Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

RAYNAUD’S DISEASE

DISUSUN OLEH :
Rizka Annisa
(030.16.134)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

RAYNAUD’S DISEASE

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Jakarta

Disusun Oleh
Rizka Annisa
030.16.134

Jakarta, Juli 2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha
Kuasa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Raynaud’s Disease” dengan baik dan tepat
waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih. Di samping itu juga ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi
kita semua. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
rekan–rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan
dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi dan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2
2.1 Definisi...................................................................................................2
2.2 Epidemiologi..........................................................................................2
2.3 Etiologi...................................................................................................3
2.4 Patofisiologi............................................................................................3
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................................5
2.6 Diagnosis................................................................................................5
2.6.1 Anamnesis....................................................................................5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik........................................................................7
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang................................................................8
2.7 Diagnosis Banding.................................................................................9
2.8 Tatalaksana...........................................................................................10
2.8.1 Non Medikamentosa...................................................................10
2.8.2 Medikamentosa..........................................................................11
2.8.3 Tahapan Penatalaksanaan...........................................................12
2.9 Komplikasi...........................................................................................13
2.10 Prognosis............................................................................................13
BAB III Kesimpulan..........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

ersalinan Preterm adalah


persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

1
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
2
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

3
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

4
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

5
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

6
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

7
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara
500
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antara
6
8
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
a neonatal atau bayi baru

8
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
-faktor yang
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
Penelitian
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
value = 0,049). Hasil
faktor yang paling dominan
terhadap
terjadinya
dengan
melakukan
9
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
ilan dapat
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
. The aim of
nfluence preterm labor. Based on
the results of medical records at
the
from 391 deliveries
. The
there was a significant
value = 0,049). The results

10
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
.
atau berat badan lahir antara
500
-2499 gram
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini

11
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antar
ersalinan Preterm adalah
persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

12
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
13
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

14
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

15
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

16
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

17
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

18
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara
500
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antara
6
8
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
a neonatal atau bayi baru

19
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
-faktor yang
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
Penelitian
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
value = 0,049). Hasil
faktor yang paling dominan
terhadap
terjadinya
dengan
melakukan
20
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
ilan dapat
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
. The aim of
nfluence preterm labor. Based on
the results of medical records at
the
from 391 deliveries
. The
there was a significant
value = 0,049). The results

21
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
.
atau berat badan lahir antara
500
-2499 gram
(Rukiyah & Yulianti,
2010). Saat ini

22
definisi WHO untuk
persalinan preterm
adalah persalinan yang
terjadi antar
ersalinan Preterm adalah
persalinan pada
umur kehamilan kurang
dari 37 minggu
NAL ILMU KESEHATAN
2 (1) 2017,
61

6
Available online at
http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/in
dex.php/eja

23
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERSALINAN
PRETERM
Rini wahyuni
1
, Siti Rohani
2

ademi Ke
bidanan Medica Bakti
Nusantara,
12

rinicannywa166@gmail.com
1
, siroazza@gmail.com
2
24
ABSTRAK
Di Indonesia kematian bayi sekitar
56% terjadi pada periode sangat
dini yaitu di masa neonatal atau
bayi baru
besar kematian neonatal terjadi
pada usia 0-
6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan
Tujuan penelitian adalah untuk
untuk mengetahui faktor
Berdasarkan hasil
rekam medis di Rumah Sakit
Umun Daerah (RSUD) Dr.
menunjukkan
adanya

25
77 persalinan preterm dari 391
persalinan.
. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang
persalinan preterm dengan
usia ibu (p-value = 0,017) dan
paritas (p-
value = 0,049). Hasil
menunjukkan bahwa
usia ibu menjadi
faktor yang paling dominan
terhadap
persalinan preterm. Penyuluhan
dan konseling oleh tenaga
kesehatan kepada ibu hamil
dengan

26
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam keham
, komplikasi kehamilan, paritas
THE FACTORS
INFLUENCE PRETERM
LABOR
ABSTRACT
Indonesia, 56% of infant deaths
occur in very early periods, ie in
the neonatal or newborn period.
Most
6 days (78.5%) and prematurity is
the leading cause of neonatal
death
this research is to know the factors
that influence preterm labor.

27
Based on the results of medical
records at the
General Hospital (RSUD)
in 2016 showed 77 preterm labor
from 391 deliveries
of this study was case control
. The result of bivariate analysis
showed that
there was a significant
correlation between preterm labor
and maternal age (p
-value = 0,017) and parity (p-
value = 0,049). The results
of the research analysis indicated
that maternal age was the most
dominant factor in the occurrence
of preterm
cialization and counseling by
healt

28
h practitioners is important
for women with risky age,
primipara
parity or multipara grande, preterm
history, pregnant complication,
and low education background.
Antenatal
in order to have ear
ly detection of preterm risk.
, Pregnant Complication, Parity
Wahyuni, Rini., Rohani, Siti.
(2017). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Persalinan Preterm
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
. 2 (1), 61 – 68.
Persalinan Preterm adalah
persalinan pada

29
umur kehamilan kurang
dari 37 mingg
Aisyah: Jurnal Ilmu
Kesehatan 2 (1) 2017, – 62
Rini wahyuni, Siti Rohani
Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu
Kesehatan
ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495
(online

kehamilan 20 minggu
sampai dengan usia
kehamilan kurang dari 37
minggu, dihitung
dari hari pertama haid
terakhir ((Krisnadi,
et all., 2009).
D
30
Sebagai respon terhadap suhu dingin, tubuh beradaptasi dengan membatasi
aliran darah ke kulit. Ini dilakukan sebagai mekanisme termoregulasi untuk
mencegah hilangnya panas tubuh lebih lanjut dan untuk mempertahankan suhu
dalam tubuh. Dalam fenomena Raynaud, pembatasan aliran darah terjadi reaksi
yang berlebihan selama suhu dingin dan tekanan emosional. Secara khusus, dalam
fenomena Raynaud, terdapat vasokonstriksi arteri jari-jari dan arteriol kulit
sehingga terjadi serangan iskemia vasospastic reversibel dari ekstremitas, yang
paling sering melibatkan tangan dan kaki, sedangkan jarang terjadi pada hidung
dan telinga. Fenomena ini pertama kali dijelaskan oleh Maurice Raynaud pada
tahun 1862 dan kemudian dipelajari oleh Sir Thomas Lewis pada tahun 1930.
Fenomena Raynaud adalah respons vasokonstriksi transien dan perifer terhadap
suhu dingin atau tekanan emosional.1,2,3
Fenomena Raynaud dapat dikategorikan sebagai primer atau sekunder,
“Penyakit Raynaud” primer mengacu pada vasospasme (penyempitan arteri yang
parah dan sementara) yang terjadi dengan dingin atau stres tanpa kondisi medis
terkait lainnya seperti scleroderma atau systemic lupus erythematosus. Raynaud
sekunder (sindrom Raynaud, fenomena Raynaud) terjadi sebagai akibat dari
penyakit lain. Seringkali suatu kondisi yang menyerang jaringan ikat tubuh Anda,
seperti lupus atau rheumatoid arthritis. Kondisi ini jarang terjadi, tetapi lebih
cenderung menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Ini dapat mencakup hal-
hal seperti luka kulit dan gangren. Ini terjadi ketika sel dan jaringan di ekstremitas
Anda mati karena kekurangan darah.4,5
Salah satu manifestasi pada Raynaud Phenomenon adalah White Fingers
Syndrome yaitu gangguan berupa penyempitan pembuluh darah, gangguan saraf
perifer, gangguan tulang sendi dan otot dengan manifestasi yang ditimbulkan
berupa jari-jari yang pucat dan kaku, mati rasa terhadap suhu atau sentuhan. Bagi
kebanyakan orang, ini bukan masalah kesehatan yang serius. Tetapi bagi Sebagian
orang, berkurangnya aliran darah dapat menyebabkan kerusakan.2,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

31
2.1 Definisi
Penyakit Raynaud adalah suatu keadaan kontriksi ekstremitas yang
mengakibatkan perubahan hilang timbul pada warna kulit ekstremita,
pucat, sianosis, atau kedua nya, diikuti dengan periode hiperemia dengan
warna kemerahan tanpa disertai dengan penyakit lain yang mendasarinya.3

2.2. Epidemiologi
Prevalensi Penyakit Raynaud yaitu 5-20% wanita dan 4-14% pria.
Prevalensi pada individu di atas usia 60 adalah 0,1-1% . Penyakit Raynaud
umumnya dianggap sebagai kondisi jinak dan usia onset khas adalah dari
15 hingga 30 tahun. Ini cenderung lebih umum pada wanita muda dan bisa
bersifat familial.5
Sebuah studi 7 tahun tentang fenomena Raynaud pada kulit putih
di Amerika Serikat menunjukkan tingkat prevalensi 11% pada wanita dan
8% pada pria dan tingkat kejadian tahunan sebesar 2,2% pada wanita dan
1,5% pada pria. Secara internasional, prevalensi fenomena Raynaud
primer bervariasi di antara populasi yang berbeda, dari 4,9% -20,1% pada
wanita hingga 3,8% -13,5% pada pria.7
Fenomena Raynaud primer tidak memiliki kecenderungan rasial.
Fenomena Raynaud primer terjadi lebih sering pada wanita daripada pada
pria. Dalam tinjauan sistematis dan meta analisis berdasarkan enam studi
menilai populasi umum, prevalensi terendah ditemukan di Jepang, dengan
prevalensi keseluruhan 1,6 (2,1% di Jepang) wanita vs. 1,1% pada pria)
dan prevalensi keseluruhan tertinggi adalah di Amerika Serikat dengan
prevalensi median 7,5% (7,8% pada wanita vs 5,8% pada pria)8,9

2.3 Etiologi

Penyebab fenomena Raynaud primer masih belum diketahui.


Ascherman et al mengusulkan etiologi autoimun, dengan cytokeratin 10

32
(K10) sebagai kandidat autoantigen; studi mereka pada tikus menunjukkan
bahwa antibodi anti-K10 dapat memediasi iskemia mirip dengan yang
terlihat pada fenomena Raynaud. Kemungkinan penyebab Raynaud
sekunder dapat dibagi menjadi beberapa kategori besar, diantaranya adalah
pekerjaan (paparan dingin, vibrasi), hematologic, kolagen-vaskular
(autoimun), induksi obat (Cisplatin, bleomycin, beta-blocker) Sindrom
lain-lain seperti adenocarcinoma paru-paru, acromegaly, sindrom carpal
tunnel, dan myxedema.10,11,12
Beberapa faktor risiko terjadinya fenomena raynauds diantaranya
adalah :13
1. Jenis Kelamin (lebih sering terjadi pada wanita
2. Usia (sering terjadi pada usia 15-30 tahun)
3. Cuaca (sering pada cuaca dingin)
4. Riwayat keluarga

2.4 Patofisiologi
Terdapat mekanisme yang berkontribusi terhadap fenomena
Raynaud, diantaranya adalah penurunan aliran darah, penyempitan
pembuluh darah, respon neurogenik, dan respon inflamasi dan imun.
Sistem somatosensori membantu persepsi suhu berdasarkan rangsangan
lingkungan. Serabut saraf aferen yang distimulasi oleh suhu dingin
mengaktifkan serabut A-delta dan C-unmyelinated. Hal ini pada akhirnya
mengarah pada aktivasi TRPM8 reseptor dingin (saluran ion potensial
reseptor sementara) yang memantau variasi suhu dingin.1

Aktivasi TRPM8 menghasilkan vasokonstriksi kulit, termogenesis,


dan menghindari dingin. Dengan suhu dingin, sistem saraf simpatis
menyebabkan pelepasan vasokonstriktif neuropeptida dan norepinefrin
yang mengarah ke vasokonstriksi otot polos arteriol dan penurunan aliran
darah ke kulit. Dari catatan, dalam fenomena Raynaud sekunder,

33
endotelin-1 dilepaskan oleh sel endotel yang menyebabkan
vasokonstriksi.1
Dalam fenomena Raynaud primer, peningkatan sensitivitas alpha-2
adrenergik dalam pembuluh digital dan kulit menghasilkan respons
vasokonstriktif terhadap suhu dingin dan tekanan emosional. Reseptor
adrenergik alfa-2 terdapat pada otot polos arterial distal digit dan
dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Studi menunjukkan bahwa
penggunaan inhibitor reseptor adrenergik alfa-2 pada pasien dengan
serangan yang diinduksi dingin mengurangi keparahan serangan.1

2.5 Gambar 1. Vasokonstriksi pada fenomena Raynauds14

Manifestasi klinis

34
Serangan Raynaud biasanya memengaruhi jari tangan dan kaki.
Jarang, serangan mempengaruhi hidung, telinga, puting, atau bibir. Selama
serangan Raynaud, arteri menjadi sangat sempit untuk periode singkat.
Akibatnya, sedikit atau tidak ada darah yang mengalir ke bagian tubuh
yang terkena. Hal ini dapat menyebabkan area ini14:
1. Menjadi pucat atau putih lalu biru
2. Merasa mati rasa, dingin, atau sakit
3. Merah, berdenyut, kesemutan, terbakar, atau terasa mati rasa
saat aliran darah kembali ke daerah yang terkena

Serangan Raynaud dapat berlangsung kurang dari satu menit atau


selama beberapa jam. Serangan dapat terjadi setiap hari atau setiap
minggu.14
Serangan sering dimulai dengan satu jari atau kaki dan pindah ke
jari atau kaki lainnya. Terkadang hanya satu atau dua jari atau jari kaki
yang terpengaruh. Area yang berbeda dapat terpengaruh pada waktu yang
berbeda. Raynaud apabila berlanjut dapat menyebabkan luka kulit atau
gangren. "Gangrene" mengacu pada kematian atau pembusukan jaringan
tubuh. Namun, kejadian Raynaud lanjut jarang terjadi.14

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis

Anamnesis yang diperlukan ialah onset, lokasi daerah yang


terkena, adanya simetri, adanya ulserasi digital, dan tingkat
keparahan serangan. Kehadiran gejala sistemik lainnya harus
ditimbulkan untuk menyingkirkan fenomena Raynaud sekunder.
Faktor-faktor pemicu harus diidentifikasi setelah dikonfirmasi
sebagai fenomena Raynaud. Faktor-faktor pemicu mungkin
termasuk paparan suhu dingin atau stimulasi sistem saraf simpatik
dari stres emosional.5

35
Faktor-faktor tertentu kemungkinan dapat meningkatkan
frekuensi serangan, peningkatan keparahan dengan rasa sakit yang
lebih buruk. Diantaranya adanya stres, jenis kelamin wanita, suhu
rendah, dan adanya penyakit jaringan ikat bersamaan. Semakin
awal timbulnya fenomena Raynaud, khususnya pada kisaran usia
30-an dan 40-an, semakin tinggi risiko perkembangan gangguan
jaringan ikat.5
Fenomena Raynaud secara klasik digambarkan dengan
perubahan warna jari dengan putih atau pucat awal (fase iskemik),
kemudian biru atau sianosis (fase deoksigenasi), diikuti oleh merah
atau eritema (fase reperfusi). Serangan fenomena Raynaud dimulai
dengan satu jari dan kemudian menyebar ke digit lain secara
simetris di kedua tangan, namun umumnya ibu jadi tidak ikut serta.
Jika ibu jari terpengaruh, ini mungkin merupakan tanda fenomena
Raynaud sekunder. Ini juga dapat menyebabkan vasospasme kulit
yang mempengaruhi area wajah, telinga, lutut, atau puting.5
Selain hal tersebut, pertanyaan skrining diantaranya harus
mencakup:1
1. Apakah jari-jari Anda sangat sensitif terhadap dingin?
2. Apakah jari Anda berubah warna ketika terkena suhu
dingin?
3. Apakah warnanya putih, biru, atau keduanya?

Secara umum, diagnosis Raynaud dikonfirmasi jika ada


respons positif terhadap ketiga pertanyaan. Serangan tipikal dapat
berlangsung kurang dari satu jam tetapi juga dapat bertahan selama
beberapa jam. Pada Raynaud primer, serangan lebih cenderung
simetris, episodik, dan tanpa adanya penyakit pembuluh darah
perifer. Serta tidak ada bukti gangren jaringan. Sebaliknya, pasien
dengan Raynaud sekunder akan menggambarkan serangan yang
lebih sering, menyakitkan, sering asimetris dan dapat
menyebabkan ulserasi jari-jari.1

36
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mengevaluasi denyut nadi perifer,
tekanan darah pada kedua lengan (tekanan darah yang tidak sama
menunjukkan stenosis / oklusi vaskular proksimal), tanda-tanda
terkait alopesia, tekstur kulit berubah, kalsinosis atau
telangiectasia, perubahan pada ujung jari tangan dan kaki.3
Perubahan warna kulit terjadi dengan tahapan umumnya
yaitu putih atau pucat pada awal (fase iskemik), kemudian biru
atau sianosis (fase deoksigenasi), diikuti oleh merah atau eritema
(fase reperfusi).6

Gambar 2. 3 Fase Perubahan Warna Kulit pada Fenomena Raynauds6

Pemeriksaan fisik tambahan dapat dilakukan dengan1,14 :


1. Tes Stimulasi Dingin

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pengukuran waktu


kembalinya suhu jari ke suhu semula sesudah tangan direndam
kedalam campuran es dan air selama 20-30 detik. Orang
normal akan mencapai suhu semula dalam waktu 5-20 detik,
sedang kan penderita fenomena Raynaud akan membutuhkan
waktu lebih lama, sekitar 35-40 menit.

37
2. Nailfold Capillaroscopy

Pemeriksaan ini dapat menganalisis perubahan


mikrovaskuler dan morfologis dalam pembuluh perifer terlihat
dengan CTD, seperti perubahan arsitektur, ukuran kapiler,
kepadatan kapiler, adanya perdarahan, dan daerah avaskular
tanpa loop kapiler. Ini dilakukan dengan menggunakan
dermatoskop atau oftalmoskop.

Gambar 3. Penampakan Kapileroskop pada Fenomena Raynauds15

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium dapat dilakukan sebagai


penunjang diagnosis, mengetahui Raynaud primer atau sekunder
dan untuk menyingkirkan diagnosis banding, diantaranya adalah
sebgai berikut1,3,5,14 :

38
1. pemeriksaan darah lengkap,
2. urinalisis,
3. Anti Nuclear Antibody (ANA)
4. Sedimentasi Eritrosit (ESR)
5. C-Reactive Protein (CRP)
6. Computed Tomogram Angiography (CTA)
7. pemeriksaan tambahan lainnya (radiologi, kadar
kreatinin serum, tes fungsi tiroid)

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan yaitu berbagai


kondisi atau penyakit yang tampak mirip dengan fenomena Raynaud,
diantaranya adalah1,7:
1. Tromboangitis obliterans
Umumnya pada pria dan unilateral. Bila ada ada
fenomena Raynaud hanya ada pada 2-3 jari saja dan biasanya
ada riwayat tromboflebitis perifer yang berulang. Bila ada
sumbatan arteri maka sudah pasti bukan penyakit Raynaud.
2. Aterosklerosis obliterans

Pada keadaan ini jarang terjadi fenomena Raynaud, jika


ada maka hanya pada 1-2 jari saja dan warnanya pucat bukan
biru. Usia biasanya lebih dari 50 tahun mengenai ekstremitas
bawah. Juga terdapat kolesterol yang meningkat
3. Akrosianosis

Umum terdapat pada wanita muda, tetapi perubahan


warna pada akrosianosis terlihat lebih jelas. Warna biru lebih
mencolok dan menetap. Bila terkena suhu dingin atau panas
mungkin warna ini akan berkurang. Biasanya jarang terjadi
kelainan kulit pada ujung jari.

39
4. Skleroderma
Penting untuk diketahui apakah fenomena Raynaud
disini bermula sebelum atau sesudah adanya kelainan kulit atau
jaringan di daerah sendi. Teleangiektasis pada skleroderma di
daerah kulit jari biasanya mendahului sklerosis kulit dan pada
stadium lanjut akan terjadi sklerosis dari kulit di lengan, muka,
dada, dan leher yang tidak ikut dengan perubahan warna seperti
pada fenomena Raynaud.

Adapula diagnosis banding lainnya meliputi kompresi pembuluh


darah, sindrom nyeri regional kompleks, hematoma jari paroksimal,
penyakit pembuluh darah perifer oklusif, neuropati perifer, dan sensitivitas
dingin yang berlebihan, keracunan arsenic, trauma vaskuler, dan penyakit
Buerger’s.1,7

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Non Medikamentosa
Tatalaksana untuk Raynaud’s Phenomenon primer lebih
difokuskan kepada perbahan gaya hidup atau tatalaksana
nonfarmakologi. Kecuali pada kondisi yang parah atau keluhan
memberat, dapat diberikan tatalaksana farmokologi. Adapun
tatalaksana nonfarmakologi, diantaranya ialah6:
1. Menghindari dingin atau menjaga badan tetap hangat,
terutama ketika serangan terjadi dengan menggunakan
sarung tangan.
2. Belajar menghindari stress atau mengkontrol stress.
3. Hindari barang-barang atau alat yang menghasilkan
getaran.
4. Tidak merokok atau berhenti merokok.
5. Olahraga secara teratur.

40
2.8.2 Medikamentosa

Tatalaksana Farmakologi yang sering diberikan atau obat


lini pertama pada pasien dengan Raynaud’s Phenomenon primer
atau Sekunder adalah Penghambat Kanal Kalsium (CCB), dimana
obat ini akan merelaksasi otot-otot polos dan mendilatasi pembuluh
darah. Obat golongan ini yang sering diberikan adalah nifedipine
atau amlodipine. Diltiazem juga dapat diberikan tetapi efek
vasodilatasi kurang poten karena tidak bersifat spesifik. Pemberian
obat-obatan ini harus dimulai dari dosis kecil lalu secara perlahan
dinaikkan hingga dosis maksimal pada beberapa minggu. Obat
pada golongan Penghambat Kanal Kalsium (CCB) yang paling
efektif untuk menurunkan insidensi serangan adalah Nifedipin.
Beberapa efek samping obat yang muncul adalah pusing, hipotensi,
edema dan refluks gastrointestinal namun refluks jarang terjadi.6
Jika obat-obat Penghambat Kanal Kalsium (CCB) tidak
efektif, maka obat lini kedua yang dapat diberikan adalah obat-
obatan Penghambat Pospodiesterase tipe- 5(PDE5 Inhibitor). Obat-
obatan ini dapat diberikan bersamaan dengan Penghambat Kanal
Kalsium (CCB) atau sebagai pengganti jika penggunaan obat lini
pertama tidak efektif. Penghambat Pospodiesterase tipe-5 (PDE5
Inhibitor), akan bekerja dengan menghambat pada siklus guanosin
monofosfat, sehingga akan menstimulasi relaksasi dari pada otot
polos dan vasodilatasi pembuluh darah. Pemberian obat Sildenafil
dapat dimulai pada dosis rendah yaitu 20 mg/hari dan secara
perlahan ditingkatkan hingga dosis maksimal 60mg/hari.6
Pada pasien yang tidak efektif dengan pemberian
Penghambat Kanal Kalsium (CCB) atau bersamaan dengan
pemberian Penghambat Pospodiesterase tipe-3 (PDE5 Inhibitor),
dapat diberikan obat-obat nitrat (nitrogliserin) secara topikal.6

41
Selain itu, obat-obatan yang dapat diberikan untuk
mengurangi insidensi serangan adalah prazosin, fluoxentin,
losartan, pentoxifillin, atorvastatin dan prostasiklin.6

Tabel 1. Dosis Obat dan Terapi pada pasien fenomena Raynaud’s6

2.8.3 Tahapan Penatalaksanaan

Berikut ini merupakan tahapan penatalaksanaan pada


pasien dengan penyakit Raunaud’s6:
1. Step 1
- Hindari suhu dingin
- Pengontrolan stress atau emosi
2. Step 2

42
- Pemberian obat-obatan Penghambat Kanal Kalsium (CCB)
hingga dosis maksimum yang masih dapat ditoleransi
- Pemberian obat-obatan Penghambat Pospodiesterase tipe-5
(PDE5 Inhibitor) untuk menggantikan atau ditambahkan
pada pemberian obat-obatan golongan CCB
3. Step 3
- Nitrat Topikal (kontraindikasi pada pasien yang telah
diberikan pengobatan dengan Penghambat Pospodiesterase
Tipe-5 (PDE5 Inhibitor) karena risiko hipotensi)
- Prazosin
- Fluoxentin
- Pentoxifilin
- Atorvastatin

2.9 Komplikasi

Fenomena Raynaud yang parah dapat menyebabkan iskemia


jaringan, menyebabkan nekrosis diikuti dengan amputasi daerah yang
terkena.1

2.10 Prognosis

Pada fenomena Raynaud primer (penyakit Raynaud) remisi


spontan dapat terjadi. Remisi spontan tidak terlihat dengan fenomena
Raynaud sekunder. Kehamilan telah terbukti meningkatkan fenomena
Raynaud karena ada peningkatan aliran darah perifer dan oksigenasi
karena peningkatan massa sel darah merah dan volume plasma.1
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad sanantionam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam

43
BAB III
KESIMPULAN

Raynaud’s phenomenon adalah suatu gangguan berupa adanya


vasokontriksi pada pembuluh darah di jari tangan atau kaki. Fenomena Raynaud
primer tidak memiliki kecenderungan rasial, dan adapat mengenai berbagai usia,
namun usia paling sering ialah 15-30 tahun. Fenomena Raynaud primer terjadi
lebih sering pada wanita daripada pada pria. Dalam tinjauan sistematis dan meta
analisis berdasarkan enam studi menilai populasi umum, prevalensi terendah
ditemukan di Jepang, prevalensi keseluruhan tertinggi adalah di Amerika
Serikat.6,9
Penyebab fenomena Raynaud primer masih belum diketahui.
Kemungkinan penyebab Raynaud sekunder dapat dibagi menjadi beberapa
kategori besar, diantaranya adalah pekerjaan, hematologis, kolagen-vaskular,
induksi obat dan sindrom lain-lain.10,11,12
Khas dari gangguan ini adalah adanya serangan episodik dan sensitif
terhadap dingin dan stress emosional. Gangguan ini dibagi menjadi dua, yaitu
Raynaud’s Phenomenon primer (Raynaud’s Disease), tidak adanya penyakit
penyerta dan Raynaud’s Phenomenon sekunder (Raynaud’s Syndrome), diikuti
oleh penyakit penyerta. Manifestasi khasnya berupa kulit pucat pada jari akibat
adanya vasokontriksi, lalu sianosis atau kebiruan karena adanya deoksigenasi dan
eritema atau kemerahan karena darah kembali mengalir. 6
Penegakan diagnosis dapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab dengan menemukan adanya manifestasi khas dan untuk melihat
penyakit penyerta. Tatalaksana dari gangguan ini dapat berupa tatalaksana non-
farmakologi berupa perubahan gaya hidup dan tatalaksana farmakologi dengan

44
obat lini pertama adalah Penghambat Kanal Kalsium (CCB) contohnya nifedipin,
amlodipine dan obat lini kedua adalah Penghambat Pospodiesterase tipe-5 (PDE5
Inhibitor).6
Pada fenomena Raynaud primer (penyakit Raynaud) remisi spontan dapat
terjadi. Sehingga secara umum prognosis pada pasien dengan penyakit Raynaud
ini adalah baik.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Musa R, Qurie A. Raynaud’s Disease (Raynaud’s Phenomenon, Raynaud’s


Syndrome). StatPearls Publishing; 2020 . Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499833/
2. Robinson J. Raynaud’s Disease and Raynaud’s Syndrome. WebMD. 2019.
Available from: https://www.webmd.com/arthritis/raynauds-phenomenon
3. Silva I, Teixeira G, Bertão M, Almeida R, Mansilha A, Vasconcelos C.
Raynaud phenomenon. Rev in Vas Med. Elsevier. 2016;4(5):9-16.
4. Vascular Disease Foundation (VDF). Raynaud’s Disease. 2012;16. Available
from: http://vasculardisease.org/flyers/raynauds-disease-flyer.pdf
5. Temprano KK. A Review of Raynaud's Disease. Mo Med. 2016;113(2):123-6.
6. Hazrina S, Mustofa S. Fenomena Raynaud (Raynaud Phenomenon) dan
Pekerja dengan Paparan Getaran Mekanik. J Agromed. 2018;5(1):489-93
7. Dispenza HH, Diamond HS. Raynaud Phenomenon. E Med. 2018. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/331197-overview
8. Prete M, Fatone MC, Faviono M, Perosa F. Raynaud's phenomenon: From
molecular pathogenesis to therapy. Auto Rev. Elsevier. 2014;13:655-67.
9. Garner R, Kumari R, Lanyon P, Doherty M, Zhang W. Prevalence, risk factors
and associations of primary Raynaud's phenomenon: systematic review and
meta-analysis of observational studies. BMJ Open. Elsevier. 2015;5.
10. Ascherman DP, Zang Y, Fernandez I, Clark ES, Khan WN, Martinez L, et al.
An Autoimmune Basis for Raynaud's Phenomenon: Murine Model and
Human Disease. Arth Rheumatol. 2018;70(9):1489-99.

45
11. Khouri C, Blaise S, Carpentier P, Villier C, Cracowski JL, Roustit M. Drug-
induced Raynaud's phenomenon: beyond β-adrenoceptor blockers. Br J Clin
Pharmacol. 2016;82(1):6-16.
12. Deshayes S, Auboire L, Jaussaud R, Lidove O, Parienti JJ, Triclin N, et al.
Prevalence of Raynaud phenomenon and nailfold capillaroscopic
abnormalities in Fabry disease: a cross-sectional study. Medicine (Baltimore).
2015;94(20):780.
13. Mayo Clinic. Raynaud’s Disease. Mayo Foundation for Medical Education
and Research (MFMER). 2020. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/raynauds-disease/symptoms-
causes/syc-20363571
14. National Heart, Lung, and Blood institute. Raynaud’s. US Dept of Heal &
Hum Serv. 2020. Available from: https://www.nhlbi.nih.gov/health-
topics/raynauds
15. Wigley FM, Flavahan NA. Raynaud’s Phenomenon. New Engl Jour of Med.
2016;375(6):556–565.

46

Anda mungkin juga menyukai