Anda di halaman 1dari 24

SMF/BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

LAPORAN KASUS
JANUARI 2016

LAPORAN KASUS
PRESBIKUSIS

Oleh:
Lewis Richart Adson Nggeolima, S.Ked
1008012038

PEMBIMBING:
dr. Ni Wayan Rini, Sp.THT-KL

BAGIAN/ SMF TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini diajukan oleh :


Nama

: Lewis Richart Adson Nggeolima

NIM

: 1008012038

telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan pembimbing klinik


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif
di bagian Ilmu Penyakit THT-KL, RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Ni Wayan Rini, Sp.THT-KL


Pembimbing Klinik

Ditetapkan di

: Kupang

Tanggal

: Januari 2016

. ..

BAB 1
PENDAHULUAN

Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi


mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan telinga kanan. Presbikusis dapat
mulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.(1) Istilah presbikusis pertama kali
disampaikan oleh Zwaardemaker pada tahun 1891, dimana dikatakan bahwa usia
memiliki pengaruh terhadap terjadinya penurunan pendengaran. Namun sejak
dahulu belum diketahui secara pasti apakah usia memiliki kaitan dengan
penurunan pendengaran. (2)
Angka insidensi dari gangguan pendengaran akibat prebikusis pada lansia
di Amerika Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70
tahun, sedangkan angka insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%.
Menurut hasil survei, jumlah pemakai alat bantu dengar sampai saat ini di
Amerika mencapai 20 juta orang.(3)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktorfaktor herediter, pola makan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin,
pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.(1)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau kavum timpani, dan
telinga dalam atau labirin. Telinga luar terdiri atas aurikula dan meatus akustikus
eksternus (MAE)/ liang telinga. Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam
os temporal pars petrosa yang dilapisi membran mukosa, berisi tulang-tulang
pendengaran. Telinga

dalam berisi

labirin tulang (vestibulum, kanalis

semisirkularis, dan koklea) dan labirin membranasea (utrikulus dan sakulus di


dalam vestibulum, tiga duktus semisirkularis di dalam kanalis semisirkularis, dan
duktus koklearis di dalam koklea). (4)

Gambar 1. Anatomi Telinga

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar dimulai dengan ditangkapnya getaran suara oleh daun
telinga kemudian diteruskan melalui udara atau tulang ke koklea. Gelombang suara
mencapai telinga dalam melalui tiga kemungkinan yaitu 1) Membran timpani-rantai
osikula foramen ovale, 2) Lewat tulang atau hantaran tulang, 3) Bila membran

timpani dan osikula tidak ada, getaran suara bisa lewat foramen rotundum.
Selanjutnya dari koklea getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfe menyebabkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria serta menimbulkan defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi pemasukan ion bermuatan listrik. Selanjutnya timbul
proses depolarisasi sel rambut yang melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis
dan akhirnya menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius yang dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai kortek pendengaran di lobus temporalis yaitu di area 3940. (5,6)
Proses mendengar meliputi 3 tahap yaitu: 1) Pemindahan energi fisik berupa
stimulus bunyi ke organ pendengaran; 2) Konversi atau transduksi yaitu pengubahan
energi fisik stimulasi ke organ penerima; 3) Penghantaran impuls saraf ke kortek
pendengaran. Proses pemindahan energi atau transmisi terdiri dari transmisi
aerodinamis dimana stimulus bunyi berpindah dari kanalis auditorius eksternus ke
membran timpani dan dari membran timpani ke tulang pendengaran. Sedangkan
transmisi hidrodinamis dimana stimulus bunyi berpindah dari foramen ovale ke auris
interna melalui cairan perilimfe dan endolimfe. (5,7)

Bagan 2.1 Proses Pendengaran

2.3 Definisi Presbikusis


Menurut kamus kedokteran Dorland. Presbikusis adalah penurunan
kemampuan pendengaran sensori neural yang simetris, bilateral, progresif, dan
terjadi bersamaan dengan pertambahan usia.(8)

2.4 Epidemiologi
Berdasarkan definisinya, prevalensi presbikusis meningkat seiring
bertambahnya usia. Secara global prevalensi presbikusis bervariasi, Presbikusis
dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 40-50% pada
populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada
wanita. Perbedaan prevalensi presbikusis antar ras belum diketahui secara pasti.(9)

2.5 Klasifikasi dan Patogenesis Presbikusis


Berdasarkan

perubahan

patologik

yang

terjadi,

Schuknect

dkk

menggolongkan presbikusis menjadi empat jenis, yaitu sensorik, neural,


metabolik (strial presbycusis) dan mekanik (cochlear presbycusis). Menurut
penelitian, prevalensi terbanyak adalah jenis metabolik (34,6%). Sedangkan
prevalensi jenis lainnya adalah neural (30,7%), mekanik (22,8%) dan sensorik
(11,9%).(1)

A.

Presbikusis tipe sensorik


Lesi pada tipe sensorik terbatas pada koklea, terdapat atrofi organ
korti dan jumlah sel-sel rambut berkurang. Pada gambaran histologi,
terdapat atrofi yang terbatas hanya beberapa milimeter pada membrana
basalis dan terdapat akumulasi pigmen lipofuscin yang merupakan pigmen
penuaan. Proses ini berjalan perlahan tapi progresif dari waktu ke waktu.
Pemeriksaan audiometri memperlihatkan gambaran penurunan curam di
batas frekuensi tinggi yang dimulai setelah usia menengah. (1,10)

B.

Presbikusis tipe neural


Presbikusis tipe neural ditandai dengan berkurangnya sel-sel neuron dan
jaras auditorik pada koklea. Menurut Schuknecht, 2100 neuron hilang setiap
dekade (dari total 35.000). Hal ini dimulai sejal awal kehidupan dan
mungkin peran genetik yang berpengaruh. Pengaruh tidak terlihat sampai
usia tua karena rata-rata nada murni tidak terpengaruh sampai 90% dari
neuron hilang. Atrofi terjadi sepanjang koklea, dengan hanya sedikit
wilayah basilar yang terpengaruhi dari seluruh membrana basilaris di
koklea. Oleh karena itu, tidak terdapat penurunan terjal di batas frekuensi
tinggi seperti presbikusis tipe sensorik dan hanya terdapat penurunan sedang
di frekuensi tinggi. Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron
secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan
dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian dan penurunan
konsentrasi. (1,10)

C.

Presbikusis tipe metabolik (strial presbycusis)


Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis yang paling
sering dijumpai. Kerusakan yang terjadi pada tipe ini berupa atrofi stria
vaskularis, potensial mikrofonik menurun, fungsi sel dan keseimbangan
biokimia/bioelektrik koklea berkurang. Secara histologis pada koklea,
terlihat stria vaskularis yang tipis tersebar sepanjang kelokan koklea yang
dengan mikroskop stria tampak berupa lapisan seluler selapis. Juga tampak
adanya degenerasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligamen spiralis.
Seperti diketahui stria vaskularis adalah tempat produksi endolimfa dan
berfungsi dalam sistem enzim yang diperlukan untuk mempertahankan
potasium, sodium dan metabolisme oksidatif. Daerah ini juga sebagai
tempat pembangkitan dari endokoklear potensial sebesar 80 miliVolt antara
duktus koklea dan ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi signal
di dalam koklea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan hilangnya
pendengaran diwakili oleh kurva mendengar datar karena seluruh koklea

terpengaruh. Proses ini cenderung terjadi pada orang berusia 30-60 tahun
dan berjalan secara perlahan. (1,10)

D.

Presbikusis tipe mekanik (cochlear presbycusis)


Pada presbikusis tipe mekanik terjadi perubahan gerakan mekanik
duktus koklearis, atrofi ligamentum koklearis, dan membran basilaris
menjadi lebih kaku. Secara histologis tampak hialinisasi dan kalsifikasi
membrana basalis, degenerasi kistik elemen stria, atrofi ligamen spiralis,
pengurangan selularitas ligamen secara progesif serta kadang-kadang
ligamen ruptur. (1,10)

2.6 Gejala Klinis

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara


perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging
(tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk
memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar
belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan
akan timbul suara nyeri di telinga, hal ini disebabakan oleh faktor kelemahan saraf
(recruitment). (1)
2.7 Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis
Pada anamnesis Penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut,
bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama
terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan
telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif. Kadang-kadang disertai dengan
tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala. Faktor risiko
presbikusis adalah: 1) Paparan bising, 2) merokok, 3) obat-obatan, 4) hipertensi,
dan 5) riwayat keluarga. Orang dengan riwayat bekerja di tempat bising, tempat
rekreasi yang bising, dan penembak (tentara) akan mengalami kehilangan

pendengaran pada frekuensi tinggi. Penggunaan obat-obatan antibiotik golongan


aminoglikosid, cisplatin, diuretik, atau anti inflamasi dapat berpengaruh terhadap
terjadinya presbikusis. (11)
2. Pemeriksaan Fisik & Penunjang

Pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan


serumen yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab
kurang pendengaran terbanyak. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran
timpani normal atau bisa juga suram, dengan mobilitas yang berkurang.
Pemeriksaan tambahan tes penala Uji rinne positif Hantaran Udara Hantaran
Tulang, Uji Weber, Uji Schwabach memendek. Audiometri murni pemeriksaan
penunjang yang biasanya dilakukan. Pemeriksaan audiometri nada murni
menunjukkan suatu tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris.
Pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan perurunan ambang dengar nada
murni yang menunjukkan gambaran tuli sensorineural. Pada tahap awal terdapat
penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini khas
pada gangguan pendengaran jenis sensorik dan neural. Kedua jenis ini paling
sering ditemukan.(1,12)
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan.
Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang
lebih rendah.(1)
Audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara
(speech discriminatin) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis
jenis neural dan koklear. Pada pemeriksaan audiometri tutur pasien diminta untuk
mengulang kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli koklea,
pasien sulit untuk membedakan bunyi R, S, C, H, CH, N. Sedangkan pada tuli
retrokoklea lebih sulit lagi untuk membedakan kata tersebut. Guna pemeriksaan
ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari, dan
untuk menilai pemberian alat bantu dengar.(1,12)

Tabel 2.1 Audiogram Pada Presbikusis (13)


Tipe
1

Sensori

Audiometri nada murni

Audiometri tutur

Penurunan ambang dengar yang Bergantung pada


curam

pada

frekuensi

tinggi frekuensi yang terkena

(sharply slooping)
2

Neural

Penurunan pendengaran sedang

Gangguan diskriminasi

pada semua frekuensi (gently

tutur berat

slooping)
3

Metabolik (strial)

Penurunan pendengaran dengan Gangguan diskriminasi


gambaran

flat

dan

berjalan tutur ringan

progresif pelan
4

Mekanik

Penurunan pendengaran dengan Bergantung pada


kurva menurun pada frekuensi kecuraman penurunan
tinggi

secara

lurus

berjalan

progresif pelan

2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk memperbaiki efektifitas


pasien dalam berkomunikasi dan memaksimalkan pendengaran pasien, atau yang
biasa disebut dengan rehabilitasi. (1,12)
Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan
dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga
komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari : (1)

Tabel 2.2 Komponen Alat Bantu Dengar (1)


Komponen
Microphone

Fungsi
bagian yang berperan menerima suara dari luar dan
mengubah sinyal suara

menjadi energi listrik,

kemudian meneruskannya ke amplifier.


Amplifier

berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar


energi listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke
receiver.

Receiver atau

mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier

loudspeaker

menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke


liang telinga

Batere

sebagai sumber tenaga.

Gambar 2.2 Alat Bantu Dengar

Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai
kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan
mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral.
Implan koklea sudah mulai dimanfaatkan semenjak 25 tahun yang lalu dan
berkembang pesat di negara maju. Implantasi koklea pertama kali dikerjakan di

Indonesia pada bulan Juli 2002. Selama 4 tahun terakhir telah dilakukan
implantasi koklea pada 27 anak dan 1 orang dewasa.(11)
Indikasi
-

Kontra Indikasi

keadaan tuli saraf berat bilateral

atau tuli total bilateral (anak

tuli akibat kelainan pada jalur


saraf pusat (tuli sentral),

maupun dewasa) yang tidak /

proses penulangan koklea

sedikit

mendapat

koklea tidak berkembang

dengan

alat

manfaat

bantu

dengar

konvensional,
-

usia 12 bulan sampai 17 tahun,


tidak ada kontraindikasi medis

calon

pengguna

perkembangan

mempunyai

kognitif

yang

baik.
Tabel 2.3 : Indikasi dan Kontra indikasi implant Koklea

Gambar 2.3 Implan Koklea

BAB 3
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

:Tn. Y.I

Umur

: 61 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen

2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama:
Pendengaran berkurang sejak + 1 tahun yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki berumur 61 tahun datang ke poli THT RSUD S.K Lerik
dengan keluhan pendengaran pada kedua telinga yang berkurang sejak + 1
tahun yang lalu. Pasien mengaku hal ini baru pertama kali dirasakan, tidak ada
riwayat keluar cairan dari telinga sebelumnya, tidak ada riwayat trauma, tidak
ada batuk pilek, pasien juga mengaku tidak mendengar bunyi yang berdenging.
c. Riwayat Pengobatan
Sehari sebelum datang rumah sakit, pasien pergi ke tempat praktek dokter THT
dan dokter menyarankan untuk ke RSUD S.K Lerik untuk pemeriksaan lebih
lanjut.

2.3 Pemeriksaan Fisik


TELINGA
Auriculum

KIRI

KANAN

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemi (-)

Hiperemi (-)

Sikatrik (-)

Sikatrik (-)

Nyeri tarik (-)

Nyeri tarik (-)

Nyeri tekan tragus (-)

Nyeri tekan tragus (-)

Meatus Akustikus

Edema (-)

Edema (-)

Eksternus

Sekret (-)

Sekret (-)

Serumen (-)

Serumen (-)

Darah (-)

Darah (-)

Refleks cahaya (+)

Refleks cahaya (+)

Warna keabu-abuan

Warna keabu-abuan

Tanda perforasi (-)

Tanda perforasi (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Membran timpani

Retro aurikula

TES GARPU TALA


Telinga Kiri

Telinga Kanan

Tes Rinne

Rinne (+)

Rinne (+)

Tes Weber

Tidak ada lateralisasi

Tidak ada lateralisasi

Memendek

Memendek

Tes Schwabach

HIDUNG
Eksternal

KIRI

KANAN

Kelainan bentuk (-)

Kelainan bentuk (-)

Hiperemi (-)

Hiperemi (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Cavum Nasi

Concha

Septum Nasi

TENGGOROK

Edema (-)

Edema (-)

Sekret (-)

Sekret (-)

Darah (-)

Darah (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Deviasi (-)

Deviasi (-)

HASIL PEMERIKSAAN

Tonsil

T1/T1 , tidak hiperemis

Uvula

Edema (-)
Hiperemis (-)

Dinding dorsal

Edema (-)

faring

Hiperemis (-)

Palatum Molle

Mukosa merah muda

2.4 Diagnosis
-

Presbikusis

2.5 Tatalaksana
-

Tes audiometri di RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes

Alat bantu dengar

BAB 4
PEMBAHASAN

Adapun hal-hal yang perlu dibahas bersama pada pasien ini adalah sebagai
berikut :
1.

Definisi presbikusis menurut kamus Dorland adalah penurunan kemampuan


pendengaran sensori neural yang simetris, bilateral, progresif, dan terjadi
bersamaan dengan pertambahan usia.(8) Sedangkan menurut buku ajar ilmu
kesehatan THT milik FK UI, presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi
tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan
telinga kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila
diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail
party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul suara nyeri di
telinga, hal ini disebabakan oleh faktor kelemahan saraf (recruitment) (1)
Dari anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien
ini, didapatkan pasien mengalami penurunan pendengaran sejak 1 tahun
belakangan pada kedua telinga (simetris dan bilateral). Sedangkan untuk
keluhan lain seperti telinga berdenging (tinitus nada tinggi) tidak didapatkan
pada pasien ini. Menurut teori, pasien dapat mendengar suara percakapan,
tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di
tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness).(1) Pada
pasien ini, pemeriksa tidak menanyakan hal tersebut sehingga untuk gejala
cocktail party deafness belum dapat disingkirkan. Selain itu, bila intensitas
suara ditinggikan akan timbul suara nyeri di telinga, hal ini disebabakan oleh
faktor kelemahan saraf (recruitment).(1) Pada pasien ini juga tidak ditanyakan
hal tersebut.
Pada pasien presbikusis, tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan telinga
hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.

Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif. Faktor risiko presbikusis adalah:
1) Paparan bising, 2) merokok, 3) obat-obatan, 4) hipertensi, dan 5) riwayat
keluarga. Orang dengan riwayat bekerja di tempat bising, tempat rekreasi
yang bising, dan penembak (tentara)

akan mengalami

kehilangan

pendengaran pada frekuensi tinggi. Penggunaan obat-obatan antibiotik


golongan aminoglikosid, cisplatin, diuretik, atau anti inflamasi dapat
berpengaruh terhadap terjadinya presbikusis. (11)
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada pasien ini tidak didapatkan kelainan pada
telinga, hidung dan tenggorok. Untuk depresi dan lebih sensitif, pemeriksa
tidak menanyakan pada pasien jadi hal ini belum dapat disingkirkan. Untuk
faktor-faktor resiko presbikusis juga tidak dapat disingkirkan, mengingat
pemeriksa tidak menanyakan hal tersebut pada pasien.
Dari hasil pemeriksaan dengan garpu tala, didapatkan pasien mengalami tuli
jenis sensori neural (tes Schwabach : memendek pada kedua telinga). Untuk
progresifitasnya belum dapat dipastikan oleh karena anamnesis yang masih
belum lengkap. Untuk umur pasien yang menginjak 61 tahun, presbikusis
biasanya terjadi bersamaan dengan pertambahan usia (proses degenerasi).(1)
Perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada usia
lanjut dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Secara alamiah, organorgan pendengaran akan mengalami proses degenerasi mulai dari telinga luar
hingga telinga dalam. Komponen telinga dalam baik berupa bagian sensorik,
saraf, pembuluh darah, jaringan penunjang maupun sinaps saraf sangat rentan
terhadap perubahan akibat proses degenerasi. Proses degenerasi yang terjadi
pada sel-sel rambut luar di bagian basal koklea sangat besar pengaruhnya
dalam penurunan ambang pendengaran pada usia lanjut.(1)
2.

Secara global prevalensi presbikusis bervariasi masing-masing negara,


Presbikusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan
40-50% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih
tinggi daripada wanita. Perbedaan prevalensi presbikusis antar ras belum
diketahui secara pasti.(9)

Pasien pada kasus ini berjenis kelamin laki-laki dan berusia 61 tahun. Ini
hampir sesuai dengan penelitian di South Carolina USA, didapatkan usia
presbikusis terbanyak pada dekade 6 tahun keatas. Berbeda dengan penelitian
di Qatar yang menemukan prevalensi usia presbikusis terbanyak pada
kelompok middle age yaitu 50-59 tahun.(13)
Pasien pada kasus ini berjenis kelamin laki-laki. Prevalensi presbikusis
menurut jenis kelamin didapatkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita
dibandingkan perempuan. Penelitian di Qatar mengatakan frekuensi laki-laki
lebih banyak (52,6%) dibanding perempuan (49,5%). Berdasarkan penelitian
di South Carolina USA, ditemukan frekuensi laki-laki (52,1%) lebih banyak
dari perempuan (48,4%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan, laki-laki mempunyai frekuensi lebih banyak daripada perempuan
mengingat bahwa riwayat bising dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis
yang dihubungkan bahwa laki-laki lebih banyak bekerja dan mendapat
paparan suara bising baik didalam maupun diluar lingkungan kerja.(14,15,16)
3.

Berdasarkan

perubahan

histopatologik

yang terjadi, Schuknect

dkk

menggolongkan presbikusis menjadi empat jenis, yaitu sensorik, neural,


metabolik (strial presbycusis) dan mekanik (cochlear presbycusis). Menurut
penelitian, prevalensi terbanyak adalah jenis metabolik (34,6%). Sedangkan
prevalensi jenis lainnya adalah neural (30,7%), mekanik (22,8%) dan sensorik
(11,9%). Untuk membedakan tipe presbikusis ini, maka dapat digunakan
audiometri. Berikut perbedaan yang dapat dilihat melalui audiometri.(1)
Tipe
1

Sensori

Audiometri nada murni

Audiometri tutur

Penurunan ambang dengar yang Bergantung pada


curam

pada

frekuensi

tinggi frekuensi yang terkena

(sharply slooping)
2

Neural

Penurunan pendengaran sedang

Gangguan diskriminasi

pada semua frekuensi (gently

tutur berat

slooping)
3

Metabolik (strial)

Penurunan pendengaran dengan Gangguan diskriminasi


gambaran

flat

dan

berjalan tutur ringan

progresif pelan
4

Mekanik

Penurunan pendengaran dengan Bergantung pada


kurva menurun pada frekuensi kecuraman penurunan
tinggi

secara

lurus

berjalan

progresif pelan
Berikut ditampilkan hasil audiometri pasien dalam kasus ini.

Hasil audiometri pada pasien ini didapatkan pasien mengalami tuli sensori
neural dan tuli konduktif pada kedua telinga. Pasien mengalami tuli sensori
neural derajat sedang berat (62,5 DB) pada kedua telinganya. Sedangkan tuli
konduktif yang terdapat pada telinga kanan pasien masuk dalam derajat berat
(90 DB) sedangkan pada telinga kiri masuk dalam derajat sangat berat (97,5
DB).

Tuli konduktif pada pasien geriatri juga bisa ditemukan oleh karena pada
telinga luar dan tengah mengalami proses degenerasi yang dapat
menyebabkan perubahan atau kelainan berupa (1) berkurangnya elastisitas
dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga, (2) atrofi dan bertambah
kakunya liang telinga, (3) penumpukan serumen, (4) membran timpani
bertambah tebal dan kaku, (5) kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran.
Pada usia lanjut kelenjar-kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan
serumen menjadi lebih kering, sehingga sering terjadi serumen prop yang
akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku
dan tebal juga akan menyebabkan gangguan konduksi, demikian pula halnya
dengan kekakuan yang terjadi pada persendian tulang-tulang pendengaran.(1)
Pada pasien ini, elastisitas daun telinganya berkurang seperti pada pasien
geriatri umumnya, sedangkan untuk ukuran pinna daun telinganya tidak bisa
dievaluasi dikarenakan pemeriksa tidak mengetahui ukuran pinna daun
telinga sebelumnya. Untuk liang telinga pada pasien ini tidak didapatkan
kelainan, liang telinga masih lapang, tidak ada edema, sekret maupun
serumen. Tidak adanya serumen prop pada pasien ini bisa dikaitkan dengan
sehari sebelumnya pasien pergi ke dokter THT untuk memeriksakan dirinya
dan tidak menutup kemungkinan serumen pada telinga pasien telah
dibersihkan. Untuk membran timpani juga tidak didapatkan kelainan melalui
otoskop, namun untuk kekakuan dan ketebalan membran timpani serta
kekakuan sendi-sendi tulang pendengaran tidak bisa dievaluasi melalui
pemeriksaan dengan otoskop sehingga tidak menutup kemungkinan penyebab
tuli konduksi pada pasien ini adalah hal tersebut.
Berdasarkan hasil audiometri, tipe presbikusis pada pasien ini adalah tipe
metabolik (strial presbycusis), dimana terdapat penurunan pendengaran
dengan gambaran flat dan berjalan progresif pelan. Menurut prevalensinya,
terbanyak adalah jenis metabolik (34,6%). Sedangkan prevalensi jenis lainnya
adalah neural (30,7%), mekanik (22,8%) dan sensorik (11,9%).(1)
Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis yang paling sering
dijumpai. Kerusakan yang terjadi pada tipe ini berupa atrofi stria vaskularis,

potensial

mikrofonik

menurun,

fungsi

sel

dan

keseimbangan

biokimia/bioelektrik koklea berkurang. Secara histologis pada koklea, terlihat


stria vaskularis yang tipis tersebar sepanjang kelokan koklea yang dengan
mikroskop stria tampak berupa lapisan seluler selapis. Juga tampak adanya
degenerasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligamen spiralis. Seperti
diketahui stria vaskularis adalah tempat produksi endolimfa dan berfungsi
dalam sistem enzim yang diperlukan untuk mempertahankan potasium,
sodium dan metabolisme oksidatif. Daerah ini juga sebagai tempat
pembangkitan dari endokoklear potensial sebesar 80 miliVolt antara duktus
koklea dan ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi signal di dalam
koklea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan hilangnya pendengaran
diwakili oleh kurva mendengar datar karena seluruh koklea terpengaruh.
Proses ini cenderung terjadi pada orang berusia 30-60 tahun dan berjalan
secara perlahan. (1,10)
4.

Penatalaksanaan pada pasien presbikusis bertujuan untuk memperbaiki


efektifitas pasien dalam berkomunikasi dan memaksimalkan pendengaran
pasien, atau yang biasa disebut dengan rehabilitasi. (1,12) Ada dua pilihan yang
dapat diberikan pada pasien presbikusis, yaitu alat bantu dengar dan implan
koklea. Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan
dengan presbikusis, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga
komunikasi bisa berjalan dengan lancar, sedangkan implan koklea merupakan
perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan menggantikan fungsi
koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada
pasien tuli saraf berat dan total bilateral. Indikasi implan koklea adalah pada
keadaan tuli saraf berat bilateral atau tuli total bilateral yang tidak atau sediit
mendapat manfaat dengan alat bantu dengar, sehingga pada pasien ini tidak
disarankan untuk menggunakan implan koklea, melainkan alat bantu
dengar.(1,11)

BAB 5
PENUTUP

Seorang laki-laki usia 61 tahun datang ke poliklinik THT RSUD S.K Lerik
dengan keluhan pendengaran pada kedua telinga yang berkurang sejak + 1 tahun
yang lalu. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa
presbikusis. Pasien dirujuk ke RSUD. Prof. DR. W.Z. Johannes untuk dilakukan
tes audiometri dan direncanakan untuk menggunakan alat bantu dengar.
Presbikusis merupakan tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada
umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran
yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga.
Penatalaksanaan dari presbikusis itu sendiri adalah dengan menggunakan alat
bantu dengar / Hearing AID, tetapi tujuan di gunakanya ABD bukan untuk
mengobati tetapi untuk memaksimalkan sisa pendengaran pasien agar pasien bisa
tetap berkomunikasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E.A., Nurbaiti, dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga

hidung tenggorok kepala & leher. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FK UI.
43-45
2. Murphy, M.P., Gates, G.A. 1997. Hearing Loss: Does Gender Play a Role?.
Diunduh dari URL: http://www.medscape.com/viewarticle/719262.
3. Adams, Boies, Higler. 2007. Buku ajar penyakit THT BOIES. Jakarta:

EGC. 132-133
4. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2000. P: 230-240.
5. Mills, J.H., Khariwala, S.S., Weber, PC. 2006. Anatomy and Physiology of
Hearing. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head & Neck SurgeryOtolaryngology. Edisi ke-4. Philadelphia: W&W Lippincott. h. 1883-1903.

6. Lonsbury-Martin, B,L., Martin, G.K., Luebke, A.E. 2003. Physiology of the


auditory and vestibular systems. Dalam: Ballenger JJ, penyunting.
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-16. Hamilton: BC
Decker Inc. h. 68-107.

7. Austin, D.F. 1985. Anatomy and embryology. Dalam: Ballenger JJ,


penyunting. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck. Edisi ke-13.
Philadelphia : Lea and Febiger Company. h. 877-923.

8. Dorland, W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta :


EGC. h. 1758
9. Muyassaroh, M. 2013. Faktor Risiko Presbikusis - Health Science
Journals. Diunduh dari: indon sia.di ita ourna s.or ind .p p ...
10. Peter,

S.L.

2008.

Inner

Ear,

Presbycusis.

http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview.
11. Inner ear, Presbycusis, Available from www.emedicine.com, Last update
on July 27, 2013
12. Dewi,

Afriani.

2011.

Presbikusis.

Diunduh

dari:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/presbikusis.pdf.

13. Bener A, Salahudin A, Darwish S, Al-Hamaq A, Gansan L. Association


between hearing loss and type 2 diabetes mellitus in elderly people in a
newly developed society. Biomedical research 2008;19(3):18714. Lee FS, Matthew LJ, Dubno JR, Mills JH. Longitudinal study of puretone
thresholds in older persons. Ear Hear 2005; 26(1) : 1-11.
15. Cruickshanks KJ, Theodore TL, Klein B, Klein R, Perlman JA, Nondahl
DM. Prevalence of hearing loss in older adults in beaver dam, wisconsin.
The epidemiology of hearing loss study. American Journal of
Epidemiology 1998;vol 148:9.
16. Kim SH, Lim EJ, Kim HS, Park JH, Jarng SS, Lee SH. Sex differences in
a cross sectional study of age related hearing loss in korean. Clin Exp Otol
2010; 3(1): 27-31.

Anda mungkin juga menyukai