Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

MASTOIDITIS

Disusun Oleh:
Fika Rizqiah
(1102014099)

Pembimbing:
dr. Ilham Priharto, Sp. THT- KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RSUD DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA, SERANG, BANTEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 20 JANUARI – 22 FEBRUARI 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Mastoiditis umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini dikarenakan
karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid, inflamasi pada
telinga tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Kedua peradangan ini dapat di anggap
aktif atau inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengen pengeluaran sekresi telinga atau
otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif
merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu, dengan begitu tidak ada otorrhea. 1,2

Insidensi tertinggi mastoiditis terjadi pada negara berkembang dan pada anak kecil.
Kebanyakan pasien berumur < 2 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 12 bulan. Namun,
mastoiditis dapat terjadi pada umur berapun. Menurut penelitian insidensi mastoiditis pada
anak meningkat dikarenakan kurangnya atau tidak efektifnya terapi antibiotik pada saat
episode otitis media akut. Namun, insidensi berkurang setelah era antibiotik mulai
berkembang.1,,3

Patogen yang paling sering menyebabkan mastoiditis yaitu Streptococcus pneumonia


28,5%, Staphylococcus aureus 16 %, Haemophilus influenza 16 %, Streptococcus pyogenes
14%, dan Pseudomonas aeruginosa 14 %. Tingginya level resistensi dan lebih aggresifnya
patogen merupakan hasil dari banyaknya kegagalan dari terapi antibiotik konvensional.4

Mastoiditis bisa akut maupun kronik. Mastoiditis akut biasanya merupakan


komplikasi otitis media akut, sedangkan mastoiditis kronik dihubungkan dengan
kolesteatoma. Komplikasi mastoiditis dapat melibatkan langsung struktur disekitarnya,
seperti telinga dalam, nervus fasialis, bagian lain tulang temporal, maupun otak. Komplikasi
tersebut dapat meningkatkan morbiditas pasien.1,4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

1) Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.1

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

3
2) Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:


 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas
disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan
epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan
pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran
ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.1

3) Telinga Dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah
atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana
cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan
kalium dan rendah natrium. Hal ini untuk pendengaran, dasar skala vestibuli disebut

4
sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting
untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut
dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-
lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong.
Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-
sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung
datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria
disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.2,3

Gambar 3. Potongan melintang koklea

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membranetektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirinti cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus
akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis
yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis
anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi
cabang terminal vestibularis dan cabang kohlea. Cabang vestibular memperdarahi sakulus,
sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlea memperdarahi
ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan
mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan di dalam kohlea mengitari modiolus

5
Vena dialirkan ke V.Labirinti yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus
petrosus superior dan inferior.2,3\

Tulang Mastoid

Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara.Rongga-rongga udara ini ( air cells )
terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid.
Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan
normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah
juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut
sebagai mastoiditis.3

Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid(sumber dari: www.google.com)

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/


atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani.
Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang
membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk
oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi
mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut
keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh
pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik
antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang
labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.3
6
2.2 MASTOIDITIS

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.4

Gambar 5. Tulang mastoid

2.3 Etiologi

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis yang berkembang menjadi mastoiditis
adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari
nasofaring melalui tuba eustachiussaat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari
meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonasaeruginosa, B.proteus,
B.coli dan aspergillus.Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridans
(Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).4
Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi
awal penyebab mastoiditis yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang
virulen, terutama berasal dari nasofaring terbesar pada masa kanak-kanak, atau karena
rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxine
nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani
setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan
membran atrofi.Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya mastoiditis
adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid.4
7
Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis yang
menjadi mastoiditis sangat majemuk, antara lain:

 Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat:


Infeksi hidung dan tenggorokkan yang kronis atau berulang dan obstruksi anatomic
tuba eustachius parsial atau total.
 Perforasi membran timpani yang menetap
 Terjadinya metaplasia skuamosa/perubahan patologik yang menetap lainnya pada
telinga tengah
 Terdapat daerah dengan otitis persisten di mastoid
 Faktor konstitusi dasar seperti alergi atau perubahan mekanisme pertahan tubuh5
Mastoiditis timbul sebagai akibat terapi otitis media supurative akut yang tidak adekuat.
Penyebab otitis media supurative adalah akibat infeksi bakteri Streptococcus B. Hemoliticus,
Pneumococcus, dan Hemophilus Influenzae.Selain itu kurang dalammenjaga kebersihan pada
telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita
(imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. 4,5
Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, 
pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan
lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.

Kuman aerob

Gram negative :
proteus,
Gram positif : pseudomonas spp
S pyogenes dan E colli, Bakterioides spp
S.aureus kuman anaerob

Timbul Infeksi pada telinga

8
Eksogen infeksi dari Rinogen dari Endogen alergi,DM,
luar melalui penyakit ronggga TBC paru
perforosi membrane hidung dan
tympani sekitarnya

Peradangan pada Mastoid

Mastoiditis

Timbul suara Kemerahan pada Keluarnya push


Nyeri
denging mastoid

Gangguan rasa
nyaman Nyeri Cemas Hiperemi push

Gangguan Kerusakan Otolitis


pendengaran jaringan/dikontinuitas
jaringan

Gangguan Penurunan
Komunikasi kepercayaan diri

2.4 Epidemiologi

Mastoiditis biasanya terjadi pada anak. Sebelum adanya antibiotik, mastoiditis


merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak.  Insidensi Matoiditis
sangatlah bervariasi di seluruh dunia. Insiden Mastoiditis rata-rata 4 kasus per 100.000 anak

9
setiap tahunnya dengan usia diatas 5 tahun. Beberapa penelitian epidemiologi di Amerika
Utara dan di Inggris menunjukkan bahwa insiden dari Mastoiditis adalah kurang dari 2 kasus
per 100.000 anak setiap tahunnya, angka ini sedikit meningkat pada penelitian di
Scandinavia. Pada tahun 2007, Kvaerner et almelaporkan insidens dari Mastoiditis adalah
4,3-7,1 kasus per 100.000 anak berusia 2-16 tahun. Di negara-negara Eropa Selatan, terdapat
beberapa penelitian tentang Mastoiditis pada pasien yang berjumlah sedikit, tetapi tidak
terdapat hasil epidemiologis yang resmi.6

2.5 Klasifikasi
Mastoiditis terbagi atas akut, sub akut dan kronik, yakni :1,4

1. Mastoiditis akut , terbagi atas :


a. Mastoiditis akut dengan periosteitis ( mastoiditis insipient), dengan karakteristik
purulen pada rongga mastoid.
b. Mastoiditis koalesen (Mastoiditis akut osteotis), dengan karakteristik hilangnya
septa tulang antara sel-sel udara mastoid. Keadaan ini dapat menyebabkan
terbentuknya ruang abses dan diseksi pus kedaerah sekitarnya.
2. Mastoiditis subkronik, yaitu infeksi mastoid dan telinga low grade yang menetap
yang menyebabkan dekstruksi septa tulang.
3. Mastoiditis kronik, merupakan infeksi supuratif sel-sel udara mastoid yang
berlangsung selama hitungan bulan hingga tahun. Mastoiditis kronik umumnya
berhubungan dengan otitis media supuratif kronik dan, khususnya denga
pembentukan kolesteatoma.

2.6 Patofisiologi
Mastoiditis akut umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini
dikarenakan karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid,
inflamasi pada telinga tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Jika infeksi pada telinga
tengah berlanjut, pada mastoid akan terjadi akumulasi purulen.1,9
Penyumbatan antrum oleh inflamasi mukosa menimbulkan infeksi dari sel-sel udara
dengan cara menghambat aliran dan dengan menghalangi aliran udara kembali dari sisi
telinga tengah. Mastoiditis dapat menembus antrum dan meluas kestruktur sekitarnya seperti
meningens, sinus sigmoid, otot sternokleidomastoid, arteri karotis interna, vena jugular, dan
10
otak. Hal tersebutlah yang menyebabkan tingginya morbiditas mastoiditis dan menjadi
penyakit yang dapat mengancam nyawa.4,10
Berdasarkan progresivitasnya, mastoiditis terbagi menjadi 5 tahap yaitu :14
Tahap 1 - Hiperemis pada lapisan mukosa sel-sel udara mastoid
Tahap 2 - Transudasi dan eksudasi cairan dan / atau nanah dalam sel.
Tahap 3 - Nekrosis tulang yang disebabkan oleh hilangnya vaskularisasi dari septa
Tahap 4 - Hilangnya dinding sel dengan peleburan ke dalam rongga abses
Tahap 5 - Perpanjangan proses inflamasi ke daerah-daerah berdekatan
Infeksi akut yang menetap pada sel udara mastoid dapat meluas melalui venous
channels, yang menyebabkan inflamasi pada periosteum / osteotis, yang akan merusak
trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid, pada kondisi ini disebut mastoiditis
koalesen. Mastoiditis koalesen pada dasarnya merupakan suatu empiema pada tulang
temporal. Pus yang dihasilkan mungkin mengalir melalui rute : (1) penyaluran melalui
antrum secara alami yang menghasilkan penyembuhan spontan, (2) ke lateral hingga ke
permukaan prosesus mastoideus, yang menyebabkan abses subperiosteal, (3) secara anterior,
membentuk abses di belakang daun telinga atau diantara otot sternokleidomastoid dari leher,
yang menghasilkan abses Bezold , (4) secara medial ke sel udara petrous pada tulang
temporal, yamg disebut petrositis, dan (5) posterior ke tulang oksipital , yang menyebabkan
osteomielitis dari kalvaria atau abses Citelli.10
Mastoiditis kronik umunya merupakan komplikasi dari otitis media kronik atau
inadekuat terapi dari mastoiditis akut. Membran timpani yang nonintak akan menyebabkan
spesies mikroba di meatus akustikus eksternal menuju telinga tengah, dan pada akhirnya
mastoid. Organisme ini menyebabkan inflamasi yang menetap yang biasanya tidak dapat
9
diatasi agen terapeutik konvensional pada otitis media akut.
Seperti kebanyakan infeksi, baik faktor host maupun faktor mikrobiologi
mempengaruhi perkembangan dari mastoiditis. Faktor host termasuk imunitas mukosa,
anatomi tulang temporal, imunitas sitemik. Sedangkan faktor mikrobiologi yaitu resistensi
antimikroba, kemampuan patogen menembus jaringan atau pembuluh lokal, dan mekanisme
perlindungan diri mikroba.

2.7 Gejala Klinis

11
Gejala klinis bervariasi tergantung umur dan tahap infeksi. Riwayat Otorrhea yang
menetap lebih dari 3 minggu biasanya merupakan pertanda proses keterlibatan mastoid.
Umumnya otorrhea bersifat purulen atau mukoid.1,2
Demam biasanya tinggi, berhubungan dengan otitis media akut.Nyeri pada telinga
yang biasanya memberat saat malam hari. Nyeri yang menetap merupakan pertanda dari
penyakit mastoid. Hal ini sangat sulit dinilai pada pasien yang masih sangat muda. Nyeri juga
dirasakan pasien pada kepala. Hilangnya pendengaran biasanya terjadi pada semua proses
yang melibatkan telinga tengah.1
Pada bayi, perhatikan setiap riwayat nonspesifik dari infeksi yang konsisten, seperti
tidak mau makan, demam, iritabilitas, atau diare. 4

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan seperti keluarnya cairan dari telinga,
demam, nyeri pada telinga, hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
eritema/kemerahan dan lunak pada belakang daun telinga, dan abnormalitas dari membrane
timpani. Pada anak lebih dari 2 tahun, pinna biasanya deviasi upward dan outward,
dikarenakan oleh proses inflamasi yang biasanya berkumpul pada prosesus mastoideus.1,9
Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani biasanya merah, menonjol, dan
berkurangnya mobilitas, tetapi bisa normal pada 10 % kasus. Pada mastoiditis kronik,
membrane timpani perforasi, kemerahan, edema, dan sensitive pada retroaurikular. 9,10

12
Pada pemeriksaan otosmikroskopik dilakukukan untuk mengevaluasi dari otorrhea
yang kronik. Prosedur ini membutuhkan anestesi umum, dengan keuntungan mendeteksi
kolesteatoma, retraction pocket, jaringan granulasi, polip, atau benda asing. Sebuah spesimen
dari telinga tengah tanpa adanya kontaminasi dari meatus akustikus eksterna akan dilakukan
pemeriksaan gram, pewarnaan tahan asam, kultur aerob/anaerob. Biopsi dilakukan jika
terdapat kecurigaan rabdomiosarkoma , neuroblastoma yang dapat bermanifestasi seperti
otitis media supuratif kronik atau mastoiditis kronik, yang biasanya berhubungan dengan
lumpuhnya saraf kranial. 10
Pemeriksaan radiologi Ct-Scan dilakukan untuk menilai perluasan dari mastoiditis.
Magnetic Resonance Imaging ( MRI) bagus dalam menilai jaringan lunak dan mastoid serta
komplikasinya.11

Gambar 2.4. MRI pada Mastoiditis dextra. Akumulasi cairan pada mastoid kanan (panah
putih). Sebaliknya, pada mastoid kiri normal terisi udara ( panah merah).

13
2.9 Diagnosis Banding
a. Anak : 1,12
1. Rabdomiosarkoma
2. Histiositis X
3. Leukemia
4.Kawasaki syndrome
b.Dewasa :1,12
1. Otitis Eksterna Fulminan
2. Histiositis X
3. Metastatic disease

2.10 Terapi
1. Terapi Medikamentosa13
a. Indikasi :
- Tidak adanya gambaran keterlibatan intracranial
- Tidak adanya fluktuasi postaurikular
- Tidak adanya tanda pada CT-scan yang menunjukkan desktruksi dari sel
udara mastoid.
- Otitis media supuratif tipe jinak dan tanpa kolesteatoma

b. Metode
Pemberian antibiotik parenteral berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.
Pemerikasaan gram dapat menentukan terapi empirik antimikroba. Antibiotiknya
yaitu Sefalosforin generasi III ( contoh cefotaxime) dan metronidazol. Antibiotik
diberikan secara intravena 1gr12 jam pada dewasa dan setengahnya pada anak-anak.

2. Terapi operasi13
a. Indikasi :
- Komplikasi intrakranial
- Adanya fluktuasi postauricular dan abses subperiosteal.
- Mastoiditisakut koalesen

14
- Kegagalan terapi medikamentosa dengan antibiotik adekuat selama 48
-72 jam.
- Otorrhea yang menetap lebih dari 2 minggu walaupun dengan antibiotik
yang adekuat
- Kolesteatoma
b. Metode
1. Prosedur invasive minimal:
a. Insisi dan drainase dari abses mastoid
b. Miringiotomi
2. Operasi defenitif : Open mastoidektomy ( terdapat kolesteatoma), cortical
mastoidektomy ( tidak terdapat kolesteatoma).

Gambar 9. Mastoidektomi

2.11 Komplikasi
Komplikasi dari mastoiditis, yaitu :1,2,4
 Hilangnya pendengaran
 Facial nerve palsy
 Cranial nerve involvement
 Osteomielitis

