Disusun oleh:
Fathia Zahra
1102014096
Pembimbing :
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul ”Ketubah Pecah
Dini” yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Bekasi.
Referat ini diharapkan bisa memberikan beberapa pengetahuan kepada para
pembaca sekalian mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Nandi Nurhandi, Sp. OG selaku SMF dan dokter
pembimbing dalam pembuatan referat ini dan teman-teman Co-Ass yang telah
membantu dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik
dan saran dari pembaca.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya dan
semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.
AmiIn.
Fathia Zahra
2
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Telah disetujui
Tanggal :
Disusun oleh :
Fathia Zahra
1102014096
Jakarta, 2019
Pembimbing,
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas perinatal
disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.1,2
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat
terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm (The Royal Australian and
New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, 2014). Ketuban pecah dini
merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur
dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.1
Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini masih belum diketahui penyebabnya
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini yaitu: infeksi, servik yang inkompeten,
tekanan intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak, multigravida.2
Dalam menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.2
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya
proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan
pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan
berat badan janin yang cukup.1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau
ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum
proses persalinan. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah
spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung beberapa jam
sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan
dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum
pembukaan servik pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari
5 cm.2
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau preterm
premature rupture of the membranes (PPROM). 1 Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya
membran korioamnion sebelum inpartu. Periode laten adalah jarak antara pecahnya
ketuban dan inpartu. Tidak ada kesepakatan tentang lamanya jarak antara pecahnya
ketuban dan inpartu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa KPD. 3
6
2.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015, angka
kematian ibu di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun sebesar 305 per
100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena
berbagai sebab. Faktor yang dapat menyebabkan kematian ibu salah satunya adalah
infeksi pada kehamilan 23% dapat disebabkan oleh kejadian ketuban pecah dini. Insidensi
ketuban pecah dini di Indonesia berkisar 2% dari seluruh kehamilan. Kemungkinan
infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi
tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah dini.4
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 2%. 2
2.3. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
7
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi
5. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.
6. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
8
2.4. KLASIFIKASI
1) KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau IGIFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat usia
kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm
saat usia kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
2) KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau IGIFBP-1 (+) pada
usia kehamilan > 37 minggu.10
2.5. PATOFISIOLOGI
9
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase/
tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4
mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.1,2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP
yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-
1 yang rendah.1,2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa
10
reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil
PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh
monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri
dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.
11
2.5. PATOGENESIS
12
2.6. DIAGNOSIS
13
4. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis
tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4
2.7. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Rawat di rumah sakit.
Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
14
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal
4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.8
2.8. KOMPLIKASI
15
2). Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah persalinan lebih awal
(prematuritas). Masa pecahnya selaput ketuban sampai terjadinya persalinan secara
umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi.
Apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat cepat, akan berefek pada neonates,
dimana akan lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali
pusat, oligohidromnion, nicrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan. IntrauUterine Fetal Death (IUFD)
merupakan kompliksi dari KPD yang paling berat terhadap janin.10
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.1,2
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.1,2
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonal.1,2
2.9. PROGNOSIS
16
BAB III
KESIMPULAN
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Ukuran keberhasilan
suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (Maternity
Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan
kondisi dan situasi setempat serta waktu.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu: pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab
17
infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal
ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya.
Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk
mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko
terjadinya infeksi; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering
terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang
bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang
disebabkan karena belum masaknya paru.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham G. F., Kenneth J., Leveno Steven L,. Hauth C John,. III Gilstrap
Larry,. Wenstrom D Katharine. William Obstetrics 24th edition. USA: McGraw-
Hill. 2012, hal 2-854.
2. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi
Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009. hal 677-82.
3. Kementrian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
BKKBN 2018. hal 151-152.
4. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Edisi 4. Jakarta, 2016, hal : 221 – 225.
5. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2017. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
6. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
8. Saifudin A.B. 2010. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
9. Nihal Al Riyami. 2013. Extreme Preterm Premature Rupture of Membranes: Risk
Factors and Feto Maternal Outcomes. Oman Medical Journal (2013) Vol. 28, No.
2:108-111
10. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran: Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.
19