Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tinnitus didefinisikan sebagai bunyi yang di dengar oleh seseorang yang berasal
dari tubuhnya sendiri tanpa adanya rangsangan bunyi eksternal yang relevan. Istilah
tinnitus berasal dari kata latin “Tinnire” yang mempunyai arti untuk membuunyikan.
Tinitus bukanlah suatu penyakit atau sindroma, tetapi merupakan gejala yang mungkin
berasal dari satu atau lebih kelainan. Tinitus mungkin dapat timbul dari
penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan deng an usia dan proses
degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular. Tinitus cukup banyak
didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan orang di dunia menderita tinitus dengan
derajat ringan sampai berat. Dari hasil penelitian, didapatkan satu dari lima orang
diantara usia 55 dan 65 tahun dilaporkan mengalami tinitus. Hal ini menandakan bahwa
tinitus adalah keluhan yang sangat umum yang diterima di kalangan usia lanjut. Bunyi
yang diterima sangat bervariasi.
Suara-suara yang terdengar oleh telinga belum tentu bersifat kelainan
atau patologis. Jika orang sehat yang terbukti telinganya normal, berada dalam ruang
kedap, maka ia akan dapat mendengar berbagai macam suara yang berasal
dari berbagai organ tubuhnya sendiri yang memang bekerja setiap saat,
contohnya: pernapasan, kontraksi jantung, dan aliran darah. Pada kenyataannya, dalam
kehidupan sehari-hari, suasana yang memungkinkan suara fisiologis atau normal
tersebut terdengar oleh seseorang sangat jarang tercipta dan bahkan dalam kamar yang
sunyi di malam hari sekalipun. Hal ini dikarenakan terdapat suara masking dari
lingkungan dengan intensitas sekitar 25 – 30 db. Tinitus baru terdengar jika intensitas
suara organ tubuh melebihi suara masking dari lingkungan.
The American Tinnitus Association memperkirakan sekitar 50 juta
orang masyarakat di Amerk Serikat (AS) menderita tinnitus kronis. Sebanyak
sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah mengalami tinnitus sekali
seumur hidup. Pada sebuah penelitian prevalensi tinnitus pada orang dewasa dilaporkan
sekitar 10,1% - 14,5% dengan insiden yang semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami tinnitus dibandingkan perempuan.
Tinnitus dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan penderitanya. Sekitar 25%
pasien dengan tinnitus dilaporkan mengalami perburukan gejala yang progresif jika
tidak mendapat penanganan dengan baik. Hal ini akan menurunkan kualitas hidup dari
pasien yang mengalami tinnitus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TELINGA

A. Anatomi Telinga

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:

 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi
kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus
akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut,
kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi
menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan
serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

3
Gambar : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga

 Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- Batas luar : Membran timpani


- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
- Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
- Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

4
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani
dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus
dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad

5
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar : Membran Timpani

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius


(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.

 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala 6estibule.
6
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala
media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

7
Gambar : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam

Koklea

bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum).
Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri
dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung
perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian
bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema.
Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra
rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer

8
atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua
lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea

saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat
stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar : Koklea

Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana


basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane
basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang.
Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah
berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

9
GAMBAR : Organ korti

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat
persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel
persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran)
yang berisi kortilimf.

Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus


reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.

Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi
perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane
sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan
satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui
duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak
10
pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus.
Saluran ini buntu.

Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu
sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam
dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum
mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media
dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata.
Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior.
Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya
vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.

Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis


ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.

Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini
mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap
dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

11
B. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan
gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.

Gambar : Fisiologi Pendengaran


12
2.2 TINITUS

A. DEFINISI
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi tanpa
adanya rangsangan dari luar dapat berupa sinyal mekanoaskutik maupun listrik.
Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi dapat berupa bunyi mendenging,
menderu, mendesis, megaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang
didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan
unilateral dan bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodic ataupun menetap. Kita sebut periodic
jika serangan yang dating hilang timbul. Episode periodic lebih berbahaya dan
mengganggu dibandingkan dengan yang bersifat menetap. Hal ini disebabkan
karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada
beberapa orang yang sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat
menyebabkan timbulnya keinginana untuk bunuh diri. 1,3

B. EPIDEMIOLOGI
Perkiraan pasien dengan tinitus 10-15% dari populasi (30-40 juta orang). Dari
pasien dengan gejala telinga yang terkait, 85% melaporkan mengalami tinitus juga.
Baik orang dewasa dan anak-anak melaporkan mengalami tinitus. Pengembangan
meningkat tinitus dalam insiden dengan usia, meskipun tingkat tinitus pada anak-
anak telah dilaporkan setinggi 13%.
Banyak orang mengalami tinitus setelah terpapar suara tembakan atau konser
keras dengan amplifikasi modern. Jenis tinitus dapat mengganggu, tetapi biasanya
sembuh dalam hitungan jam. Tinitus adalah gejala (bukan penyakit) dan karena itu
mencerminkan suatu kelainan yang mendasarinya. Kebanyakan biasanya, tinitus
dikaitkan dengan gangguan pendengaran sensorineural, tapi jenis tinitus seperti
tinitus berdenyut, tinitus dengan vertigo, tinitus berfluktuasi, atau tinitus unilateral
harus diselidiki secara menyeluruh.8

13
C. ETIOLOGI
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam,
terutama kerusakan dari koklea. Etiologi yang lain yaitu:
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher. Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau
leher mungkin akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus
karena cedera laher adalah tinitus somatic yang paling umum terjadi. Trauma
itu dapat berupa fraktur tengkorak, whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ).
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal
dari arthritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ
akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui
secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.

2. Tinitus akibat kerusakan N. Vestibulocochlearis.


Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari
N.Vestibulocochlearis, diantaranya: infeksi virus pada N.VIII, tumor yang
mengenai N.VIII, dan Microvaskuler Compression Syndrome (MCV). MCV
dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan
N.VIII karena adanya kompresi dari prmbuluh darah. Tapi hal ini sangat jarag
terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vascular


Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar
bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan
vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Aterosklerosis
14
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk -
bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah
kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah
menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi
arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus
jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa adnya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang
penting pada tumor glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik


Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas
darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi
turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang
kita kenal dengan tinitus pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa
menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan
kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis.


Yang paling akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis adalah proses
inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat.
15
Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya
kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi,
kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan
keseimbangan dan nyeri, dan telingan akan timbul gejala tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik.


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus bersifat sementara.
Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan
stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan


Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan
yang bersifat ototoksik. Diantaranya:
a. Analgetik, seperti aspirin dan OAINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin
c. Obat-obatan kemoterapi (Belomisin, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate, vinkristin), diuretik (Bumatenide, Ethacrynic acid,
Furosemide), lain-lain (Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah)

8. Tinitus akibat gangguan mekanik.


Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada
tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita benafas akan menggerakan
membrane timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muscular tensor timpani
dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi.

16
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (secret dan oedem)
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan
tinitus. Biasanya sura tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

10. Tinitus akibat sebab lainnya.


a. Tuli akibat bising disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras
dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga.Terutama
bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang
sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat
korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau
lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan ,metabolisme,
aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif.
Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki dibanding
perempuan.
c. Sindrom Meniere. Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops
endolimfe, yaitu penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia
cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin.1,4,5,6

17
Gambar etiologi tinnitus

C. KLASIFIKASI TINITUS
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada
telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga.
Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi:
tinitus otik dan tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau
saraf auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus somatik jika
kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area kepala atau
leher.1
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:
1. Tinitus Objektif
Adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal
dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut
ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus
18
jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik
yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena
kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba
Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran
suara dari nasofaring ke rongga tengah.

2. Tinitus Subjektif
Adalah tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis ini
sering sekali terjadi dan bersifat non vibratorik, disebabkan oleh proses iritatif
dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai
pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran
dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas
suaranya mungkin lebih tinggi.2

Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus


dapat dibagi menjadi:
1. Tinitus Pulsatil. Adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara dennyut
jantung. Tinitus pulsatif jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus
pulsatif dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskuler ataupun diluar
vaskuler. Kelainan vaskuler digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang
sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus non-vaskuler
digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam
telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya
menggunkan stetoskop.

2. Tinitus Non pulsatil


Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat
didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging,
19
berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan
bising bergemuruh di dalam telinganya. Biasanya tinitus ini lebih didengar pada
ruangan yang sunyi dan biasanya palin mengganggu dimalam hari sewaktu
pasien tidur, selama siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas
sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut. 4

D. PATOFISIOLOGI
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, m e l a i n k a n b e r a s a l d a r i s u m b e r i m p u l s a b n o r m a l
d i d a l a m t u b u h p a s i e n sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh
berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus
dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus
dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli
sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi.

Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada
rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut
(tinitus pulsatil). Tinitus fengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama
dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis
dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustahius terbuka, sehingga
ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus
tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan
tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis
(carotid body tumor ), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada

20
intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin, garamisin,
digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus ataupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada
nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan
ini disertai dengan vertigodan tuli sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal
yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti
menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan
gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.1,4,6

E. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokasi, apakah terjadi disatu telinga ataupun dikedua telinga.
- Sifat bunyi yang didengar, apakah mendenging, mendengung , menderu,
ataupun mendesis dan bunyi lainnya.
- Apakah bunyi yang didengar semakin mengganggu di siang atau malam hari.
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran
serta gangguan neurologic lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit
dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi
jika tinitus berlangusng selama 5 menit, serangan ini nisa dianggap
patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik.
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi.
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik.
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga.

21
- Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam
mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler
sering terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan mioklonus
palatal sering terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan
neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya
kemungkinan neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral
kemungkinan intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik.
Jika pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari
telingakanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan
besar terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler,
siringomelia dan sklerosis multipel. Kelainan patologis pada putaran basal
koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada umumnya bernada
tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh
ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus).1

2) Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal
inidilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar
pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar oleh
pemeriksa, artinya bersifat objektif, maka harus ditentukan sifat dari suara
tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka
kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika
suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka
kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontunu,
maka kemungkinan tinitus terjadi kaena venous hum atau emisi skustik yang
terganggu.

22
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa saat
auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat
beragam,di antaranya:

Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.

Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis
kronik.

Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked


Response Audiometri) . H a s i l t e s B E R A , b i s a n o r m a l a t a u p u n a b n o r m a l .
J i k a n o r m a l , m a k a t i n i t u s mungkin disebabkan karena terpajan bising,
intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau
presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka t initus disebabkan karena
neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular. Jika tidak ada kesimpulan dari
rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan pemeriksaan tersebut,
pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf pusat.
Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena


psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar
dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Masalah yang sering dihadapi pemeriksa
adalah penyeban tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus
objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinitus subjektif.

Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:
23
Elektrofisiologik, yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau
tinitus masker.

Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan


pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi
setiap hari.

Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jel as
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,
antidepresan, sedatif, neurotonik,vitamin, dan mineral.

Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustikneuroma. Pada keadaan yang erat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat
dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literature dikatakan bahwa tindakan ini
dapat menghilangkan keluhan pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%.

Cochlear nerve section Merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat
dilakukan. Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak
tahu penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu
mengurangi tinitus. Hal ini dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-obatan yang biasa
dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang dipakai dalam dosis rendah, obat
ini merupakan obat golongan benzodiazepine ya n g b i a s a n ya digunakan
sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya adalah
a m i t r i p t i l i n e a t a u n o r t r i p t i l i n e ya n g d i g u n a k a n d a l a m d o s i s r e n d a h
j u g a , o b a t i n i a d a l a h golongan antidepresan trisiklik.

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga rasa
takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur
dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu

24
oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati
dan dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model


neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy
(TRT). Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi
tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil
modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem l i m b i k d a n s i s t e m s a r a f
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus
dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa
penurunan toleransi terhadap suara. TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi
tinitus tidak dapat dikurangi atau dihilangkan.

TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara
radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai dengan
gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan
masking. T R T d i m u l a i d e n g a n a n a m n e s i s a w a l u n t u k m e n g i d e n t i f i k a s i
m a s a l a h d a n k e l u h a n pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan
toleransi terhadap suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien,
mendapatkan informasi untuk membe rikan konseling yang tepat dan membuat
data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.

Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien, diantaranya:

Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.

Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah
yang merupakan salah satu penyebab tinitus.
25
Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan nikotin

Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik

Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu


K e s e h a t a n T e l i n g a Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008

Hain TC. Tinnitus.

http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm.

Hain TC. Microvascular compression s yn d r o m e , Vestibular


P a r o x ys m i a , a n d Q u i c k Spins.

http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/unilat/microvascular.htm.

Tinnitus and Deafness.

http://www.wrongdiagnosis.com/w/wolframs_disease/book-diseases-4a.htm.

Saunders WB.http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html.

S ya r t i k a L. Tinitus Telinga B e r d e n g i n g . http://www.santosa-


hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf .

Hain TC. Tinitus Management. http://www.dizziness-


and- balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf.

http://emedicine.medscape.com/article/856916-overview#a4

27

Anda mungkin juga menyukai