Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Disusun oleh:

Nada Mustika Putri Kopa (31.191.056)

Zahra Nadira (31.191.088)

Zeita Fauziah (31.191.089)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
PERIODE 16 NOVEMBER – 12 DESEMBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Tinjauan pustaka dengan judul :

RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal

Disusun Oleh

Nada Mustika Putri Kopa (31.191.056)

Zahra Nadira (31.191.088)

Zeita Fauziah (31.191.089)

Telah diterima dan disetujui oleh ........... selaku dokter pembimbing Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
Jakarta, Desember 2020

Mengetahui,

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Resusitasi Bayi Baru Lahir” dengan baik
dan tepat waktu.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu


Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Daerah Kardinah Tegal. Di samping itu juga ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar–besarnya kepada dokter pembimbing dalam
penyusunan referat ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan–rekan anggota


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi
dan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2
2.1 Resusitasi bayi baru lahir......................................................2
2.2.1 Definisi.......................................................................2
2.1.2 Persiapan resusitasi.....................................................2
2.1.3 Penilaian langkah awal bayi baru lahir.....................10
2.1.4 Alur resusitasi...........................................................14
2.1.5 Penilaian...................................................................15
2.1.6 Pemberian cairan dan obat-obatan...........................15
BAB III Kesimpulan..........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup
di Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran premature
sebanyak 675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebsar
32.400 (nomor 8 penyebab kematian di Indonesia).1 Proporsi kematian
neonatal terhadap kematian anak balita cenderung meningkat dari 43%
menjadi 48%. Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6
hari) adalah asfiksia (36%), BBLR/Prematuritas (32%) serta sepsis (12%)
sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%)
dan pneumonia (17%).2
Di negara berkembang, sekitar 3% bayi lahir mengalami asfiksia derajat
sedang sampai dengan berat, dan yang mampu bertahan hidup namun
mengalami kerusakan otak cukup banyak, resusitasi yang tidak adekuat atau
salah prosedur medis merupakan salah satu penyebab dari meningkatnya
mortalitas maupun morbiditas asfiksia pada bayi baru lahir. 3 Pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial untuk menangani asfiksia bayi baru lahir yang
tercantum pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial meliputi alur resusitasi.4

BAB II

iv
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resusitasi bayi baru lahir

2.1.1 Definisi

Bayi baru lahir atau neonatus adalah masa kehidupan neonatus pertama di
luar rahim sampai dengan usia 28 hari dimana terjadi perubahan yang sangat besar
dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini terjadi
pematangan organ hampir di semua sistem.5

Resusitasi pada neonatus merupakan prosedur yang diaplikasikan pada


bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir.6

2.1.2 Persiapan resusitasi

Mempersiapkan resusitasi akan memengaruhi kelancaran dan


efektivitasnya. Persiapan resusitasi meliputi identifikasi faktor risiko, persiapan
tim, mempersiapkan lingkungan untuk resusitasi, siapkan peralatan resusitasi dan
pencegahan penyebaran infeksi yang mungkin terjadi selama resusitasi.7

1. Faktor resiko7

a. Faktor ibu

 Ketuban pecah dini ≥18 jam


 Perdarahan pada trimester 2 dan 3
 Hipertensi dalam kehamilan
 Hipertensi kronilk
 Penyalahgunaan obat
 Konsumsi obat |seperti litium, magnesium, penghambat adrenergik,
narkotika)

v
 Diabetes melitus
 Pemyakit kronik (anemia,PJB sianotik)
 Demam
 Infeksi
 Korioamnionitis
 Sedasi berat
 Kematian janin sebelumnya
 Tidak pernah melakukan pemenksaan antenatal

b. Faktor janin

 Kehamian multiple (ganda, triplet)


 Prematur (terutama usia gestasi < 35 minggu)
 Postmatur (usia gestasi > 41 minggu)
 Besar masa kehamilan (large for gestational age)
 Pertumbuhan janin tarhambat
 Penyakt hemdlidk aloimun (misal anti D, anti Kall, terutama jika
terdapat anemia/hidrops fetalis)
 Polhidramnion dan olgohidramnion
 Gerakan janin berkurang sabelum persalinan
 Kelainan kongenital yang memengaruhi pernapasan, fingsi
kardiovaskular, atau proses transisi lainnya
 Infeksi intrauterin
 Hidrops fetalis
 Presentasi bokong
 Distosia bahu

c. Faktor intrapartum

vi
 Pola denyut jantung janin yang meragukan pada CTG
 Presentasi abnormal
 Prolaps tali pusat
 Persalinan/ kala 2 memanjang
 Persalinan yang sangat cepat
 Perdarahan antepartum (misal solusio plasenta, plasenta previa,
vasa previa)
 Ketuban bercampur mekoneum
 Pemberian obat narkotika untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu
dalam 4 jam proses persalinan
 Kelahiran dengan forseps
 Kelahiran dengan vakum
 Penerapan anestesi umum pada ibu
 Bedah kaisar yang bersifat darurat

2. Informasi dan pembentukan tim resusitasi7-9

Informasi yang perlu diketahui oleh tim resusitasi adalah sebagai berikut :

a. Informasi mengenai Ibu :

1. Riwayat kehamilan (kondisi kesehatan maupun pemakaian obat -


2. obatan).
3. Riwayat kesehatan dan medikasi ibu
4. Hasil pemeriksaan ulgtrasonografi antenatal
5. Riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan
6. Risiko infeksi ibu

b. Informasi mengenai janin yang akan dilahirkan :

vii
1. Usia gestasi
2. Perkiraan jumlah janin (tunggal, kembar)
3. Janin risiko tinggi dan kemungkinan memerlukan resusitasi
4. Mekoneum pada cairan ketuban
5. Variasi denyut jantung janin
6. Kelainan kongenital janin

Resusitasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan oleh dokter


spesialis anak konsultan neonatologi/ dokter spesialis anak/ dokter
spesialis anestesi/ dokter spesialis kandungan/ dokter umum/ perawat/
bidan, namun perlu dipahami bahwa bantuan resusitasi tidak dapat
dilakukan seorang diri, terutama pada persalinan risiko tinggi. Sebaiknya
penolong sudah menguasai pelatihan resusitasi neonatus dasar dengan
anggota tim idealnya minimal 3 orang.

a. Penolong pertama
Kapten/ pemimpin jalannya resusitasi. Posisi di atas kepala bayi.
Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi
dan lengkap serta dapat menginstruksikan tugas kepada anggota
tim lainnya. Tanggung jawab utamanya yaitu ventilasi (airway dan
breathing).
b. Penolong kedua
Asisten sirkulasi. Posisi pada sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu
mengikat, dibolehkan bertukar posisi antara penolong kedua dan
ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpeng tindih. Bertanggung
jawab atas sirkulasi bayi, meliputi mendengarkan laju denyut
jantung bayi, mengatur kebutuhan tekanan inspiratif positif
(positive insipiratory pressure/ PIP) dan fraksi oksigen (FiO2),
memberikan kompresi jantung, memasang kateter umbilical untuk
resusitasi cairan.

viii
c. Penolong ketiga
Merupakan asisten peralatn dan obat. Posisi pada sisi kanan bayi.
Memiliki tanggung jawab menyalakan tombol pencatat waktu,
memasang monitor saturasi, monitor suhu, menyiapkan peralatan
suction persiapan obat-obatan dan alat-alat lainnya.

Gambar 1. Tim resusitasi

3. Lingkungan resusitasi10

a. Ruangan

Ruang resusitasi harus sangat berdekatan dengan ruang bersalin/


kamar operasi agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruang resuistasi yaitu: ruangan harus

ix
cukup hangat untuk mencegah bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya,
cukup terang untuk dapat menilai status klinis ibu-bayi dan cukup besar
untuk tim resusitasi bergerak. Bila terdapat persalinan multipel maka
diperlukan ruangan yang lebih besar dengan pemancar panas (infant
warmer) dan set resusitasi sejumlah bayi yang akan lahir.

b. Suhu

Keadaan hipotermi atrau hipertermi akibat proses konduksi,


konveksi, evaporasi maupun radiasi harus dicegah karena akan
mempengaruhi efektivitas termoregulasi selama resusitasi. Keadaan
tersebut dapat dihindari dengan menjaga suhu tubuh bayi antara 36,65 –
37,5 derajat celcius. Upaya pengaturan suhu antara lain :

 Mengatur suhu ruangan yang hangat (24-26 derajat celcius)


 Meletakkan bayi tidak di bawah pendingin ruangan
 Infant warmer dihangatkan sebeum bayi lahir (untuk
menghangatkan matras, kain, topi dan selimut bayi).
 Menggunakan kain yang hangat dan kering untuk mengeringkan
bayi
 Menggunakan plastic bening untuk membungkus bayi dengan berat
≤1500 gram.
 Memakaikan topi pada kepala bayi sesuai dengan ukurannya
 Bayi di bawah 1000 gram menggunakan matras penghangat/
blanket roll.
 Menggunakan incubator transport yang sudah dihangatkan atau
transportasi dengan kontak kulit dengan kulit (metode kangguru)
pada fasilitas terbatas untuk memindahkan bayi ke ruang
perawatan.

x
4. Persiapan alat11

1. Warmer
2. Suction
3. Ventilasi (balon self inflating bag dengan sungkup wajah, katup
Positive End-Expiratory Pressure (PEEP), T-Piece resuscitator,
Jackson-Rees, dan lain sebagainya)
4. Akses sirkulasi (jalur iv, kateter, obat dan cairan resusitasi)
5. Transportasi (incubator atau dengan metode kangguru)

Gambar 2. A. Infant Warmer B. Suction Unit. C. T-Piece Resucitator

Gambar 3. Berbagai ukuran sungkup wajah

xi
Gambar 4.  Balon dan sungkuo dengan katup PEEP 

Gambar 5. Jackson-Rees 

xii
Gambar 6. Modifikasi perlengkapan resusitasi di fasilitas terbatas

5. Pengendalian Infeksi12

 Alat pelindung diri


 Kebersihan petugas kesehatan
 Sterilisasi perlengkapan resusitasi

2.1.3 Penilaian Langkah Awal Bayi Baru Lahir

Komponen utama yang wajib dinilai saat awal yaitu:12 

a. Pernapasan

Tanda yang pertama kali muncul pada bayi adalah gangguan 


kardiorespirasi yaitu penurunan upaya bernapas, sehingga pernapasan
menjadi  komponen penting penilaian bayi baru lahir.16 Pada bayi yang
bernapas  spontan, perlu dinilai ada atau tidaknya tanda distress
pernapasan. Retraksi atau  tarikan ke dalam pada tulang iga dan sternum,
merintih saat ekspirasi  merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai

xiii
pada semua bayi. Hal tersebut  menunjukkan kemungkinan bayi
mengalami kesulitas mengembangkan paru.  Bila terdapat gangguan
pernapasan, bayi perlu diberikan tekanan postifif  berkelanjutan pada jalan
napas (CPAP). 12 

Bayi dengan kondisi apneu atau dengan napas megap-megap perlu 


diberikan ventilasi tekanan positif. Demikian juga pada bayi bernapas
spontan,  sianosis sentral, dan laju denyut jantung diatas 100 kali per menit
yang telah  mendapat terapi oksigen aliran bebas namun tidak membaik.12
Bayi premature  seringkali memiliki napas yang tidak teratur atau
mengalami periode apneu  singkat berulang. Pada kondisi ini bila denyut
jantung bayi di atas 100 kali per  menit, bayi umumnnya membutuhkan
stimulasii singkat untuk merangsang  pernapasannya. Bila setelah
mendapat stimulasi bayi mengalami penurunan laju  denyut jantung (<100
kali per menit), tonus yang buruk dan pola napasnya  menjadi semakin
irregular/ tidak adekuat, maka pada keadaan tersebut  diperlukan VTP. 9 

b. Tonus Otot 

Seorang bayi dengan tonus otot yang baik (menggerak-gerakkan


tungkai  dengan postur sesuai usia gestasinya) umumnya tidak memerlukan
resusitasi.  Sebaliknya bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak
dan postur  tubuh ekstensi) seringkali membutuhkan resusitasi aktif. Bila
respon bayi tidak  ada atau lemah, maka penolong dapat melakukan
stimulasi dengan cara  mengeringkan bayi dengan handuk secara cepat dan
lembut. Menepuk pipi,  memukul pantat, menggoyang atau menggantung
bayi secara terbalik  berpotensi bahaya dan tidak boleh dilakukan.
Sepanjang resusitasi, posisi bayi  harus dijaga agar kepala dan leher tetap
dalam posisi netral, terutama bila tonus  otot bayi lemah. 12

xiv
Gambar 7. A. Tonus otot baik. B. Tonus otot buruk

c. Laju Denyut Jantung 

Laju denyut jantung bayi baru lahir normal diharapkan selalu di


atas 100  kali per menit, bervariasi antara 100 hingga 160 kali. Laju denyut
jantung dapat  ditentukan dengan mendengarkan jantung menggunakan
stetoskop, pada menit menit awal setelah lahir, dengan meraba pulsasi
pada dasar tali pusat, atau  dengan menggunakan pulse oximetry.12, 16 Bila
laju denyut jantung bayi terus  menerus <100 kali per menit, maka ventilasi
bantuan harus dilakukan. Apabila  lajuj dnenyut jantung bayi tetap kurang
dari 60 kali per menit bahkan setelah  diberikan ventilasi tekanan positif
yang adekuat, kompresi dada perlu  diberikan.12 

d. Oksigenasi  

Salah satu komponen penilaian resusitasi lanjutan adalah derajat 


oksigenasi. Untuk menilaianya dapat dilakukan dengan menggunakan
pulse  oksimetri. Adapun penilaian warna kulit cenderung bersifat subjektif
dan  kurang akurat. 9

xv
Gambar 8. Skor APGAR

xvi
2.1.4 Alur resusitasi11

Gambar 9. Alur resusitasi

xvii
2.1.5 Penilaian

Selanjutnya penilaian laju denyut jantung dilakukan setelah 60 detik


koordinasi  ventilasi tekanan positif dan kompresi dada, hal ini dimaksudkan agar
dalam 60 detik  telah didapatkan peningkatan laju denyut jantung yang bermakna
dibandingkan  penilaian 30 detik yang dianggap terlalu singkat. Perbaikan kondisi
bayi ditandai  dengan denyut jantung yang terdengar saat auskultasi, pulsasi
spontan yang terdengar  saat auskultasi, peningkatan saturasi oksigen, dan
pergerakan atau napas spontan. 13 

Bila laju denyut jantung tetap di bawah 60 kali per menit meski telah
diberikan  ventilasi dan kompresi dada, maka tindakan pertama yang wajib
dilakukan adalah  memastikan ventilasi dan kompresi yang diberikan sudah
optimal dan bahwa oksigen  yang diberikan sudah 100%. Terkadang walaupun
paru sudah terventilasi dngan baik  (melalui VTP) dan curah jantung membaik
(melalui kompresi dada), sejumlah kecil  bayi baru lahir memiliki laju denyut
jantung <60 kali per menit. Otot jantung bayi  dengan kondisi tersebut telah
mengalami hipoksia terlalu lama sehingga gagal  berkontraksi secara efektif walau
telah mendapat perfusi dengan darah beroksigen.  Untuk bayi dengan kondisi
demikian, maka harus dilanjutkan tahap selanjutnya yaitu  pemberian obat dan
cairan. 14 

2.1.6 Pemberina cairan dan obat-obatan13

Obat-obatan dan cairan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir,
namun terdapat beberapa obat ataupun cairan yang dapat dipertimbangkan,
diantaranya:

1. Jalur pemberian

a. Vena Umbilical

Kateter vena umbilical merupakan jalur intravascular yang paling


cepat didapat untuk pemberian cairan dan obat walau dalam keadaan
sirkulasi perifer yang buruk. Sebelum dipasang, sambungkan kateter

xviii
dengan katup three-way, dan pastikan baik kateter maupun three-way diisi
cairan garam fisiologis/ normal saline (NaCl 0,9%).

b. Pipa Endotrakeal

Hanya adrenalin dan surfaktan artifisial yang dapat diberikan


melalui pipa endotrakeal. Adrenalin hanya diberikan melalui pipa
edndotrakeal jika LDJ <60 kali/menit walaupun ventilasi dan kompresi
dada adekuat telah diberikan serta jalur intravena tidak tersedia.

2. Indikasi dan Dosis Obat

a. Adrenalin

Adrenalin IV di indikasikan jika ventilasi dan kompresi dada


adekuat masih gagal dalam meningkatkan LDJ hingga >60 kali per menit,
dosis yang direkomendasikan adalah 10-30 mikrogram/kgBB (0,1-0,3
mL/kgBB dari larutan 1:10.000) dengan cara bolus dilanjutkan bolus
garam fisiologis. Dosis ini dapat diulang setiap beberapa menit sekali jika
LDJ masih <60 kali/menit meskipun ventilasi dan kompresi dada yang
efektif sudah diberikan.

b. Sodium Bikarbonat

Sodium bikarbonat di indikasikan jika BBL terlalu lama


mengalami hipoksia, maka asidosis metabolic dapat terjadi akibat
akumulasi asam laktat. Asidosis berat dapat menyebabkan gangguan
kontraksi miokardium dan konstriksi pembuluh darah paru, dengan
demikian sodium bikarbonat dapat diberikan setelah ventilasi dan sirkulasi
adekuat dengan dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mmol/kg (2- 4 ml dari
larutan bikarbonat 4,2%) dan diberikan dengan suntikan IV lambat.

c. Nalokson

Nalokson di indikasikan pada ibu yang mengalami nyeri saat


melahirkan atau dalam anestesi umum dapat menurunkan usaha napas bayi
yang dilahirkan. Pada kasus tersebut pemberian nalokson sebagai

xix
antagonis narkotika pada bayi dapat menghilangkan efek narkotika.
Nalokson diberikan pada BBL jika depresi napas yang berlanjut bahkan
setelah pemberian VTP berhasil mengembalikan laju denyut jantung
normal, dengan dosis 0,1 mg/kgBB dari larutan 0,4 mg/mL diberian secara
IV bolus diikuti dengan bolus NaCl 0,9%. Nalokson dapat diberikan secara
IM namun awitannya lebih lambat dan dapat diberikan lebih dari satu kali
mengingat durasi dari efek narkotika yang lebih panjang.

d. Cairan Volume Expanders

Pertimbangkan pemberian cairan intravascular jika bayi mengalami


kehilangan darah atau dalam kondisi syok dan tidak memberi respon
secara adekuat terhadap tindakan resusitasi lainnya. Kristaloid isotonic
dapat digunakan sebagai cairan lini pertama, namun selanjutnya transfuse
darah emergensi dapat diberikan pada kasus kehilangan darah yang massif
atau pada bayi yang tidak respon terhadap resusitasi, dosis awal (10
ml/kgBB) maka berikan IV secara bolus dalam beberapa menit, jika
berhasil pemberian cairan dapat diulang untuk mempertahankan sirkulasi
namun perlu diperhatikan resiko pecahnya pembuluh darah pada bayi
premature akibat dari pemberian bolus yang terlalu cepat.

xx
BAB III

KESIMPULAN

Resusitasi neonatus memiliki peran penting untuk penatalaksanaan yang


lebih baik dari bayi baru lahir. Banyak hal penting yang harus diperhatikan saat
resusitasi neonatus seperti efek suction endotracheal, hasil akhir bayi yang diterapi
dengan ditutup plastic, efek inflasi pernapasan dengan PEEP, penggunaan CPAP
saat resusitasi neonatus, dosis obat dan cairan pada bayi baru lahir dan penolong
yang terlatih serta implementasi dari Guideline terbaru setiap waktunya pada
Neonatal Life Support Program untuk mencegah terjadinya asfiksia ataupun
tingkat mortalitas pada bayi baru lahir.

xxi
Daftar pustaka

1. WHO. Preterm birth. Accessed :


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/. 2014.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia.
Tahun 2014.
3. Irwanto. Asifiksia pada Bayi Lahir dan Resusitasi. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak UNAIR. 2017.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.53 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial. 2014.
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Rouse D, Spong C. Penyakit dan
Cidera pada janin dan neonatus. In: Cunningham F, et.al. Obstetri
Williams. 23 ed. Vol. 1, Jakarta; EGC. 2012
6. Chadha, I. A. Neonatal resuscitation: Current issues. Journal of
Anaesthesia. NHS Choices UK. 2016
7. Leone TA. Finer NN. Resuscitation in Delivery Room. Ed.9. Philadelphia:
Saunders. 2012.
8. Australian Resuscitation Council. Section 13: Assessment of The Newborn
Infant. Neonatal Guidelines. Accessed http://www/resus.org.au. 2013
9. Karlowicz MG. Karotkin EH, Goldsmith JP. Resuscitation : Assisted
Ventilation of the Neonate. Ed 5. Missouri: Saunders. 2011
10. Leone TA. Finer NN. Resuscitation at Birth : Care of the High Risk
Neonate. Ed 6. Philadelphia: Saunders. 2013.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Resusitasi Neonatus. UKK IDAI. 2014.
12. Judith A, Cotrril G. Infection Control Practices in The NICU? What is
Evidence-Based. NeoReviews. 2013.

xxii
13. Australian Resuscitation Council. Section 13: Assessment of The Newborn
Infant. Neonatal Guidelines. Accessed http://www/resus.org.au. 2013
14. American Academy of Pediatrics/ AHA. Neonatal Resuscitation Program.
Ed 5. Elk Grove Village: AAP. 2011.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai