Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh:

Fathia Zahra

1102014096

Pembimbing :

dr. Nandi Nurhandi, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PERIODE 11 NOVEMBER 2019 – 18 JANUARI 2020

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul ”Ketubah Pecah
Dini” yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Bekasi.
Referat ini diharapkan bisa memberikan beberapa pengetahuan kepada para
pembaca sekalian mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Nandi Nurhandi, Sp. OG selaku SMF dan dokter
pembimbing dalam pembuatan referat ini dan teman-teman Co-Ass yang telah
membantu dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik
dan saran dari pembaca.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya dan
semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.
AmiIn.

Jakarta, November 2019

Fathia Zahra

2
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI


Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian
Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi

Telah disetujui
Tanggal :

Disusun oleh :

Fathia Zahra
1102014096

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta

Jakarta, 2019

Pembimbing,

dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... 3

DAFTAR ISI .............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 5

BAB II KETUBAN PECAH DINI...........................................................................6

2.1. Definisi ............................................................................................ 6


2.2. Epidemiologi ................................................................................... 7
2.3. Etiologi............................................................................................ 7
2.4. Klasifikasi ....................................................................................... 9
2.5. Patofisiologi .................................................................................... 9
2.6. Patogenesis ...................................................................................... 12
2.7. Diagnosis ......................................................................................... 13
2.8. Tatalaksana ...................................................................................... 14
2.9. Komplikasi ...................................................................................... 15
2.10. Prognosis ......................................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas perinatal
disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.1,2
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat
terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm (The Royal Australian and
New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, 2014). Ketuban pecah dini
merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur
dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.1
Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini masih belum diketahui penyebabnya
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini yaitu: infeksi, servik yang inkompeten,
tekanan intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak, multigravida.2
Dalam menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.2
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya
proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan
pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan
berat badan janin yang cukup.1

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

2.1. DEFINISI

Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the membrane) adalah


pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa
KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam
waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan
< 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis).1,2

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau
ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum
proses persalinan. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah
spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung beberapa jam
sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan
dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum
pembukaan servik pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari
5 cm.2

Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau preterm
premature rupture of the membranes (PPROM). 1 Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya
membran korioamnion sebelum inpartu. Periode laten adalah jarak antara pecahnya
ketuban dan inpartu. Tidak ada kesepakatan tentang lamanya jarak antara pecahnya
ketuban dan inpartu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa KPD. 3

6
2.2. EPIDEMIOLOGI

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015, angka
kematian ibu di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun sebesar 305 per
100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena
berbagai sebab. Faktor yang dapat menyebabkan kematian ibu salah satunya adalah
infeksi pada kehamilan 23% dapat disebabkan oleh kejadian ketuban pecah dini. Insidensi
ketuban pecah dini di Indonesia berkisar 2% dari seluruh kehamilan. Kemungkinan
infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi
tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah dini.4

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 2% kehamilan. Pecahnya selaput


ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam kolagen matriks
ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua
bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
membran pereduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzym2

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 2%. 2

2.3. ETIOLOGI

Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.

7
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).

Gambar 1 inkompetensia servix pada awal persalinan dini

3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi
5. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.
6. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

8
2.4. KLASIFIKASI

Menurut perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, KPD diklasifikasikan


menjadi 2 kelompok yaitu, KPD preterm dan KPD aterm:

1) KPD Preterm

Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau IGIFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat usia
kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm
saat usia kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.

2) KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau IGIFBP-1 (+) pada
usia kehamilan > 37 minggu.10

2.5. PATOFISIOLOGI

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput


ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2

Gambar 2. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm. 2

9
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase/
tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4
mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.1,2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP
yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-
1 yang rendah.1,2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa

10
reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil
PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh
monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri
dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban.
Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit,
yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian
sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai,
menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-
hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban. 2

11
2.5. PATOGENESIS

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari


komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial
terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam
mempertahankan kekuatan membran fetal. 5

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam


remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease
ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula
rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim
protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan
membran fetal.5,6

Gambar 4. Reaksi Inflamasi pada ketuban3

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker – marker


apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada
kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi
kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal.

12
2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 80% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban
di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di
tempatkan pada objek glass dan didiamkan dan cairan amnion
Gambaran Ferning
tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri
eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas
lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena
cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk
kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan
belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol
membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus
beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.4

13
4. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.4

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis
tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

2.7. PENATALAKSANAAN

Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

14
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal
4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.8

2.8. KOMPLIKASI

Menurut POGI,2014 komplikasi pada KPD dibagi menjadi dua, yaitu:

1). Komplikasi Ibu


Komplikasi tersering biasanya adalah infeksi intrauterine (endomyometritis atau
korioamnionitis yang nantinya berujung menjadi sepsis). Selain itu, komplikasi lain yang
ditimbulkan dari ketuban pecah dini terhadap ibu hamil dapat menyebabkan: partus lama,
atonia uteri, dan pendarahan post partum. Walaupun dari sisi ibu belum menunjukkan
adanya gejala dan tanda-tanda terjadinya infeksi, tapi kita harus tetap waspada, masih
sangat memungkinkan janin sudah terlebih dahulu terkena infeksi, dikarenakan
prevalensi terjadinya infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi sebelum gejala pada ibu
dirasakan.10

15
2). Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah persalinan lebih awal
(prematuritas). Masa pecahnya selaput ketuban sampai terjadinya persalinan secara
umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi.
Apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat cepat, akan berefek pada neonates,
dimana akan lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali
pusat, oligohidromnion, nicrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan. IntrauUterine Fetal Death (IUFD)
merupakan kompliksi dari KPD yang paling berat terhadap janin.10

 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.1,2
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.1,2
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonal.1,2

2.9. PROGNOSIS

Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-


komplikasi yang mungkin timbul.2 Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34
dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.

16
BAB III

KESIMPULAN

Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Ukuran keberhasilan
suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (Maternity
Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan
kondisi dan situasi setempat serta waktu.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan. Ketuban
pecah dini merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan
penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta
menyebabkan infeksi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi. Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko
tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya
dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas


dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat
kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama,
dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus
segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu
sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini
sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu: pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab

17
infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal
ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya.
Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk
mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko
terjadinya infeksi; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering
terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang
bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang
disebabkan karena belum masaknya paru.

Penatalaksanaan yang optimal harus mempertimbangkan 2 hal tersebut di atas dan


faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang
bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD,
tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada
ibu.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham G. F., Kenneth J., Leveno Steven L,. Hauth C John,. III Gilstrap
Larry,. Wenstrom D Katharine. William Obstetrics 24th edition. USA: McGraw-
Hill. 2012, hal 2-854.
2. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi
Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009. hal 677-82.
3. Kementrian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
BKKBN 2018. hal 151-152.
4. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Edisi 4. Jakarta, 2016, hal : 221 – 225.
5. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2017. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
6. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
8. Saifudin A.B. 2010. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
9. Nihal Al Riyami. 2013. Extreme Preterm Premature Rupture of Membranes: Risk
Factors and Feto Maternal Outcomes. Oman Medical Journal (2013) Vol. 28, No.
2:108-111
10. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran: Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.

19

Anda mungkin juga menyukai