PENDAHULUAN
Istilah tinitus berasal dari kata Latin tinnire yang mempunyai arti
untuk membunyikan. Tinitus didefinisikan sebagai bunyi yang didengar oleh
seseorang yang berasal dari tubuhnya sendiri tanpa adanya rangsangan bunyi
eksternal yang relevan. Tinitus bukanlah suatu penyakit atau sindrom, melainkan
gejala yang mungkin berasal dari satu atau lebih kelainan. Tinitus mungkin dapat
timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan dengan usia dan proses
degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.
Tinitus cukup banyak didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan orang di
dunia menderita tinitus dengan derajat ringan sampai berat. Dari hasil penelitian,
didapatkan satu dari lima orang antara usia 55 - 65 tahun dilaporkan mengalami
tinitus. Hal ini menandakan bahwa tinitus adalah keluhan yang sangat umum yang
diderita oleh kalangan usia lanjut. Bunyi yang diterima sangat bervariasi.
Suara-suara yang terdengar oleh telinga belum tentu bersifat kelainan
atau patologis. Jika orang sehat yang terbukti telinganya normal, berada dalam ruang
kedap, maka ia akan dapat mendengar berbagai macam suara yang berasal
dari berbagai
organ
tubuhnya
sendiri
yang
memang
bekerja
setiap
saat,
Pada sebuah penelitian, prevalensi tinitus pada orang dewasa dilaporkan sekitar 10.1
14.5% dan insidensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Jenis kelamin
laki-laki lebih banyak mengalami tinitus dibandingkan perempuan. Tinitus dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderitanya. Sekitar 25% pasien dengan tinitus
dilaporkan mengalami perburukan gejala yang progresif jika tidak mendapat
penanganan dengan baik. Hal ini akan menurunkan kualitas hidup penderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat atau kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan
sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler
yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklatcoklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.
Gambar 1. Potongan Frontal Telinga menunjukkan telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam
2) Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar
: Membran timpani
Batas depan
: Tuba eustachius
Batas Bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
kanalis
fasialis,tingkap
lonjong
(oval
window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
5
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.
3) Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane
vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane
basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
a. Koklea
Bagian labirin koklea merupakan suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35 mm. Koklea bagian tulang membentuk 2.5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding
(septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian
luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang
mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibuli (bagian atas) dan skala
timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini
dinamakan helicotrema. Skala vestibuli bermula pada fenestra ovale dan skala
timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis
membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membran
Reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. Membran Reissner bagian atas
2. Lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. Dinding luar koklea
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membran yang
berisi endolimfe. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya
nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.
sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula
sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
c. Kanalis semisirkularis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran
yang
10
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan
bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
2.2.
TINITUS
A. Definisi
11
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun
listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya.
Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi, bisa dirasakan unilateral
dan bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap, dikatakan periodik
jika serangan yang datang bersifat hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya
dan mengganggu dibandingkan dengan serangan yang bersifat menetap. Hal ini
disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus
pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kualitas hidup penderita, bahkan
terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.1,3
B. Epidemiologi
Perkiraan pasien dengan tinitus 10-15% dari populasi (30-40 juta orang). Dari
pasien dengan gejala telinga yang terkait, 85% melaporkan mengalami tinitus juga.
Baik orang dewasa dan anak-anak melaporkan mengalami tinitus. Pengembangan
meningkat tinitus dalam insiden dengan usia, meskipun tingkat tinitus pada anak-anak
telah dilaporkan setinggi 13%.
Banyak orang mengalami tinitus setelah terpapar suara tembakan atau konser
keras dengan amplifikasi modern. Jenis tinitus dapat mengganggu, tetapi biasanya
sembuh dalam hitungan jam. Tinitus adalah gejala (bukan penyakit) dan karena itu
mencerminkan suatu kelainan yang mendasarinya. Kebanyakan biasanya, tinitus
dikaitkan dengan gangguan pendengaran sensorineural, tapi jenis tinitus seperti
tinitus berdenyut, tinitus dengan vertigo, tinitus berfluktuasi, atau tinitus unilateral
harus diselidiki secara menyeluruh.8
C. Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam,
terutama kerusakan dari koklea. Etiologi yang lain yaitu :
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
12
MCV
dikenal
juga
dengan
vestibular
paroxysmal.
MCV
14
dengan
faktor-faktor
herediter,
pola
16
hari
Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
dianggap patologik
Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
20
21
G. Penatalasanaan
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab
tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Masalah yang sering di hadapi
pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak
pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinitus
subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:
1) Elektrofisiologis, yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar atau tinitus masker.
2) Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
3) Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya
untuk
meningkatkan
aliran
darah
koklea,
tranquilizer,
nikotin
Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
23
DAFTAR PUSTAKA
25