Anda di halaman 1dari 412

OPTIMA PREPARATION

| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |


| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
1
SOAL

Ny. Alluka Zoldyk, 25 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri sendi sejak
3 bulan lalu. Pasien mengatakan nyeri sendi berpindah-pindah namun
paling sering di pergelangan tangan dan lutut. Pasien juga mengeluh lesu,
lemah, berat badan turun sebanyak 3 kg dalam 4 bulan terakhir dan lebih
sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari. Pada pemeriksaan
fisik didapai ruam malar dan ruam diskoid pada wajah. Pemeriksaan
lab didapati ANA dan anti dsDNA lebih tinggi dari normal. Reumatoid
Faktor (-). Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Rheumatoid Arthritis
B. SLE
C. Gout Arthritis
D. Spondiloarthritis
E. Osteoarthritis
SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis  peradangan pada
kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
• Predisposisi yang ada pemicu kacaunya sistem toleransi
imunologis sehingga respon imun melawan antigen diri sendiri.
– Faktor genetik
– imunologik
– hormonal serta
– Lingkungan
SLE
TANDA DAN GEJALA
• Kompleks imun beredar dan menimbulkan kerusakan pada berbagai target
organ:
– Muskuloskeletal: sering dijumpai nyeri pada sendi,
– Kulit : reaksi fotosensitifitas, diskoid LE, subacute cutaneus lupus
erythematosus, lupus profundus, telangiektasia, fenomena raynaud.
– Paru : pneumonitis lupus dengan gejala sesak, batuk kering, ronki di basal
– Kardiologi : perikarditis, miokarditis, lesi katup endokarditis Libman- Sacks dan
penyakit jantung koroner.
– Renal : kerusakan ginjal disertai proteinuria.
– Gastrointestinal : gejalanya tidak khas ; dispepsia, vaskulitis mesentrik dapat
menyebabkan perforasi, IBD, pankreatitis, hepatomegali.
– Neuropsikiatri : masih belum diketahui dengan pasti; mikroinfark serebral
– Hemik-limfatik: limfadenopati splenonegali, anemia.
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
Diagnosis
Immunologic Criteria
• ANA
• Anti-dsDNA (>2× laboratory reference range)
• Anti-Smith
• Antiphospholipid antibodies (lupus anticoagulant,
RPR, anti-cardiolipin IgA, IgG,IgM, anti-β2
glycoprotein IgA, IgG, IgM)
• Low complement
• Direct Coombs test in the absence of hemolytic
anemia.
Pemeriksaan Serologi pada SLE
• Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
SLE adalah tes ANA.
• Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan
gejala mengarah pada SLE.
– Pada penderita SLE ditemukan tesANA yang positif sebesar 95-100%,
– akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain
yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya
• infeksi kronis (tuberkulosis),
• penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
• artritis rematoid, tiroiditis autoimun),
• keganasan
• pada orang normal.
– Jika hasil tes ANA negatif
• pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan
• tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan.
• Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif
adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk
anti-dsDNA, Sm, nRNP , Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo.
Autoantibodies and Clinical Signifcance in Systemic Lupus
Erythematosus (SLE)
Autoantibody Prevalence in SLE Clinical Significance
ANA Screening test; sensitivity 95%; not diagnostic without clinical
features
Anti-dsDNA 60% 95% specificity for SLE; fluctuates with disease activity;
sensitivity only 70%; level is variable based on disease activity
Anti-Smith 20%-30% 99% specificity for SLE (Most specific antibody for SLE); only
30-40% sensitivity; associated with anti-U1RNP antibodies

Anti-U1RNP 30% Antibody associated with mixed connective tissue disease and
lower frequency of glomerulonephritis

Anti-Ro/SSA 15% Associated with Sjögren’s syndrome, photosensitivity, SCLE,


neonatal lupus, congenital heart block

Anti-La/SSB 20% Associated with Sjögren’s syndrome, SCLE, neonatal lupus,


congenital heart block, anti-Ro/SSA

Antihistone 70% Also associated with drug-induced lupus


Antiphospholipid 30% Associated with arterial and venous thrombosis, pregnancy
Morbidity
• Kriteria SLE ringan:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

• SLE dengan tingkat keparahan sedang:


1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor

• Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa:


a. Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade
jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru,
fibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal : pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal : nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit : vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis,
polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3 ,
purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
TATALAKSANA
Tatalaksana Umum
• Pilar pengobatan lupus eritematosus sistemik
– Edukasi dan konseling
– Program rehabilitasi
– Pengobatan medikamentosa
Algoritma pengobatan penyakit Lupus

TR: tidak respon, RS: respon sebagian, RP: respon penuh


KS: kortikosteroid, MP: metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS:
obat antiinflamasi steroid, CYC: siklofosfamid, NPSLE:
neuropsikiatri SLE. (Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis
dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan
Reumatologi Indonesia.2011.)
2
SOAL

Nona Cut Nyak Dien, usia 20 tahun datang dengan keluhan


mudah lelah, rambut rontok, dan sering merasa silau sejak 1
minggu yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada
sendi bahu, siku, lutut dan pergelangan kaki sejak 3 bulan yang
lalu. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan demam
dan terkadang sesak. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD
110/70 mmHg, nadi 96 kali/menit, RR 17 kali/menit, suhu 36,7 C.
Dari hasil pemeriksaan kepala didapatkan ruam kemerahan di
wajah. Pemeriksaan autoantibodi yang paling spesifik adalah…
A. ANA test
B. Anti ds-DNA
C. Rhemautoid factor
D. CD4
E. Anti SM
Diagnosis
Immunologic Criteria
• ANA
• Anti-dsDNA (>2× laboratory reference range)
• Anti-Smith
• Antiphospholipid antibodies (lupus anticoagulant,
RPR, anti-cardiolipin IgA, IgG,IgM, anti-β2
glycoprotein IgA, IgG, IgM)
• Low complement
• Direct Coombs test in the absence of hemolytic
anemia.
Pemeriksaan Serologi pada SLE
• Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
SLE adalah tes ANA.
• Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan
gejala mengarah pada SLE.
– Pada penderita SLE ditemukan tesANA yang positif sebesar 95-100%,
– akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain
yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya
• infeksi kronis (tuberkulosis),
• penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
• artritis rematoid, tiroiditis autoimun),
• keganasan
• pada orang normal.
– Jika hasil tes ANA negatif
• pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan
• tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan.
• Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif
adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk
anti-dsDNA, Sm, nRNP , Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo.
Autoantibodies and Clinical Signifcance in Systemic Lupus
Erythematosus (SLE)
Autoantibody Prevalence in SLE Clinical Significance
ANA Screening test; sensitivity 95%; not diagnostic without clinical
features
Anti-dsDNA 60% 95% specificity for SLE; fluctuates with disease activity;
sensitivity only 70%; level is variable based on disease activity
Anti-Smith 20%-30% 99% specificity for SLE (Most specific antibody for SLE); only
30-40% sensitivity; associated with anti-U1RNP antibodies

Anti-U1RNP 30% Antibody associated with mixed connective tissue disease and
lower frequency of glomerulonephritis

Anti-Ro/SSA 15% Associated with Sjögren’s syndrome, photosensitivity, SCLE,


neonatal lupus, congenital heart block

Anti-La/SSB 20% Associated with Sjögren’s syndrome, SCLE, neonatal lupus,


congenital heart block, anti-Ro/SSA

Antihistone 70% Also associated with drug-induced lupus


Antiphospholipid 30% Associated with arterial and venous thrombosis, pregnancy
Morbidity
3
SOAL

Seorang wanita berusia 35 tahun, datang ke rumah sakit


dengan keluhan utama berupa bercak-bercak kemerahan
pada kedua pipi-hidung sejak 4 minggu yang lalu. Bercak
kemerahan seperi gambaran kupu-kupu. Pemeriksaan sistem
tubuh dalam batas normal, kecuali sistem musculoskeletal
dengan gejala atritis. Apakah terapi yang dapat diberikan
pada pasien tersebut?
A. Azatrioprin + kortikosteroid oral
B. Kortikosteroid topikal + kortikosteroid oral
C. Hidroklorokuin + siklofosfamid
D. Siklofosfamid + hidroklorokuin
E. Hidroklorokuin + kortikosteroid oral
TANDA DAN GEJALA
• Kompleks imun beredar dan menimbulkan kerusakan pada berbagai target
organ:
– Muskuloskeletal: sering dijumpai nyeri pada sendi,
– Kulit : reaksi fotosensitifitas, diskoid LE, subacute cutaneus lupus
erythematosus, lupus profundus, telangiektasia, fenomena raynaud.
– Paru : pneumonitis lupus dengan gejala sesak, batuk kering, ronki di basal
– Kardiologi : perikarditis, miokarditis, lesi katup endokarditis Libman- Sacks dan
penyakit jantung koroner.
– Renal : kerusakan ginjal disertai proteinuria.
– Gastrointestinal : gejalanya tidak khas ; dispepsia, vaskulitis mesentrik dapat
menyebabkan perforasi, IBD, pankreatitis, hepatomegali.
– Neuropsikiatri : masih belum diketahui dengan pasti; mikroinfark serebral
– Hemik-limfatik: limfadenopati splenonegali, anemia.
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
• Kriteria SLE ringan:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

• SLE dengan tingkat keparahan sedang:


1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor

• Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa:


a. Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade
jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru,
fibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal : pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal : nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit : vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis,
polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3 ,
purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
TATALAKSANA
Tatalaksana Umum
• Pilar pengobatan lupus eritematosus sistemik
– Edukasi dan konseling
– Program rehabilitasi
– Pengobatan medikamentosa
Algoritma pengobatan penyakit Lupus

TR: tidak respon, RS: respon sebagian, RP: respon penuh


KS: kortikosteroid, MP: metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS:
obat antiinflamasi steroid, CYC: siklofosfamid, NPSLE:
neuropsikiatri SLE. (Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis
dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan
Reumatologi Indonesia.2011.)
4
SOAL

Ny. Tisiphone, berusia 26 tahun datang ke tempat praktek dokter


karena khawatir akan tulangnya keropos. Pasien diketahui
mempunyai penyakit SLE dan telah mengkonsumsi prednison
selama 1 tahun terakhir. Pasien mengatakan telah mengkonsumsi
obat kalsium. Pasien juga enggan minum susu juga karena takut
kegemukan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80
mmHg, HR 77x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apakah terapi
tambahan yang diberikan kepada pasien tersebut?
A. Alendronat
B. Risedronate
C. Vitamin D
D. Paracetamol
E. Celecoxib
SLE - Osteoporosis
• Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid,
diperlukan penilaian risiko osteoporosis.
• Pemberian kalsium
– bila memakai kortikosteroid dalam dosis lebih dari 7,5
mg/hari dan diberikan dalam jangka panjang (lebih
dari 3 bulan).
• Suplemen vitamin D, Latihan pembebanan
yang ditoleransi, Obat-obatan seperti calcitonin
bila terdapat gangguan ginjal, bisfosfonat
(kecuali terdapat kontraindikasi) atau
rekombinan PTH perlu diberikan
Glucocorticoid dan Osteoporosis
Pencegahan Osteoporosis pd SLE
• Minimalisir penggunaan glukokortikoid
• Pasien yg menggunakan glukokortikoid ≥ 3 bulan  berikan
suplementasi kalsium dan vitamin D.
• 1200–1500 mg/day of calcium and 1000–2000 IU of
vitaminD.
• These patients should also be screened for vitamin D
deficiency and assessed for fall risk and for a history of
fragility fractures.
• Particularly in older individuals, it is recommended to obtain a
baseline height measurement and to assess for vertebral
fracture in the setting of significant height loss.
• All patients with SLE on chronic glucocorticoids should also be
counselled to engage in weight-bearing physical activities.
SLE - Osteoporosis
Tatalaksana Osteoporosis pd SLE
• Tergantung pada
– status menopause
– usia
– jenis kelamin
• Pada wanita premenopause dan laki-laki dibawah 50 tahun:
– bifosfonat digunakan jika terdapat riwayat faktur patologis dgn
densitas mineral tulang yg sangat rendah dan kebutuhan
penggunaan glukokortikoid kronis, atau dgn densitas tulang yg sangat
rendah dgn kebutuhan untuk long-term heparin therapy.
• Bisphosphonates hendaknya dihindari pada wanita usia
produktif
– menyebabkan anomali pd perkembangan tulang janin.
• Bifosfonat hendaknya tdk digunakan sebagai terapi jangka
panjang.
• Bifosfonat direkomendasikan penggunaanya pd wanita
postmenopause yg menggunakan glukokortikoid > 7,5mg/day.
5
SOAL

Ny. Kaluto Zoldyck, 42 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama


berupa nyeri pada pangkal jari-jari tangan. Keluhan dirasakan
sejak 5 bulan terakhir dan berulang selama 2 tahun. Pasien juga
mengatakan keluhan disertai kaku pada sendi. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada PF didapatkan bengkak kemerahan pada sendi
metacarpophalangeal. Dari pemeriksaan Xray didapatkan
osteopenia dan erosi dekat celah sendi. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
A. Osteoarthritis
B. Gout arthritis
C. Poliarthritis migrans
D. Rheumatoid Arthritis
E. Seronegative Spondiloatrhropathy
RHEUMATOID ARTHRITIS
• Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh
poliartritis perifer yang simetrik.
• Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
• Berbagai faktor risikonya meliputi infeksi (mycoplasma, EBV, parvovirus, rubella), genetik,
wanita usia produktif.
• Terdapat:
• inflamasi dan proliferasi synovium
• Kartilago sendi menghilang
• Erosi juxtarticular
Rheumatoid Arthritis
• Skor 6/lebih: definite RA.
• Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Gambaran Klinis dan Patofisiologi
• GEJALA UMUM
– Demam
– Lemas
– Penurunan Berat Badan
• GEJALA LOKAL
– Poliartritis simetris terutama
pada PIP, MCP
– Kekakuan sendi >30 menit
– Sendi merah, bengkak
– Deformitas sendi
• EKSTRA-ARTIKULAR
– Nodul Rematoid
– Keratokonjungtivitis sicca
– Efusi pericardium
– Pyoderma gangrenosum
– Anemia
Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Boutonnoere deformity caused by Swan neck deformity caused by
flexion of the PIP joint with Hyperextension of the PIP joint
hyperextension of the DIP joint. with flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis.
synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Pemeriksaan Laboratorium
• RF (sensitivity ∼60%; specificity ∼80%)
– False positives are seen with hepatitis C, subacute
bacterial endocarditis, primary biliary cirrhosis, sarcoidosis,
malignancy, Sjögren’s syndrome, SLE, and increasing age.
• Anti-CCP antibodies
– Sensitivity is similar to RF, but it is more specific for RA
than RF (up to 95%-98%).
• The presence of either RF or anti-CCP (“seropositive
RA”) is associated with more severe disease, more
extraarticular manifestations, and worse prognosis.
Rheumatoid Arthritis
• Pilar Pengelolaan Artritis Reumatoid
– Edukasi
– Program/Latihan Rehabilitasi
– Pilihan Pengobatan
• DMARD
• Agen Biologik
• Kortikosteroid
• Obat Anti Inflamasi Non Steroid
– Pembedahan

