Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

PRE-EKLAMSIA

Pembimbing:
dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K) KFM

Oleh:
Windi Datu Aprillia
406172053

KEPANITERAAN OBGYN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
PERIODE 13 AGUSTUS – 21 OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

Pre-Eklamsia

Disusun oleh :

Windi Datu Aprillia

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, September 2018

dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K) KFM


LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

Pre-Eklamsia

Disusun oleh :

Windi Datu Aprillia

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, September 2018

dr. Freddy Dinata, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “PREEKLAMSIA”. Referat ini
merupakan salah satu prasyarat agar dapat dinyatakan lulus sebagai Profesi Kedokteran. Selama
proses penyusunan referat ini, penulis sadar mengalami banyak keterbatasan dalam mengerjakan
referat ini.

Selama menyelesaikan referat ini, banyak pihak yang membantu penulis. Oleh karena
itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Freddy Dinata, Sp.OG, sebagai dokter SMF kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang baik
selama penulisan referat maupun selama penulis mengikuti kepaniteraan di RSUD Ciawi.
2. dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K) KFM, sebagai dokter pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan selama mengikuti kepaniteraan RSUD
Ciawi
3. Para staf dan seluruh karyawan, serta para perawat yang telah banyak membantu penulis
dan banyak memberikan saran-saran yang berguna dalam menjalani kepaniteraan di
RSUD Ciawi.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis akan menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Akhir
kata, semoga berkat Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
selalu yang telah membantu penulis selama pengerjaan referat. Dengan segala keterbatasan yang
ada, penulis berharap semoga referat ini dapat memberi banyak manfaat bagi pengembangan
ilmu lebih lanjut di masa yang akan datang.

Ciawi, 25 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

2.1 Definisi dan klasifikasi preeklamsia ...................................................................... 4

2.2 Etiopatogenesis preeklamsia ................................................................................... 6

2.3 Patofisiologi preeklamsia ........................................................................................ 6

2.4 Diagnosis preeklamsia ............................................................................................ 8

2.5 Tatalaksana preeklamsia ....................................................................................... 11

PENUTUP ...................................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 67


BAB I
PENDAHULUAN

A. Pre-Eklamsia
Preeklamsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang terjadi pada kehamilan
dan nifas. Merupakan gangguan hipertensi yang sering terjadi saat kehamilan, hampir
melibatkan 7-10% seluruh wanita hamil. Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami
komplikasi kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99%
terjadi di Negara berkembang. Angkat kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan
di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, diamana angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan.1
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia
dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas.1 AKI di
Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Negara Asia Tenggara. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Millennium development goal (MDG) menargetkan
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada
tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. 2,3
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan
(25%) dan infeksi (12%).3 WHO memperkirakan kasus preeklamsia di Negara maju adalah
1,3-6% sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8-18%.5,6 Insiden pre-eklamsia di
Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau seitar 5,3%.7
Preeklamsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi. Hasil meta-analisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko
hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada ibu dengan riwayat
preeklamsia. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan preeklamsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan premature atau
mengalami pertumbuhanjanin terhambat, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal.
Penanganan preeklamsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara praktisi
dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang mampu
menjelaskan pathogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan
sarana dan prasarana di daerah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan klasifikasi preeklamsia


Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya
disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklamsia, sebelumnya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan
(new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklamsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisystem lain yang munjukkan adanya kondisi berat dari preeklamsia
meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi
dipakai sebagai kriteria diagnostic karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal.8
2.2 Etiopatogenesis
Terdapat dua tahap yang berperan yang menimbulkan terjadinya pre-eklmasia yaitu
tahap pertama disebabkan oleh abnormalitas pada proses remodeling trofoblastik
endovascular, yang akan menimbulkan sindrom klinis pada tahap 2.
Faktor – faktor yang dianggap penting menyebabkan pre-eklamsia mencakup :
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofiblastik abnormal pada pembuluh darah uterus
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptive diantara jaringan maternal, paterna
(plasental), dan fetal
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang
terjadi pada kehamilan normal
4. Faktor-faktor genetic, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetic
Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada inplantasi normal, a. spiralis uteri mengalami remodeling ekstensif karena diinvasi
oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel ini menggantikan lapisan otot dan endotel untuk
memperlebar diameter pembuluh darah. Vana-vena hanyya diinvasi secara superficial.
Namun pada preeklamsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplit. Akibatnya
pemmbuluh desidua dan bukuan pembuluh miometrium akan dilapisi oleh trofoblas
endovaskular. Sehingga ukuran diameter pembuluh darah miometrium hanya setengah
diameter pembuluh darah plasenta normal.

Lumen a. spiralis yang terlalu sempit kemungkinan mengganggu aliran darah plasenta.
Berkurangnya perfusi dan lingkungan yang hipoksi menyebabkan pelepasan debris
plasenta yang mencetuskan respon inflamasi sistemik.
Faktor Imunologis
Resiko preeklamsia meningkat secara nyata pada kondisi terganggunya pembentukan
antibody penykat situs antigenic plasenta. Pada kondisi ini, kehamilan pertama akan
memiliki resiko yang lebih tinggi. Disregulasi toleransi mungkin juga menjelaskan
peningkatan risiko bila beban antigenic paternal meningkat, yakni, dengan dua set
kromosom paternal. Beberapa penelitan mengungkapkan bahwa penyakit hipertensif ini
dapat diturunkan, dan terdapat juga penelitan menungkapkan bahwa perempuan
multipara yang hamil dengan pasangan yang berbeda memiliki risiko preeklamsia yang
meningkat.
Pada awal kehamilan yang cenderung mengalami preeklamsia, trofoblas
ekstravilus mengekspresikan antigen leukosit manusia G (HLA-G) yang bersifat
imunosupresif dalam jumlah yang berkurang. Berkurangnya HLA-G ini berperan dalam
kecacatan vaskularisasi plasenta di tahap 1. Selama kehamilan normal, dihasilkan
limfosit T-penolong (Th) sehingga aktivitas tipe 2 meningkat dibandingkan tipe 1.sel-sel
Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan Th1 merangsang sekresi sitokin peradangan.
Sejak awal trimester kedua pada perempuan yang selanjutnya mengalami preeklamsia,
kerja Th1 meningkat dan terjadi perubahan rasio Th1/Th2 . faktor-faktor yang berperan
terhadap reaksi radang yang dipacu secara imunologis ini dirangsang oleh mikropartikel
plasenta, serta oleh adiposit.
Aktivasi Sel Endotel
Perubahan inflamatorik diduga merupakan kelanjutan perubahan pada tahap 1 yang
disebabkan oleh kacacatan dalam plasentasi. Sebagai respon terhadap faktor-faktor
plasenta yang dilepaskan akibat perubahan iskemik atau akibat faktor pencetus lainnya,
serangkaian peristiwa akan tercetus. Karena itu, faktor metabolic dan antiangiogenik
serta mediator inflamasi lainnya diduga memicu cedera endotel.
Sitokin seperti TNF alfa dan inteleukin mungkin berperan dalam timbulnya stress
oksidatif terkait preeklamsia. Stress oksidatif ini ditandai dengan terdapatnya spesies
oksigen reaktif dan radikal bebas yang menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang
berpropagasi-sendiri. Sebagai akibatnya, terjadi perubahan produksi nitrat oksida dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin, terjadi produksi sel busa makrofag yang
penuh lipid yang tampak pada aterosis.aktivasi koagulasi mikrovaskular, yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang
ditandai dengan edema dan proteinuria.
Faktor Nutrisi
Diet tinggi buah dan sayur memiliki aktivitas antioksidan berkaitan dengan penurunan
tekanan darah. Insiden preeklamsia meningkat dua kali lipat pada perempuan yang
memiliki asupan asam askorbat kurang dari 85 mg/hari. Suplementasi kalsium pada
populasiyang memiliki asupan kalisum diet yang rendah memiliki sedikit efek dalam
menurunkan angka kematian perinatal, tetapi tidak berdampak pada insiden preeklamsia.
Faktor Genetik
Risiko insiden preeklamsia sebesar 20 hingga 40 persen pada anak dari ibu yang pernah
mengalami preeklamsia. Adanya komponen genetic untuk hipertensi gestasional
sekaligus preeklamsia. Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat interaksi
ratusan gen yang diwariskan dari dari ayah maupun ibu.
2.3 Patofisiologi
A. Kardiovaskular
Gangguan yang berkaitan dengan sistem kardiovaskular yaitu (1) peningkatan afterload
jantung yang disebabkan hipertensi; (2) preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh
tidak adanya hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara
iatrogenik akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena; dan (3) aktivasi endotel
disertai ekstravasasi cairan intravascular ke dalam ruang ekstrasel, dank e dalam paru-
paru. Selama kehamilan normal, massa ventrikel kiri bertambah, tetapi tidak terdapat
bukti meyakinkan mengenai perubahan structural lain yang diinduksi preeklamsia.
Perubahan hemodinamik
Diketahui bahwa baik pada perempuan hamil yang tidak hipertensif maupun yang
mengalami preeklamsia berat sama-sama memiliki fungsi ventrikel yang normal atau
hiperdinamis. Fungsi ventrikel hiperdinamis ini juga disertai dengan peningkatan
tekanan baji kapiler paru-paru. Kejadian tersebut dapat menimbulkan edema paru
dikarenakan kebocoran epitel endotel pada alveolus, yang diperberat oleh penurunan
tekanan onkotik akibat rendahnya konsentrasi albumin.
Pemberian cairan yang agresif pada perempuan dengan preeklamsia berat
menyebabakn tekanan pengisian normal yang lebih tinggi pada sisi kiri menjadi
meningkat secara nyata dan menyebabkan bertambahnya curah jantung yang sudah
normal hingga ke tingkat yang diatas normal.
Volume darah
Hemokonsentrasi merupakan tanda utama eklamsia. Hemokonsentrasi yang terjadi
karena kegagalan penambahan volume 1500ml pada beberapa minggu akhir
kehamilan tidak tercapai. Hemokonsentrasi tersebut terjadi karena vasokonstriksi
generalisata yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma ke dalam ruang
interstitial akibat bertambahnya permeabilitas.
B. Darah dan Koagulasi
Trombositopenia
Frekuensi dan keparahan trombositopenia bervariasi dan bergantung pada keparahan
dan durasi sindrom preeklamsia, serta pada frekuensi dilakukannya pemeriksaan
hitung trombosit. Trombositopenia nyata didefinisikan sebagai hitung trombosit
<100.000/mikroliter. Pada sebagian kasus disarankan untuk dilakukan terminasi
kehamilan karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah pelahiran,
hitung trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa hari pertama,
dan meningkat secara progresif mencapai nilai normal dalam 3-5 hari.pada beberapa
hari pertama.
Hemolisis
Preeklamsia berat sering ditandai oleh tanda-tanda hemolisis yang diukur secara
semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenase serum. Bukti lain
hemolisis tampakk dari gambaran sferositosis, skizositosis, retikulositosis dalam
darah tepi.gangguan ini disebabkan salah satunya oleh hemolisis mikroangiopatik
dan penimbunan fibrin. Perubahan membrane eritrosit, peningkatan daya lekat, dan
agregasi dapat juga mempermudah terjadinya kondisi hiperkoagulabilitas.
Koagulasi
Perubahan ringan yang sesuai dengan koagulasi intravascular dan yang lebih jarang
perusakan eritrosit lazim ditemukan pada preeklamsia dan khususnya eklamsia.
C. Homeostasis Volume
Deoxyxortixosterone (DOC) merupakan mineralkortikoid poten yang meningkat secara
nyata pada kehamilan normal. Peningkatan ini terjadi akibat koncersi progesterone
plasma menjadi DOC. Kadar vasopressin hampir sama pada perempuan tidak hamil,
perempuan dengan kehamilan normal, ataupun perempeuan preeklamtik, meskupun dua
yang disebut terakhir memiliki osmilalitas plasma yang menurun secara nyata.
Pada preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel, yamg bermanifestasi sebagai
edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada perempuan dengan kehamilan
normal. Selain edema umum dan proteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki
tekanan onkotik plasma menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan
filtrasi dan semakin mendorong cairan intravascular ke dalam interstitium sekelilingnya.
Kadar elektrolit tidak berbeda nyata pada perempuan preeklamtik dibandingkan
dengan pada kehamilan normal. Hal yang berebeda mungkin terjadi jika dilakukan terapi
diuretic yang agresif, retriksi natrium atau pemberian air bebas yang mengandung
oksitosin untuk menyebabkan antidiuresis.
D. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
secara bermakna. Dengan memburuknya preeklamsia, dapat timbul sejumlah perubahan
anatomis dan patofisiologis yang reversible.filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang
dapat terjadi akibat penurunan volume plasma. Sebagian besar penurunan ini
kemungkinan timbul akibat meningkatnya resistensi arteriol aferen, yang dapa
tmeningkat hingga lima kali lipat.penurunan filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serm
emningkat hingga mencapai nilai pada perempuan tidak hamil, yaitu 1 mg/mL.
Pada preeklamtik, kadar natrium urin meningkat. Osmolalitas urin, rasio kreatinin
urin, dan ekskresi natrium fraksional juga merupakan penanda keterlibatan mekanisme
prerenal.
Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis preekalmsia-
eklamsia. Penentuan secara kualitatif menggunakan carik celup bergantung pada
kepekatan urin dan sangat rentan terhadap hasil positif semu maupun negate semu.
Untuk specimen urin kuantitatif 24 jam, nilai ambang standar sesuai “consensus” adalah
>300mg/24 jam atau ekuivalennya yang telah diekstrapolasi utnuk periode pengumpulan
urin yang lebih singkat.
Terdapat metode yang digunakan untuk mengukur proteinuria, dan tidak satupun
mendeteksi smua jenis protein yang normal diekskresikan. Metode yang lebih akurat
meliputi pengukuran ekskresi albumin. Filtrasi albumin lebih tinggi diabandingkan
globulin, dan pada penyakit glomerular seperti preeklamsia, sebagian besar protein
dalam urin adalah albumin.
E. Hepar
Perubahan pada hepar perempuan yang mengalami eklamsia, ditemukan lesi khas pada
perdarahan periportal pada tepi hepar. Terjadinya hemolisis dan trombositopenia pada
kasus eklamsia, rangkaian hemolisis, nekrosis hepatoselular dan trombositopenia ini
kemudian dinamakan sindrom HELLP. Keterlibatan hepar pada preeklamsia mungkin
bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut
1. Keterlibatakn simpotmatik, adanya nyeri dan nyeri tekan derajat sedang
hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan epigastrium, biasanya
hanya terjadi pada penyakit berat. Pada banyak kasus, terjadi peningkatan
kadari amino transferase serum aspartat transferase (AST) atau alanin
transferase (ALT). namun, pada sebagian kasus, jumlah jaringan hepar yang
mengalami infark mungkin luas tetapi tidak bermakna secara klinis.
2. Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST dan
ALT dianggap merupakan penanda preeklamsia berat. Nilai transaminase
jarang melebihi 500 U/L. secara umum kadar transaminase serum berbanding
terbalik dengan jumlah trombosit dna kadar keduanya biasanya kembali ke
normal dalam 3 hari pascapartum
3. Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas sehingga
membentuk hematoma hepatis.
4. Perlemakan hati akut pada kehamilan kadan-kadang salah diduga sebagai
preekalmsia. Perlemakan hati akut juga memiliki awitan pada kehamilan
lanjut.dan sering disertai hipertensi, peningkatan kadar transaminase, dan
kreatinin serum, serta trombositopenia.
F. Otak
Autoregulasi merupakan mekanisme untuk menjaga aliran darah serebral relative
konstan meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi serebral. Pada individu yang
tidak hamil, mekanisme ini melindungi otak terhadap hiperperfusi saat tekanan arteri
rerata melebihi 160 mmHg.. Peningkatan aliran darah serebral yang signifikan pada
perempuan dengan preeklamsia berat dibandingkan dengan pada kelompok kontrol
perempuan hamil normotensif. Eklamsia terjadi saat hiperperfusi otak memaksa cairan
dalam kapiler keluar ke interstitium akibat aktivasi endotel dan menyebabkan edema
perivaskular, yang tampak pada sindrom preeklamsia.
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklamsia. Masing-masing
manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan perhatian
segera :
1. nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskular yang
memiliki predileksi pada lobus oksipitalis.
2. Kejang
3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklamsia, tetapi sering menjadi komplikasi pada
kejang eklamtik. Kebutaan dilaporkan timbul hingga seminggu atau lebih setelah
pelahiran.
4. Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklamsia dan biasanya
bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi dari kebingungan
hingga koma.
G. Perfusi Uteroplasental
Defek pada invasi trofoblastik dan plasentasi yang relevan dengan timbulnya sindrom
preeklamsia dan retriksi pertumbuhan janin. Hal lain yang juga sangat penting secara
klinis, terganggunya perfusi uteroplasental akibat vasospasme hampir pasti merupakan
penyebab utama meningkatnya angka kesakitan dan kematian perinatal. Karena itu,
pengukuran aliran darah uterus intervilus, dan plasenta mungkin akan bermanfaat. Pada
plasentasi abnormal, tahanan yang tinggi terjadi dan menetap secara abnormal. Namun
bukti terganggunya sirkulasi uteroplasental hanya ditemukan pada sebagian kecil
perempuan yang selanjutnya mengalami preeklamsia. Bahkan, jika dihitung dari kasus
preeklamsia yang terjadi pada trimester ketiga saja, hanya sepertiga perempuan dengan
penyakit berat yang memiliki velosimetri arteri uterine yang abnormal.

2.4 Diagnosis
A. Penegakkan Diagnosis Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya
160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk
tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan.
Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan
tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran
manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai
pengukuran tekanan darah yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan
hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil
pemeriksaan yang tertinggi.
B. Penentuan Proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstick > positif 1.9 Pemeriksaan urin dipstick bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein
pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin.
Pemeriksaan tes urin dipstick memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang
dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat
disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa.
Consensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan
panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstick hanya dapat digunakan sebagai tes
skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan protein urin tambung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin.10 Pada
telaah sistematik yang dilakukan Cote dkk disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein
banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria dengan lebih baik.

C. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan preeklamsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklamsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklamsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklamsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000/ mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
4. Edema paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : oligohidramniun, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

D. Penegakkan Diagnosis Preeklamsia Berat


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklamsia,
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklamsia atau disebut dengan preeklamsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklamsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklamsia atau preklamsia atau preeklamsia berat
adalah salah satu dibawah ini : 9,10
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit <100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
5. Edema paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta
: oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklamsia, sehingga kondisi protein urin massif (lebih
dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan preeklamsia (preeklamsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan preekalmsia ringan, dikarenakan setiap
preeklamsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
2.5 Penatalaksanaan
Rawat jalan
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil
banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada
usia kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan
rahim pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berartu pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ
vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan dieresis. Dieresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan
curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta,
dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Pada preeklamsia tidak perlu dilakukan retriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Diet yang mengandung 2g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.diet
diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya.
Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklamsia ringan perlu dirawat dirumah sakit.
Kriteria preeklamsia ringan dirawat di rumah sakit adalah, bila tidak ada perbaikan tekanan
darah, kadar proteinuria selama 2 minggu, adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklamsia berat. Perlu dilakukan pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi
pertumbuhan janin, berupa jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2
kali seminggu.
Preeklamsia berat
Pengelolaan preeklamsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan
cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk
persalinan
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan.
Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG dan NST.
Pasien dengan PEB harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawartan yang penting pada preeklamsia berat ialah
pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum
jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/
pulmonary capillary wedge pressure.
Monitoring input cairan (malalui oral ataupun infuse) dan outpun cairan (melalui urin)
menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru,
segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% Ringer-dekstrose
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc.
Lakukan pemasangan kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atay < 500 cc/24 jam.
 Pemberian obat anti kejang :
o MgSO4 : pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif
disbanding fenitoin. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.
Cara pemberian :
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose :
diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer / 6 jam atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram I.m
tiap 4-6 jam.
- Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.c 3
menit
 Reflex patella kuat (+)
 Frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distress nafas
- Magnesium sulfat dihentikan bila :
 Ada tanda tanda intoksika
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
o Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 :
- Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8 – 8,4/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
- Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
- Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan
didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa
panas).
o Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah satu
obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.
 Pemberian anti hipertensi
o Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam
o Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside : 0.25 mikrogram i.v/kg/menit, infuse, ditingkatkan 0,25
mikrogram i.v/kg/5menit
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat,
sehingga hanya boleh diberikan per oral. Obat antihipertensi lainnya adalah labetalol
injeksi, suatu alpha 1 blocker, non-selektif beta bloker.
 Glukokortikoid
Pemberian ini difungsikan untuk pematangan paru janin. Diberikan pada kehamilan 32-
34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindroma HELLP.
 perawatan aktif (agresif)
sambil member pengobatan, kehamilan diakhiri. Indikasi perawatan aktif ialah bila
didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
o Ibu
 Umur kehamilan ≥37 minggu.
 Adanya tanda-tanda/gejala impending eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
o Janin
 adanya tanda-tanda fetal distress
 adanya tanda tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion
o Laboratorik
 adanya tanda sindroma HELLP khususnya turunya trombosit dengan cepat
 perawatan konsevatif
indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif.dilakukan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan
tidak diakhiri.
 penyulit ibu
o sistem saraf pusat : perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan
kebutaan korteks
o gastrointestinal-hepatik : subskapsular hematoma hepar, rupture kapsul hepar
o ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
o hematologic : DIC, trombostiopenia dan hematoma luka operasi
o kardiopulmonar : edema paru kardiogeniik atau nonkardiogenik, depresi atau
arrest pernapasan, kardiak arrest iskemia miokardium
o lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan
 penyulit janin
o penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah IUGR, solusio plasenta, prematuritas,
sindroma distress napas, kematian janin intrauterine, kematian neonatal
perdarahan intraventrikular, sepsis, cerebral palsy.
BAB III
KESIMPULAN

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan
preeklamsia berat. Pembagian preeklamsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklamsia ringan
dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Gambaran klinik preeklamsia
bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala
preeklamsia mana yang timbul lebih dahulu.
Wanita dengan riwayat preeklamsia memiliki risiko penyakit kardiovaskular, 4x
peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di masa
yang akan datang. Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklamsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular.
Dalam penatalaksanaan preeklamsia, magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi
lini pertama eklamsia. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklamsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklamsia atau kejang
berulang. Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklamsia. Pemberian magnesium sulfat tidak
direkomendasikan untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklamsia, jika tidak
didapatkan gejala pemberatan.
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan
ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular. Peberian antihipertensi berhubungan dengan
pertumbuhan janin terhambat sesuai dengan penurunan tekanan arteri rata-rata.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka – Pengkajian kematian maternal dan
komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia: WHO; 2007.
2. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Report on the achievement of millennium
development goals Indonesia. Jakarta: Bappenas; 2010:67
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI: 2015
4. Census.gov. International Data Base. Diunduh dari:
http;//www.census.gov/population/international/data/idb/country.php
5. Osungbade KO, Ige OK. Public Health Perspectives og Preeclampsia in Developing Countries:
Implication forHealth System Strengthening. Journal of Pregnancy. 2011. Diunduh dari:
http://www.hindawi.com/journals/jp/2011/481095
6. Villar J, Bentran AP, Gulmezoglu M. Epidemiological basis for the planning of maternal health
services. WHO. 2001
7. Statistics by countru for preeclampsia. Diunduh dari:
http;//www.wrongdiagnosis.com/p/preeclampsia/stats-country.htm.
8. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians and Gynecologist.
Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013
9. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy working Group, Diagnosis, Evaluation, and
Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. Journal of
Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5); 416-438
10. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman GG, Brown MA. The
classification, diagnosis and management of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised
statement from the ISSHP. Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women’s
Cardiovascular Health 2014: 4(2):99-104
11. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., & Wenstrom,
K. D. (2014). Pregnancy Hypertension. Dalam F. G. Cunningham, K. J. Leveno, S. L.
Bloom, J. C. Hauth, L. Gilstrap, & K. D. Wenstrom (Penyunt.),Williams Obstetrics(24th
Edition ed.). New York: The McGraw-Hill Companies.
12. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai