Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

HIPERNATREMIA

DISUSUN OLEH :
Rizka Annisa
(030.16.134)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

HIPERNATREMIA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepanitraan Klinik Bagian Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo

Disusun Oleh
Rizka Annisa
030.16.134

Jakarta, Juli 2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha
Kuasa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Hipernatremia” dengan baik dan tepat
waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Anestesi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Angkatan Laut
Mintohardjo. Di samping itu juga ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi
kita semua. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
rekan–rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit
Angkatan Laut Mintohardjo serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan
dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi dan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2
2.1 Definisi...................................................................................................2
2.2 Epidemiologi..........................................................................................2
2.3 Etiologi...................................................................................................3
2.4 Patofisiologi............................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik..................................................................................7
2.8 Diagnosis................................................................................................8
2.8.1 Anamnesis....................................................................................8
2.8.2 Pemeriksaan Fisik......................................................................10
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang..............................................................10
2.9 Diagnosis Banding...............................................................................11
2.10 Tatalaksana.........................................................................................11
2.11 Prognosis............................................................................................13
BAB III Kesimpulan..........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

ersalinan Preterm adalah


persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

1
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
2
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

3
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

4
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

5
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

6
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

7
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara
500
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antara
6
8
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
a neonatal atau bayi baru

8
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
-faktor yang
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
Penelitian
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
value = 0,049). Hasil
faktor yang paling dominan
terhadap
terjadinya
dengan
melakukan
9
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
ilan dapat
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
. The aim of
nfluence preterm labor. Based on
the results of medical records at
the
from 391 deliveries
. The
there was a significant
value = 0,049). The results

10
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
.
atau berat badan lahir antara
500
-2499 gram
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini

11
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antar
ersalinan Preterm adalah
persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

12
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
13
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

14
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

15
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

16
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

17
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

18
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara
500
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antara
6
8
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
a neonatal atau bayi baru

19
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
-faktor yang
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
Penelitian
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
value = 0,049). Hasil
faktor yang paling dominan
terhadap
terjadinya
dengan
melakukan
20
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
ilan dapat
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
. The aim of
nfluence preterm labor. Based on
the results of medical records at
the
from 391 deliveries
. The
there was a significant
value = 0,049). The results

21
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
.
atau berat badan lahir antara
500
-2499 gram
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini

22
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antar
ersalinan Preterm adalah
persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

23
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
24
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

25
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

26
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

27
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

28
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

29
umur kehamilan kurang
dari 37 mingg
Aisyah: Jurnal Ilmu
Kesehatan 2 (1) 2017, – 62
Rini wahyuni, Siti Rohani
Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu
Kesehatan
ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495
(online

kehamilan 20 minggu
sampai dengan usia
kehamilan kurang dari 37
minggu, dihitung
dari hari pertama haid
terakhir ((Krisnadi,
et all., 2009).
D
30
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses
metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan
osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi
utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan
bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis
dikenal sebagai profil elektrolit.1
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel. Tubuh manusia
mempertahankan natrium dan homeostasis air dengan meningkatkan hormone
antidiuretik (ADH) dan meningkatkan asupan cairan dengan respons haus yang
kuat. Gangguan keseimbangan natrium dapat terjadi dalam bentuk hiponatremia
maupun hipernatremia. Hipernatremia didefinisikan sebagai peningkatan
konsentrasi serum natrium melebihi 145 mmol per liter. Natrium ini sendiri
berkontribusi untuk memacu perpindahan cairan dari membran sel. Oleh karena
itu, hipernatremia menyebabkan dehidrasi pada sel-sel di dalam tubuh. Keadaan
hipernatremi ini bisa menjadi sangat serius bahkan bisa mengancam jiwa
seseorang.2,3,4,5
Hipernatremia umumnya terjadi pada usia yang ekstrem yaitu pada
populasi pediatrik dan geriatri karena keduanya tidak mampu mengekspresikan
rasa haus mereka. Dengan bertambahnya usia, rasa haus berkurang, laju filtrasi
glomerulus turun dan berat badan total menurun sehingga hilangnya sejumlah
kecil air menyebabkan hipernatremia pada orang lansia.6
Selain itu hipernatremia yang didapat masyarakat dapat terjadi pada orang
lanjut usia yang mengalami gangguan mental dan fisik, dan seringkali dengan
infeksi akut. Pada beberapa pasien ditemukan pula hipernatremia yang disebabkan
oleh gangguan haus dan / atau terbatasnya akses ke air, seringkali diperburuk oleh
kondisi patologis dengan peningkatan kehilangan cairan.7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

31
2.1 Definisi
Hipernatremia adalah suatu keadaan dimana kadar natrium dalam
plasma darah lebih dari 145mEq/L. Berdasarkan onsetnya, hipernatremia
dibagi menjadi 2 yaitu hipernatremia simptomatik akut, yang didefinisikan
sebagai hipernatremia yang terjadi dalam periode kurang dari 24 jam, dan
hipernatremia kronis yang terjadi lebih dari 48 jam. Sedangkan
berdasarkan tingkatnya hipernatremi dibagi menjadi ringan dan berat,
hipernatremia ringan dengan kadar natrium 145-148 mmol/L dan
hipernatremia berat dengan kadar natrium >148 mmol/L.7

2.2. Epidemiologi
Kelompok yang paling sering terkena hipernatremia adalah orang
tua dan anak-anak. Bayi dengan tanpa asupan cairan yang tidak adekuat
atau bayi yang tidak menyusui dengan baik seringkali terjadi
hipernatremia. Bayi prematur berisiko lebih tinggi karena massa mereka
yang relatif kecil dan ketergantungan mereka pada pengasuh untuk
memberikan cairan. Pasien dengan gangguan neurologis juga berisiko
karena kurangnya komunikasi kepada pengasuh akan rasa haus.8
Hipernatremia dapat pula terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit karena infus cairan hipertonik sebagai kondisi iatrogenik,
terutama pada pasien yang tidak menerima cairan yang adekuat, selain itu
seringkali terjadi penanganan yang tidak adekuat oleh petugas medis yang
menyebabkan kondisi pasien dengan hipernatremia menjadi semakin
buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Tsipotis, et al yang dilakukan di
negara USA didapatkan dari 19.072 orang dewasa yang dirawat di rumah
sakit 21% mengalami hipernatremia yang didapat dari komunitas,
sedangkan 25,9% mengalami hipernatremia yang didapat dari rumah
sakit.7

2.3 Etiologi

32
Berikut ini merupakan Etiologi adat penyebab terjadinya
hipernatremia9,10,11,12:
1. Kehilangan air ekstrarenal (Uosm >700-800 mOsm/L)
 Saluran cerna: muntah, drainase nasogastrik (NGT), diare osmotik,
fistula
 Insensible loss: demam, keringat saat aktivitas, ventilasi, luka bakar
2. Kehilangan air di ginjal (Uosm <700-800 mOsm/L)
 Diuresis: osmotik (glukosa, manitol, urea), diuretik loop (misal
furosemid)
 Diabetes insipidus, bisa bersifat sentral yaitu defisiensi ADH atau
resisten terhadap ADH (nefrogenik)

- Sentral: penyakit hipotalamus atau gangguan pituitari posterior


(kongetial, trauma/bedah, tumor, penyakit infltratif/IgG4), dapat
pula idiopatik, esefalopati hipoksik, keracunan etanol
- Nefrogenik: kongenital (mutasi reseptor V2 ADH, mutasi
aquaporin-2), obat-obatan (liitum, amphotericin, demeclocycline,
foscarnet, cidofovir), metabolic (hiperkalsemia, hipokalemia berat,
malnutrisi protein, kelainan kongenital), penyakit tubulointerstitial
(posobstruksi, fase pemulihan acute tubular necrosis/ATN,
penyakit ginjal polikistik, sickle cell, Sjogren, amiloidosis),
kehamilan (produksi vasopresinase dari plasenta)
3. Lainnya (Uosm >700-800 mOsm/L)
 Overload natrium: cairan hipertonik (misalnya resusitasi dengan cairan
bikarbonat/NaHCO3), kelebuhan mineralokortikoid
 Kejang: peningkatan osmol intraseluler menyebabkan pergeseran air
ke dalam sel sehingga menyebabkan hipernatremia sementara di serum

33
Gambar 1. Jenis Kondisi Hipernatremia Berdasarkan Etiologi9

Gambar 2. Etiologi Hipernatremia Berdasarkan Volume10

34
2.4 Patofisiologi

Regulasi osmolalitas plasma normal dan konsentrasi natrium


plasma dimediasi oleh perubahan asupan air dan ekskresi air. Ini terjadi
melalui dua mekanisme yaitu Konsentrasi urin (melalui sekresi hipofisis
dan efek ginjal dari hormon antidiuretik arginin vasopresin) dan haus,
Dalam kondisi fisiologis, normonatremia dicapai melalui asupan air yang
didorong oleh rasa haus dan arginine vasopressin (AVP) konservasi air
yang dimediasi di ginjal. Meskipun ginjal secara historis dianggap
"Organ" dengan kapasitas untuk mengatur keseimbangan Na+, penelitian
terbaru menunjukkan jaringan (terutama kulit) merupakan kolam
penyimpanan jaringan Na+ yang dapat dimobilisasi keluar-masuk cairan
ekstraseluler (ECF) dan yang kemungkinan berpartisipasi dalam Na +
homeostasis.3
Hipernatremia meningkatkan osmolalitas dan tonisitas ECF,
menyebabkan penghabisan air dan menghasilkan kekuatan penyusutan sel
yang pada akhirnya memicu peningkatan volume regulasi adaptif, yang
mengimpor osmolitik ionik (Na+, K+, dan Cl-) dalam beberapa menit,
dengan air yang mengikuti. Respons countershrinkage ini adalah
perbaikan jangka pendek, karena ion-ion tersebut sangat sitotoksik.
Untungnya, osmostress membangkitkan serangkaian respons lain melalui
protein pengikat Tonicity-Responsive Enhancer Binding Protein
(TonEBP), faktor transkripsional yang diekspresikan di mana-mana.
TonEBP mendorong akumulasi seluler dari osmolitik organik yang kurang
beracun (terutama myoinositol, sorbitol, betaine, dan taurin) dan protein
pendamping proadaptif. Molekul-molekul ini, dalam beberapa jam hingga
berhari-hari, menggantikan osmolitik ionik.3

35
Gambar 3. Patofisiologi Hipernatremia8

Hipernatremia dapat mengakibatkan perpindahan cairan keluar dari


jaringan otak secara osmotik, yang akan berujung pada mengecilnya sel
otak yang menjadi penyebab dari timbulnya simptom neurologis seperti
kejang dan koma. Dalam waktu 1 – 3 hari, volume otak akan kembali
seperti semua karena perpindahan cairan dari serebrospial ke otak dan
penarikan air secara osmotik kembali ke otak oleh sel otaksehingga
mengembalikan cairan balik ke dalam sel dan mengembalikan volume
menjadi normal kembali. Pada saat ini simptom neurologis berkurang.
Penurunan kadar serum natrium dengan cepat saat adaptasi cerebral terjadi
mengakibatkan perpindahancairan ekstra secara osmotik kedalam otak,
yang akan membuat volume otak menjadi lebih besar dari normal yang
menyebabkan edema serebral.9

36
Gambar 4. Efek Hipernatremia pada Otak9

2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi neurologik yang dominan pada pasien dengan
hipernatremia biasanya diakibatkan oleh dehidrasi selular seperti
kelemahan otot, letargi, dan hiperrefleksi yang dapat berlanjut menjadi
kejang, koma, bahkan kematian. Gejala ini lebih berhubungan dengan
perpindahan air keluar sel otak karena kadar absolut natrium yang tinggi di
intravaskuler. Penurunan cepat dari volume otak dapat menyebabkan
ruptur vena cerebral dan mengakibatkan perdarahan fokal intraserebral
atau subaraknoid. Kejang dan kerusakan neurologik serius bisa terjadi,
terutama pada anak dengan hipernatremia akut ketika kadar natrium
plasma melebihi 158mEq/L. Hipernatremia kronik biasanya lebih dapat
ditoleransi dibandingkan hipernatremia akut.13

37
Hipernatremia akut biasanya memberikan gejala yang lebih jelas
dibandingkan kondisi kronik. Gejala tersebut dapat berupa letargi,
kelemahan, iritabilitas, dan apabila berat dapat berupa kejang atau koma.11
Hiperosmosis juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan otot.
Jika hal ini terjadi, disebut sebagai rhabdomiolisis hipernatremia.
Dikarenakan pada kondisi kronik perubahan komposisi elektrolit lebih
gradual, hal ini diikuti oleh perubahan kadar elektrolit yang gradual pula di
kompartemen intraseluler sehingga gejala hipernatremia kronik menjadi
kurang prominen dibandingkan kondisi akut.11
Sebagian besar pasien rawat jalan dengan hipernatremia berusia
sangat muda atau sangat tua. Gejala umum pada bayi termasuk hiperpnea,
kelemahan otot, kegelisahan, menangis dengan nada tinggi, insomnia,
lesu, dan bahkan koma. Kejang biasanya tidak ada kecuali pada pemberian
natrium yang berlebihan atau rehidrasi berlebihan.8,9
Tidak seperti bayi, pasien usia lanjut umumnya memiliki sedikit
gejala hingga konsentrasi natrium serum melebihi 160 mmol per liter.
Rasa haus yang intens mungkin ada pada awalnya, tetapi menghilang
ketika gangguan berlanjut dan tidak ada pada pasien dengan hipodipsia.
kesadaran berhubungan dengan keparahan hipernatremia. Kelemahan otot,
kebingungan, dan koma kadang-kadang merupakan manifestasi dari
gangguan hipernatremia itu sendiri.9

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis bertujuan dalam menentukan penyebab
hipernatremia. Riwayat trauma kepala dapat menjadi petunjuk ke
arah diabetes insipidus sentral. Adapun riwayat penyakit psikiatrik
dengan konsumsi obat lithium bisa menjadi kunci yang mengarah
ke Diabetes Insipidus nefrogenik. Selain itu, hipernatremia yang
terjadi dalam 48 jam digolongkan ke dalam hipernatremia akut

38
sedangkan onset lebih dari 48 jam atau tidak diketahui
dikategorikan ke dalam hipernatremia kronik.9,11
Pasien yang mengalami hipernatremia di luar pengaturan
rumah sakit umumnya berusia sangat muda, atau berusia lanjut dan
lemah, dan sering datang dengan penyakit akut (demam).
Hipernatremia yang didapat di rumah sakit mempengaruhi pasien
dari segala usia.7
Anamnesis diperlukan untuk mengetahui mengapa pasien
tidak dapat mencegah hipernatremia dengan asupan cairan oral
yang adekuat. Apakah pasien menderita perubahan status mental
atau apakah ada faktor yang menyebabkan peningkatan ekskresi
cairan (misalnya, terapi diuretik; diabetes mellitus; atau demam,
diare, dan muntah). Anamnesis juga harus mencakup gejala dan
penyebab kemungkinan diabetes insipidus (misalnya, adanya
polydipsia atau poliuria yang sudah ada sebelumnya, riwayat
patologi otak, atau penggunaan obat seperti lithium.7
Penting juga untuk menanyakan faktor risiko hipernatremia
yaitu usia lanjut, gangguan mental atau fisik, diabetes yang tidak
terkontrol, gangguan poliuria yang mendasarinya, terapi diuretik,
tempat tinggal di panti jompo, perawatan tidak memadai, pasien
rawat Inap.7
Pasien harus ditanyai tentang asupan cairan dan garam,
keluaran urin, dan riwayat medis dan pengobatan bersamaan.
Pengasuh pasien harus diwawancarai, terutama jika pasien
mengalami perubahan mental.7
Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat mengalami
hipernatremia karena hal-hal berikut: Tingkat kesadaran menurun,
makan melalui tabung, pasien dengan infus hipertonik, diuresis
osmotik, pemberian laktulosa, pasien dengan ventilasi mekanis,
pemberian obat-obatan (misalnya, diuretik, sedatif).7

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

39
Pasien harus diperiksa status volumenya dengan memeriksa
turgor kulit, Capilarry Refill Time (CRT), mencari edema dan
meningkatkan tekanan vena jugularis, mengukur denyut jantung,
tekanan darah dan mencari penurunan postur tubuh, status mental
dan neurologis. Kemungkinan bahwa pasien dengan hipernatremia
akan memiliki tekanan darah rendah, takikardia, mukosa mulut
kering, turgor kulit abnormal, dan perubahan kesadaran secara
signifikan.7

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis hipernatremia didasarkan pada peningkatan


konsentrasi natrium serum (Na +> 145 mEq / L). Selain itu,
penelitian laboratorium berikut digunakan untuk menentukan
etiologi hipernatremia7:

1. Elektrolit serum (Na +, K +, Ca2 +),


2. Kadar glukosa
3. Urea
4. Kreatinin
5. Elektrolit urin (Na +, K +)
6. Osmolalitas urin dan plasma
7. Volume urin 24 jam
8. Tingkat plasma arginin vasopresin (AVP) (jika diperlukan).

40
Untuk menentukan penyebab berdasarkan osmolalitas urin,
dapat mengikuti alur di bawah ini11:

Gambar 5. Pendekatan Diagnosis Hipernatremia11

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan yaitu gangguan
otak struktural (stroke / subdural hematoma / hidrosefalus), infeksi (ISK,
radang paru-paru, dan luka), keadaan bingung pasca operasi ditambah
dengan obat nyeri, kelainan elektrolit lain (natrium, kalsium, dan
magnesium), penyebab endokrin dan racun.6
Selain juga, diagnosis banding lain yang memungkinkan adalah
sirosis, hipokalsemia, hyponatremia, dan diabetes mellitus tipe 1.7

2.8 Tatalaksana

41
Tujuan penatalaksanaan pada hipernatremia adalah sebagai
berikut7:
1. Pengenalan gejala, saat ada
2. Identifikasi penyebab yang mendasari
3. Koreksi gangguan volume
4. Koreksi hipertonisitas
Mengoreksi hipertonisitas membutuhkan penurunan kadar natrium
dan osmolitas plasma serum dengan penggantian air bebas, baik secara
oral maupun parenteral. Tingkat koreksi natrium tergantung pada seberapa
akut hipernatremia berkembang dan keparahan gejala.7
Hipernatremia akut, yang didefinisikan sebagai hipernatremia yang
terjadi dalam periode kurang dari 24 jam, harus dikoreksi dengan cepat.
Hipernatremia kronis lebih dari 48 jam, harus diperbaiki lebih lambat
karena risiko edema otak. Otak menyesuaikan diri dan mengurangi
hipernatremia kronis dengan meningkatkan kandungan intraseluler osmolit
organik. Jika tonisitas ekstraseluler menurun dengan cepat, air akan pindah
ke sel-sel otak, menghasilkan edema serebral, yang dapat menyebabkan
herniasi, defisit neurologis permanen, dan mielinolisis.7
Untuk tatalaksana hiponatremia berupa perbaiki akses terhadap air
atau mencukupi kebutuhan air harian (≥1 L/hari atau biasanya 30-35
mL/kg/hari) serta mengganti defisit air beserta defisit volume cairan.
Target kadar natrium yang akan dicapai adalah 145 mEq/L. Adapun cairan
infusat pengganti yang diberikan bermacam-macam. Bisa berupa Dextrosa
5% (D5W) atau D5 ½ NS (natrium 77 mEq/L) atau D5 ¼ NS (natrium 38
mEq/L). Untuk D5 ½ NS dapat memberikan volume air bebas sekitar 500
mL per liter infusat sedangkan D5 ¼ NS 750 mL air bebas per liter infusat.
Selain dalam bentuk infus, kedua cairan ini juga dapat diminum atau via
NGT. Monitoring natrium sebaiknya dinilai Kembali setelah 4-6 jam
pemberian cairan.11
Adapun jika penyebab hipernatremia akibat diabetes insipidus, jika
penyebabnya sentral maka dapat diberikan desmopressin (dDAVP).

42
Apabila penyebab DI nefrogenik, bila memungkinkan atasi penyebabnya,
lakukan restriksi asupan garam dengan thiazide. Hal ini akan
menyebabkan deplesi volume ringan sehingga menurunkan keluaran
natrium oleh ginjal. Pada kehamilan yang menyebabkan DI, dapat
diberikan dDAVP.7

Gambar 6. Alur Tatalaksana Hipernatremia11

2.9 Prognosis
Prognosis pada pasien dengan hipernatremia bergantung dari
tingkat keparahan, penyakit komorbid pasien dan penanganan yang
adekuat oleh petugas Kesehatan.7

- Quo ad vitam : Dubia ad bonam


- Quo ad sanantionam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam

43
BAB III
KESIMPULAN

Hipernatremia adalah suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma


darah lebih dari 145mEq/L. Berdasarkan onsetnya, hipernatremia dibagi menjadi
2 yaitu hipernatremia simptomatik akut, yang didefinisikan sebagai hipernatremia
yang terjadi dalam periode kurang dari 24 jam, dan hipernatremia kronis yang
terjadi lebih dari 48 jam. Sedangkan berdasarkan tingkatnya hipernatremi dibagi
menjadi ringan dan berat, hipernatremia ringan dengan kadar natrium 145-148
mmol/L dan hipernatremia berat dengan kadar natrium >148 mmol/L.7
Kelompok yang paling sering terkena hipernatremia adalah orang tua dan
anak-anak, dan dapat juga terjadi karena penanganan di rumah sakit. Penyebab
hipernatremia dapat terjadi akibat kehilangan air ekstrarenal maupun kehilangan
air di ginjal atau dapat dikatakan pula etiologi dari hipernatremia terbagi menjadi
3 bagian besar yaitu kehilangancairan tubuh, water loss into cells dan overload
dari sodium, salah satu contoh keadaan yang dapat menimbulkan hipernatremis
adalah diabetes insipidus.  Dalam kondisi normal, hipernatremia jarang terjadi
karena kondisi ini merupakan rangsang haus yang sangat kuat. Dalam kondisi
tidak adanya akses air baik ketiadaan sumber air atau kondisi medis tertentu,
hipernatremia dapat dengan mudah terjadi7,8,9,10
Gejala hipernatremia secara umum diantaranya adalah letargi, lemas,
kejang, koma hingga dapat menyebabkan kematian. Diagnosis dan etiologi
hipernatremia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana yang dapat diberikan bergantung dari onset

44
dan status volume, diantaranya dapat diberikan cairan kristaloid normal saline dan
atau dextrose 5%. Prognosis pada pasien dengan hipernatremia bergantung dari
tingkat keparahan, penyakit komorbid pasien dan penanganan yang adekuat oleh
petugas Kesehatan.7,13

DAFTAR PUSTAKA

1. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,


Kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jur Kes Andalas.
2012;1(2):80-1.

2. Barma MA, Soiza RL, Donnan PT, McGilchrist MM, Frost H, Witham MD.
Serum sodium level variability as a prognosticator in older adults. Scand. J.
Clin. Lab. Invest. 2018;78(7-8):632-8.

3. Qian Q. Hypernatremia. Clin J Am Soc Nephrol. 2019;14(3):432-4.

4. Slaughter RJ, Watts M, Vale JA, Grieve JR, Schep LJ. The clinical
toxicology of sodium hypochlorite. Clin Toxicol (Phila). 2019;57(5):303-11.

5. Rubin AN, Espiridion ED, Kattan M, Desmarais EC. Serotonin Syndrome


with Atypical Hypernatremia. Cureus. 2018;10(11):3616.

6. Nur S, Khan Y, Nur S, Boroujerdi H. Hypernatremia: correction rate and


hemodialysis. Case Rep Med. 2014;2014:736073. doi:10.1155/2014/736073.

7. Lukitsch I, Batuman V. Hypernatremia Clinical Presentation. Medscape.


2018;2018:241094.

8. Gossman W, Naganathan S, Al-Dhahir MA. Hypernatremia. [Updated 2020


Jun 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441960/

45
9. Adrogue HJ, Medias NE. Hypernatremia. N Engl J Med. 2000; 342(20)1493-

10. Guillaumin J, DiBartola SP. A Quick Reference on Hypernatremia. Vet


Clin North Am – Small Anim Pract. 2017;47(2):209–12.

11. Lindner G, Funk GC. Hypernatremia in Critically Ill PNaatients. J Crit


Care. 2013;28(2):216.e11-216.e20.

12. Muhsin SA, Mount DB. Diagnosis and treatment of Hypernatremia. Best
Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2016;30(2):189–203.

13. Laksono BH, Oetoro BJ, Rahardjo S, Saleh SC. Gangguan Natrium Pada
Pasien Bedah Saraf. J Neu Ans Ind. 2014;3(1):54.

46

Anda mungkin juga menyukai