyangmerupakanbatasluardarikokleadanmodiolus,tabungtulangy
angmembentuksumbupusatkokleadanmengandungseratsarafauditoridansel-
selganglionnya.Didalamkokleaada3ruangberisicairan,yaituskalavestibuli,skalati
mpanidanskalamediadandipisahkanolehmembranbasilarisdanmembranReissner.
striavaskularisdanligamentumspiralisterdapatdekatdengantulangsepanjangdindi
nglateralkoklea.OrganCorti,yangmengandungselrambut(3selrambutluardan1selr
ambutdalam)sebagaiselsensorisdanselpenyokong,berbentukspiralpadamembran
basilaris (Nagashimaetal.,2005).
Kokleaterdiridariberbagaitipeselspesialisasi,sepertiselrambutsensori,selpe
ndukung,selsulkus,SLFyangmerupakantipeselyangjumlahnyapalingbanyakdiper
ilimfe.KarenaSLFdianggapsalahsatutipeseldidalamkokleayangjumlahnyapaling
banyakdanmerekamengeluarkansitokindankemokinsetelahstimulasiproinflamasi
,makadianggapSLFadalahresponderterbesarterhadapsinyal-sinyalsitokindan
kemokin tersebut. DidalamorganCortiterdapatsel-selHensen,sel-selDeiters,sel-
selpilar,sel-selbatasdalam,sel-selrambutluardansel-
selrambutdalam,sulkusdalamdanlimbusspiralisyangberisisel-
selinterdentaldanmembran tektorial.Medialdarilamina
spiralisparsosseusterdapatkanalisRosentalyangberisiganglionspiralisdanberhubu
ngandenganmodiolus(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller,
2009).
Skalavestibulidanskalatimpaniadalahlabirintulangdarikokleayangberisicai
ranperilimfe.Skalavestibulidanskalatimpanisalingberhubungandihelikotremapad
aapekskoklea.Padabagian basis
kokleaskalavestibuliberakhirdiforamenovaledanskalatimpanipadaforamenrotun
dum.Skalamediayangberisikancairanendolimfeberadadiantaraskalavestibulidans
kalatimpani(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009). Cairan
perilimfe memiliki komposisi ion yang mirip dengan cairan cerebrospinalis

6
(CSF) dan juga mirip dengan cairan ekstraseluler, dengankonsentrasi natrium
(Na+) tinggi dan kalium (K+) rendah. Sedangkan pada endolimfe, memiliki
komposisi ion yang hampir sama dengan cairan intraseluleryaitu konsentrasi
natrium (Na+) rendah dan kalium (K+) yang tinggi (Tabel 2.1)
(Gillespie&Müller, 2009).

Tabel1. KomposisiCairanKoklea(Gillespie&Müller, 2009)


KOMPONEN ENDOLIMFE SKALAVESTIBULI SKALATIMPANI

Na (mM) 1.3 141 148


K(mM) 157 6 4.2

Ca (mM) 0.023 0.6 1.3

HCO3(mM) 31 21 21

Cl(mM) 132 121 119

Protein(mg/dl) 38 242 178

pH 7.4 7.3 7.3

Striavaskularisterdiridari3lapisanselyaituselmarginal,selintermedietdansel
basal.Sel-selstriavaskularismerupakansatu-
satunyaselyangberhubungandenganpembuluhdarahdikoklea.Striavaskularisberta
nggungjawabdalammenjagakonsentrasiionkaliumdalamcairanendolimfetetap
tinggidanmenjagapotensialendolimfe
skalamediapositiftetaptinggi(Gillespie&Müller, 2009).
Membranbasilarisadalahstrukturfibrosayangberlapis-
lapisdarilaminaspiralparsosseuskeligamentumspiralis.Elastisitasmembranbasilar
isbervariasidisepanjangkokleadarikekakuandankelebarannya.Membranbasilarist
ampakkakudansempitdidaerahbasiskokleadantampaklebihfleksibeldanluasdidae
rahapekskoklea(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009).
OrganCortimerupakanrumahdariselsensorispendengaran.
OrganCortiterletakdisepanjangmembranbasilaris,danmenonjoldari

7
basiskeapekskoklea(Despopoulos&Silbernagl,2003).UkuranorganCortibervaria
sisecarabertahapdaribasiskokleakeapekskoklea.OrganCortidibasallebihkecilseda
ngkanorganCortidiapekskoklealebihbesar(Guyton&Hall,2006).OrganCortiterda
patsel-
selyangterdiridariselsensoris(selrambutdalamdanselrambutluar),selpendukung(s
elDeiters,selPhalangealdalam),ujungsarafaferen(ganglionspiraltipe1dan2)danefe
ren(olivokoklearmedialdanlateral),selpilardalamdanluardanselHensen(Moller,20
06;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009).

Gambar 4. LebarMembranBasilarisdari BasalkeApeks (Moller,2006)

OrganCortimerupakanrumahdariselsensorispendengaran.
OrganCortiterletakdisepanjangmembranbasilaris,danmenonjoldari
basiskeapekskoklea(Despopoulos&Silbernagl,2003).UkuranorganCortibervaria
sisecarabertahapdaribasiskokleakeapekskoklea.OrganCortidibasallebihkecilseda
ngkanorganCortidiapekskoklealebihbesar(Guyton&Hall,2006).OrganCortiterda
patsel-

8
selyangterdiridariselsensoris(selrambutdalamdanselrambutluar),selpendukung(s
elDeiters,selPhalangealdalam),ujungsarafaferen(ganglionspiraltipe1dan2)danefe
ren(olivokoklearmedialdanlateral),selpilardalamdanluardanselHensen(Moller,20
06;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009).
Selrambutmerupakanselsensorisyangmenghasilkanimpulssarafdalammena
nggapigetaranmembranbasilaris.DiorganCortiterdapat1deretselrambutdalamdan
3deretselrambutluar.Adasekitar4.000selrambutdalamdan12.000selrambutluar(G
illespie&Müller,
2009).Bentukdariselrambutdalamsepertibotoldanujungsarafnyaberbentukpialay
angmenyelubunginya,sedangkanbentukdari sel rambutluar seperti
silinderdanujungsarafnyahanyapada basis sel (Moller,2006).
Badanseldarikeduaselrambutiniberisikanbanyakvesikuladanmitokondriad
andidindinglateralnyaterdapatsemacamproteinmembranyangdikenalsebagaiprest
insebagaimotorsel.Selainitupadabahanselrambutluarterdapatreticulumendoplas
ma(ER)yangterorganisasidankhususdisepanjangdindinglateralnyayaituapicalcist
ern,Hensenbody,subsurfacecisterndansubsynapticcistern(Moller,
2006;Gillespie&Müller,2009).
Selrambutdalamdanluarinimemegangperananpentingpadaperubahanenergi
mekanikmenjadienergilistrik.Fungsiselrambutdalamsebagaimekanoreseptoruta
mayangmengirimkansinyalsarafkeneuronpendengaranganglionspiraldanpusatpe
ndengaran,sedangkanfungsiselrambutluaradalahmeningkatkanataumempertajam
puncakgelombangberjalandenganmeningkatkanaktivitasmembranbasilarispadafr
ekuensitertentu.Peningkatangerakanini
disebutcochlearamplifieryangmemberikankemampuansangatbaikpadatelingaunt
ukmenyeleksifrekuensi,telingamenjadisensitifdanmampumendeteksisuarayang
lemah(Gillespie&Müller, 2009).
Ujungdariselrambutterdapatberkasserabutaktinyangmembentukpipadanma
sukkedalamlapisankutikuler(stereosilia)(Pawlowsky et al,
2006).Stereosiliadariselrambutdalamtidakmelekatpadamembrantektorialdanberb
entukhurufUsedangkanstereosiliadariselrambutluarkuatmelekatpadamembrante
ktorialatasnyadanberbentukhurufW(Gambar2.7) (Pawlowsky et al, 2006).

9
Padabagianujungdaristereosiliaterdapatfilamenaktinyangterpilin,filamente
rsebutnantinyaakandikenalsebagaitiplink(Gillespie&Müller,
2009).Tiplinkmenghubungkanujungstereosiliadenganujungstereosiliayanglain.B
agianbasaldariselrambutdiliputiolehdendritdarineuronganglionikspiralisyangterl
etakpadabagianmodiolus(Gambar2.8adanGambar2.8b)(Gillespie&Müller,
2009).

Gambar 5. Sel RambutLuardanDalamDilihatdengan


MikroskopElektron(Pawlowsky et al, 2006)

Gambar 6a.TipLink(Gillespie&Müller, 2009)


Gambar 6bTipLink denganMikroskopElektron(Gillespie&Müller,
2009)
Selainselrambutdalamdanluar,komponenutamaorganCortiyanglainadalah3
lapispenyokong(selDeiters,Hensen,Claudius).Membrantektorialdankompleksla
minaretikularislempengkutikular(Pawlowsky et al, 2006).Sel-
selpendukungyangmengelilingiselrambutluaradalahselDeitersdanselpilarluar.Sel
pilarluarberadadisisimodiolardariselrambutluarbarispertamadandiantaraselramb
utluarbarispertamadengankedua.SelDeitersberadadiantaraselrambutluarbarisdua
dengantigadandisisilateraldariselrambutluarbaristiga.Gabungandariselrambutlua

10
rdenganselDeitersdanselpilarluarmenciptakansebuahpenghalangyangkuatantara
endolimfedanperilimfe(Gambar2.9) (Moller, 2006;Gillespie&Müller, 2009).

Gambar7.OrganCorti(Moller,2006)

Membrantektorialadalahstruktursepertigelyangterdiridarikolagen,proteindanglu
kosaminoglikan.Membrantektorialterletakdidekatpermukaanlaminaretikulerdari
organCorti.Membrantektorialkontaklangsungdenganselrambutluar.Sedangkanun
tukselrambutdalamtidakberkontaksecara langsung dengan membran tektorial
(Moller,2006).

2.1.6. SistemSarafPendengaranSentral
Daerahsentraldarisistempendengaranmeliputiseluruhstrukturpendengarany
angletaknya setelahsarafkoklearis, yaitu:
a. Kompleksnukleuskoklearis
Kompleksnukleuskoklearisterdiri dari
3inti,yaitunukleuskoklearisanteroventralis,nukleuskoklearisposteroventralis,dan
nukleuskoklearisdorsalis.Serabutafferenyangberjalanmenujukompleksnukleusko
klearisdibagimenjadiduacabang,yaitucabangascendingmenujukenukleuskokleari
santeroventralisdancabangdescendingmenujukenukleuskoklearisposteroventrali

11
sdandorsalis(Moller,2006).
Akson-
aksonyangterdapatpadanukleuskoklearisdorsalisakanmembentukstriaakustikusd
orsalis(striaMonakow)yangkemudianbergabungdenganlemniskuslateraliskontral
ateraldanberakhirpadakolikulusinferior.Akson-
aksondarinukleuskoklearisposteroventralismembentukstriaakustikusintermedius
(Rappaport&Provencal, 2002).
Aksontersebutmembentukkompleksolivarissuperiorbilateraldanmenujunu
kleuslemniskuslateralis.Beberapaaksonberjalanmenujustriaventralis(corpustrape
zoideus)danmembentukkolikulusinferiorkontralateral.Akson-
aksondarinukleuskoklearisanteroventralismembentukstriaventralisdanaksonterse
butmembentuknukleuslateralisipsilateraldarikompleksolivarissuperiordisebutjug
aolivarissuperiorlateralisdanpadaipsilateraldankontralateralterdapatnukleusmedi
aldarikompleksolivarissuperioryangdisebutdenganolivarissuperiormedialis,serta
kontralateraldarinukleuscorpustrapezoideusyangmembentukbagianipsilateraldar
i kompleksolivarissuperior(Moller,2006).
Nadafrekuensirendahpadakompleksnukleuskoklearisdihantarolehdaerahko
ntralateraldannadafrekuensitinggiolehdaerahdorsomedialis (Rappaport
&Provencal,2002).

b. Kompleksolivarissuperior
Kompleksolivarissuperiormeliputiolivarissuperiorlateralis,medialisdannuk
leuscorpustrapezoideusmedialisdannukleuspreolivarisdanperiolivarisyangmerup
akanbagiandarisistempendengarandescending.
(Rappaport&Provencal2002;Moller,2006).

c. Lemniskuslateralis
Terdiridarisel-
selaksonyangterletakpadakompleksnukleuskoklearis,kompleksolivarislateralisda
nlemniskuslateralis.Lemniskuslateralismempunyaitiganukleusyaitunukleusdorsa
lis,ventralisdanintermediusyangletaknyapadaponsrostral.Nukleusdorsaliskanand

12
ankiridipertemukanolehkomissuraProbst.Akson-
aksondarinukleusdorsalisberakhirpadakolikulusinferioripsilateralataukontralater
alviakomissuraProbst(Mills,Khariwala&Weber2006).

d. Kolikulusinferior
Terdiridaridaerahsentralataukolikulusinferiorsentralyangdikelilingiolehbel
tarea.Kolikulusinferiorsentralkanandankiridihubungkandengansuatukomissura.
Kolikulusinferiorsentralinimenerimaproyeksikontralateraldarimasing-
masingsubdivisikompleksnukleuskoklearis.Bilateraldariolivarissuperiorlateralis
dandarinukleusdorsalisdanintermediuslemniskuslateralissertapadaipsilateraldari
olivarissuperiormedius,nukleuskorpustrapezoideusmediusdannukleuslemniskusl
ateralisventralis.Beltareamenerimaproyeksidarinukleuslemniskuslateralisdorsali
sdanventralisdandarinukleuskoklearisventralisdandorsalis.Akson-
aksondarikolikulusjugamembentukkolikulusinferiorbrakialis.Padakolikulusinfer
iorsentralis,nadafrekuensirendahterletakpadadaerahdorsalisdanfrekuensitinggipa
daventrolateralis(Rappaport&Provencal2002).

e. Korpusgenikulatummedialis
Korpusgenikulatummedialismerupakanbagiandaritalamusauditoriyangme
wakilipenyampaianthalamusantarakolikulusinferiordankorteksauditori.Dibagida
lam3nukleusyaitunukleusventralis,dorsalisdanmedialis.Korpusiniakanmengirim
kansinyalkekorteksauditorius.Nadafrekuensirendahterletakpadabagianlateralisda
rinukleusventralisdanfrekuensitinggipadadaerahmedialis(Rappaport&Provencal
2002;Mills,Khariwala&Weber,2006).

f. Korteksauditorius
Terdiridaridaerahprimer(girusHeschl),yangterletakpadabagianatasgyruste
mporalisyangdikelilingiolehBeltarea.Beltareameliputitemporal,gyrustemporalis
posterosuperior(areaBroadmann22),gyrusangularis(areaBroadmann40)daninsula
.HantaransuarapadakorteksauditoriusyaitupadaareaBroadmann22.Kolikulusinfer
iorsentralis,korpusgenikulatummedialisventralisdankorteksauditoriusprimermer

13
Gambar10.JalurAuditori (Guyton & Hall, 2006).
upakanjalurpendengaranyangutama(Mills,Khariwala&Weber,2006;Moller,2006
).

Gambar8.JalurAuditori (Guyton & Hall, 2006).

14
2.2 Fisiologi Pendengaran

Getaransuaraditangkapolehdauntelingayangditransmisikankeliangtelingadanme
ngenaimembrantimpanisehinggamembrantimpanibergetar.Amplitudogetaranme
mbrantimpanisesuaidenganintensitasbunyi.Getaraniniditeruskanketulang-
tulangpendengaran(maleus,inkus,stapes)yangberhubungansatusamalain.Ketikag
elombangmencapaibasisstapes,iaakanmenggetarkanfenestraovaleyangmerupaka
nperlekatandaribasisstapeskekoklea.Lalugetarantersebutakanmendorongcairanp
erilemfepadaskalavestibuliyangadadikokleadiaurisinterna.Adanyapendesakancai
ranperilimfediskalavestibuli,akanterjadipeningkatantekanandiskalavestibuliterse
but.Tekananinikemudianakanditeruskankeskalatimpanimelaluihelikotrema.Cair
anpadaskalatimpaniikutterdesak.Halinimengakibatkantekananpadaskalatimpani
meningkat,kemudiandesakancairantimpaniakanmendorongfenestrarotundumyan
gterdapatdisebelahlateraldariskalatimpanikearahlateral.Karenasifatcompliance/k
elenturanfenestrarotundum,makasetelahterdesakkelateral,iaakankembalikeposisi
semulasehinggatekananakanterpantulkankembalikeskalatimpani,helikotrema,ke
mudiankeskalavestibuli,begituseterusnya.GetaranditeruskanmelaluimembranaR
eissneryangmendorongendolimfedanmembranabasilariskearahbawah.Puncakgel
ombangyangberjalandisepanjangmembranbasilarisyangpanjangnya35mmterseb
ut,ditentukanolehfrekuensigelombangsuara.Membranbasilarisyangterletakdekatt
elingatengahlebihpendekdankaku,akanbergetarbilaadagetarandengannadarendah
.Halinidapatdiibaratkandengansenargitaryangpendekdantegang,akanberesonansi
dengannadatinggi.Getaranyangbernadatinggipadaperilimfeskalavestibuliakanme
lintasimembranbasilarisbagianbasal.Sebaliknyanadarendahakanmenggetarkanba
gianmembranbasilarisdidaerahapex.Getaraninikemudianakanturunkeperilimfesk
alatimpani,kemudiankeluarmelaluiforamenrotundumke telinga tengah untuk
diredam.
Membranbasilarismerupakanmembranyangmembatasiskalatimpanidenganskala
media.Gerakanmembranbasilariskeatasakanmembengkokkanstereosiliakearahst
ereosiliayanglebihtinggipadafasedepolarisasimengakibatkanterjadinyapereganga

15
npadaserabuttiplinkdipuncakstereosilia.Ketikatiplinkmereganglangsungmembu
kasaluranmekanoelekriktransduksi(MET)padamembranstereosiliadanmenimbul
+
kanaliranarusK kedalamselsensoris.Alirankaliumtimbulkarenaterdapatperbedaa
npotensialendokoklea+80mVdanpotensialintraselulernegatifpadaselrambut,selra
mbutdalam-40mVdanselrambutluar-
70mV.Haltersebutmenghasilkandepolarisasiintraseluleryangmenyebabkankation
+
termasukkaliumdankalsiummengalirkedalamselrambut.MasuknyaionK akanme
ngubahpotensiallistrikdalamselrambutdanmendepolarisasisel,padaakhirnyaselra
mbutmemendekdenganmempengaruhimotorselrambutluaratauprestin(Gacek,20
09).
Membran basilaris bergerak
turun,stereosiliamembengkokkearahstereosiliayangterpendekpadafasehiperpolar
isasimengakibatkanterjadinyapengenduranpadaserabuttiplinkdipuncakstereosilia
makasaluranMETakantertutup.Bilastereosiliategaklurus,pembukaansaluranMET
takakanberpengaruh.Tiplinkini
+
sepertisaluranelastikyangbisamengendalikanbukatutupnyasaluranMET.IonK ke
luardariselrambutluarkedalamruangekstraselulerdisekitarselrambutluarkemudia
nmasukkeselpendukung.Rangsangansuaradiubahmenjadigetaranmembranbasila
ris,danmengarahkanpadapembukaandanpenutupansaluranMETpadastereosiliake
mudianmenghasilkanresponelektrokimiadanakhirnyaakanmepresentasikansuara
padasarafpendengaran(Gacek,2009).
Serabut-
serabutserabutsarafkoklearisberjalanmenujuintikoklearisdorsalisdanventralis.Se
bagianbesarserabutinti
melintasigaristengahdanberjalannaikmenujukolikulusinferiorkontralateral,namu
nsebagianserabuttetapberjalanipsilateral.Penyilanganselanjutnyapadalemniskusl
ateralisdankolikulusinferior.Darikolikulusinferiorjaraspendengaranberlanjutkek
orpusgenikulatumdankemudiankekortekspendengaranpadalobus
temporalis(Gacek2009).
2.3 Gangguan Pendengaran

16
Jenis Gangguan Pendengaran
a. Gangguan pendengaranKonduktif
Gangguan pendengaran konduktif terjadi akibat adanya
abnormalitas pada telinga luar atau telinga tengah, yang dapat mencakup
kelainan dari membran tympani. Contoh kelainan meliputi oklusi saluran
pendengaran eksternal karena cerumen atau massa, infeksi telinga tengah
dan/atau cairan, perforasi membran tympani, atau kelainan tulang
pendengaran. Abnormalitas yang terjadi dapat mengurangi intensitas
efektif dari hantaran udara menuju koklea, tetapi tidak mempengaruhi
hantaran tulang. Oleh karena itu, ambang hantaran tulang lebih baik dari
ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih dan normal (Kurtz, 2016;
Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

b. Gangguan pendengaran Sensorineural


Gangguan pendengaran sensorineural (perseptif) disebabkan oleh
kelainan pada koklea, nervus VII atau di pusat pendengaran. Pada jenis
gangguan pendengaran sensorineural, telinga luar dan telinga tengah tidak
mengurangi intensitas hantaran, baik hantaran udara maupun hantaran
tulang dalam merangsang koklea. Oleh sebab itu, gangguan pendengaran
sensorineural memiliki ambang hantaran tulang sama dengan ambang
hantaran udara dan keduanya tidak normal.
Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena terdapatnya
gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah),
nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus
temporalis otak. Gangguan pendengaran sensorineural disebut juga dengan
gangguan pendengaran saraf atau gangguan pendengaran perseptif.
Gangguan pendengaransensorineural ini dibagi dua, yaitu tuli koklea dan
tuli retrokoklea.
Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau
mekanisme penghantar pada koklea. Pada tuli koklea ini terjadi suatu
fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran
yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat

17
membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat
membedakan bunyi 5 dB.
Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis
otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan
adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang
terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali (Dorland,
2012;.Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014).
Gangguan pendengaran sensorineural melibatkan kerusakan koklea
atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian
obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria
vaskularis.Beberapa kelainan yang termasuk gangguan pendengaran
sensorineural adalah presbikusis, gangguan pendengaran akibat bising
(NIHL), penyakit ménière, dan lesi retrokoklear seperti schwannoma
vestibular. (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014; Kurtz, 2016;
Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:


a. Koklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam,
paling sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat.
Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi
virus. Pada otitis, kolesteatom paling sering menyebabkan
labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai
dari yang ringan sampai yang berat.
2. Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf
vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas
ini adalah tinnitus, vertigo dan gangguan pendengaran yang
bersifat sensorineural.
Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:

18
 Antibiotik
 Aminogliksida: streptomisin, neomisin, kanamisin,
gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah
Netilmisin dan Sisomisin.
 Golongan macrolide: Eritromisin
 Antibiotik lain: kloramfenikol
 Loop diuretic: Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides
 Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin
 Obat anti malaria: kina dan klorokuin
 Obat anti tumor: bleomisin, cisplatin
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut
antara lain:
 Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada
penggunaan semua jenis obat ototoksik
 Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada
organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan
antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh
daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini
terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga
akhirnya sampai ke bagian apeks
 Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat
adanya degenerasi dari sel epitel sensori
3. Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada
orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat
progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu
hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea.
Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami
pembicaraan terutama pada tempat yang rebut atau bising. Presbikusis
ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap
oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang.
Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor
lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya. Adapun

19
faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising yang
berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan
bunyi, termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa
dipengaruhi oleh faktor herediter, dan penyakit-penyakit seperti
aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat ototoksik, dan kebiasaan
makan yang tinggi lemak. Proses degenerasi yang terjadi secara
bertahap ini akan menyebabkan perubahan struktur koklea dan n.VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-
sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan
perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding
lateral koklea. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa
berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
Walaupun penyebab pasti presbikusis masih belum diketahui
secara pasti, namun telah diterima secara umum bahwa penyebab
presbikusis adalah multifaktorial. Berikut beberapa penyebab yang
dipercaya dapat menyebabkan terjadinya presbikusis:
a. Aterosklerosis
Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai
hilangnya perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini
menyebabkan terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga
radikal bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini, menyebabkan
terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA
mitokondria yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari
kerusakan- kerusakan inilah berkembang presbikusis (Rolland, Kutz
& Isaacson 2014).
b. Diet dan metabolisme
Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan
aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi
serta oksigenasi dari koklea.Pada keadaan diabetes juga didapati
proliferasi dan hipertropi dari tunika intima di endotel yang juga
nantinya akan menyebabkan gangguan perfusi ke koklea.Penelitian
yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan bahwa diet

20
tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E dapat mengurangi
progresifitas presbikusis pada tikus (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014).
c. Paparan terhadap bising
Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus
yang memiliki struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa
paparan terhadap bising mampu meningkatkan kejadian presbikusis.
Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di telinga termasuk di
dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV.
Dari penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap
kerusakanfibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang batas
pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus yang
terpapar bising menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel spiral
ganglion, yang merupakan badan sel dari saraf aferen di koklea, yang
bersinaps dengan sel-sel rambut dalam (inner hair cells). Intinya,
paparan bising pada usia muda dapat meningkatkan risiko terjadinya
presbikusis seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Rolland,
Kutz & Isaacson, 2014).
d. Genetik
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam
menentukan kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti bising, obat-obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress.
Pada penelitian lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang
mengalami mutasi pada penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen
SLC26A4. Selain itu, didapati bahwa orang-orang yang mengalami
dua mild mutations pada gen GJB2 akan terjadi peningkatan risiko
berkembangnya presbikusis dini (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014).
4. Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi
tiba-tiba tanpa diketahui pasti penyebabnya.Tuli mendadak
didefinisikan sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB
atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada
pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari
tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak,

21
keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan
suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah
ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia
mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan
ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan
membrana basilaris jarang terkena.
5. Kongenital
Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang
disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70% bersifat
otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2%
bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri
atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom
Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital),
Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus
medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut
putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom
Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).

6. Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu
trauma akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun
langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli
sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan
trauma paling umum penyabab tuli sensorineural.
7. Tuli akibat bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak
dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat
subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat
terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.

22
Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya
pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh
setelah istirahat beberapa jam (1–2 jam). Bising dengan intensitas
tinggi dalam waktu yang cukup lama (10–15 tahun) akan
menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi
destruksi total organ Corti.

b. Retrokoklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari retrokoklea terdiri dari:
1. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias
atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli
sensorineural.
2. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari
selubung sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis.
Lokasi tersering berada di cerebellopontin angel.
Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:
- trauma langsung terhadap nervus koklearis
- gangguan suplai darah ke koklea

c. Gangguan pendengaran Campuran


Gangguan pendengaran campuran disebabkan oleh kombinasi dari
gangguan pendengaran konduktif dan gangguan pendengaran
sensorineural. Pada gangguan pendengaran campuran, ambang hantaran
tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara
sebesar 10 dB atau lebih, dan ambang batas hantaran tulang kurang dari 25
dB (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014; Kurtz, 2016).
Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan
pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan
hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media .
Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma

23
kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam
(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2014).

Derajat Gangguan Pendengaran


 Normal (0-25 dB)
Pada level ini, pendengaran berada dalam batas normal.
 Gangguan pendengaran ringan (26-40 dB)
Gangguan pendengaran ringan dapat menyebabkan inatensi, kesulitan
menekan kebisingan latar belakang (background) dan meningkatkan usaha
untuk mendengar. Pasien pada derajat kegangguan pendengaranan ini
mungkin tidak dapat mendengar suara halus. Pasien anak-anak akan
merasa lelah setelah mendengar dalam waktu yaang lama.
 Gangguan pendengaran sedang (41-55 dB)
Gangguan pendengaran sedang dapat mengganggu perkembangan bahasa,
syntax dan artikulasi, interaksi dengan teman dan penghargaan diri. Pasien
akan mengalami kesulitan mendengar beberapa percakapan.
 Gangguan pendengaran sedang-berat (56-70 dB)
Gangguan pendengaran derajat ini dapat menyebabkan kesulitan dalam
berbicara dan menurunkan kejelasan ucapan.
 Tuli Berat (71-90 dB)
Gangguan pendengaran berat dapat mempengaruhi kualitas suara.
 Tuli sangat berat (>90 dB)
Pada gangguan pendengaran sangat berat, kemampuan bicara dan bahasa
akan memburuk (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin; 2014; Kurtz, 2016).

Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat


dibagi pula menjadi dua jenis, yaitu:
a. Prelingual
Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum
terjadinya proses perkembangan kemampuan berbahasa pada
seseorang. Seluruh gangguan pendengaran yang bersifat kongenital
biasanya masuk ke dalam gangguan pendengaran prelingual. Orang-
orang dengan gangguan pendengaran prelingual biasanya lebih
terbatas secara fungsional bila dibandingkan dengan orang- orang

24
dengan gangguan pendengaran yang telah melalui proses
berbahasa(Smith& Wolfe, 2013).

b. Postlingual
Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah
berkembangnya kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya
terjadi setelah berusia 6 tahun. Gangguan pendengaran postlingual
jauh lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan gangguan
pendengaran prelingual. Biasanya gangguan pendengaran postlingual
yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan oleh meningitis ataupun
penggunaan obat-obat ototoksik seperti gentamisin (Smith& Wolfe,
2013).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran


Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan
pendengaran dapat berasal dari genetik maupun didapat.
a. Faktor genetik
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya
berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asmetrik
dan mungkin bersifat statik maupun progresif. Kelainan dapat
bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X
(contoh: Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease)
kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau
merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga
(contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering
dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang
menimbulkan tuli konduktif).

b. Faktor Didapat
Antara lain dapat disebabkan:
1. Infeksi

25
Rubela konginel, cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus
herpes, simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik
purulenta, mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis.
Toksoplasma, rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan
pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat
infeksi cytomegalogavirus sebesar 50% dan toksoplasma
konginetal 10-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks
sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tuli
sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 70%
anak yang mengalami infeksi cytomegalovirus kongenital
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa
neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem
dan beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di
koklea atau saraf pendengaran, namun proses patologi yang
terjadi tidka begitu diketahui sehingga menyebabkan gangguan
pendengaran masih belum dapat dipastikan.
2. Neonatal hiperbilirubinemia
Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit
hemolisis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal
jaundice. Penyakit neonatal jaundice kebanyakan disebabkan
oleh jalur metabolisme bilirubin yang belum matang pada bayi
baru lahir. Neonatal hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana
kadar bilirubon total >5 mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak
secara ikterus. Ikterus neonatum adalah keadaan klinis pada bayi
yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
Bilirubin tak terkonjugasi yang masuk dalam otak
terutama dalam bentuk bebas atau bilirubin anion, berikatan
dengan fosfolipid dan gangliosida pada permukaan membran
plasma neuron. Ikatan antara bilirubin anion-fosfolipid
kompleks merupakan ikatan yang tidak stabil. Bilirubin anion
mengambil ion hidrogen dan membentuk asam bilirubin yang

26
menempel kuat pada membran. Asam bilirubin tersebut akan
menyebabkan kerusakan pada membran plasma sehingga dapat
menyebabkan bilirubin anion masuk ke dalam sel neuron.
Bilirubin anion yang masuk ke dalam sel akan berikatan dengan
fosfolipid pada membran organel subseluler seperti mitokondria,
retikulum endoplasma dan nukleus. Ikatan ini akan
menyebabkan terbentuknya asam bilirubin dan kerusakan
membran di tingkat subseluler. Kerusakan tersebut
memberikandampak terhadap multisistem enzim dan
menyebabkan kerusakan sel neuron.
Salah satu bentuk neurotoksisitas bilirubin adalah
abnormalitas sistem auditori pada hiperbilirubinemia.
Berdasarkan bukti tes audiometrik didapatkan gangguan
pendengaran dominan bilateral pada frekwensi tinggi dan
simetris dengan fungsi perkembangan suara yang abnormal. Hal
tersebut berhubungan dengan lesi patologis pada nukleus
koklear. Bilirubin yang terdapat pada otak dapat merusak nuclei
audiotori sentral dan jalur vestibular, nuclei serebellar dan
ganglia basalis yang dihubungkan dengan hipereaktivitas
vestibuler. Terdapat manifestasi auditori sentral yang patologis,
melibatkastruktur auditori batang otak termasuk nuclei dorsal
koklear maupun ventral, kompleks olivarius superior, nuclei
lemniskus lateralisdan kolikuli inferior tanpa keterlibatan
thalamus maupun cortical auditory pathways.Tujuh puluh tiga
persen bayi dengan kadar bilirubin > 12mg/dl ternyata memiliki
hasil BERA abnormal (Baradaranfar et al, 2011).

3. Masalah perinatal
Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi
pada masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28
minggu dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang
merupakan masa dalam proses tumbuh kembang anak

27
khususnya kembang otak. Masalah perinatal meliputi
prematuritas (suatu keadaan yang belu matang, yang ditemukan
pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai
37 minggu), anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik
(gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi
karena efek samping dari konsumsi obat-obatan).
Faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada
neonatus:
a. Riwayat keluarga ditemukan ketulian
b. Infeksi intrauterin
c. Abnormalitas pada kraniofasial
d. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar
e. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari 5
hari atau penggunaan antibiotik tersebut dengan obat
golongan loop diuretik.
f. Meningitis bakteri
g. Apgar skor <4 pada saat menit pertama setelah
dilahirkan, atau apgar skor< 6 pada menit kelima.
h. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5
hari.
i. Berat lahir < 1500 gram
j. Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan
ketulian.
Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan pemeriksaan untuk menentukan
adanya suatu gangguan pendengaran, akan tetapi di lapangan
ditemukan bahwa 50% neonatus dengan gangguan pendengaran
tidak mempunyai faktor risiko. Oleh karena itu
direkomendasikan suatu pemeriksaan gangguan pendengaran
pada seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga
bulan (Bielecki, Horbulewicz& Wolan, 2011).
4. Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan
pendengaran adalah golongan antibiotika; erythromycin,
gentamicin, streptomycin, netilmicin, amikacin, neomycin (pada

28
pemakaian tetes telinga), kanamycin, etiomycin, vancomycin.
Glongan diuretika: furosemide.

5. Trauma
Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau
koklea, dislokasi osikular, trauma suara.
6. Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine
tumor, tumor pada telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma,
glomustumor).

2.5 Penilaian Gangguan Pendengaran


Anak terlalu kecil bukan sebagai halangan untuk melakukan penilaian
definitif gangguan pendengaran pada anak terhadap status fungsi telinga
tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya
gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan secara tepat. Jenis-jenis
pemeriksaan pendengaranyang direkomendasikan oleh American Academyca
of Pediatrics (AAP) adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak,
anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus
dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio
yang minimal. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan:
1. Untuk segala usia, tes yang dilakukan yaitu ovoked otoacoustic
emissions. Teknik ini dilakukan selama 10 menit. Proses
pemeriksaannyab, yaituprobe kecil yang berisi microphone sensitif
ditempatkan pada liang tlingan untuk mendeteksi hantaran stimulus dan
respon. Keuntungan dari metode ini yaitu utnuk mengetahui fungsi outer
hair cell pada koklea, tidak tergantung pada keasaan anak tidur atau
tidak, waktu pengerjaan cepat. Kerugian pada metode ini bayi atau anak
harus relatif tak aktif selama pemeriksaan, bukan pemeriksaan
pendengeran yang teliti karena tidak menilai prose akses kortikal suara.
2. Untuk anak saat lahir hingga berumur 9 tahun. Pengujian dengan
menggunakan jenis tes automated auditory brainsteim respone (ABR)
selama 15 menit. Tipe pengukurannya yaitu elektrofiisologi aktivitas
sarap pendengaran dan jalur batang otak. Prosedur kerja dari alat ini:

29
elektroda pada kepala anak mendeteksi stimulus saluran yang dihasilkan
earphone pada salah satu telinga pada saat pemeriksaan.
Keuntunganmenggunakan metode ini yaitu lebih spesifik
menggambarkan keadaan telingga, terurama mengukur terutama
mengukur fungsi morfologi hingga batang otak. Kerugian dari metode
ini yaitu bayi atau anak harus tenang selama pemeriksaan; tidak menilai
proses akses kortikal suara.

2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosis suatu gangguan pendengaran dilakukan dengan
berbagai cara antara lain menanyakan riwayat kesehatan. Dapat dilakukan
pemeriksaan telinga secara menyeluruh untuk dapat menyingkirkan penyebab-
penyebab umum dari kehilangan pendengaran, seperti adanya cairan di telinga
atau penyumbatan. Pemeriksaan pendengaran meliputi pemeriksaan hantaran
melalui udara dan melalui tulang dengan menggunakan garpu tala atau
audiometri nada murni.
1. Anamnesis
Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang
terjadi secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala
klinis sesuai dengan etiologi masing-masing penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan
mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat
menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan
pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga
dan membrana timpani tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan lain yang biasa digunakan adalah tes bisik, tes penala,
merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz.
Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes
Schwabach, lalu audiometri, Brainstem Evoked Respone Audiometry
(BERA)untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N.VIIIdan juga
otoacustic emittion/OAE (Emisi Otoakustik).

 Tes Bisik

30
Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan
suara bisik berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak
tertentu. Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara
pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar
enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 – 6/6.
 Pemeriksaan Garpu Tala
Pemeriksaan ini menggunakan garputala dengan frekuensi 512,
1024, dan 2048 Hz. Oleh karena secara fisiologi telinga dapat
mendengar 20-18.000 Hz dan untuk pendengaran sehari-hari yang
paling efektif antara 500-2.000 Hz. Penggunaan garputala penting
untuk pemeriksaan secara kualitatif. Biasanya yang sering
digunakan adalah pemeriksaan garputala dengan frekuensi 512 Hz
karena penggunaan garputala pada frekuensi ini tidak dipengaruhi
oleh suara bising di sekitarnya.Terdapat berbagai macam tes
garputala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing,
dan tes Stenger.
 Tes Rinne
Tes rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara
dan hantaran melalui tulang. Caranya penala digetarkan, tangkainya
diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar, penala
dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-).
 Tes Weber
Caranya adalah penala digetarkan, kemudian tangkai penala
diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung,
di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi terdengar
lebih keras ke salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Apabila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
 Tes Schwabach
Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya dengan
menggetarkan penala, kemudian tangkai penala diletakkan pada

31
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoideus
pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa terlebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schawabach
memanjang. Bila pasien dan pemeriksa sama-sama mendengarnya
disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Soetirto, Hendarmin,
Bashiruddin; 2014).

Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Penala


Tes
Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
Rinne
Sama dengan
+ Tidak ada Lateralisasi Normal
Pemeriksa

- Laterlisasi ke sisi sakit Memajang Tuli konduktif

+ Leteralisasi sisi sehat Memedek Tuli sensonural

 Audiometri Nada Murni


Pemeriksaan audiometri nada murni merupakan baku emas
untuk menilai penurunan pendengaran dan merupakan pemeriksaan
yang paling sering digunakan untuk menilai sensitivitas
pendengaran. Tujuan utama tes ini adalah untuk menentukan jenis,
derajat, dan konfigurasi gangguan pendengaran. Kontraindikasi dari
tes ini adalah apabila pasien tidak dapat bekerjasama dikarenakan
pasien berusia muda atau kondisi lainnya yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan tes audiometri nada murni. Pasien
tidak dianjurkan untuk melakukan tes audiometri nada murni
apabila dalam pengaruh obat sedasi atau anestesi (Kurtz, 2016).

32
Hantaran Udara dan Hantaran Tulang
Sumber bunyi ada dua, yaitu hantaran udara dan hantaran
tulang. Sumber bunyi pertama berasal dari headphone, insert
earphone, atau sound field. Masing-masing telinga diperiksa secara
bergantian dan hasilnya dicatat sebagai audiogram hantaran udara.
Ambang nada murni hantaran udara mengukur sensitivitas ketika
impuls ditransmisikan melalui telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam dan kemudian melalui otak menuju korteks. Sumber
bunyi kedua adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang
ditempelkan pada mastoid melalui suatu head band. Hasil
pemeriksaan dicatat sebagai audiogram hantaran tulang. Ambang
murni hantaran tulang menilai sensitivitas ketika impuls
ditransmisikan melalui tulang tengkorak ke koklea dan kemudian
melalui jalur pendengaran dari otak (Kurtz, 2016; Lassman, Levine,
Greenfield, 2015).

Pendengaran Silang
Pendengaran silang (crossover) atau lengkung bayangan
(shadow curve) terjadi ketika telinga pendengar yang tidak diuji
merespon terhadap uji sinyal. Pendengaran silang seringkali terjadi
lewat tulang tengkorak melalui hantaran tulang sekalipun sinyal
diberikan melalui penerima hantaran udara. Pendengaran silang
sering terjadi untuk earphone circumaural pada sekitar 40 dB di
semua frekuensi. Insert earphone dapat mengurangi pendengaran
silang dengan mengurangi bidang kontak permukaan (Kurtz, 2016;
Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Peredaman Antar Telinga


Peredaman antar telinga adalah berkurangnya intensitas
suatu sinyal saat ditransmisi dari satu telinga ke telinga lainnya.

33
Tujuan dari peredaman antar telinga adalah untuk mencegah telinga
yang tidak diuji dari mendeteksi sinyal sehingga hanya telinga yang
diuji dapat merespon. Ketika vibrator disajikan pada telinga yang
diuji, getaran akan timbul di seluruh tulang tengkorak dan
mencapai pada kedua koklea. Peredaman interaural untuk sinyal
hantaran tulang sangat rendah, mungkin serendah 0 dB, karena
tulang tengkorak sangat efisien dalam mentransmisi suara. Oleh
karena itu, peredaman antar telinga diperlukan pada tes hantaran
udara. Pada pengujian hantaran udara bila tingkat sinyal pengujian
melampaui ambang hantaran tulang telinga yang tidak diuji sebesar
45 dB atau lebih, maka harus dilakukan penyamaran (Kurtz, 2016;
Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Metode Pemeriksaan Audiometri Nada Murni


Metode dasar yang dapat digunakan dalam pemeriksaan
audiometri nada murni ada tiga, yaitu metode stimuli konstan,
metode terbatas dan metode penyesuaian. Pada metode stimuli
konstan, pendengar diberikan beberapa seri nada pada setiap
intensitas kemudian dicatat jumlah respon pada setiap intensitas.
Intensitas dimana jumlah respon sama dengan setengah jumlah nada
yang diberikan disebut sebagai ambang dengar (nilai 50%). Metode
stimuli konstan merupakan metode yang paling akurat, namun
membutuhkan waktu yang paling lama dibanding metode lainnya.
Pada metode terbatas, panduan audiometri yang digunakan
adalah prosedur modifikasi Hughson-Westlake. Pada prosedur ini,
pasien diberikan intensitas sinyal pada tingkat dimana pasien dapat
mendengar dengan jelas. Selanjutnya, intensitas diturunkan dalam
ukuran tertentu sampai pasien tidak dapat mendengar. Setelah itu,
intensitas kembali dinaikkan secara perlahan sampai pasien
merespon kembali. Intensitas dimana saat sinyal dinaikkan dan

34
pasien merespon dua dari tiga kali pemberian dicatat sebagai
ambang dengar.
Pada metode penyesuaian, pasien memiliki kontrol terhadap
intensitas sinyal yang diberikan dan mengaturnya pada tingkat
terendah yang masih dapat terdengar. Intensitasnya dicatat sebaagai
ambang dengar. Metode penyesuaian memerlukan waktu paling
cepat, namun paling tidak akurat (Franks, 2001; Kileny, Zwolan,
2010).

 Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri khusus di perlukan pemahaman
istilah recruitment dan decay.
 Recruitment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran
yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli
koklea. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1
dB sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada
5 dB.
 Decay: (kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan
tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila
dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali.
Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan sebagai
berikut
 Tes SISI (Short Sensitivity Index)
 Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness)
 Test kelelahan (Tone Decay)
 Audiometri tutur
 Audiometri bekesay

Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index)


Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea dengan
memakai fenomena rekruitmen. Cara pemeriksaan: Menentukan
ambang dengar pasien terlebih dahulu. Misalnya 30dB,
kemudian diberi 20 dB diatas ambang rangsang, yaitu 50 dB.

35
Setelah itu, diberikan tambahan 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu
3, kemudian 2 dan 1 dB, bila pasien dapat membedakan maka
TEST dinyatakan positif (+).

Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance)


Pada tes ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu pada frekuensi
yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai
presepsi yang sama, yang disebut balans negative. Bila balans
tercapai terdapat recruitmen positif.

Test Kelelahan (Tone Decay)


Terjadi kelelahan saraf oleh karena perasangan terus–menerus.
Jadi kalau telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus
terjadi kelelahan.Tanda pasien tidak dapat mendengar dengan
telinga yang diperiksa. Ada 2 cara
1. TTD = Threshold Tone Decay
TTD Cara Gerhart memberikan Persangan secara terus
menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar.
Misalnya 40 dB bila setelah 60 detik masih tetap mendengar
maka test dinyatakan negatif, jika sebaliknya terjadi
kelelelahan atau tidak mendegar maka test dinyatakan positif
(+). Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 dB, jadi 45 dB,
maka pasien dapat mendengar lagi,rangsangan dilakukan
dengan 45 dB selama 60 detik dan seterusnya.
Penambahan:
 0-5 = Normal
 10-15= Ringan
 20-25= Sedang
 >30 = Berat
2. STAT= Supra Threshold AdaptationTest
 Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger.
 Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekuensi (500 Hz, 1000 Hz
dan 2000 Hz) pada 110 dB SPL = 100 dB Sl.

36
 Artinya nada murni pada frekuensi (500 Hz, 1000 Hz dan 2000
Hz) pada 110 dB SPL diberikan secara terus menerus selama
60 detik, terjadi kelelahan maka tes dinyatakan positif (+).

Audiometri tutur
 Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,
 Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically Balance Word
LBT (PB,UST)
 Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui
kaset tape recorder
 Pada tuli saraf koklea, Pasien sulit membedakan bunyi
S,R,H,C,H,CH
 Sedangkan, pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score
 90 – 100% : Pendengaran Normal
 75 – 90%: Tuli Ringan
 60 – 75%: Tuli sedang
 50 - 60%: Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan sehari-hari
 < 50%: Tuli Berat

Audiometri Bekessy
 Prinsipnya mengunakan nada yang terputus dan continyu
 Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol
 Ditemukan grafik seperti gigi gergaji
 Garis yang menaik adalah priode suara yang dapat didengar
 Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar
 Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada recruitment
amplitude lebih kecil

Tabel 3. Interpretasi Audiometri Bekessy


Nada terputus dan terus menerus
Normal
berimpit
Nada terputus dan terus menerus
Tuli Saraf
berimpit hanya sampai frekuensi 1000
Koklea
hz dan grafi kotinue makin kecil
Tuli Saraf Nada terputus dan terus menerus
Retro koklea berpisah

37
 Audiometri Obyektif
Terdapat 3 cara pemeriksaan, yaitu:
 Audiometri Impedans
 Electrokokleografi
 Envoke response Audiometri
1. Audiometri impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane
timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna
a) Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum
timpani Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang
pendegaran, kekakuan pada membrane timpani dan membrane
timpani sangat lentur.
b) Fungsi Tuba Estacius: Untuk mengetahui fungsi tuba (terbuka
atau tertutup).
c) Refleks stapedius pada telinga normal reflek stapedius
muncul pada Rangsangan 70 – 80 dB.
d) Pada lesi koklea ambang rangsang reflex stapedius menurun,
sedangkan pada lesi retrokolea ambang rangsang itu naik.

2. Elektrokokleografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang–
gelombang yang khas dari evoke electro potensial koklea. Caranya
dengan elektroda jarum, membran timpani ditusuk sampai ke
promontorium kemudian dilihat grafiknya.

3. Evoke Response Audiometri


Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan, kemudian
direkam gelombang–gelombang yang datang dari batang otak.
Pada pemeriksaan dengan BERA, secara fisiologik mekanisme
jalur auditorius mulai dari saraf auditorius sampai ke korteks
auditorius sangat kompleks. Terdapat lima gelombang yang
mencerminkan daerah yang diperiksa, antara lain:
1. Gelombang I timbul dari bagian distal nervus VIII.
2. Gelombang II dari bagian proksimal nervus VIII dengan
kemungkinan bagian distal nervus VIII masih ikut berperan.

38
3. Gelombang III dari kompleks olivari superior.
4. Gelombang IV berasal dari neuron ke tiga di nukleus olivarius
superior kompleks, nukleus koklearis dan lemniskus lateralis.
5. Gelombang V berasal dari kolikulus inferior.

Bila ditemukan keadaan tuli konduktif, kurva serial


latensi/intensitas mempunyai kemiringan yang sama seperti orang
normal tetapi mengalami pergeseran ke intensitas pendengaran
yang lebih tinggi, maka akan ditemukan semua gelombang (I-V)
akan bergeser ke kanan (memanjang), sedangkan interwave latency
interval (IWI) dalam batas normal. Lesi tipe sensorineural
mempunyai latensi puncak yang sebanding dengan orang normal
pada intensitas stimulasi tinggi, tetapi pada intensitas yang lebih
rendah, latensi tersebutmemanjang secara signifikan. Untuk
membantu interpretasi BERA dalam membedakan gangguan
konduktif dan lesi retokoklear diperlukan tes audiometrik khusus
yang cermat dan teliti seperti timpanometri.

 Pemeriksaan Tuli Anorganik


Pemeriksaan ini di perlukan untuk memeriksa seseorang yang
pura pura tuli (menginkan asuransi)
1) Cara Stenger  memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada
kedua telinga, kemudian pada sisi yang sehat nada di jauhkan.
2) Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu
minggu, hasil audiogram berbeda.
3) Dengan Impedans

 Audiologi Anak
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam ruangan
Khusus (Free Field). Cara memeriksanya dengan beberapa cara:
1) Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak

39
2) Free field test  Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak
sedang bermain kemudian diberikan rangsang bunyi, perhatikan
reaksinya.
3) Screening  Untuk screening (Tapis masal) dipakai hantaran
udara saja dengan frekuensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuli sensorieural disesuaikan dengan penyebab
ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi
dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat
menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga
(ear plug), tutup teling (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa
menggunakan alat bantu dengar.
a. Alat Bantu Dengar (ABD)
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang
suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak
hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar
telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu
pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food
and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk
alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat
tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara
umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan
baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol
penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini
dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka
memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang. Komponen-
komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau

40
dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi
beberapa jenis :
- Jenis saku (pocket type, body worrn type)
- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
- Jenis ITE (In The Ear)
- Jenis ITC (In The Canal)
- Jenis CIC (Completely In the Canal)
Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan
beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat
dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer
karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan
pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel
dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan
BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi
menjadi sulit.

b. Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai
kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan
kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural
berat dan total bilateral. Indikasi pemasangan implan koklea adalah :
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan – 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :
- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)
- Proses penulangan koklea
- Koklea tidak berkembang

41
Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh
mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel
penghubung. speech processor akan melakukan seleksi informasi suara
yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan
ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju
stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik
dan akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea
sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech
processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising
lingkungan.Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai
kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.

2.8 Pencegahan Gangguan Pendengaran


 Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang
memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran
seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan
kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.
 Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya usahakan untuk mengecikan
volume radio, televisi atau speaker.
 Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone
maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang disebelah
Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya sudah terlalu
keras.
 Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering seseorang
terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan pendengaran, bahkan
suara dengan volume rendah sekalipun jika terpapar dalam jangka waktu
lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu berilah waktu bagi telinga untuk
beristirahat dengan berada di dalam ruangan yang tenang.

42
 Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan telinga
sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena semakin cepat
gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi lebih mudah dan
mencegah kerusakan lebih lanjut.

43
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis


yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Gangguan pendengaran
konduktif terjadi akibat adanya abnormalitas pada telinga luar atau telinga
tengah, yang dapat mencakup kelainan dari membran tympani.Gangguan
pendengaran sensorineural disebut juga dengan gangguan pendengaran saraf
atau gangguan pendengaran perseptif. Gangguan pendengaran sensorineural
terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut
koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat
pendengaran di lobus temporalis otak. Sedangkan campuran disebabkan
oleh kombinasi dari gangguan pendengaran konduktif dan gangguan
pendengaran sensorineural.
Menurut Kurtz (2016), derajat gangguan pendengaran dikategorikan
menjadi 5 kategori menurut ambang dengarnya yaitu, 0-25 db normal, 26-
40 db gangguan pendengaran ringan, 41-55 db gangguan pendengaran
sedang, 56-70 db gangguan pendengaran sedang-berat, 71-90 tuli berat, dan
lebih dari 90 db disebut tuli sangat berat.
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran
dapat berasal dari genetik maupun didapat. Gangguan pendengaran yang
didapat disebabkan oleh infeksi, neonatal hiperbilirubinemia, masalah
perinatal, obat ototoksik, trauma dan neoplasma. Penyebab dari tuli
sensorineural terbagi dua yaitu koklea dan retroklokea. Tuli koklea dapat
disebabkan oleh labirinitis, perbiskusis, tuli akibat obat ototoksik, tuli akibat
bising, tuli akibat trauma, kongenital, dan tuli mendadak. Sedangkan tuli
retroklokea dapat disebabkan oleh penyakit menier dan neuroma akustik.
Untuk mendiagnosis suatu gangguan pendengaran dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat dilakukan pemeriksaan telinga

44
secara menyeluruh untuk dapat menyingkirkan penyebab-penyebab umum
dari kehilangan pendengaran, seperti adanya cairan di telinga atau
penyumbatan. Pemeriksaan pendengaran meliputi pemeriksaan hantaran
melalui udara dan melalui tulang dengan menggunakan garpu tala atau
audiometri nada murni.Pada penderita tuli koklea dan retrokoklea, dapat
dibedakan dengan pemeriksaan audiometri khusus, audiometri objektif,
pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak. Audiometri
khusus dapat membedakan tuli koklea dan retrokoklea dengan memahami
rektrutmen yang khas pada tuli koklea, dan kelelahan (decay/fatigue) yang
khas pada tuli retrokoklea. Audiometri khusus terdiri dari tes SISI (short
increment sensitivity index), tes ABLB (alternate binaural loudness balans
test), tes kelelahan (Tone decay), audiometri tutur (speech audiometry), dan
audiometri Bekessy.
Untuk mencegah gangguan pendengaran dapat menggunakan
pelindung telinga, menghindari bising, menggunakan earphone secara bijak,
memberikan waktu telinga untuk beristirahat, dan memeriksa keadaan
telinga secara teratur karena semakin cepat diketahui maka semakin cepat
penanganan dan semakin baik prognosis kedepannya.

45
DAFTAR PUSTAKA

Alberti, Peter W. 2001. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing.
Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational
Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health
Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health,
Dortmund, Germany, hal. 53-62.
Baradaranfar MH, Atighechi S, Dadgarnia MH, Jafari R, Karimi G, Mollasadeghi
A, Eslami Z, Baradarnfar A. 2011. Hearing status in neonatal
hyperbilirubinemia by auditory brain stem evoked response and transient
evoked otoacoustic emission. Acta Med Iran. 2011;49(2):109-12.
Bhatt, Rheena A. 2016. Ear Anatomy. Medscape.
(http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#showall, Diakses
9 Agustus 2016).
Barrett, KE, Ganong, WF. 2010. Ganong's Review of Medical Physiology. 23rd.
New York: McGraw-Hill.

Bess FH, HumesLE. 2008. Audiology: The fundamentals. Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins.

Bielecki I1, Horbulewicz A, Wolan T. 2011. Risk factors associated with hearing
loss in infants: an analysis of 5282 referred neonates.IntJ Pediatr
Otorhinolaryngol. Jul;75(7):925-30. doi: 10.1016/j.ijporl.2011.04.007.

Despopoulos AM, Silbernagl, SMD. 2003. Color Atlas ofPhysiology (5th ed.).
New York: Thieme.

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Terjemahan


oleh: Albertus, dkk. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 25.
DrakeR, Vogl AW, Mitchell AWM. 2009. Gray's Anatomyfor Students. London:
Churchill Livingstone.
Franks JR. 2001. Hearing Measurement. Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt
GA (Editor). Occupational Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and
Control. World Health Organization, Federal Institute for Occupational
Safety and Health, Dortmund, Germany, hal. 183-202.
Gacek RR. 2009. Anatomy of the Auditory and Vestibular System. Dalam: Snow
jr JB & Wackym PA.Ballenger’s. Otorhinolaryngology Head and
NeckSurgery 17,Centennial edition. Philadhelpia: People’s Medical
Publishing House. p. 1- 157.

46
Gillespie PG, Müller U. 2009. Mechanotransduction by Hair Cells: Models,
Molecules, and Mechanisms. Cell. Oct 2; 139(1): 33–44.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kileny PR., Zwolan TA. 2010. Diagnostic Assessment, Diagnostic Audiology.
Dalam: Flint, Paul W., dkk (Editor). Cummings Otolaryngology Head &
Neck Surgery, Edisi V. Mosby Elsevier, Philadelphia, hal. 1887-1903.
Kurtz, Joe Walter. 2016. Audiology Pure-Tone Testing. Medscape.
(http://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#showall, Diakses
11 Agustus 2016).
Liston SL, Duvalu AJ. 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga.Dalam:
Adams, GL, Boeis, LR & Highler, PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta
: EGC. 27-45.
Lassman FM., Levine SC., Greenfield DG. 2015. Audiologi. Dalam: Adams GL.,
Boies LR., Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC,
Jakarta, Indonesia, hal. 50-55.
Martin, F.N. 1986. Introduction to Audiology. Edisi III. Prenctice-Hall, Inc,
Engelewood Cliffs, New Jersey.
Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. 2006. Anatomy and Physiology of
Hearing.In: Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th Edition.
LippincottWilliams & Wilkins. 1884-1903.
Moller AR. 2006.Hearing Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System 2nd ed. Texas: Elsevier.p 41- 56.
Nagashima R1, Sugiyama C, Yoneyama M, Ogita K. 2005. Transcriptional factors
in the cochlea within the inner ear.J Pharmacol Sci. Dec;99(4):301-6.
Oghalai JS, Brownell WE. 2008. Anatomy and physiology of the ear.
Dalam:Lalwani , AK. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-
Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill Company. 577-95.
Pawlowsky KS, Kikkawa YS, Wright CG, Alagramam KN. 2006.Progression of
inner ear pathology in Ames waltzer mice and the role ofprotocadherin 15 in
hair cell development. J. Assoc. Res. Otolaryngol. 7: 83-94.
Probst R, GreversG, IroH. 2006. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step
Learning Guide, 2nd edition. New York:Thieme.

47
Rappaport JM, Provençal C. 2002. Neuro-otology for audiologists. Dalam: Katz
JBurkard RF, Medwetsky editors. Handbook of clinical audiology edisi ke-
5.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.9-30.
Rolland PS, Kutz Jr JW, Isaacson B. 2014. Agingand the Auditory and Vestibular
System.Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head &Neck Surgery-
Otolaryngology. Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins. p 2615-23.
Smith J., Wolfe J. 2013. Testing otoacoustic emissions in children: The known
and the unknown. Hearing Journal. 66(12):20,22,23.
Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi VI.
Terjemahan oleh: Sugiharto, L. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 782-792.
Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J. 2014. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi, EA, dkk. (Editor). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia, hal. 10-22.

48

Anda mungkin juga menyukai