15
 Petrositis
 Labirinitis
 Gradenigo syndrome - Otitis media, nyeri retro-orbital , dan kelumpuhan
nervus abdusen
 Intracranial extension - Meningitis, abses serebral, abses epidural, empiema
subdural
 Trombosis sinus sigmoid
 Terbentuknya abses :
- Citelli abscess: abses yang meluas ke tulang oksipital.
- Abses subperiosteal : abses antara periosteum dab tulang mastoid, yang
menghasilkan gambaran khas telinga yang menonjol/protrude.
- Bezold's abscess : abses jaringan lunak sepanjang sternomastoid sheath;
Bezold abscesses merupakan komplkasi yang sangat jarang dan biasanya
ditemukan pada orang dewasa dengan well-pneumatized mastoid tip.
-

Gambar 2.5. Mastoiditis dengan abses subperiosteal

2.12 Prognosis

Perkiraan banyak pasien dengan acute surgical mastoiditis dapat kembali sempurna
jika tidak terdapat keterlibatan nervus fasialis, vestibulum, dan struktur intracranial tidak
terlibat.

16
BAB III
KESIMPULAN

Mastoiditis merupakan infeksi yang terjadi di rongga Mastoid. Penyakit ini biasanya
disebabkan oleh karena asalnya infeksi pada telinga tengah. Rongga telinga tengah dan
rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Mastoiditis dapat terjadi
pada pasien-pasien imunosupresi atau pada mereka yang mengabaikan Otitis Media Akut
yang dideritanya. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab Otitis
Media Akut.

Manifestasi klinis dari Mastoiditis adalah nyeri telinga yang menetap dan berdenyut,
Otore (keluar cairan dari dalam telinga), sakit kepala, dan terjadi penurunan pendengaran.
Untuk mendiagnosis Mastoiditis, dapat diperhatikan adanya trias klasik dari Mastoiditis yang
terdiri dari aurikel yang menojol dengan pembengkakan retroaurikuler, tenderness di daerah
mastoid dan otore. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan Otoskopi. Pemeriksaan CT
Scan menggambarkan dimanapun di intracranialadanya suspek komplikasi atau perluasan.

17
Bukti dari mastoiditis adalah menggambarkan destruksi mastoid dan kehilangan ketajaman
sel udara mastoid.

Infeksi ini diterapi dengan antibiotik intravena kemudian diberi antibiotik oral. Jika terapi
antibiotik tidak berhasil, maka dapat dilakukan Mastoidektomi. Mastoidektomi juga dapat
dilakukan untuk mencegah komplikasi serius seperti Petrositis, Labirintitis, Meningitis, dan
Abses otak. Miringotomi juga dapat dilakukan untuk mengobati infeksi telinga tengah.
Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada
struktur di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J. dkk. Telinga, hidung, tenggorok, kepala dan


leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007.h. 118-310.
2. Gurkov R, Nagel P. Dasar-dasar ilmu THT. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2012.h. 34-41.
3. Boies, LR. Penyakit telinga luar: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Balai
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 1997.h.76-9.
4. J.LEWIN. 2000. acutemastoiditis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2520625/pdf/brmedj07383-0007.pdf .
diakses pada 27 januari 2018
5. Crocetti M, Barone MA. Oski FA. Oski’s essential pediatrics. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins; 2004.
6. Djeric DR, Folic MM. 2014. Acute Mastoiditis in Children as Persisting Problem.
http://www.advancedotology.org/sayilar/81/buyuk/60-3.pdf . diakses pada 27 januari
2018.

18
7. Snow JB, Wackym PA, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology:head and neck
surgery. Conneticut: People’s Medical Publishing House; 2009.
8. Probst, R, Grevers, G., and Iro, H. 2006. Basic Otorhinolaryngology AStep-by-Step
Learning Guide. Thieme : New York.
9. Alper, CM. Advanced therapy of otitis media. Ontario: BC Decker Inc; 2004.
10. Wolfson AB, Hendley GW, Ling LJ, Rosen CL, Schaider JJ, et al. Hardwood-Nuss’
clinical practice of emergency medicine.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2012.
11. Rasad S. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: FKUI; 2005.
12. Ferri FF. Ferri’s clinical advisor 2016 elsevier on vitasource. Philadelphia: Elsevier
Health Sciences; 2015.

19

Anda mungkin juga menyukai