Konsensus Artritis Reumatoid IRA 2014


Terapi
1. Synthetic DMARDS 3. low-dose
glucocorticoids

2. Biologic DMARDS

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Rheumatoid Arthritis
Kompetensi Dokter Umum

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
6
SOAL

Seorang wanita, 32 tahun, datang ke klinik dgn keluhan nyeri


sendi jari-jari tangan, kedua pergelangan tangan dan nyeri
saat digerakkan terutama di pagi hari. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan sendi bengkak kemerahan, hangat dan nyeri saat
digerakkan. Digiti manus 3 dan 4 ditemukan gambaran
seperti leher angsa. Pemeriksaan apa yang paling tepat
dilakukan pada pasien di atas?
A. ANA
B. anti ds-DNA
C. Factor rheumatoid
D. ASTO
E. CRP
RHEUMATOID ARTHRITIS
• Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh
poliartritis perifer yang simetrik.
• Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
• Berbagai faktor risikonya meliputi infeksi (mycoplasma, EBV, parvovirus, rubella), genetik,
wanita usia produktif.
• Terdapat:
• inflamasi dan proliferasi synovium
• Kartilago sendi menghilang
• Erosi juxtarticular
Rheumatoid Arthritis
• Skor 6/lebih: definite RA.
• Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Gambaran Klinis dan Patofisiologi
• GEJALA UMUM
– Demam
– Lemas
– Penurunan Berat Badan
• GEJALA LOKAL
– Poliartritis simetris terutama
pada PIP, MCP
– Kekakuan sendi >30 menit
– Sendi merah, bengkak
– Deformitas sendi
• EKSTRA-ARTIKULAR
– Nodul Rematoid
– Keratokonjungtivitis sicca
– Efusi pericardium
– Pyoderma gangrenosum
– Anemia
Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Boutonnoere deformity caused by Swan neck deformity caused by
flexion of the PIP joint with Hyperextension of the PIP joint
hyperextension of the DIP joint. with flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis.
synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Pemeriksaan Laboratorium
• RF (sensitivity ∼60%; specificity ∼80%)
– False positives are seen with hepatitis C, subacute
bacterial endocarditis, primary biliary cirrhosis, sarcoidosis,
malignancy, Sjögren’s syndrome, SLE, and increasing age.
• Anti-CCP antibodies
– Sensitivity is similar to RF, but it is more specific for RA
than RF (up to 95%-98%).
• The presence of either RF or anti-CCP (“seropositive
RA”) is associated with more severe disease, more
extraarticular manifestations, and worse prognosis.
7
SOAL

Seorang wanita, 70 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada


sendi lutut kiri. Pada pemeriksaan fisik tampak lutut kiri
bengkak, nyeri dan panas. Tanda-tanda vital dalam batas
normal. Analisis cairan sendi didapatkan leukosit
200.000/LBP. Tidak ditemukan kristal oksalat. Diagnosis yang
paling mungkin pada pasien adalah…
A. Rheumatoid artritis
B. Osteoartritis
C. Gout arthritis
D. Pseudogout
E. Arthritis septik
Artritis Septik

Definisi
• Merupakan penyakit inflamasi pd
sendi yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus atau jamur.
Rute Infeksi
• Penyeberan patogen dari darah, from distant
site…. (most common)
• Penyebaran dari acute osteomylitic focus
• Penyebaran dari infeksi jaringan lunak sekitar
• entry via penetrating trauma
• entry via iatrogenic means
Etiologi
Pathology
• There is an acute synovitis with a purulent joint effusion and
Synovial membrane becomes edematous, swollen and
hyperemic, and produces increase amount of cloudy exudates
contains leukocytes and bacteria
• As infection spread through the joint, articular cartilage is
destroyed by bacterial and cellular enzymes.
• If the infection is not arrested the cartilage may be completely
destroyed.
• Pus may burst out of the joint to form abscesses and sinuses.
• The joint may be become pathologically dislocated.
Gejala Klinis
• Riwayat trauma atau infeksi sebelumnya
• Sering mengenai sendi panggul dan lutut
• Sendi sakroiliaka dapat terinfeksi pada brucellosis
• Interphalangeal joints: human and animal bites
• Demam, malaise, anoreksia, nausea
• Inflamasi lokal
Pemeriksaan Fisik
1. Berkurangnya atau absent of ROM
2. Tanda-tanda inflamasi: pembengkakkan sendi,
hangat, nyeri tekan and eritem.
3. Joint orientation as to minimize pain (position of
comfort):
 Hip: abducted, flexed and externally rotated.
 Knee, ankle and elbow: partially flexed.
 Shoulder: abducted and internally rotated
Pemeriksaan
Laboratorium
• The diagnosis can usually be confirmed by joint aspiration and
immediate microbiological investigation of the fluid.
• Blood culture may be positive in about 50% of proven cases.
• Non specific features of acute inflammation-leucocytosis,ESR,CRP-
are suggestive but not diagnostic .
• leukocyte count:
 generally higher than 50,000/µL, with a predominance of
neutrophils more than 75%
gram stain:
 are positive in approximately 75% of patients with
staphylococcal infections; however, results are positive in only
50% of patients with gram-negative infections
Pemeriksaan
 crystal examination:
exclude crystal-induced arthritis (may coexist)
 culture:
The definitive method
 for aerobic and anaerobic organisms.
are positive in 85-95%

• Synovial fluid glucose, protein, and lactic acid


concentration not specific.
Temuan pada cairan sendi
berdasarkan kategori penyakit

• Kelompok I: OA, trauma, awal gejala demam rematik


• Kelompok II: RA, SLE, Sindrom Reiter, demam rematik, atritis yang diinduksi kristal.
• Kelompok III: bakteri, jamur dam infeksi TBC sendi
• Kelompok IV: berkaitan denfan atritis traumatik, protese sendi dan kelainan
hematologi (hemifilia, terapi antikoagulan)

(McPherson dkk. Cerebrospinal, Synovial, Serous Body Fluids, and Alternative Specimens. In: McPerson M A, Pincus
MR. Henry’s Clinical Diagnosis And Management by Laboratory Result 22nd ed. Philadelphia: Saunders; 2011:490)
8
SOAL

Tuan Mohammad Hatta usia 62 tahun datang dengan keluhan


nyeri pada sendi lutut, terutama pada lutut kiri. Nyeri dirasakan
terutama saat beraktivitas seperti naik tangga dengan awalnya
kaku sendi pada pagi hari selama kurang dari 30 menit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan genu didapatkan krepitasi. Dari foto
rontgen didapatkan osteofit, dan sclerosis subkondral. Grade
berapakah penyakit tersebut?
A. I
B. II
C. III
D. IV
E. V
Osteoartritis
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Arthritis
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


9
SOAL

Seorang perempuan bernama Ny. Bernadetta Laurensia Nugroho,


usia 50 tahun, datang ke Poliklinik dokter umum dekat rumahnya
dengan keluhan nyeri pada kedua lutut. Nyeri terutama saat
beraktivitas dan membaik dengan istirahat. Pada pemeriksaan
fisik tampak tubuh pasien terlihat gemuk. Pasien mengaku sudah
beberapa kali ingin berolahraga untuk menurunkan berat badan,
namun selalu berhenti karena rasa sakit pada kedua lututnya.
Apakah aktivitas yang masih boleh dilakukan ?
A. Berenang
B. Berjalan jauh
C. Duduk di kursi rendah
D. Berdiri lama
E. Menggunakan WC jongkok
Nyeri Sendi
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.


Tatalaksana OA
• Terapi Non farmakologi
– Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
– Program penatalaksanaan mandiri (self-management
programs):modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II)
– Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan
berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan,
dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
– Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness
exercises)berenang. Level of Evidence: I)
– Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat
bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation): pakai
tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
– Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk
aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
Osteoarthritis
10
SOAL

Seorang wanita berusia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri


pada kedua lutut, sejak 2 tahun lalu. Keluhan disertai kaku selama
20 menit pada pagi hari saat bangun tidur dan 5 menit pada saat
bangun dari duduk. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
pada kedua lutut wanita tersebut dan menemukan krepitasi
positif, TB 160cm, BB 80 kg. Pada radiologi didapatkan terdapat
kista subkondral. Tanda krepitasi yang timbul pada pemeriksaan
sendi diakibatkan oleh...
A. Penebalan sinovium karena sinovitis yang lama
B. Permukaan rawan sendi yang irregular
C. Kelemahan tendon-tendon pada sendi
D. Kelemahan otot-otot sekitar sendi
E. Adanya kristal asam urat dalam rongga sendi
Nyeri Sendi
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.


11
SOAL

Seorang pasien perempuan bernama Nn. Manda Zianitha


Harahap, berusia 45 tahun, datang ke poliklinik dokter
umum dekat tempat ia bekerja dengan keluhan nyeri pada
kedua sendi lutut. Nyeri terutama dirasakan saat pagi hari
sekitar <30 menit dan saat berjalan jauh. Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan BB 75 kg, TB 150 cm. Gambaran foto yang
mungkin ditemukan?
A. Soft tissue swelling
B. Erosi tulang
C. Penyempitan celah sendi
D. Fraktur
E. Overhanging sclerotic edge
Nyeri Sendi
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.


12
SOAL

Perempuan bernama Ny. Amelia Earthart, usia 45


tahun, dengan BB 80kg, TB 160 cm, datang dengan
keluhan nyeri pada sendi lutut terutama saat berjalan
dan menaiki atau menuruni tangga. Oleh dokter yang
memeriksa, pasien didiagnosis dengan suspek OA.
Edukasi apa yang kita berikan pada pasien tersebut?
A. Membatasi aktivitas fisik
B. Menurunkan berat badan
C. Olahraga
D. Memperbanyak minum susu kalsium
E. Konsumsi obat rutin
Nyeri Sendi
• Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
• Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang 
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.


Tatalaksana OA
• Terapi Non farmakologi
– Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
– Program penatalaksanaan mandiri (self-management
programs):modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II)
– Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan
berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan,
dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
– Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness
exercises)berenang. Level of Evidence: I)
– Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat
bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation): pakai
tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
– Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk
aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
Osteoarthritis
13
SOAL

Seorang pasien perempuan usia 20 tahun datang ke IGD RS


dengan keluhan utama berupa kelopak mata bengkak,
bentol-bentol serta kemerahan di seluruh tubuh setelah 15
menit memakan obat dari dokter. Pasien sebelumnya
berobat ke dokter karena mengalami batuk pilek. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg,
HR 88x/mnt, RR 22 x/mnt dan suhu 37C. Apakah terapi
yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A. Steroid
B. Antipiretik
C. Antihistamin
D. Alfa bloker
E. Adrenalin
Reaksi hipersensitivitas
Angioedema
• Angioedema is the swelling of deep dermis,
subcutaneous, or submucosal tissue due to vascular
leakage.
• Clinical Presentation
– Dermatologic – Areas of swelling with or without
erythematous skin, the face, extremities, and genitalia are
most commonly affected
– GI –abdominal distention and signs consistent with bowel
obstruction; changes in bowel sounds and diffuse or
localized tenderness may be present
– Upper airway –uvula or tongue swelling; laryngoscopy is
needed to assess laryngeal or vocal cord involvement
Tatalaksana Angioedema dan
Urtikaria
• Most cases of angioedema can be managed well with outpatient
treatment alone.
• Antihistamines, usually second-generation agents (eg, cetirizine,
desloratadine, fexofenadine, levocetirizine, and loratadine), are often
used as first-line treatment.
– These agents are also given to help reduce the severity or frequency of attacks,
in dosages often as high as 4 times the standard dosage.
• For moderate-to-severe cases of angioedema, close monitoring is often
necessary.
– Diphenhydramine 50 mg intramuscularly (IM) or intravenously (IV) is helpful.
– Hydrocortisone 200 mg IV or methylprednisolone 40-60 mg IV may reduce the
possibility of relapse.
• For laryngeal swelling and airway obstruction, close monitoring of the
airway is mandatory.
– Epinephrine (1:1000) should be administered IM at a dose of 0.01 mg/kg or 0.3
mg, repeated every 10-15 minutes if necessary.
– Occasionally, intubation, or even tracheostomy, may be necessary. These
patients should be admitted for at least 24 hours of observation.
https://emedicine.medscape.com/article/135208-treatment#d9
Urticaria and Angioedema
Management
Condition Treatment
Adult patients with wheals Long-acting nonsedating antihistamine
Stop the suspected drug allergy
Consider increase dose of antihistamin or adding
second antihistamine
Consider short-term oral corticosteroid
Adult patients with Above instruction
angioedema and wheals Adrenaline rarely indicated. Adrenaline may be an
option in significant angioedema in upper airway
Adult patients with Once daily long-acting, nonsedating antihistamine
angioedema without wheals Adrenaline and short-term oral corticosteroid are
unlikely to be beneficial

http://emedicine.medscape.com/article/135208-treatment?src=refgatesrc1
14
SOAL

Tn. Xaverius Thomas Pramodjo berusia 34 tahun datang


bersama pacarnya ke tempat praktek anda dengan keluhan
bentol-bentol di seluruh tubuh disertai gatal. Dari anamnesis
didapatkan, keluhan timbul setelah pasien makan seafood.
Pekerjaan pasien adalah seorang supir truk. Tidak didapatkan
keluhan alergi sebelumnya. Obat apa yang sebaiknya
diberikan kepada pasien?
A. Loratadin
B. Klorfeneramin
C. Epineprin
D. Diphenhidramin
E. CTM
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
Antihistamin-1
Generasi pertama Generasi kedua
• Menyebabkan sedasi • Tidak menyebabkan sedasi
• Chlorpheniramine (Chlor- • Tidak melewati blood-brain
Trimeton) barrier
• Diphenhydramine • Terfenadine
• Clemastine • Fexofenadine
• Promethazine • Loratadine
• Cetirizine
15
SOAL

Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS dengan


keluhan bengkak diwajah dan sulit bicara sejak 3 jam. Pada
pemeriksaan pasien tampak kebingungan. Sebelumnya
terdapat riwayat makan kerang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 90/60 mmHg, RR 24x/mnt, HR 120x/mnt dan
suhu 37C. Dokter berencana akan memberikan obat pada
pasien. Berapa dosis obat yang akan diberikan kepada
pasien tersebut?
A. 30 mg
B. 3 mg
C. 0.3 mg
D. 0.03 mg
E. 0.003 mg
Syok Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah
deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila
diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang
dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau
cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin
atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan
oksigen
Anaphylactic Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Anaphylactic
Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
16
SOAL

Ny. Sylva Zoldyk berusia 28 tahun datang ke rumah sakit


mengeluh sesak nafas setalah mendapatkan obat dari puskesmas.
Sebelumnya pasien datang ke PKM karena demam batuk dan
pilek sejak 2 hari dan diberikan obat oleh dokter puskesmas.
Beberapa saat setelah meminum obat tersebut pasien
mengatakan keluhan sesaknya muncul. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 90/60 mmhg, nadi 110x/menit , RR
28x/m, suhu 37,5. Apakah kemungkinan diagnosis pasien
tersebut?
A. Syok anafilatik
B. Syok kardiogenik
C. Syok neurogenik
D. Syok hipovolemik
E. Syok septic
SYOK
• Syok adalah suatu kondisi hipoksia sel dan jaringan akibat
penurunan pengantaran oksigen (oxygen delivery)
dan/atau peningkatan konsumsi oksigen atau utilisasi
oksigen kurang adekuat.
• Terjadi saat adanya kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi
sebagai hipotensi (penurunan perfusi jaringan).
• Syok biasanya reversible namun harus dapat dikenali dan
ditatalaksana secepatnya untuk mencegah progresifitas
menjadi disfungsi organ ireversibel.
• Terdapat 4 tipe syok yaitu distributive, kardiogenik,
hipovolemik, dan obstruktif.
Syok
Definisi
• Syok  kumpulan gejala akibat perfusi selular tidak mencukupi dan
asupan O2 tidak cukup memenuhi kebutuhan metabolic
– Perfusi yang inadekuat
– Gangguan hemodinamik
– Disfungsi organ
Klinis
• Manifestasi klinis tergantung penyakit dasar dan mekanisme
kompensasi yang terjadi, misalnya:
– Peningkatan tahanan vaskular perifer: kulit pucat dan dingin, oliguria
– Tonus saraf adrenergik meningkat menyebabkan takikardia, keringat
banyak, cemas, mual, muntah, atau diare
– Hipoperfusi organ vital berupa iskemi miokard ditandai dengan nyeri
dada atau sesak nafas, insufisiensi serebral ditandai dengan
perubahan status mental
Jenis Syok
HIPOVOLEMIK KARDIOGENIK DISTRIBUTIF OBSTRUKTIF
• Hemoragik • Gagal pompa • Sepsis • Tamponade
• Trauma • Infark miokard akut • Anafilaksis perikard
• Perdarahan GI • Kardiomiopati • Neurogenik • Emboli pulmonal
• Ruptur aneurisma • Myokarditis • Toksin masif
aorta • Ruptur kordae • Sianida • Tension
• Ruptur diseksi aorta tendinae • Karbon monoksida pneumotoraks
• Perdarahan akibat • Ruptur septum • Hipotensi berat • Dapat
kehamilan ventrikel memanjang dimanifestasikan
• Dehidrasi berat • Disfungsi otot sebagai pulseless
• Gastroenteritis papilar electrical activity
• Krisis adrenal • Disfungsi katup
• Luka bakar prostetik
• Insufisiensi aorta
kronik
• Toksin
• Kontusi miokard
• Masalah Irama
• Bradikardia
• Takikardia
Syok Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah
deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila
diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang
dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau
cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin
atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan
oksigen
Anaphylactic Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Anaphylactic
Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
17
SOAL

Ny. Fugetsu Hui, 69 tahun, datang ke RS dengan keluhan


utama berupa nyeri punggung terutama ketika akan berdiri
setelah duduk sejak 6 bulan terakhir. Pasien mengatakan
hanya bisa berjalan 3 meter kemudian berhenti karena nyeri.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80
mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan radiologis tampak korpus vertebra berbentuk
bikonkaf. Apa diagnosis pasien?
A. Osteoporosis
B. Spondiloartrosis.
C. Spondilitis TB
D. Spondilolistesis
E. Pott’s Disease
OSTEOPOROSIS
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
– Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen)
– Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di
usus)
• Faktor risiko osteoporosis
– Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
Bone Structure
• Bone may be classified on
the basis of its clinical
structure
– Compact Bone (cortical) -
Dense, solid bone such as
the outer cortical layer
– Trabecular bone (spongy
or cancellous bone) - non
dense bone located
between compact bone.
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa
gejala – silent
disease
• Gejala lain yang
dapat muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
Klasifikasi Osteoporosis
EXAMINATION
• The bone mineral density (BMD) test is the primary test used to
identify osteoporosis and low bone mass.
• Laboratory test
– Blood calcium levels - this test is usually normal in osteoporosis
but may be elevated with other bone diseases.
– Vitamin D - deficiencies can lead to decreased calcium absorption.
– Thyroid tests - such as T4 and TSH to screen for thyroid disease
– Parathyroid hormone (PTH) - to check for hyperparathyroidism
– Follicle-stimulating hormone (FSH) - to check for menopause
– Testosterone - to check for deficiency in men
– Protein electrophoresis - to identify abnormal proteins produced
by a certain type of cancer (called multiple myeloma) that can
break down bone
– Alkaline phosphatase (ALP) - to test for increased levels that may
point to a problem with the bones
Radiologi Osteoporosis
Plain radiograph
• not a sensitive modality, as more than 30-50% bone loss is required
to appreciate decreased bone density on a radiograph
• vertebral osteoporosis manifests as pencilling of vertebrae
• loss of cortical bone (picture frame vertebra) and trabecular bone
(ghost vertebra)
• compression fractures and vertebra plana
• loss of trabeculae in proximal femur area
• in tubular bones (especially metacarpals), there will be thinning of
the cortex
• cortical thickness <25% of the whole thickness of metacarpal
signifies osteoporosis (normally 25-33%)
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body

• Biconcave
fractures – collapse of
the central portion of
both vertebral body
endplates

• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
Gambaran Rontgen Pada Osteoporosis
Osteoporosis
18
SOAL

Laki-laki usia 50 tahun mengeluh nyeri di jempol kaki sejak


kemarin setelah makan semangkuk bayam. Pada
pemeriksaan didapatkan TTV normal, pada status lokalis
MTP 1 kaki sinistra: edema, hiperemi, dan nyeri (+). Keluhan
ini sudah berulang 3 kali dalam setahun terakhir ketika
pasien makan makanan tertentu. Pada pemeriksaan yang
mungkin ditemukan adalah...
A. Tophus
B. Panus
C. Osteofit
D. Nodul
E. Ulkus
Artritis
Gout:
• Artritis akut diinisiasi
oleh kristalisasi urat di
dalam & sekitar sendi,

• Lama kelamaan
menjadi chronic gouty
arthritis & muncul
tophi.

• Tophi: agregat kristal


urat dengan inflamasi
di sekelilingnya.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Osteoarthritis Gout arthritis


• space narrowing (white arrow),  Acute gouty arthritis: soft tissue swelling.
• osteophytes/spur (arrowhead),  Advanced gout: the erosion are slightly
• subchondral cysts,
removed from the joint space, have a rounded
or oval shape, & are characterized by a
• subchondral hypertrophic calcified "overhanging edge." The
sclerosis/eburnation (black joint space may be preserved or show
arrow). osteoarthritic type narrowing.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Pemeriksaan Gout
• Uric acid
– All patients with gout are hyperuricemic at some time, but
during an acute attack the serum uric acid may be normal
or low.
• Synovial aspirate
– usually cloudy and markedly inflammatory in nature.
– Urate crystals in fluid are needle-shaped and strongly
negatively birefringent under polarized microscopy 
gold standard
• CBC  mild leukocytosis often present.
• Inflammatory markers  ESR and CRP often elevated
19
SOAL

Seorang laki-laki, 55 tahun, datang ke poliklinik dengan


keluhan nyeri, bengkak, dan kemerahan pada ibu jari kaki
kanan sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, frekuensi nadi
98x/menit, sendi metatarsophalang I didapatkan bengkak
dan kemerahan. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan
asam urat serum 9,8 mg/dl. Apa terapi yang tidak boleh
diberikan pada kondisi saat ini?
A. Kolkisin
B. Natrium diklofenak
C. Etoricoxib
D. Piroksikam
E. Allopurinol
GOUT ARTRITIS
Gout:
– Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

– leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

– Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Patofisiologi Hiperurisemia
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
OBAT YANG DAPAT MENYEBABKAN
HIPERURISEMIA
• Recommended first-line options for acute flare are colchicine (within 12
hours of flare onset) at a loading dose of 1 mg followed 1 hour later by 0.5
mg on day 1
• and/or an NSAID (plus a proton pump inhibitor if appropriate), oral
corticosteroids (30–35 mg/day of equivalent prednisolone for 3–5 days)
• or articular aspiration and injection of corticosteroids.
• The task force does not prioritise between these options because of no
direct comparative evidence
• Colchicine and NSAIDs should be avoided in patients with severe renal
impairment. Colchicine should not be given to patients receiving strong P-
glycoprotein and/or CYP3A4 inhibitors such as cyclosporin or clarithromycin.
Artritis Gout
• Tujuan penanganan serangan akut untuk meredakan nyeri dengan
cepat.
– NSAID indometasin 150-200 mg/hari, 2-3 hari, atau naproxen 2 x 500
mg, atau sulindac 2 x 200 mg.
– Colchicine (dalam 36 jam (ACR); dalam 12 jam (EULAR): 1,2 (ACR)/1
(EULAR) mg, dilanjutkan 0,6 (ACR)/0,5 mg (EULAR) mg 1 jam
kemudian, diikuti dengan 2 x 0,6 mg 12 jam kemudian sampai
serangan gout menghilang.
– Kortikosteroid, jika NSAID dan kolkisin kontraindikasi.

• Pencegahan serangan dengan menurunkan asam urat:


– Allopurinol (lini 1): 300 mg/hari, maksimal 800 mg dosis terbagi
– Probenecid: 2x250 mg/hari minggu pertama, selanjutnya 2x500 mg,
maksimal 2-3 g/hari.

• Agen penurun asam urat tidak diberikan saat serangan akut, kecuali
sudah rutin diminum dari sebelum serangan.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Physician drug handbook.
Indikasi Urate
Lowering Therapy
• Urate lowering therapy
diindikasikan pada pasien
dengan
– Terdapatnya tofus
– Serangan akut >2 kali/tahun
– CKD stage 2 ke atas
– Riwayat urolithiasis
• Initiation of ULT is
recommended close to the
time of first diagnosis in
patients
– presenting at a young age
(<40 years),
– very high serum uric acid level
(>8 mg/dL; 480 mmol/L)
– Comorbidities (renal
impairment, hypertension,
ischaemic heart disease, heart
failure)
Urate Lowering Therapy
• Indicated in all patients with
– recurrent flares
– Tophi
– urate arthropatyh and/or renal stone.
• Target:
– serum uric acid < 6 mg/dL or < 5 mg/dL in patients with severe
gout
• Start at low dose and titrated until target reached.
• Normal kidney function
– allopurinol 100 mg/day increasing by 100 mg increments every
2-4 weeks if required.
• Renal impairment
– adjust allopurinol to creatinine clearance.
• Flare prophylaxis (colchicine 0,5-1 mg/day) can be initiated within 6
months of urate lowering therapy.
CARA KERJA ALLOPURINOL

Allopurinol Mechanism of Action Coiffier B, et al. J Clin Oncol. 2008.


Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50
tahun, obesitas
Arthritis
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


20
SOAL

Tn. Hisoka berusia 27 tahun datang ke poliklinik RS dengan


keluhan jantung berdebar-debar sejak 3 hari SMRS. Pasien juga
mengeluh sesak nafas, demam naik turun dan nyeri sendi
berpindah-pindah. Sebelumnya pasien memiliki riwayat sakit
tenggorokan namun tidak diobati. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara murmur
sistolik grade 3/6 di apeks. Apakah kelainan pada pasien ini?
A. Stenosis katup mitral
B. Regurgitasi katup mitral
C. Stenosis katup tricuspid
D. Regurgitasi katup trikuspid
E. Stenosis aorta
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
• Pengobatan:
– Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
– Dalam kasus demam rematik:
• Antibiotik: penisilin/eritromisin
• Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
• Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
Physical Findings
• Migratory Polyarthritis • Characteristic murmurs of
– is the most common symptom acute carditis include
– (polyarticular, fleeting, and – the high-pitched, blowing,
involves the large joints) holosystolic, apical murmur of
– frequently the earliest mitral regurgitation;
manifestation of acute – the low-pitched, apical, mid-
rheumatic fever (70-75%). diastolic, flow murmur (Carey-
Coombs murmur);
• Carditis: – and a high-pitched,
decrescendo, diastolic murmur
– (40% of patients) of aortic regurgitation heard at
– and may include cardiomegaly, the aortic area.
new murmur, congestive heart – Murmurs of mitral and aortic
failure, and pericarditis, with or stenosis are observed in
without a rub and valvular chronic valvular heart disease.
disease.
Physical Findings
• Subcutaneous nodules (ie, Aschoff bodies):
– 10% of patients and are edematous, fragmented collagen fibers.
– They are firm, painless nodules on the extensor surfaces of the wrists,
elbows, and knees.

• Erythema marginatum:
– 5% of patients.
– The rash is serpiginous and long lasting.

• Chorea (also known as Sydenham chorea and "St Vitus dance"):


– occurs in 5-10% of cases
– consists of rapid, purposeless movements of the face and upper
extremities.
– Onset may be delayed for several months and may cease when the
patient is asleep.
Rheumatic fever-treatment
• Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
• Supportive therapy - treatment of heart failure
• Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting) 1.2
million units once(IM injection) or oral penicillin V 10 days, if allergic
to penicillin  erythromycin 10 days (antibiotic is given even if throat
culture is negative)
• Anti-inflammatory agents
Aspirin in anti-inflammatory doses effectively reduces all
manifestations of the disease except chorea, and the response
typically is dramatic.
• Aspirin 100 mg/kg per day for arthritis and in the absence of carditis- for 4-6 weeks
to be tapered off
• Corticosteroids If moderate to severe carditis is present as indicated by cardiomegaly,
third-degree heart block, or CHF, add PO prednisone to salicylate therapy -2 mg/kg per day
– for 2-6 weeks to be tapered off
Rheumatic Fever -Pprevention
Secondary prevention – prevention of recurrent attacks
• Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD every 4
week
• Penicillin V 250 mg twice daily orally
• Or If allergic – Erythromycin 250 mg twice daily orally

AHA Scientific Statement


Rheumatic fever- prevention
Duration of secondary rheumatic fever prophylaxis
• Rheumatic fever + carditis + persistent valve
disease - 10 years since last episode or until 40
years of age, sometimes life long
• Rheumatic fever + carditis + no valvar disease –
10 years or well into adulthood whichever is
longer
• Rheumatic fever without carditis - 5 years or until
21 years whichever is longer
(Continous prophylaxis is important since patient may have
asymptomatic GAS infection)
21
SOAL

Seorang perempuan 55 tahun datang dengan keluhan lemas sejak


1 bulan terakhir ini. Pasien datang dengan membawa hasil cek
gula GDS 166. Keluhan sering merasa lapar disangkal, pasien
malah merasa tidak nafsu makan, tapi ada keluhan sering merasa
haus dan terkadang BAK sering terutama kalau pasien habis
senam pagi. Pasien lalu dilakukan pengecekan gula darah puasa
dan didapatkan hasilnya 118 mg/dL diteruskan dengan
pemeriksaan TTGO dan setelah 2 jam didapatkan hasil 168
mg/dL. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Diabetes Melitus Tipe 2
B. Toleransi Glukosa Puasa Terganggu
C. Toleransi Glukosa Puasa dan Post Prandial Terganggu
D. Toleransi Glukosa Post Prandial Terganggu
E. Mature Onset Diabetic of the Young
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus dapat ditegakkan dari salah satu kriteria
di bawah ini.
1. Ditemukan gejala klinis klasik (polyuria, polydipsia,
nocturia, enuresis, penurunan berat badan, polifagia),
dan kadar GDS ≥200 mg/dl, atau
2. Kadar GDP ≥126 mg/dl, atau
3. Kadar gula darah ≥200 mg/dl pada jam ke-2 TTGO,
atau
4. HbA1c >6.5% (standar NGSP dan DCCT)
5. Pada penderita asimptomatis dengan GDS ≥200
mg/dl, harus konfirmasi dengan GDP atau TTGO
terganggu.
Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.
Diabetes Mellitus
• Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
– Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
• GDP 100-125 mg/dL, dan
• TTGO-2 jam <140 mg/dL
– Toleransi glukosa terganggu (TGT):
• Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
• Glukosa puasa <100 mg/dL
– Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
– Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


Algoritma DM
(Perkeni 2011)

Panduan praktik klinis


dokter Indonesia
Perbedaan Antara DM T1, DM T2 dan
MODY

C- PEPTIDE Absent Normal to high Normal


22
SOAL

Pria, 40 tahun, datang ke PKM karena sering lemas sejak 2


minggu yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering
buang air kecil, banyak minum dan makan. Pada
pemeriksaan pasien tampak sakit ringan, tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 80x/menit, napas 20 kali/menit, suhu
36,6. Pemeriksaan laboratorium glukosa darah sewaktu 220
mg/dl, dan IMT pasien 31,5. Apakah terapi awal yang tepat
yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A. Insulin
B. Alfa glucosidase inhibitor
C. DPP 4 Inhibitor
D. Biguanid
E. Sulfonilurea
Diabetes Melitus (PERKENI 2019)

HbA1c>
7%

Perkeni 2019
Diabetes Melitus
(Perkeni 2015)
• Modifikasi Gaya hidup • Mulai
HbA1c
monoterapi oral
<7.5%

HbA1c • Modifikasi Gaya hidup • Kombinasi 2 obat


• Monoterapi oral obat Evaluasi 3 dengan mekanisme
7.5-9% golongan (a)/(b) bulan, kerja yang berbeda
bila HbA1c
• Diberikan Kombinasi >7%
2 obat lini pertama HbA1c> • Kombinasi 3 obat

HbA1c ≥9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda

Insulin basal Tidak


plus/bolus mencapai
HbA1c ≥10% atau premix target
atau • Metformin + insulin
GDS>300 dgn basal ± prandial atau
Gejala • Metformin + insulin
metabolik basal + GLP-1 RA
Perkeni. 2015
HbA1C Pengobatan Keterangan

Gaya hidup sehat


<7.5% Evaluasi HbA1C 3 bulan
(GHS)

GHS + monoterapi Evaluasi 3 bulan, jika HbA1C tidak


7.5-<9%
oral mencapai <7%, tingkatkan menjadi 2 obat

Jika HbA1C tidak mencapai <7%,


GHS + kombinasi 2 tingkatkan menjadi 3 obat; Jika tidak
>9%
obat tercapai dengan 3 obat berikutnya adalah
insulin basal plus/bolus atau premix

Metformin + Insulin
>10% atau GDS
basal + insulin
>300 dengan
prandial atau Target HbA1C <7% atau individual
gejala
Metformin + insulin
metabolik
basal + GLP-1 RA
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
23
SOAL

Tn. Nemesis, berusia 43 tahun datang untuk kontrol ke


dokter. Pasien diketahui menderita diabetes melitus dan
mengkonsumsi obat glibenklamid 1 kali sehari. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg,
HR 88x/mnt, RR 22 x/mnt dan suhu 37C. Dokter
memutuskan agar pasien melanjutkan pengobatan dengan
glibenklamid saja. Apa edukasi yang dijelaskan pada pasien
terkait penggunaan obat tersebut?
A. Diminum sebelum makan
B. Diminum setelah makan
C. Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
D. Diminum sebelum tidur
E. Diminum pagi hari
Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Golongan Jenis Obat Dosis harian Lama kerja Waktu
(mg) (jam)
Sulfonilurea Glibenclamid 2,5-20 12-24 Sebelum makan
Glipizide 5-20 12-16
Gliclazide 40-320 10-20
Gliquidone 15-120 6-8
Glimepiride 1-8 24
Glinide Repaglinide 1-16 4
Nateglinide 180-360 4
Penghambat alfa- Acarbose 100-300 Bersama suapan
glukosidase pertama
Biguanide Metformin 500-3000 6-8 Bersama/sesudah
Metformin XR 500-2000 24 makan

Thiazolidindion Pioglitazone 15-45 24 Tidak bergantung


Penghambat DPP-IV Vildagliptin 50-200 12-24 jadwal makan

Sitagliptin 25-100 24
Saxagliptin 5 24
Linagliptin 5 24
Penghambat SGLT-2 Dapagliflozin 5-10 24
24
SOAL

Tn. Ganymede, berusia 56 tahun datang ke rumah sakit


dengan keluhan utama diare yang dialami sejak 1 hari yang
lalu. Keluhan disertai sering buang angin dan perasaan
kembung pada perut. Riwayat menderita DM sejak 1 tahun
yang lalu dan rutin mengkonsumsi obat antihiperglikemik
oral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg,
HR 78x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan obat yang dikonsumsi oleh pasien tersebut?
A. Glibenclamide
B. Metformin
C. Repaglinid
D. Pioglitazone
E. Alfa glukosidase inhibitor
Mekanisme Kerja OHO
KELAS O B AT CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efek samping
Menekan produksi
gastrointestinal, risiko
glukosa hati, Tidak menyebabkan
asidosis laktat, defisiensi
Biguanide Metformin menambah hipoglikemia, menurunkan
B12, kontraindikasi pada
sensitivitas kejadian CVD
CKD, asidosis, hipoksia,
terhadap insulin
dehidrasi
Glibenclamide,
Efek hipoglikemik kuat,
gliclazide, Meningkatkan Risiko hipoglikemia, berat
Sulfonilurea menurunkan komplikasi
glipizide, sekresi insulin badan naik
mikrovaskuler
glimepiride
Meningkatkan Menurunkan glukosa Risiko hipoglikemia, berat
Metiglinides Repaglinide
sekresi insulin postprandial badan naik

Tidak menyebabkan
Berat badan naik, edema,
Menambah hipoglikemia,
Thialozidi gagal jantung, risiko
Pioglitazone sensitivitas meningkatkan HDL,
nedione fraktur meningkat pada
terhadap insulin menurunkan trigliserida,
wanita menopause
menurunkan kejadian CVD

Efektivitas penurunan
Tidak menyebabkan
Penghambat HbA1C sedang, efek
Menghambat hipoglikemia, menurunkan
alfa Acarbose samping gastrointestinal,
absorpsi glukosa gula darah postprandial,
glukosidase penyesuaian dosis harus
menurunkan kejadian CVD
sering dilakukan
Kelas Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Angioedema, urtica,
Meningkatkan efek dermatologis lain
Penghamb Sitagliptin, vildagliptin, sekresi insulin, Tidak menyebabkan dimediasi imun,
at DPP-4 saxagliptin, linagliptin menghambat sekresi hipoglikemia, toleransi baik pankreatitis akut,
glukagon hospitalisasi akibat
gagal jantung
Infeksi urogenital,
Menghambat Tidak menyebabkan
Dapaglifozin, poliuria,
Penghamb penyerapan kembali hipoglikemia, BB turun, TD
canaglifozin, hipovolemi/hipotensi,
at SGLT-2 glukosa di tubulus turun, efektif untuk semua
empaglifozin pusing, LDL naik,
distal ginjal fase DM
kreatinin naik
Efek samping GI,
Liraglutide, exanatide, Meningkatkan Tidak menyebabkan
Agonis meningkatkan heart
albiglutide, sekresi insulin, hipoglikemia, menurunkan
reseptor rate, hiperplasia c-cell,
lixisenatide, menghambat sekresi GDPP, menurunkan
GLP-1 pankreatitis akut,
dulaglutide glukagon beberapa risiko CV
bentuk injeksi
Rapid acting (lispro,
aspart, glulisine)
Short acting (human
Menekan produksi Hipoglikemia, BB naik,
reguler) Respon universal, efektif
gluksoa hati, efek mitogenik?,
Intermediate acting menurunkan GD,
Insulin stimulasi sediaan injeksi, Tidak
(human NPH) menurunkan komplikasi
pemanfaatan nyaman, perlu
Basal insulin analogs mikrovaskuler
glukosa pelatihan pasien
(glagine, detemir,
degludec)
Premixed
25
SOAL

Seorang perempuan, 52 tahun, diantar keluarga ke IGD dengan penurunan


kesadaran sejak 1 jam SMRS. Keluarga mengatakan pasien punya riwayat
DM dan rutin minum obat. Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien
membeli obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi pagi. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
110x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 36,5C. Pasien tampak berkeringat dingin.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 55 mg/dL. Bagaimanakah
mekanisme kerja obat yang menyebabkan keluhan pasien tersebut?
A. Meningkatkan sekresi insulin sel beta pankreas
B. Meningkatkan glukoneogenesis
C. Menurunkan resistensi insulin
D. Meningkatkan hormon GLP-1
E. Menghambat DPP-IV
Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Diabetes

• Glyburid Also known as


glibenklamid

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
26
SOAL

Tn. Upper Moon Akaza, 47 tahun datang dengan keluhan lemas


sejak 2 hari. Diketahui pasien tidak mau makan sejak 1 minggu
ini. Riwayat DM dan gagal ginjal. Pasien memiliki riwayat
menggunakan insulin prandial 3 x 10 unit. Pada pemeriksaan fisik
kesadaran apatis, tampak lemah, TD 100/70 mmHg, nadi 70
x/menit, RR 20 x/m, Suhu 36,70C. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kreatinin 1,6 mg/dL dan ureum 55
mg/dL (normal 20-50 mg/dL). Apakah penyebab yang paling
memungkinkan pada kondisi pasien?
A. Gangguan ginjal terminal
B. Restriksi gula darah akibat sekresi cathecolamin
C. Penurunan kadar gula darah < 45mg/dL
D. Penurunan insulin endogen akibat klirens ginjal menurun
E. Peningkatan sekresi glukagon
Hipoglikemia
• Hipoglikemia  kumpulan
gejala klinis karena
konsentrasi glukosa darah yg
rendah.
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Batas konsentrasi glukosa
darah untuk diagnosis
hipoglikemia tdk sama untuk
setiap orang  gunakan
whipple triad
• Glukosa normal puasa 70-110
mg/dL
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan
kolinergik (sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah,


timbul gejala neuroglikopenik
(confusion,koma) akibat efek langsung
hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Severity of Hypoglycemia
• Mild
– Autonomic symptoms present
– Individual is able to self-treat

• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat

• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically < 50 mg/dL
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat (PERKENI 2015)
• Konsumsi makanan tinggi • Terdapat gejala neuroglikopenik 
karbohidrat dextrose 20% sebanyak 50 cc (jika
• Gula murni tidak ada bisa diberikan dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) 40% 25 cc), diikuti infus D5% atau
dilarutkan dalam air D10%
• Pemeriksaan glukosa darah • Periksa GD 15 menit, jika belum
dengan glukometer setelah mencapai target dapat diulang
15 menit upaya terapi
• Monitoring GD tiap 1-2 jam
• Kadar gula darah normal,
pasien diminta untuk makan
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


TATALAKSANA

Hipoglikemia berat (PERKENI 2019)


• Terdapat gejala neuroglikopenik  dextrose 10%
sebanyak 150 cc dalam 15 menit atau D40% 25 cc.
• Periksa GD 15-30 menit, jika belum mencapai target
(≤ 70 mg/dL) prosedur dapat diulang.
• Jika sudah mencapai target  maintenance dgn
D10% 100cc/jam.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2019


27
SOAL

Tn. Bellorophone, berusia 52 tahun datang dengan keluhan lemas


sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga merasa dada berdebar dan
keringat dingin sejak sejam yang lalu. Pasien memiliki riwayat DM
sejak 3 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi glibenklamid 2x
sehari. Sejak 2 minggu terakhir pasien makan sekali sehari dan
jarang makan karbohidrat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran compos mentis, HR 97/menit, GDS 50 mg/dl. Terapi
apakah yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A. Infus dextrose 5% per 6 jam
B. Infus dextrose 10% per 8 jam
C. Bolus dextrose 40%
D. Minum air dengan gula 2-3 sendok makan
E. Injeksi metil prednisolon 125 mg IV
Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat (PERKENI 2015)
• Konsumsi makanan tinggi • Terdapat gejala neuroglikopenik 
karbohidrat dextrose 20% sebanyak 50 cc (jika
• Gula murni tidak ada bisa diberikan dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) 40% 25 cc), diikuti infus D5% atau
dilarutkan dalam air D10%
• Pemeriksaan glukosa darah • Periksa GD 15 menit, jika belum
dengan glukometer setelah mencapai target dapat diulang
15 menit upaya terapi
• Monitoring GD tiap 1-2 jam
• Kadar gula darah normal,
pasien diminta untuk makan
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


TATALAKSANA

Hipoglikemia berat (PERKENI 2019)


• Terdapat gejala neuroglikopenik  dextrose 10%
sebanyak 150 cc dalam 15 menit atau D40% 25 cc.
• Periksa GD 15-30 menit, jika belum mencapai target
(≤ 70 mg/dL) prosedur dapat diulang.
• Jika sudah mencapai target  maintenance dgn
D10% 100cc/jam.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2019


28
SOAL

Seorang perempuan, 50 tahun, diantar keluarga ke IGD dengan


penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Keluarga mengatakan
pasien punya riwayat DM dan tidak berobat teratur. Keluarga juga
mengatakan tadi pagi pasien membeli obat sendiri di apotek dan
belum sarapan tadi pagi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
36,5C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 40
mg/dL. Apakah terapi yang tepat untuk pasien tersebut
berdasarkan Perkeni 2015?
A. Injeksi IV D20% bolus 50 cc
B. Injeksi IV D40% drip 50 cc
C. Injeksi IV D10% bolus 50 cc
D. Injeksi IV D5% drip 50 cc
E. Injeksi IV NaCl 09% drip 50 cc
Severity of Hypoglycemia
• Mild
– Autonomic symptoms present
– Individual is able to self-treat

• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat

• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically <2.8 mmol/L (< 50.4 mg/dL)
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat (PERKENI 2015)
• Konsumsi makanan tinggi • Terdapat gejala neuroglikopenik 
karbohidrat dextrose 20% sebanyak 50 cc (jika
• Gula murni tidak ada bisa diberikan dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) 40% 25 cc), diikuti infus D5% atau
dilarutkan dalam air D10%
• Pemeriksaan glukosa darah • Periksa GD 15 menit, jika belum
dengan glukometer setelah mencapai target dapat diulang
15 menit upaya terapi
• Monitoring GD tiap 1-2 jam
• Kadar gula darah normal,
pasien diminta untuk makan
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


TATALAKSANA

Hipoglikemia berat (PERKENI 2019)


• Terdapat gejala neuroglikopenik  dextrose 10%
sebanyak 150 cc dalam 15 menit atau D40% 25 cc.
• Periksa GD 15-30 menit, jika belum mencapai target
(≤ 70 mg/dL) prosedur dapat diulang.
• Jika sudah mencapai target  maintenance dgn
D10% 100cc/jam.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2019


29
SOAL

Ny. Cressida, berusia 48 tahun, datang ke kontrol ke dokter.


Pasien sudah menderita DM tipe 2 sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
mengkonsumsi obat metformin 2x1 dan berobat teratur. Pada 2
hari yang lalu GDS pasien 240 mg/dl. Pasien mengaku 1 minggu
yang lalu telah mengkonsumsi obat prednison, natrium
diklofenak, asam mefenamat dan antihistamin untuk nyeri
pinggangnya. Obat apa yang dapat menyebabkan meningkatnya
kadar glikemik pada pasien ini?
A. Asam mefenamat
B. Antihistamin
C. Prednison
D. Natrium diklofenac
E. Asam mefenamat dan natrium diklofenac
Steroids
• Stimulate hepatic glucose production and inhibit
peripheral glucose uptake
• Dexamethasone: Half life 48 hrs
• Prednisone:
 Effect usually seen post meals
 Peak effect on glycemia 2 PM to 8 PM
Impact of Medications
on Blood Glucose Levels
• Medications used for the treatment of
co-morbid conditions can cause hyperglycemia
 Corticosteroids (i.e., Solumedrol, Solucortef, Prednisone,
Decadron) can increase glucose production by the liver and
increase insulin resistance
 Reduction or discontinuation of the steroid can cause
hypoglycemia
Pengaruh Glukortikoid di Jaringan
Perifer
30
SOAL

Seorang laki-laki usia 75 tahun datang dengan keluhan penurunan


kesadaran. Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh cepat lapar,
banyak minum, dan sering terbangun untuk berkemih. Sejak
beberapa hari terakhir pasien mengeluh mual dan muntah serta
tidak dapat makan dan minum. Tekanan darah 100/60 mmHg,
Frekuensi nadi 88 x/menit, Pernapasan 22 x/menit, Suhu 37,2oC,
Kesadaran E3M5V3. Pada pemeriksaan penunjang didaptkan GDS
500 mg/dl. Keton (+). Bagaimana mekanisme terjadinya
penurunan kesadaran pada pasien?
A. Intoksikasi
B. Defisiensi Insulin
C. Gangguan vaskuler
D. Penurunan glukosa dalam darah
E. Infeksi virus
DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

243
Characteristics of DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Absolute (or near-absolute) insulin Severe relative insulin deficiency, resulting


deficiency, resulting in in
• Severe hyperglycemia • Profound hyperglycemia and
• Ketone body production hyperosmolality (from urinary free
• Systemic acidosis water losses)
• No significant ketone production or
acidosis
Develops over hours to 1-2 days Develops over days to weeks
Most common in type 1 diabetes, but Typically presents in type 2 or previously
increasingly seen in type 2 diabetes unrecognized diabetes
Higher mortality rate

244
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

245
Diabetic Ketoacidosis:
Pathophysiology
Unchecked gluconeogenesis  Hyperglycemia

Osmotic diuresis  Dehydration

Unchecked ketogenesis  Ketosis

Dissociation of ketone bodies into Anion-gap metabolic



hydrogen ion and anions acidosis

Often a precipitating event is identified


(infection, lack of insulin administration)

246
Pathogenesis of Hyperglycemic Crises
DKA HHS

Hyperglycemia Dehydration Lipolysis-


osmotic diuresis
Increased FFA

Increased
glucose
Increased
production
ketogenesis
Insulin Counterregulatory
Deficiency Hormones

Decreased
glucose Metabolic
uptake acidosis
Electrolyte Hypertonicity
abnormalities

Umpierrez G, Korytkowski M. Nat Rev Endocrinol. 2016;12:222-232.


Insulin Deficiency

Hyperglycemia Lipolysis

Hyper-
osmolality
Glycosuria FFAs

Δ MS Ketones
Dehydration
Acidosis
Electrolyte
Renal Failure Losses

Shock CV
Collapse 248
31
SOAL

Tn. Karmentis, berusia 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan


keluhan lemas sejak 4 hari SMRS. Pasien tampak tidak mau
makan dan minum sejak pasien kehilangan istri yang amat
dicintainya 2 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes
melitus. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan TD
90/65mmHg, HR 102x/menit, RR 24x/menit, suhu 37C. Terdapat
nafas kusmaull. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS
543mg/dl.Terapi cairan apakah yang akan diberikan kepada
pasien tersebut?
A. RL
B. NaCl 0,9%
C. Manitol
D. Albumin
E. Dekstrose
DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

251
Characteristics of DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Absolute (or near-absolute) insulin Severe relative insulin deficiency, resulting


deficiency, resulting in in
• Severe hyperglycemia • Profound hyperglycemia and
• Ketone body production hyperosmolality (from urinary free
• Systemic acidosis water losses)
• No significant ketone production or
acidosis
Develops over hours to 1-2 days Develops over days to weeks
Most common in type 1 diabetes, but Typically presents in type 2 or previously
increasingly seen in type 2 diabetes unrecognized diabetes
Higher mortality rate

252
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

253
Diabetic Ketoacidosis:
Pathophysiology
Unchecked gluconeogenesis  Hyperglycemia

Osmotic diuresis  Dehydration

Unchecked ketogenesis  Ketosis

Dissociation of ketone bodies into Anion-gap metabolic



hydrogen ion and anions acidosis

Often a precipitating event is identified


(infection, lack of insulin administration)

254
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark

• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
Pemeriksaan Laboratorium
Serum electrolytes:
• Serum bicarbonate is usually <15 mEq/L.
• Serum potassium (K+) may be low, normal, or elevated. There is
always significant total body potassium depletion regardless of the
initial potassium level.
• Serum sodium is usually decreased as a result of hyperglycemia,
dehydration, and lipemia. Assume 1.6-mEq/L decrease in
extracellular sodium for each 100-mg/dl increase in glucose
concentration.
• Calculate the anion gap (AG): AG = Na+ − (Cl− + HCO3−)
• In DKA, the anion gap is increased (<12) because of high levels of
ketones.
• Mixed metabolic disturbances demonstrating anion gap metabolic
acidosis overlapping with metabolic alkalosis may be present; this is
common in patients with DKA with persistent vomiting.
Tatalaksana KAD dan HHS
berdasarkan Konsensus Terapi
Insulin (Perkeni, 2015)
32
SOAL

Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke IGD RS dengan


keluhan tidak sadar sejak 2 jam yang lalu. Keluhan didahului muntah dan
nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Pasien diketahui memiliki riwayat
diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum lemah, tidak sadar, tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 120 x/menit, frekuensi napas 40x/menit, cepat dan
dalam serta suhu 38,2°C dan kulit kering. Hasil pemeriksaan laboratorium
darah diperoleh kadar glukosa darah sewaktu 415 mg/dL dan keton urin
2+. Apakah tatalaksana insulin yang akan diberikan pada pasien
tersebut?
A. Lispro
B. NPH
C. Regular Insulin
D. Levemir
E. Glargine
Komplikasi DM Komplikasi DM

Akut Kronik

Krisis
Hipoglikemia Makroangiopati
hiperglikemia

Ketoasidosis
Mikroangiopati
diabetikum

• Istilah Koma hiperglikemia


hiperosmolar nonketotik sudah Hiperosmolar
tidak digunakan hiperglikemik
• Istilah HONK diganti dengan state
HHS dikarenakan acuan untuk
mendiagnosis adalah
osmolalitas bukan non ketosis https://emedicine.medscape.com/article/1914705-
overview
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark

• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.


264
Tatalaksana KAD dan HHS
berdasarkan Konsensus Terapi
Insulin (Perkeni, 2015)
33
SOAL

Seorang wanita usia 58 tahun datang dengan keluhan


bengkak di leher depan sejak 6 bulan yang lalu. Terdapat
benjolan di leher simetris dan mengikuti gerakan menelan.
Keluhan dirasakan bersamaan dengan jantung berdebar-
debar dan keringat berlebih. Pada pemeriksaan didapatkan
TD hipertensi, nadi 100x/menit. Eksoftalmus (+). Diagnosis
pada pasien ini adalah...
A. Struma nodusa non toksik
B. Struma nodusa toksik
C. Struma difusa toksik
D. Adenoma hipofisis
E. Struma difusa non toksik
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Klasifikasi Struma
Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism:


Diagnosis and Treatment. 2016
Indeks Wayne utk pasien dengan
hipertiroidisme
• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11 eutiroid
• Antara 11-
19equivocal

Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A compendium. Indian J Endocr
Metab 2011;15, Suppl S2:89-94
Faktor Risiko & Etiologi Patofisiologi

• Kerentanan Genetis • Autoimunitas sel limfosit B


• Infeksi & T ke antigen:
– Tiroglobulin
• Gender
– Peroksidase tiroid
• Stress
– Na+I- simporter
• Kehamilan – Reseptro tirotropin
• Iodin dan obat-obatan
• Iradiasi
34
SOAL

Pasien perempuan datang dengan keluhan dada berdebar-


debar. Pasien juga mengeluh sering berkeringat, tangan dan
kakinya sering basah, tangan gemetaran, berat badan
menurun dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengatakan kedua
matanya jadi menonjol. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital
dbn kecuali nadi yang meningkat. Apa hasil pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis?
A. FT4 ↑ dan TSH ↓
B. FT4 ↑ dan TSH ↑
C. FT4 ↑ dan TSH Normal
D. FT4 normal dan TSH normal
E. FT4 ↓ dan TSH Normal
HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi

• Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII • Thyroid storm/krisis


(+pada 80%), anti-TPO, tiroid(mengancam jiwa,
antithyroglobulin; ANA mortalitas 20–50%):
• Manifestasi klinis yaitu gejala – delirium, demam, takikardia,
hipertiroid ditambah: – hipertensisistolik dengan tekanan
nadi melebar &↓MAP, gejala
– Goiter
pencernaan;
• diffusa, tdk nyeri, terdengar
bruit
– ophthalmopati: 90% kasus
• Edema periorbital, retraksi
kelopak, proptosis
– myxedema pretibial (3%):
• edema di tungkai bawah akibat
dermopati infiltratif
Pemeriksaan penunjang • Hipertiroid Subklinis
• ↑FT4 &FT3; ↓TSH (↑ pada sebab
sekunder) – ↓TSH ringan &free T4
• RAIU scan utk menentukan normal,tanpa gejala klinis
penyebab – 15%  hipertiroid dlm 2 thn;
• Tidak perlu periksa autoantibodi ↑resiko AF & osteoporosis
kecuali pada kehamilan (resiko fetal
Graves)
• Dapat terjadi hipercalciuria,
hipercalcemia, anemia
• Indeks Wayne
– Skor>19 hipertiroid
– Skor<11 eutiroid
– Antara 11-19 equivocal
Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism:


Diagnosis and Treatment. 2016
35
SOAL

Pasien wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan


benjolan di leher. Pasien sering berdebar-debar dan tidak
tahan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 120x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 37C. Pada leher
ditemukan benjolan, bulat, dengan ukuran 4x5cm, mengikuti
gerak menelan, kenyal serta mata eksoftalmus. Dimanakah
sel yang mengalami kelainan pada pasien tersebut?
A. Parafolikuler
B. Folikuler
C. Chief
D. Parietal
E. Leydig
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Pemeriksaan Histopatologi
• tall, crowded follicular epithelial cells;
scalloped colloid
36
SOAL

Ny. Lower Moon Enmu, usia 38 tahun datang dengan keluhan


lemas badan. Pasien juga mengeluh banyak berkeringat dan
berat badan tidak naik padahal makannya banyak.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/70 mmHg, nadi
110x/menit, RR 22x/menit dan suhu 36,8C. Pemeriksaan kepala
didapatkan kedua mata eksoftalmus dan teraba masa difus di
leher, bruit (+), ekstremitas teraba hangat dan basah. Pada
pemeriksaan fungsi tiroid didapatkan FT4 naik TSH turun. Apakah
tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A. Levotiroksin
B. Tiroidektomi
C. Iodium radioaktif
D. PTU
E. Terapi radiasi
HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi

• Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII • Thyroid storm/krisis


(+pada 80%), anti-TPO, tiroid(mengancam jiwa,
antithyroglobulin; ANA mortalitas 20–50%):
• Manifestasi klinis yaitu gejala – delirium, demam, takikardia,
hipertiroid ditambah: – hipertensisistolik dengan tekanan
nadi melebar &↓MAP, gejala
– Goiter
pencernaan;
• diffusa, tdk nyeri, terdengar
bruit
– ophthalmopati: 90% kasus
• Edema periorbital, retraksi
kelopak, proptosis
– myxedema pretibial (3%):
• edema di tungkai bawah akibat
dermopati infiltratif
Pemeriksaan penunjang • Hipertiroid Subklinis
• ↑FT4 &FT3; ↓TSH (↑ pada sebab
sekunder) – ↓TSH ringan &free T4
• RAIU scan utk menentukan normal,tanpa gejala klinis
penyebab – 15%  hipertiroid dlm 2 thn;
• Tidak perlu periksa autoantibodi ↑resiko AF & osteoporosis
kecuali pada kehamilan (resiko fetal
Graves)
• Dapat terjadi hipercalciuria,
hipercalcemia, anemia
• Indeks Wayne
– Skor>19 hipertiroid
– Skor<11 eutiroid
– Antara 11-19 equivocal
Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism:


Diagnosis and Treatment. 2016
Rekomendasi diagnosis menurut
American Thyroid Association 2016
The etiology of thyrotoxicosis should be determined.
If the diagnosis is not apparent based on the clinical
presentation and initial biochemical evaluation, diagnostic
testing is indicated and can include, depending on available
expertise and resources
(1) measurement of Thyrotropin Receptor Antibodies (TRAb),
(2) determination of the radioactive iodine uptake (RAIU), or
(3) measurement of thyroidal blood flow on ultrasonography.

Jadi pilihan kedua untuk penentuan etiologi tirotoksikosis


adalah TRAb, RAIU atau USG

Ross et al 2016 American Thyroid Association Guidelinesfor Diagnosis and Management of Hyperthyroidism and Other
Causes of Thyrotoxicosis 2016
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Indeks Wayne utk pasien dengan
hipertiroidisme
• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11 eutiroid
• Antara 11-
19equivocal

Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A compendium. Indian J Endocr
Metab 2011;15, Suppl S2:89-94
Faktor Risiko & Etiologi Patofisiologi

• Kerentanan Genetis • Autoimunitas sel limfosit B


• Infeksi & T ke antigen:
– Tiroglobulin
• Gender
– Peroksidase tiroid
• Stress
– Na+I- simporter
• Kehamilan – Reseptro tirotropin
• Iodin dan obat-obatan
• Iradiasi
TATALAKSANA
Tatalaksana
• βblocker:
– Diberikan pada awal terapi sampai mennggu pasien menjadi eutiroid.
– Dosis 40 – 200 mg dalam 4 dosis, mengontrol takikardia (propranolol juga↓ konversi T4 T3)
• Methimazole:
– dosis awal 20 – 30 mg / hari.
– 70% rekuren setelah 1 thn
– ES: pruritus,rash, arthralgia, demam, &agranulocytosis pd 0.5% kasus
– DOC untuk pasien dewasa, anak-anak dan ibu hamil trimester kedua dan ketiga
• PTU:
– resiko ↑nekrosis hepatosellular; efek lebih lambat
– dosis awal 300 – 600 mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
– Evaluasi: fx hepar, DPL, dan TSH sebelum terapi dan saat follow-up
– DOC pada ibu hamil trimester pertama
• Radioactive iodine (RAI):
– Premedikasi psn dgn obat antitiroid utk mencegah tirotoksikosis, hentikan 3 hari sebelum terapi
agar RAIbisa di uptake
– 75% pasisen setelah terapi radioaktif menjadi hipotiroid dan siap operasi
Tatalaksana
• Awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu eutiroid, pemantauan setiap 3-6
bulan
– memantau klinis, FT4/T4/T3 dan TSHs.
• Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis
terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan
– Setelah 12-24 bln, dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi
– Remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid
• Tindakan bedah
– usia muda dengan struma besar tidak respons dengan antitiroid
– hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
– Alergi antitiroid
– tidak dapat menerima yodium radioaktif
– Adenoma toksik, struma multinodosa toksik, Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
• Radioablasi
– ≥35 tahun
– kambuh setelah dioperasi
– Gagal remisi
– Tidak mampu atau tidak mau obat antitiroid
– Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
20.
Radioactive Iodine
Radioiodine Terapi (Radioaktif Iodine [RAI; 131I])
• RAI is the treatment of choice for patients aged >21 yr and
younger patients who have not achieved remission after 1 yr
of antithyroid drug therapy. RAI is also used in
hyperthyroidism caused by toxic adenoma or toxic
multinodular goiter.
• Contraindicated during pregnancy (can cause fetal
hypothyroidism) and lactation. Pregnancy should be excluded
in women of childbearing age before RAI is administered.
• A single dose of RAI is effective in inducing a euthyroid state in
nearly 80% of patients.
• There is a high incidence of post-RAI hypothyroidism (>50%
within first year and 2%/ yr thereafter); these patients should
be frequently evaluated for the onset of hypothyroidism
37
SOAL

Ny. Mother Spider Demon, 37 tahun, datang dengan keluhan


berdebar-debar sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai
keringat yang banyak dan selalu merasa kepanasan. Pasien
juga mengeluhkan selalu lapar dan penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisik di temukan eksoftalmus, TD 150/90,
nadi 120x/menit, RR 20x/menit, suhu 37, dan teraba
benjolan di leher bagian depan. Apakah terapi utama
antihipertensi yang diberikan pada pasien ini?
A. Nifedipin
B. Captopril
C. Propanolol
D. Hidrochlorotiazide
E. Amlodipin
Beta Blocker Untuk Hipertiroidisme

http://online.liebertpub.com/doi/pdf/10.1089/thy.2016.0229
38
SOAL

Seorang pasien, 30 tahun, datang dengan keluhan gangguan menelan


disertai rasa tertekan dan nyeri pada leher sejak seminggu yang lalu. Tiga
minggu yang lalu pasien punya riwayat terkena sakit tenggorokan dan
sudah sembuh. Pemeriksaan fisik TD: 120/70; HR: 76x/mnt; RR: 14x/menit;
suhu: 36,9C. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis: Pada
leher sisi depan, teraba benjolan yang ikut bergerak pada saat menelan,
difus, dan terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan T3 dan T4 normal dan LED 60 mm/jam. Diagnosis yang paling
harus dipikirkan pada pasien ini adalah...
A. Tirotoksikosis
B. Tiroiditis granulomatosa subakut
C. Tiroiditis hasimoto
D. Kanker tiroid
E. Graves disease
Tiroiditis
• Merupakan penyakit inflamasi pada tiroid.
• It is a multifaceted disease with various etiologies,
different clinical characteristics (depending on the
stage), and distinct histopathology.
Tiroiditis
Terminologi
 Hashimoto’s thyroiditis:
 chronic lymphocytic thyroiditis, chronic autoimmune thyroiditis,
lymphadenoid goiter
 Painful subacute thyroiditis:
 subacute thyroiditis, giant cell thyroiditis, de Quervain’s thyroiditis,
subacute granulomatous thyroiditis, pseudogranulomatous thyroiditis
 Painless postpartum thyroiditis:
 subacute lymphocytic thyroiditis, postpartum thyroiditis
 Painless sporadic thyroiditis:
 silent sporadic thyroiditis, subacute lymphocytic thyroiditis
 Infectious thyroiditis:
 acute suppurative thyroiditis, bacterial thyroiditis, microbial
inflammatory thyroiditis, pyogenic thyroiditis
 Riedel’s thyroiditis: fibrous thyroiditis
Tiroiditis
• Laboratorium
 TSH, free T4: may be normal or indicative of hypothyroidism or
hyperthyroidism depending on the stage of the thyroiditis.
 White blood cell (WBC) with differential: increased WBC with
left shift occurs with subacute and suppurative thyroiditis.
 Antimicrosomal antibodies: detected in >90% of patients with
Hashimoto’s thyroiditis and 50% to 80% of patients with silent
thyroiditis.
 Serum thyroglobulin levels are elevated in patients with
subacute and silent thyroiditis;

• Imaging
 Twenty-four–hour radioactive iodine uptake (RAIU) is useful to
distinguish Graves’ disease (increased RAIU) from thyroiditis
(normal or low RAIU).
Tiroiditis Subakut
• Didahului oleh infeksi virus
• Lebih sering terjadi pada wanita (3:1)

Patofisiologi
Adanya patchy inflammatory infiltrate pd folikel
tiroid dan multinucleated giant cell pd beberapa
folikel.
Perubahan folikular akan berkembang menjadi
granuloma yg diikuti dengan fibrosis.
Tiroiditis Subakut
Tiroiditis
Tatalaksana
 The duration of the thyrotoxic phase of thyroiditis is usually 3 to
6 wk.
 This phase is followed by a hypothyroid phase typically lasting up to
12 wk.
 Treat hypothyroid phase with levothyroxine 25 to 50 mcg/day
initially and monitor serum thyroid-stimulating hormone initially
every 6 to 8 wk.
 Control symptoms of hyperthyroidism with beta-blockers (e.g.,
propranolol 20-40 mg PO q6h).
 Control pain in patients with subacute thyroiditis with
nonsteroidal anti-inflammatory drugs. Prednisone 20 to 40 mg
qd may be used if nonsteroidals are insufficient, but it should be
gradually tapered off over several weeks.
 Use IV antibiotics and drain abscess (if present) in patients with
suppurative thyroiditis.
39
SOAL

Wanita usia 27 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 4


bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan menstruasi tidak
lancar sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 160/100 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20
x/menit. Terdapat obesitas sentral dan moon face (+).
Pasien dilakukan tes deksametason dosis rendah dan kadar
kortisol tidak turun esok harinya. Apakah kemungkinan
hormone penyebab keluhan pasien tersebut?
A. Insulin
B. Cortisol
C. TSH
D. Tiroksin
E. Adrenalin
SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
– Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab:
– Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
– ACTH ektopik (C/: ca paru)
– Tumor adrenokortikal
– Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
McGraw-Hill; 2006.
Sindrom cushing
• Sindrom cushing  suatu kumpulan gejala dengan ciri
cushingoid akibat kondisi hiperkortisolisme
– ACTH dependent
• Cushing disease: kondisi spesifik pada sindrom cushing ketika kelenjar
hipofisis hasilkan ACTH berlebih misalnya akibat adenoma hipofisis
(ACTH dependent cortisol excess)  80% cushing syndrome
• Ectopic ACTH syndrome, kondisi adanya hormone ACTH ektopik yang
stimulasi adrenal produksi kortisol (misalnya pada kanker paru)
• Ectopic corticotropin releasing hormone syndrome
– ACTH independent
• Iatrogenik karena penggunaan glukokortikoid dari luar
• Adrenal adenoma
• Micronodular ataupun macronodular hyperplasia dari adrenal

Buku ajar IPD


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader
Pemeriksaan
Low-dose dexamethasone
supression test
Dexametason Suppresion Test
• The low-dose (2 mg) dexamethasone
suppression test is useful to exclude
pseudoCushing’s syndrome if the previous
results are equivocal.
• The high-dose (8 mg) dexamethasone test
and measurement of ACTH by
radioimmunoassay are useful to determine
the etiology of Cushing’s syndrome.
40
SOAL

Tn. Water Pillar Sakonji, usia 30 tahun datang dengan keluhan


lemas. Pasien memiliki riwayat sakit asma sejak 2 tahun yang lalu
dan mengkonsumsi obat deksametason yang dibeli sendiri di toko
obat. Pasien menghentikan konsumsi obat tersebut karena
mengalami nyeri pada ulu hati. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan TD 90/60 mmHg, HR 80x/menit, RR 20x/menit, dan
suhu 37,2. Apakah kemungkinan penyebab keluhan pasien
tersebut?
A. Produksi ACTH yang berlebihan karena adenoma hipofisis
B. Produksi ACTH yang kurang
C. Insufisiensi adrenal akibat penghentian steroid yang
mendadak
D. Tingginya kadar kortisol dalam darah
E. Rendahnya kadar kortisol dalam darah
KELENJAR ADRENAL
INSUFISIENSI
ADRENAL
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
– Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease):
gangguan pada korteks
adrenal
– Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
– Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Etiologi
• Autoimmune destruction of the adrenal glands (80% of cases)
• Tuberculosis (TB) (7%-20% of cases)
• Carcinomatous destruction of the adrenal glands, lymphoma
• Adrenal hemorrhage (anticoagulants, trauma, coagulopathies,
pregnancy, sepsis)
• Adrenal infarction (antiphospholipid syndrome, arteritis,
thrombosis)
• AIDS (adrenal insufficiency develops in 30% of patients with AIDS,
often cytomegalovirus [CMV] adrenalitis)
• Genetic causes: autoimmune polyglandular syndromes (APS) types
1 and 2, X-linked adrenoleukodystrophy, congenital adrenal
hyperplasia
• Other: sarcoidosis, amyloidosis, hemochromatosis, Wegener’s
granulomatosis, postoperative, fungal infections (candidiasis,
histoplasmosis)
Manifestasi Klinis
• Adrenal insufficiency may present insidiously with
nonspecific symptoms. A high index of suspicion is required
for diagnosis.
• About half of patients may present acutely with adrenal
crises.
• Hyperpigmentation of skin and mucous membranes is a
cardinal sign of adrenal insufficiency: more prominent in
palmar creases, buccal mucosa, pressure points (elbows,
knees, knuckles), perianal mucosa, and around areolas of
nipples.
• Hypotension, postural dizziness.
• Generalized weakness, chronic fatigue, malaise, anorexia
• Amenorrhea and loss of axillary hair in females
Hipo Adrenal Pemeriksaan penunjang
• Pengukuran kortisol pagi: <3 µg/dL
Etiologi diagnostik; ≥18µg/dL menyingkirkan
• Primer (gangguan adrenokorteksAddison’s diagnosis
disease) • Kelainan lainnya: hipoglikemia,
– autoimun eosinophilia, lymphocytosis,±
– infeksi: TB, CMV, histoplasmosis neutropenia
– vaskular:perdarahan, trombosis, trauma • ACTH:↑pada kelainan primer, ↓ atau
– metastasis normal pada kelainan sekunder
– deposit: hemochromatosis, amyloidosis, • Pemeriksaan radiologi: MRI hipofisis, CT
sarcoidosis adrenal
– obat: ketoconazole, etomidate, rifampin,
antikejang Hipo Adrenal dengan penyakit kritis
• Sekunder kegagalan hipofisis mensekresi • Berikan stimulasi ACTH secepatnya pada
ACTH (tapi aldosteron tidak terganggu pasien hipotensi yang diduga insuf
karena RAA)terapi glukokortikoid, adrenal.
megestrol (progestin dgn efek supresi • Berikan kortikosteroids dini:
glucocorticoid) – dexamethasone 2–4 mg IV q6jam +
fludrocortisone 50 µgsetiap hari
Manifestasi klinis – ganti ke hydrocortisone 50–100 mg IV q6–
8jamsetelah tes ACTH.
• Primer atau sekunder:mudah lelah(99%),
anorexia (99%), Tatalaksana
hipotensiorthostatic(90%), • Akut : resusitasi volume dengan NaCl
mual(86%),muntah (75%), hiponatremia 0,9%+ hydrocortisone IV
(88%) • Kronik
– Primer: hipotensi orthostatic, – Hydrocortison: 20–30 mg PO qhari (2⁄3 pagi
hiperpigmentasi, hiperkalemia 1⁄3 siang.) atau prednison5 mg PO
– Sekunder: + gejala ↓hormon hipofisis lain
Chronic High-Dose Glucocorticoid
Therapy
• Suppression of hypothalamic-pituitary-adrenal function by chronic
administration of high doses of glucocorticoids is the most common
cause of tertiary adrenal insufficiency.
• Glucocorticoids may induce adrenal insufficiency, even if given in a
dose that normally would not suppress the axis, if their metabolism
is reduced by a drug interaction.
• High doses of glucocorticoids decrease hypothalamic corticotropin-
releasing hormone (CRH) synthesis and secretion.
• They also block the trophic and corticotropic (ACTH) secretagogue
actions of CRH on the anterior pituitary  decreased synthesis of
proopiomelanocortin (POMC) and decreased secretion of ACTH and
other POMC-derived peptides by the pituitary corticotrophs 
pituitary corticotrophs decrease in size, and eventually, the number
of identifiable corticotrophs decreases.
• In the absence of ACTH stimulation, the zona fasciculata and zona
reticularis of the adrenal atrophy and can no longer produce
cortisol.
41
SOAL

Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa oleh keluarga dengan keluhan


kejang. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, menghentak-hentak lalu tidak
sadar lebih dari 5 menit. Sebelum kejang mengeluh leher kaku dan wajah
berkedut kedut. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulan
yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit Graves 2 tahun yang lalu dan
menjalani operasi tiroidektomi 5 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt , RR 22x/mnt
dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan regio coli: tidak teraba tiroid chovstek
sign (+), trousseau sign (+). Apakah kemungkinan penyebab munculnya
keluhan pasien tersebut?
A. Defisiensi Fosfat
B. Defisiensi Kalsitonin
C. Defisiensi Paratiroid hormone
D. Defisiensi Vit D
E. Defisiensi Tiroid hormone
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi – Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve 
twitching of lip and
spasm of facial muscles
42
SOAL

Seorang wanita berusia 65 tahun datang dengan keluhan


nyeri pada pinggul kiri sejak 1 minggu SMRS. Pasien sudah
menopause sejak usia 55 tahun. Tidak ada riwayat alkohol
dan merokok. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 36,5C. Satu bulan yang lalu pasien menjalani operasi
pengambilan massa pada leher. Zat yang paling mungkin
mengalami kekurangan pada pasien tersebut adalah…
A. K
B. P
C. Cl
D. Ca
E. Mg
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi – Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve 
twitching of lip and
spasm of facial muscles
43
SOAL

Pasien laki-laki, usia 50 tahun, datang ke poliklinik dengan


keluhan lemas dan lesu sejak 6 hari terakhir. Pasien juga merasa
sering haus dan sering BAK terutama malam hari. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/80 mmHg; nadi 100x/menit;
RR 20x/menit; suhu 36.8 0 C; mata cekung; turgor kulit menurun.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 120 gr/dl;
ureum 60; creatinin 1.1. Pada hasil CT scan tampak ada space
occupying lesion di area hipofisis. Diagnosis pada pasien adalah…
A. Diabetes mellitus tipe 1
B. Diabetes mellitus tipe 2
C. Gagal ginjal akut
D. Diabetes insipidus tipe nefrogenik
E. Diabetes insipidus tipe neurogenic
Poliuria
• Definisi
 Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari

• Patofisiologi
 Central diabetes insipidus
 rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
 Nephrogenic diabetes inspidus
 Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
 Transient diabetes insipidus
 pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
 Primary polidipsia (psychogenic)
 intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus
• Poliuria
Frekuensi berkemih 
Enuresis,
Nokturia  mengganggu tidur  lelah pada siang hari
atau somnolen
• Peningkatan osmolaritas plasma
Haus  polidipsia
• Tanda klinis dehidrasi
Tanda yang jelas jarang ditemukan kecuali pada pasien
dengan asupan air yang terganggu.

 Harrison’s principles of internal medicine


Pemeriksaan fisik
• Hydronephrosis, with pelvic fullness,
• Flank pain or tenderness, or pain radiating to
the testicle or genital area, may be present.
• Bladder enlargement occurs in some patients.
Diabetes Insipidus
1. Neurogenic Diabetes Insipidus
• Idiopathic (Autoimmune hypophysitis)
• Malignancy: Neoplasms of brain or pituitary fossa
(craniopharyngiomas, metastatic neoplasms from breast or lung)
• Posttherapeutic neurosurgical procedures (e.g., hypophysectomy)
• Head trauma (e.g., basal skull fracture)
• Granulomatous disorders (sarcoidosis, granulomatosis with
polyangiitis, or tuberculosis)
• Histiocytosis (Hand-Schüller-Christian disease, eosinophilic
granuloma)
• Familial (autosomal dominant); some cases autosomal recessive
• Other: interventricular hemorrhage, aneurysms, meningitis,
postencephalitis, multiple sclerosis, Guillain-Barré syndrome, IgG4-
• related disease, lymphocytic hypophysitis
2. Nephrogenic diabetes insipidus
• Drugs: lithium, aminoglycosides, antivirals
(foscarnet, didanosine), amphotericin B,
demeclocycline, ifosfamide, methoxyflurane
anesthesia
• Familial: X-linked
• Metabolic: hypercalcemia or hypokalemia
• Other: sarcoidosis, urinary tract infection,
amyloidosis, Sjögren syndrome, pyelonephritis,
nephronophthisis, polycystic disease, sickle cell
nephropathy, postobstructive, lowprotein diets
(protein malnourishment)
44
SOAL

Tn. Thunder Pillar Jigoro, 40 tahun, datang dengan keluhan sering


BAK dan kehausan. Riwayat makan banyak disangkal. Tidak ada
riwayat DM. IMT normal. Pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Hasil tes gula darah menunjukkan gula darah puasa 80 mg/dl, dan
gula darah sewaktu 140 mg/dl. Water deprivation test (+).
Osmolalitas urin setelah water deprivation test didapatkan 200
mOsm/KgH2O (normal : > 800 mOsm/KgH2O). Apa yang menjadi
penyebab kelainan tersebut?
A. Gangguan sekresi Renin angiotensin
B. Gangguan sekresi ACTH
C. Gangguan sekresi Aldosteron
D. Gangguan sekresi Vasopresin
E. Gangguan sekresi insulin
Poliuria
• Definisi
 Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari

• Patofisiologi
 Central diabetes insipidus
 rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
 Nephrogenic diabetes inspidus
 Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
 Transient diabetes insipidus
 pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
 Primary polidipsia (psychogenic)
 intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus
• Poliuria
Frekuensi berkemih 
Enuresis,
Nokturia  mengganggu tidur  lelah pada siang hari
atau somnolen
• Peningkatan osmolaritas plasma
Haus  polidipsia
• Tanda klinis dehidrasi
Tanda yang jelas jarang ditemukan kecuali pada pasien
dengan asupan air yang terganggu.

 Harrison’s principles of internal medicine


Pemeriksaan fisik
• Hydronephrosis, with pelvic fullness,
• Flank pain or tenderness, or pain radiating to
the testicle or genital area, may be present.
• Bladder enlargement occurs in some patients.
Diabetes Insipidus
1. Neurogenic Diabetes Insipidus
• Idiopathic (Autoimmune hypophysitis)
• Malignancy: Neoplasms of brain or pituitary fossa
(craniopharyngiomas, metastatic neoplasms from breast or lung)
• Posttherapeutic neurosurgical procedures (e.g., hypophysectomy)
• Head trauma (e.g., basal skull fracture)
• Granulomatous disorders (sarcoidosis, granulomatosis with
polyangiitis, or tuberculosis)
• Histiocytosis (Hand-Schüller-Christian disease, eosinophilic
granuloma)
• Familial (autosomal dominant); some cases autosomal recessive
• Other: interventricular hemorrhage, aneurysms, meningitis,
postencephalitis, multiple sclerosis, Guillain-Barré syndrome, IgG4-
• related disease, lymphocytic hypophysitis
2. Nephrogenic diabetes insipidus
• Drugs: lithium, aminoglycosides, antivirals
(foscarnet, didanosine), amphotericin B,
demeclocycline, ifosfamide, methoxyflurane
anesthesia
• Familial: X-linked
• Metabolic: hypercalcemia or hypokalemia
• Other: sarcoidosis, urinary tract infection,
amyloidosis, Sjögren syndrome, pyelonephritis,
nephronophthisis, polycystic disease, sickle cell
nephropathy, postobstructive, lowprotein diets
(protein malnourishment)
Poliuria
Poliuria
45
SOAL

Nn. Atlanteia, 22 tahun, datang ke dokter dengan keluhan


utama berupa menstruasi tidak teratur. Pasien saat ini
terlambat menstruasi 2-3 bulan. Pasien juga mengeluhkan
keluar cairan seperti susu dari puting. Pasien khawatir karena
ingin menikah dan memiliki anak. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Addison
B. Cushing’s syndrome
C. Graves disease
D. PCOS
E. Prolaktinemia
Hyperprolactinemia

Etiologi
• Prolactinoma
 Most common cause of
hyperprolactinemia
 Most common type of pituitary
adenoma (up to 40%)
• Medications (e.g., psychiatric
medications, H2 blockers,
metoclopramide, verapamil, estrogen).
• Pregnancy
• Renal failure
• Suprasellar mass lesions (can
compress hypothalamus or pituitary
stalk)
• Hypothyroidism
• Idiopathic
Hyperprolactinemia
Manifestasi Klinis
• Pria
• Hypogonadism, penurunan
libido,infertilitas, impotensi
• Galaktorea or ginekomastia
(uncommon)
• Parasellar signs and symptoms (visual
field defects and headaches)

• Wanita
 Premenopausal: mens tidak teratur,
oligomenorrhea or amenorrhea,
anovulasi dan infertilitas, libido turun,
dyspareunia, vagina kering, risk of
osteoporosis, galaktorea
 Postmenopausal: parasellar signs and
symptoms (less common than in men)
Hyperprolactinemia
• Pemeriksaan
Peningkatan serum prolaktin
Test kehamilan dan kadar TSH
CT scan dan MRI  identifikasi massa

• Tatalaksana
Obati penyakit yg mendasari
Jika penyebab prolactinoma  berikan bromokriptin
Operasi
Hyperprolactinemia
46
SOAL

Ny. Harmonia, berusia 56 tahun datang ke dokter dengan keluhan


merasa lemah dan sakit kepala sejak 3 bulan terakhir. Pasien
menyadari rahangnya terasa semakin membesar dan bentuk jari-
jari tangannya berubah serta berat badannya bertambah. Pasien
juga mengatakan bahwa sepatunya tidak muat lagi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 89x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan GDS 216 mg/dl. Apakah diagnosis yang paling
mungkin?
A. Gigantisme
B. Acromegaly
C. Sindrom cushing
D. Sindrom marfan
E. Prolaktinoma
Akromegali
Definisi
• Peningkatan Growth hormone
(GH) levels pada orang dewasa,
paling sering akibat benign
pituitary GI-l-secreting adenoma
• Anak-anak dengan peningkatan
GH  gigantisme.
Akromegali
Anamnesis dan PF
• Pembesaran kepala, tangan, and dan kaki serta
penebalan pd tulang-tulang wajah.
• Berkaitan dgn peningkatan kejadian:
– carpal tunnel syndrome,
– obstructive sleep apnea,
– type 2 DM,
– heart disease (diastolic dysfunction),
– hypertension, and
– arthritis.
• Bitemporal hemianopsia  compression of the optic
chiasm by a pituitary adenoma .
• Excess GH may also lead to glucose intolerance or
diabetes.
Akromegali
Komplikasi
• The mortality
rate of patients
with
acromegaly
appears to be
increased.
• Death is
primarily from
cardiovascular
disease.
47
SOAL

Tn. Chrollo Lucifer, 45 tahun, datang ke poliklinik swasta


dengan keluhan utama lemah syahwat dan penurunan libido
sejak 6 bulan. Pasien memiliki riwayat DM sejak 4 tahun.
Pasien mendapat pengobatan rutin insulin basal, metformin,
dan atorvastatin. Pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31kg/m2. TD
129/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 20x/mnt, T 36,5C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDP 287 mg/dL, G2PP 263
mg/dL, kolesterol total 243 mg/dL, HDL 37 mg/dL, TG 174 mg/dL.
Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Cushing disease
B. Hipogonadotropic hipogonadism
C. Addison disease
D. Metabolic syndrome
E. kallman syndrome
Parameters NCEP ATP3 2005* IDF 2006 WHO 1999 AACE 2003
Required Waist ≥94 cm (men) or Insulin resistance in High risk of insulin
≥80 cm (women)¶ top 25 percentΔ; resistance◊ or BMI ≥25
¶ For South Asia and glucose ≥110 mg/dL; 2- kg/m2 or waist ≥102
Chinese patients, waist hour glucose ≥140 cm (men) or ≥88 cm
≥90 cm (men) or ≥80 mg/dL (women)
cm (women

Number of ≥3 of: And ≥2 of: And ≥2 of: And ≥2 of:


abnormalities
Glucose ≥100 mg/dL or drug ≥100 mg/dL or ≥110 mg/dL; ≥2-hour
treatment for elevated diagnosed diabetes glucose 140 mg/dL
blood glucose
HDL cholesterol <40 mg/dL (men); <50 <40 mg/dL (men); <50 <35 mg/dL (men); <40 <40 mg/dL (men); <50
mg/dL (women) or drug mg/dL (women) or mg/dL (women) mg/dL (women)
treatment for low HDL-C§ drug treatment for low
HDL-C

Triglycerides ≥150 mg/dL or drug ≥150 mg/dL or drug or ≥150 mg/dL) ≥150 mg/dL
treatment for elevated treatment for high
triglycerides§ triglycerides
Obesity Waist ≥102 cm (men) or ≥88 Waist/hip ratio >0.9
cm (women)¥ (men) or >0.85
¥ In Asian patients, waist (women) or BMI ≥30
≥90 cm (men) or ≥80 cm kg/m2
(women).
Hypertension ≥130/85 mmHg or drug ≥130/85 mmHg or ≥140/90 mmHg ≥130/85 mmHg
treatment for hypertension drug treatment for
hypertension
Notes
• NCEP: National Cholesterol Education Program; IDF: International Diabetes Federation;
EGIR: Group for the Study of Insulin Resistance; WHO: World Health Organization;
AACE: American Association of Clinical Endocrinologists; HDL: high density lipoprotein;
BMI: body mass index.
* Most commonly agreed upon criteria for metabolic syndrome (any three of five risk
factors).

• ¶ For South Asia and Chinese patients, waist ≥90 cm (men) or ≥80 cm (women); for
Japanese patients, waist ≥90 cm (men) or ≥80 cm (women).

• Δ Insulin resistance measured using insulin clamp.

• ◊ High risk of being insulin resistant is indicated by the presence of at least one of the
following: diagnosis of CVD, hypertension, polycystic ovary syndrome, non-alcoholic
fatty liver disease or acanthosis nigricans; family history of type 2 diabetes,
hypertension of CVD; history of gestational diabetes or glucose intolerance; nonwhite
ethnicity; sedentary lifestyle; BMI 25 kb/m2 or waist circumference 94 cm for men and
80 cm for women; and age 40 years.

• § Treatment with one or more of fibrates or niacin.

• ¥ In Asian patients, waist ≥90 cm (men) or ≥80 cm (women).


Sindrom Metabolik

Complex multidirectional interactions between testosterone and obesity, metabolic syndrome, and type 2 diabetes
mediated by cytokines and adipokines leading to comorbidities such as ED (endothelial dysfunction) and increased CVD risk.
FFA, free fatty acids; GnRH, gonadotropin-releasing hormone; LH, luteinizing hormone; PAI-1, plasminogen activator
inhibitor-1.
Pemeriksaan Penunjang
• Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi hati,
Urine lengkap , Tes fungsi ginjal, TSH, EKG
• Skrining dianjurkan pada semua pasien
berusia ≥ 20 tahun, setiap 5 tahun sekali

Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Goals
LIFESTYLE RISK FACTORS
Abdominal obesity Year 1: Reduce body weight 7 to 10 percent
Continue weight loss thereafter with ultimate goal BMI <25 kg/m2
Physical inactivity At least 30 min (and preferably ≥60 min) continuous or intermittent
moderate intensity exercise 5 times per week, but preferably daily
Atherogenic diet Reduced intake saturate fat, trans fat, cholesterol
METABOLIC RISK FACTORS
Dyslipidemia
High risk*: <100 mg/dL; optional <70 mg/dL
Primary target elevated LDL
Moderate risk: <130 mg/dL
cholesterol
Lower risk: <160 mg/dL
High risk*: <130 mg/dL; optional <100 mg/dL
Secondary target elevated
Moderate risk: <160 mg/dL
non-HDL cholesterol
Lower risk: <190 mg/dL
Tertiary target reduced HDL
Raise to extent possible with weight reduction and exercise
cholesterol
Elevated blood pressure Reduce to at least <140/90 (<130/80 if diabetic)
Elevated glucose For IFG, encourage weight reduction and exercise
For type 2 DM, target A1C <7 percent
Prothrombotic state Low-dose aspirin for high-risk patients
Proinflammatory state Lifestyle therapies; no specific interventions
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia
• Evaluasi profil lipid tiap 6 minggu • Batas tinggi atau tinggi
– Bila tercapaisetiap 4-6 bulan.
– tujuan utama tata laksana adalah
• 6 minggu modifikasi gaya hidup, target mencapai target kolesterol LDL.
belum tercapai
– intensifkan penurunan lemak jenuh dan
• Pasien dengan trigliserida tinggi:
kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, – target sekunder  kadar
tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama kolesterol non-HDL
dengan dietisien.
• sebesar 30 mg/dL lebih tinggi
• 6 minggu berikutnya non-farmakologis dari target kadar kolesterol LDL
tidak berhasilfarmakologis (lihat tabel di atas).
• Pencegahan primer (tanpa PJK), dimulai • Pendekatan Tata Laksana obat:
dengan nutrisi medis dan latihan fisik3 – Obat penurun kadar kolesterol
bulan tidak mencapai sasaran  LDL, atau tambah obat fibrat atau
ditambahkan statin. asam nikotinat
– 6 minggu  target belum tercapai naikkan
dosis statin atau kombinasi dengan yang lain.
• Pasien dengan PJK atau yang setara
(pencegahan sekunder), segera diberi tata
laksana non farmakologis dan farmakologis,
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
Target Tatalaksana
48
SOAL

Ny. Upper Moon Nakime, usia 35 tahun datang dengan


keluhan berat badan berlebih. Pasien bekerja sebagai
karyawan di sebuah perusahaan swasta. Pasien memiliki
kebiasaan mengkonsumsi nasi goreng dan makanan
berlemak tinggi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD:
130/90. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan GDS
195 mg/dl, LDL 241, HDL 20, Kolesterol total 453, Trigliserida
450. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah...
A. Nasi tim
B. Kuning telur
C. Ikan Salmon
D. Beras Merah
E. Mangga
Dislipidemia
Klasifikasi kadar kolesterol
• Definisi : Kelainan
LDL Klasifikasi
fraksi lipid
– ↑kolesterol total < 100 mg/dL Optimal
– ↑ trigliserid 100 – 129 mg/dL Mendekati optimal
– ↓kolesterol HDL. 130 – 159 mg/dL Batas tinggi
160 – 189 mg/dL Tinggi
 190 mg/dL Sangat tinggi

Klasifikasi trigliserida Kolesterol Total Klasifikasi

Trigliserida Klasifikasi < 200 mg/dL Yang diinginkan


200 – 239 mg/dL Batas tinggi
< 150 mg/dL Normal  240 mg/dL Tinggi
150 – 199 mg/dL Batas tinggi HDL Klasifikasi
200 – 499 mg/dL Tinggi
 500 mg/dL Sangat tinggi < 40 mg/dL Rendah
 60 mg/dL Tinggi
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
20%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.


Diet pada Dislipidemia
• Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor
menunjukkan bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5%
hingga 10% dari total energi mereduksi risiko PJK.
• Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL
sampai 5% dan penurunan TG sebesar 10-15%.
• Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL,
sehingga makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu
pilihan untuk menggantikan diet lemak jenuh.
• Diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan dengan
penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan
konsentrasi TG.
Nutrional Intake
Tatalaksana Diet Dislipidemia
Intensitas Statin
Low intensity statin Moderate-intensity statin High-intensity statin

Simvastatin 10 mg Atorvastatin 10 (20)mg Atorvastatin 40 -80mg


Pravastatin 10-20mg Rosuvastatin 5(10)mg Rosuvastatin 20(40)mg
Lovastatin 20mg Simvastatin 20-40mg
Fluvastatin 20-40mg Pravastatin 40(80)mg
Pitavastatin 1mg Lovastatin 40mg
Fluvastatin XL 80mg
Fluvastatin 40 mg bid
Pitavastatin 2-4mg
49
SOAL

Seorang wanita bernama Ny. Asokawati Citra Harapan, umur 50


tahun datang ke poliklinik dokter umum karena dikatakan
mengalami peningkatan LDL darah setelah cek darah di
laboratorium dekat rumahnya. Pasien kemudian membeli obat
kolesterol sendiri di apotik bernama atorvastatin. Setelah minum
obat tersebut mengeluh nyeri otot yang akhir-akhir ini semakin
luas terutama bila beraktivitas. Bagaimana mekanisme kerja
obat tersebut?
A. Meningkatkan asam empedu
B. Menurunkan pengikatan asam empedu
C. Menurunkan produksi LDL
D. Menurunkan aktivitas lipoprotein lipase
E. Menghambat aktivitas 3 hidroksi 3 metilglukoronil
koAreduktase
Dislipidemia
Toksisitas Statin
• Peningkatan ringan creatin kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.

• Faktor risiko miopati akibat statin:


– Usia > 70 tahun
– Perempuan
– Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
– Gangguan fungsi hati/ginjal (klirens kreatinin <30 mL/min/1.73 m2
– Berat badan rendah

• Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimptomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.

• Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dhentikan jika aktivitas CK meningkat signifikasn di atas
nilai rujukan
Toksisitas Statin
50
SOAL

Tn. Muzan Kibutsuji, berusia 64 tahun, datang untuk konsultasi ke


dokter karena memiliki riwayat miokard infark sejak 3 bulan
tetapi tidak rutin minum obat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
TD 130/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar LDL 186
mg/dl; HDL normal; kolesterol total 267 mg/dl dan trigliserid
normal. Jika pasien tersebut diberikan terapi statin jangka
panjang, apakah yang hendaknya diperiksa untuk memantau
terjadinya efek samping?
A. Kreatin kinase
B. Kadar Asam Urat
C. CK MB
D. INR
E. HbA1C
Toksisitas Statin
• Peningkatan ringan creatin kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.

• Faktor risiko miopati akibat statin:


– Usia > 70 tahun
– Perempuan
– Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
– Gangguan fungsi hati/ginjal (klirens kreatinin <30 mL/min/1.73 m2
– Berat badan rendah

• Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimptomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.

• Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dhentikan jika aktivitas CK meningkat signifikasn di atas
nilai rujukan
Toksisitas Statin
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai