Anda di halaman 1dari 698

C B T O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

ILMU BEDAH
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL NO 1
• Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun, dibawa
orangtuanya ke dokter dengan keluhan perut kembung
sejak 1 hari yang lalu. Keluhan diawali muntah-muntah
berwarna hijau sejak 3 hari. Keluhan lain yang menyertai
antara lain nyeri perut, tidak bisa buang angin dan tidak
bisa buang air besar. Pemeriksaan fisik: BB: 15 kg, keadaan
umum compos mentis, denyut nadi 120 x/menit, frekuensi
napas 16 x/menit, dan suhu 37,5ºC. Status lokalis regio
abdomen: cembung, Palpasi: massa (-), defans muskular (-
), nyeri tekan (+), Perkusi: timpani; Auskultasi: bising usus
meningkat. Hasil X-Ray abdomen didapatkan string of
pearls sign. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk
pasien ini?
A.Volvulus
B.Invaginasi
C.Meterorismus
D.Ileus obstruktif letak tinggi
E. Ileus obstruktif letak rendah

• Jawaban: D. Ileus obstruktif letak tinggi


• Anak laki-laki 2 tahun dengan keluhan perut kembung sejak 1 hari yang
lalu, diawali muntah-muntah berwarna hijau sejak 3 hari. Status lokalis
regio abdomen: cembung, Palpasi: massa (-), defans muskular (-), nyeri
tekan (+), Perkusi: timpani; Auskultasi: bising usus meningkat. Hasil X-Ray
abdomen didapatkan string of pearls sign. Berdasarkan gejala dan tanda
tersebut diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah ileus obstruktif letak
tinggi.
• Ileus obstruktif letak rendah  dibandingkan dengan ileus obstruktif letak
tinggi, gejala yang muncul pada ileus letak rendah dawali dengan perut
terasa kembung kemudian baru muncul muntah-muntah. Gambaran X-Ray
abdomen tampak Haustra, penyebaran udara dan usus ke arah perifer.
• Volvulus  gejala perut kembung disertai muntah kehijauan, pada palpasi
dapat teraba massa, dengan gambaran radiologis coffe bean sign.
• Inavginasi  kembung yang didahului sakit perut dan BAB disertai lender
dan darah.
• Meteorismus  perut kembung  tidak spesifik.
1. Ileus Obstruktif
• Ileus:
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
• Obstruksi:
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
– Obstruksi dapat parsial atau komplit
– Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Valvulae conniventes  lipatan mukosa pada usus halus, harus
dibedakan dengan Haustrae yang terdapat pada usus besar.
Gambaran string of beads/pearls merupakan udara yg terperangkap di
antara valvula conniventes & cairan. Terjadi jika cairan terdapat dalam
jumlah lebih banyak dibandingkan udara. Keadaan ini juga menjadi
petanda adanya ileus obstruksi letak tinggi.
SOAL NO 2
• Seorang laki-laki, usia 17 tahun, dibawa ke unit gawat
darurat RS dengan keluhan nyeri sekali pada betis kiri
akibat kecelakaan lalu lintas satu jam yang lalu. Ia
mengendarai sepeda motor dalam kecepatan tinggi
bertabrakan dengan bajaj. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pembengkakan, tampak pucat, teraba
keras dan mulai parastesia di regio cruris sinistra,
tidak ada luka terbuka. Saat dilakukan dorsofleksi
pasif jari-jari kaki sinistra pasien mengeluh sangat
kesakitan. Foto ronsen menunjukkan fraktur di tulang
tibia dan fibula kominutif. Dokter menduga telah
terjadi sindrom kompartemen. Apakah dasar
diagnosis tersebut?
A.Parestesia
B. Tampak pucat
C. Nyeri saat dorsofleksi pasif jari kaki
D.Pembengkakan cruris sinistra
E. Fraktur tibia dan fibula kominutif

• Jawaban: C. Nyeri saat dorsofleksi pasif jari kaki


• Pasien mengalami fraktur tibio-fibula akibat kecelakaan lalu lintas dan dokter
mencurigai adanya sindrom kompartemen. Gejala sindrom kompartemen adalah
5P: pain (saat dilakukan gerakan pasif), pallor, pulselessness, parasthesia, dan
paralysis. Dari 5 gejala sindrom kompartemen yang nyeri/ pain merupakan gejala
dini yang paling penting. Pain atau nyeri merupakan gejala yang spesifik dan sering
pada kasus sindrom kompartemen. Terdapat 3 gejala sindrom kompartemen yang
ada pada pasien antara lain nyeri saat dorsofleksi pasif jari kaki, tampak pucat, dan
parestesia. Sehingga dasar diagnosis sindrom kompartemen pada kasus ini adalah
C. Nyeri saat dorsofleksi pasif jari kaki.
• Fraktur tibia dan fibula kominutif tidak menyebabkan sindrom kompartemen
secara langsung. Etiologi sindrom kompartemen ada tiga, antara lain: penurunan
volume kompartemen, peningkatan tekanan pada struktur kompartemen, dan
peningkatan tekanan eksternal. Kemungkinan etiologi sindrom kompartemen pada
kasus ini adalah peningkatan tekanan pada struktur kompartemen yang
diakibatkan oleh pendarahan atau trauma vascular secara langsung akibat
kecelakaan lalu lintas ataupun yang disebabkan oleh fraktur tibia dan fibula
kominutif. Namun diagnosis sindrom kompartemen ditegakkan berdasarkan gejala
5P yang telah dijabarkan di atas
2. Compartment Syndrome
Single vs Double Incision Fasciotomy
• Both the single and the dual-incision techniques are effective for
relieving elevated intracompartmental pressures to prevent
myonecrosis.
• In a comparison of single and dual-incision fasciotomies for acute
compartment syndromes associated with tibial fractures, there was
no significant difference with respect to infection or tibial nonunion
rates after operative fixation.
• The need for skin grafting was also similar between the two groups.
• An Orthopaedic Trauma Association (OTA) poster presentation from
2010 showed no significant difference in the number of
debridements, time until wound closure, or rates of skin grafting
between the two techniques.
• The choice of fasciotomy technique should be based on surgeon
experience.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6203489/
SOAL NO 3
• Tn Robi Pangalila, laki-laki berusia 24 tahun,
terjatuh dari sepeda motor dengan
selangkangan terbentur stang motor, satu jam
yang lalu. Pasien segera dilarikan ke IGD terdekat.
Saat ini pasien tidak bisa BAK dan terdapat darah
menetes dari uretra. Setelah dilakukan
pemeriksaan radiologi, ditemukan robekan pada
uretra membranosa, terdapat ekstravasasi cairan
kontras di ruang ekstraperitoneal pelvis di atas
diafragma urogenital. Diagnosis pasien ini
adalah…
A.Ruptur uretra colapinto 4
B.Ruptur uretra colapinto 3
C.Ruptur utetra colapinto 1
D.Ruptur uretra colapinto 2
E.Ruptur uretra colapinto 2a

• Jawaban: D. Ruptur uretra colapinto 2


• Pasien mengalami terjatuh dari sepeda motor dengan selangkangan
terbentur stang motor dan terdapat darah menetes dari uretra. Dari
hal tersebut dapat dicurigai adanya rupture uretra pada pasien ini.
Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi, ditemukan robekan pada
uretra membranasea, terdapat ekstravasasi cairan kontras di ruang
ekstraperitoneal pelvis di atas diafragma urogenital. Tampak
robekan pada uretra pars membranasea dan ektravasasi cairan
kontras di atas diafragma urogenital (proksimal uretra) sesuai
dengan penjabaran klasifikasi rupture uretra colapinto 2.
• Ruptur uretra colapinto 1  Stretching (uretra teregang)  tidak
ada ekstravasasi.
• Ruptur uretra colapinto 3  Uretra posterior, diaph.Urogenital &
uretra pars bulbosa proksimal ruptur. Ekstravassasi berada di atas
dan bawah diaphragma urogenital hingga perineum.
• Klasifikasi colapinto hanya dibagi 3.
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

3. Trauma Uretra
• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum • Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s – Pelvic photo
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a
– Urethrogram
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the
perineum • Therapy:
• Therapy: – Cystostomi
– Cystostomi – Delayed Repair
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Ruptur Uretra Anterior
• Penyebab tersering :
DIAGNOSIS
straddle injury ( cedera Klinis :
selangkangan ) • Perdarahan
peruretra/hematuri
Jenis kerusakan : • Hematom / butterfly
• Kontusio uretra hematom
• Ruptur parsial • Kadang retensi urine
• Ruptur total
• Kontusio : ekstravasasi

• Ruptur : ekstravasasi
+ bulbosa
Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
• observasi 4-6 bln
• evaluasi: uretrografi ulang

Ruptur :
• Sistostomi 1 bulan
• 3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
• striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR
• Ruptur uretra pars COLAPINTO DAN MCCOLLUM
prostato – membranasea. (1976 ) :
• Grade I: Stretching (teregang)
• Terbanyak disebabkan
– Tidak ada ekstravasasi.
fraktur tulang pelvis.
• Grade II: Uretra ruptur diatas
• Robeknya ligamen pubo - prostato membranasea
prostatikum – Diaphragma urogenital utuh
– Ekstravasasi terbatas pada (di
atas) diaphragma urogenital.
• Grade III: Uretra posterior,
diaph.Urogenital & uretra pars
bulbosa proksimal ruptur.
– Ekstravassasi berada di atas
dan bawah diaphragma
urogenital hingga perineum.
DIAGNOSIS
GAMBARAN KHAS :
• PERDARAHAN PER URETRA
• RETENSI URINE
• RT : FLOATING PROSTAT. Floating Prostat

URETROGRAFI :
• EKSTRAVASASI KONTRAS PD PARS PROSTATO
MEMBRANASEA
• FRAKTUR PELVIS.
Uretrografi

Ruptur Parsial

Ruptur total
TINDAKAN KOMPLIKASI
AKUT : SISTOSTOMI • Striktura uretra
• Disfungsi ereksi
STABIL : • Inkontinentia urine
• Primary endoskopic
realigment, 1 minggu
paska ruptur
• Uretroplasti, 3 bulan
paska ruptur.
• Rail roading kateter
dilakukan bila bersamaan
dg operasi lain.
SOAL NO 4
• Pria, 64 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan
kencing tidak lampias. Pasien juga menjadi lebih
sering kencing, sehingga bangun tiap malam sampai
3-4 kali yang terjadi sudah 2 bulan. Selain itu, pasien
merasa pancaran kencingnya menjadi lebih lemah
dari biasanya. Pasien mengaku nafsu makan masih
baik, tubuh segar, tidak ada nyeri saat kencing, kencing
tersendat maupun berdarah. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak pernah
minum obat antihipertensi. Apakah tatalaksana
farmakologis yang bisa diberikan untuk pasien ini?
A.Hidrochlorothiazid
B.Verapamil
C.Losartan
D.Tamsulosin
E.Bisoprolol

• Jawaban: D. Tamsulosin
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah
BPH, atas dasar pasien dengan jenis kelamin laki-
laki, usia geriatric (65 tahun), disertai gejala LUTS
(BAK tidak lampias, frekuensi berkemih
meningkat, dan pancara BAK tampak lebih lemah
dari biasanya. Tatalaksana yang tepat pada kasus
ini adalah tamsulosin yang merupakan golongan
alpha blocker dengan mekanisme obatnya
relaksasi otot-otot polos pada dinding uretra
sehingga aliran urin menjadi lebih lancar.
4. BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin serum

Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah obstruktif


penghilangan gejala dan iritatif
penghilangan gejala (tanda dari detrusor
yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Terapi Farmakologi
 Jika gejala ringan
 maka pasien cukup dilakukan watchful waiting (perubahan gaya
hidup).
 Jika gejala sedang
 maka pasien diberikan obat tunggal antagonis α adrenergik atau
inhibitor 5α- reductase.
 Jika keparahan berlanjut
 maka obat yang diberikan bisa dalam bentuk kombinasi
keduanya.
 Jika gejala parah dan komplikasi BPH
 dilakukan pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
Terapi Non Farmakologi
 Pembatasan Minuman Berkafein
 Tidak mengkonsumsi alkohol
 Pemantauan beberapa obat seperti diuretik,
dekongestan, antihistamin, antidepresan
 Diet rendah lemak
 Meningkatkan asupan buah-buahan dan
sayuran
 Latihan fisik secara teratur
 Tidak merokok
SOAL NO 5
• Tn. Septiandi Tejakusuma, laki-laki 41 tahun
datang ke IGD RS A setelah kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan fraktur femur
terbuka. Tekanan darah 80/60 mmHg, nadi
110x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu
37.3 derajat celcius. RS A hanya memiliki 1
orang spesialis bedah umum, spesialis
orthopedi terdapat di RS B dimana waktu
yang diperlukan untuk mencapainya adalah 12
jam. Yang dilakukan selanjutnya adalah…
A.Perawatan konservatif
B.Stabilkan tanda vital, lalu merujuk ke spesialis
orthopedi di RS B
C.Disarankan langsung operasi dengan spesialis bedah
umum di RS A
D.Memanggil spesialis orthopedi dari RS lain
E. Segera rujuk ke spesialis orthopedi di RS B

• Jawaban: B. Stabilkan tanda vital, lalu merujuk


ke spesialis orthopedic di RS B
• Pasien mengalami fraktur femur terbuka akibat
kecelakaan lalu lintas dengan gangguan
hemodinamik dimana TD 80/60 mmHg dan nadi
110x/ menit. Tindakan yang tepat dilakukan pada
kasus ini adalah B. Stabilkan tanda vital, lalu
merujuk ke spesialis orthopedic di RS B.
Meskipun diperlukan waktu 12 jam untuk
mencapai RS B, namun dari beberapa literature
tidak ditemukan perbedaan bermakna antara
operasi yang dilakukan dalam kurun waktu <
6jam dengan yang dilakukan 6-24 jam pasca
kejadian.
5. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan tulang dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terdapat luka robek yang menghubungkan patahan tulang
dengan lingkungan luar kulit.
• Luka robek yang menembus kulit & otot hingga ke tulang
• Tidak termasuk
• luka lecet (abrasi)/ vulnus ekskoriasi,
• vulnus laceratum, ataupun
• luka lain yang tidak menembus ke tulang.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from
without)
Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis
 mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yang
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (<6 jam) sebaiknya kulit ditutup
– kulit tegang  tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus

Note: Debridement, fiksasi, dan penutupan kulit dilakukan optimal


<6 jam, namun beberapa literatur ada yang menyebutkan tidak ada
perbedaan bermakna antara operasi yang dilakukan <6 jam atau 6-24
jam pasca kejadian.
Choice of fixation
• several options to • No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture • Surgeons must make
– splinting, judgment of which
– casting, method is appropriate
– and traction
– external fixation,
– plating, and
– intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Komplikasi fraktur
• Dapat terjadi spontan, 1. Komplikasi pada kulit
iatrogenik atau tindakan – lesi akibat penekanan
– ulserasi akibat dekubitus
pengobatan – ulserasi akibat pemasangan gips
• Tiga faktor utama: 2. Komplikasi pemb darah
– penekanan lokal – lesi akibat traksi dan penekanan
– traksi yg berlebihan – Iskemik volkman
– infeksi – Gangren
3. Komplikasi pada saraf
– Lesi akibat traksi dan penekanan
4. Komplikasi pada sendi
– Infeksi (artritis septik) akibat
operasi terbuka
5. Komplikasi pada tulang
– Infeksi akibat operasi terbuka
– Komplikasi pada lempeng epifisis
Komplikasi Fraktur Terbuka
Komplikasi Akut Komplikasi Kronik
Infeksi (osteomielitis akut) Non-union, delayed union, mal-union
Syok hipovolemik Avascular necrosis
Sindrom Kompartemen Shortening
Emboli lemak Joint stiffness
ARDS Sudeck’s dysthropy
Cedera neuro-vaskular Osteomielitis kronik
Kontraktur iskemik
Myositis ossificans
Osteoarthritis
SOAL NO 6
• Seorang laki-laki, 30 tahun, dibawa ke UGD RS karena
kecelakaan lalu lintas. Mobil yang dikendarai pasien
menabrak truk 2 jam sebelumnya. Pasien terjepit setir
di bagian perutnya. Pasien merasa nyeri pada perut
dan pinggang kanan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan penderita sadar, tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas
24x/menit, jejas pada perut kanan atas dan pinggang
kanan, nyeri tekan dan nyeri lepas perut kanan atas,
ballotement tidak ada. Setelah dipasang kateter
uretra tampak hematuria makroskopik. Apakah
diagnosis yang paling mungkin?
A.Ruptur uretra pars posterior
B.Trauma ginjal
C.Fraktur pelvis
D.Ruptur buli-buli intraperitoneal
E.Ruptur ureter

• Jawaban: B. Trauma ginjal


• Diagnosis trauma ginjal pada kasus ini dipilih atas dasar keluhan nyeri pada perut
dan pinggang kanan akibat terjepit setir mobil, jejas pada perut kanan atas dan
pinggang kanan dan terdapat hematuria makroskopik saat dipasang kateter uretra.
Pada kasus trauma ginjal hasil pemeriksaan ballottement seharusnya menunjukan
hasil positif, dan tidak terdapat tanda-tanda peritonitis (nyeri tekan dan lepas pada
perut kanan atas), namun karena pilihan diagnosis yang paling tepat diantara
pilihan jawaban yang lain adalah trauma ginjal. Adanya tanda-tanda
peritonitis(nyeri tekan dan lepas pada perut kanan atas) pada pasien harus
diperiksa lebih lanjut apakah ada kemungkinan trauma tumpul abdomen yang
menyertainya.
• Ruptur uretra pars posterior  kateter uretra tidak dapat dipasang.
• Fraktur pelvis  jejas yang ditemukan berada pada perut kanan atas dan
pinggang, tidak sesuai dengan posisi anatomis pelvis, serta tidak ada keterangan
yang menunjang pada kasus.
• Ruptur buli-buli intraperitoneal  jejas tidak sesuai dengan posisi anatomis buli,
jejas pada kasus tersebut ditemukan pada perut kanan atas dan pinggang kanan.
• Ruptur ureter  secara anatomis ureter sangat terlindung oleh struktur di
sekitarnya, sangat jarang terjadi rupture ureter.
6. TRAUMA GINJAL
MEKANISME TRAUMA : DIAGNOSIS
• Langsung • Cedera di daerah
• Tidak langsung ( deselerasi) pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
JENIS TRAUMA:
• Tajam
• Hematuri (gross /
• Tumpul mikroskopik )
• Fraktur costa bg bawah atau
PENCITRAAN proc.Spinosus vertebra.
• BNO – IVP • Kadang syok
• CT SCAN
• MRI • Sering disertai cedera organ
• USG TIDAK DIANJURKAN. lain
AAST Renal Trauma Classification
• grade I: contusion or non-enlarging subcapsular perirenal haematoma, and no
laceration
• grade II: superficial laceration <1 cm depth and does not involve the collecting
system (no evidence of urine extravasation), non-expanding perirenal haematoma
confined to retroperitoneum
• grade III: laceration >1 cm without extension into the renal pelvis or collecting
system (no evidence of urine extravasation)
• grade IV
– laceration extends to renal pelvis or urinary extravasation
– vascular: injury to main renal artery or vein with contained haemorrhage
– segmental infarctions without associated lacerations
– expanding subcapsular haematomas compressing the kidney
• grade V
– shattered kidney
– avulsion of renal hilum: devascularisation of a kidney due to hilar injury
– ureteropelvic avulsions
– complete laceration or thrombus of the main renal artery or vein
KLASIFIKASI TR GINJAL:
• GRADE I : KONTUSIO DAN GRADE II : LASERASI KORTEK DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM PERIRENAL HEMATOM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI GRADE IV : LASERASI MENEMBUS
JUNCTION KOLEKTING SISTEM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.

GRADE I DAN II : CEDERA


MINOR (85%)
GRADE III , IV DAN V : CEDERA
MAYOR. (15%)
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade I

Tidak ada jejas parenkim ginjal

Hematom Subkapsular

Ginjal Normal
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade II

Laserasi Korteks Ginjal

Hematom Perirenal

CT Scan contrast
Trauma ginjal grade III

Panah merah menunjukan


Laserasi dalam hingga kortiko-medulari junction
CT Scan contrast
Trauma ginjal grade IV

Laserasi mencapai collecting duct

Huruf U: menggambarkan
eksravasi urine ke peritoneal

CT Scan contrast
Trauma ginjal grade V

Perdarahan intraperiotenal masif

Laserasi mengenai arteri


renalis

Gambaran perfusi ginjal


menurun
BNO-IVP Plain X-Ray

Demonstrating
extravasation of contrast
from the right kidney, and a
functioning left kidney.

Blunt right renal trauma. Entire


collecting system, ureter and bladder
filled with a blood clot  radio-opac.
http://www.trauma.org/archive/abdo/renal/case.html (Plain X-Ray)
SOAL NO 7
• Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan benjolan di payudara
kanan sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan
dirasakan membesar saat menjelang menstruasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
soliter di payudara kanan dengan diameter
sekitar 2 cm, konsistensi padat, tidak nyeri
tekan, berbatas tegas, dan dapat digerakkan dari
jaringan sekitarnya. Apa diagnosis yang paling
mungkin dari kasus di atas?
A.Abses mammae
B.Penyakit fibrokistik
C.Mastitis granulomatosa
D.Lipoma
E.Fibroadenoma mammae

• Jawaban: E. Fibroadenoma mammae


• Pasien seorang perempuan usia dewasa muda
(24 tahun) dengan keluhan benjolan di
payudara kanan yang dirasakan membesar
saat menjelang menstruasi dan ditemuan
pemeriksaan fisik: benjolan soliter di payudara
kanan dengan diameter sekitar 2 cm,
konsistensi padat, tidak nyeri tekan, berbatas
tegas, dan dapat digerakkan dari jaringan
sekitarnya. Gejala dan tanda tersebut sesuai
dengan diagnosis fibroadenoma mammae.
7. Fibroadenoma
• Most common benign tumor of
breast.
• Benign tumors that represent a
hyperplastic or proliferative
process in a single terminal ductal
unit.
• Young females:15 -25yrs of age.
• Aberration in normal development
of a lobule.
• Cause -unknown.
• 10% of disappear spontaneously
each year.
• Most stop growing after they
reach 2-3 cm.
Types
• Gross: Soft, Hard,
Giant.
• Microscopy
– Intracanalicular-
mainly cellular
tissue
– Pericanalicular-
mainly fibrous
• Clinical features • Treatment
– Painless swelling • Excision of the lump
• In pericanalicular type -
– Smooth, firm, non-
periareolar incision
tender
• Intracanalicular-
– Well-localized submammary incision
– Moves freely within the
breast tissue- breast
mouse.
– Axillary LN not enlarged.
Pemeriksaan FAM
• Fibroadenoma adalah massa payudara yang
sering diperiksa dengan fine-needle aspiration
biopsy (FNAB) atau Mammografi.

Simsir A, Waisman J, Cangiarella J. Fibroadenomas with atypia: Causes of under‐ and overdiagnosis by aspiration biopsy. Wiley Online Library.
2001. Available from
https://doi.org/10.1002/dc.2055
Fibroadenoma Mammae (FAM)
• Treatment:
– Watchfull waiting
– Traditional open excisional biopsy
• Biopsy:
– Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
– Untuk menentukan adanya suatu penyakit
Pemeriksaan Radiologis Payudara
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
MAMMOGRAPHY

• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang asimptomatik


• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang asimtomatik
dan memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara yang
terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko ganas
pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang
simptomatik dengan adanya massa pada payudara atau
gejala klinis kanker payudara yang lain

www.rad.washington.edu
Fibroadenoma
Mammography
Fibroadenoma tampak sebagai massa
oval atau bulat berbatas tegas, dapat
multiple atau bilateral.

Penampakannya seperti popcorn padat


pada mammogram

http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/ra
dio/curriculum/surgery/mammography1.htm
Penatalaksanaan (Wanita < 35 tahun)
*Pada usia 35 tahun ke atas, bila
tidak ada perubahan,
kemungkinan menjadi ganas
sudah meningkat, maka perlu
dilakukan tindakan eksisi.

FA = Fibroadenoma

Penanganan utama fibroadenoma adalah Eksisi, namun hal ini dapat menyebabkan
jaringan parut yang besar dan kerusakan duktus, maka di bawah 35 tahun lebih
dipilih tindakan observasi
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1497021/#__sec16title
Penatalaksanaan (Wanita >= 35 tahun)
Karena kemungkinan keganasan
Pada usia 35 tahun ke atas, maka
perlu pemeriksaan mamografi
untuk menentukan batas massa.

FA = Fibroadenoma

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1497021/#__sec16title
Karakteristik Benjolan Payudara
Tipe Benjolan Onset Karakteristik
Kanker 30 tahun- Peau d’orange , keras, nyeri, border asimetris,
Payudara menopause invasive, keluar cairan/darah dari putting, massa
axilla
Fibroadenoma < 30 tahun Massa padat, bulat, kenyal yang bergerak bebas di
mammae payudara, tidak nyeri
(FAM)
Fibrokistik 20-40 tahun Massa di kedua payudara yang membesar dan nyeri
mammae saat sebelum menstruasi, terkadang disertai keluar
cairan dari putting.
Tumor 30-55 tahun Stroma intralobular dengan konfigurasi mirip daun
Phyllodes (leaf-like). Keras, permukaan licin, membesar cepat.
Ductal 45-50 tahun Muncul sering di saluran ductus utama, dengan
Papilloma secret serous atau berdarah keluar dari puting
SOAL NO 8
• Nn. Suwarti Purbanigrum, seorang perempuan berusia
20 tahun datang ke unit gawat darurat RS setelah
kecelakaan dengan dada menabrak trotoar, 1 jam
yang lalu. Pasien mengeluh nyeri dada terutama saat
menarik nafas dan batuk. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 84x/menit, RR
24x/menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan jejas pada hemitoraks kanan, dada kanan
tampak tertinggal saat inspirasi dan mengembang
saat ekspirasi, serta fraktur segmental iga 3, 4, 5.
Diagnosis kasus diatas adalah…
A.Hematotoraks
B.Contusio pulmonum
C.Tamponade jantung
D.Contusio muskulorum
E.Fraktur costa

• Jawaban: E. Fraktur costa


• Pasien merasakan nyeri pada area dada terutama
saat menarik nafas dan batuk pasca mengalami
trauma di area dada. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan takipneu (RR 24x/ menit), jejas pada
pada hemitoraks knaan dengan pernapasan
paradoksal, serta fraktur segmental iga 3, 4, dan
5. Dari gejala dan tanda tersebut diagnosis pada
kasus ini mengarah pada flail chest, namun
karena tidak ada pada pilihan jawaban maka
dipilih fraktur costa sebagai diagnosis yang paling
mendekati.
8. Fraktur Costae
• Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang
diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada.
• Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh
karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya
trauma dapat melalui sela iga.
• Etiologi:
– Trauma tumpul  penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan
lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau
jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
– Trauma tembus  luka tusuk dan luka tembak.
Patofisiologi
• Costae  tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak costae
masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak.
• Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang
berfungsi memberikan perlindungan terhadap organ di dalamnya dan
yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.
• Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan, samping, ataupun dari belakang.
• Costae, tulang yang sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki
pelindung  akibatnya trauma dada  trauma costae.
• Iga 1 – 3
– paling jarang fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang dari bahu, tulang skapula,
humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot.
– Jika fraktur kemungkinan cedera pembuluh darah besar.
• Iga 4 – 9
– paling sering fraktur, kemungkinan cedera jantung dan paru
• Iga 10 – 12
– agak jarang fraktur, karena costae 10-12 ini mobil,
– Jika fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen.
Trauma kompresi anteroposterior dari
rongga thorax

Lengkung iga akan lebih melengkung lagi


ke arah lateral

Fraktur iga Krepitasi

Terjadi pendorongan ujung-ujung


fraktur masuk ke rongga pleura

Kerusakan struktur &


jaringan

Stimulasi saraf Pneumothoraks Hemotoraks

Nyeri dada

Gerakan dinding dada Gangguan ventilasi


terhambat/asimetris
Sesak nafas
http://emedicine.medscape.com/article/433779
Flail chest:
FLAIL CHEST • Beberapa tulang iga
• Beberapa garis fraktur pada
satu tulang iga

The first rib is often fractured


posteriorly (black arrows). If multiple
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang rib fractures occur along the midlateral
berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding (red arrows) or anterior chest wall
dada yang bergerak secara independen (blue arrows), a flail chest (dotted
black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/

Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation  rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
SOAL NO 9
• Pasien perempuan usia 20 tahun datang ke instalasi gawat
darurat dengan nyeri pada bahu kanan setelah kecelakaan
lalu lintas. Pasien pengendara sepeda motor dan terjatuh
dengan posisi menumpu pada bahu kanan setelah sepeda
motor menabrak mobil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
primary survey dalam keadaan stabil. Pada secondary
survey di bahu kanan ditemukan deformitas pada
klavikula kanan, neovaskularisasi distal normal, dan
terdapat keterbatasan pada gerakan sendi bahu. Pada
pemeriksaan radiologis ditemukan adanya diskontinuitas
pada klavikula 1/3 medial simple dan minimal displace.
Tatalaksana yang paling tepat dilakukan adalah…
A.Protection only dengan arm sling atau figure of 8
B.Imobilisasi dengan U Slap cast
C.Reposisi tertutup dan fiksasi interna
D.Reposisi terbuka dan fiksasi interna
E.Reposisi tertutup dan fiksasi eksterna

• Jawaban: A. Protection only dengan arm sling


atau figure of 8
• Pasien mengeluhkan nyeri bahu akibat trauma pasca kecelakaan
lalu lintas. Pada pemeriksaan fisik kanan ditemukan deformitas
pada klavikula kanan, neovaskularisasi distal normal, dan terdapat
keterbatasan pada gerakan sendi bahu. Pada pemeriksaan
radiologis ditemukan adanya diskontinyuitas pada klavikula 1/3
medial simple dan minimal displace. Dapat disimpulkan diagnosis
pada kasus ini adalah fraktur klavikula 1/3 medial sederhana dan
minimal displace. Pada kondisi tersebut tatalaksana yang tepat
adalah A. Protection only dengan arm sling atau figure of 8.
• U Slab Cast teknik pemasangan gips untuk fraktur Os. Humerus.
• Teknik operasi dilakukan reduksi/ reposisi terbuka dengan fiksasi
internal ataupun eksternal (ORIF/ OREF). Indikasi pada fraktur
klavikula dengan fragmen tulang yang bergeser jauh. Teknik yang
dilakukan biasnya ORIF, OREF sangat jarang dilakukan.
9. Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui

Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula


Fraktur klavikula lateral dan ligament
korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
– type 1: undisplaced jika ligament intak
– type 2: displaced jika ligamen korako-
kiavikula ruptur.
– type 3: fraktur yang mengenai sendi
akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal


clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi
Pemeriksaan Radiologis
• Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan
adalah foto X-ray clavicle Anteroposterior (AP) 
pilihan utama dan cephalic tilt (15-45 derajat).
– Pada kasus trauma biasa digunakan min 2 sudut
berbeda PA/ AP dan axial view.
• Kelebihan foto clavicle AP pada kasus fraktur
klavikula antara lain:
– Gambar clavicula lebih terlihat jelas secara
keseluruhan.
– Melihat struktur lain yang terlibat dalam mekanisme
trauma: fraktur scapula, fraktur iga, atau
pneumothorax.
• Pada soal : pilihan yang paling mendekati
adalah thorax AP.
• Pada X-Ray Thorax PA, gambaran clavicula kurang terlihat
jelas.
• Pada beberapa literatur proyeksi PA dapat digunakan pada
apabila terjadi shortening, untuk melihat perbandingan
panjang clavicula kiri dan lana
http://www.aaos.org/

Penanganan Awal Cedera


Muskuloskeletal
• Survei primer (ABC) selalu didahulukan
• Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa fraktur/dislokasi yang
dialami
• Tatalaksana terpenting untuk fraktur dan
dislokasiPembidaian, terutama sebelum
transport/pemeriksaan
SOAL NO 10
• Tn. Chaidir Muhammad, laki-laki usia 30 tahun
mengeluh sesak nafas mendadak sejak 3 jam
yang lalu. Pasien memiliki riwayat TB dan sudah
minum obat sejak 6 bulan lalu. Pemeriksaan
tanda vital 120/80 mmHg, nadi 90x/ menit, RR
22x/ menit, dan suhu 36,7OC. Pada pemeriksaan
fisik pada hemitorak kiri mengembang,
pernafasan dada kiri tertinggal, suara nafas kiri
melemah dan perkusi hipersonor, JVP 5-2
cmH2O. Apakah tatalaksana yang dapat
dilakukan?
A.Perikardiosintesis
B.Perikardiotomi
C.Needle decompression
D.WSD
E.Pemberian cairan intravena

• Jawaban: D. WSD
• Pasien dengan riwayat TB Paru mengeluhkan
sesak napas mendadak, dari pemeriksaan fisik
tampak takipneua dengan tekanan darah dan
nadi yang normal. Pada pemeriksaan fisik pada
hemitorak kiri mengembang, pernafasan dada kiri
tertinggal, suara nafas kiri melemah dan perkusi
hipersonor, JVP 5-2 cmH2O. Bedasarkan gejala
dan tanda tersebut diagnosis pada kasus ini
adalah simple pneumothorax. Tindakan yang
tepat pada kasus ini adalah WSD.
10. Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

• A.B–a.b X 100% = LUAS PNEUMOTORAK


• A.B
Jenis pneumotorak berdasarkan fistel

• Pneumotorak tertutup (Simple Pneumothorax)


– Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara
spontan
• Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax)
– Ada hub antara pleura dengan brokus
– Ada hub antara pleura dengan dinding dada
• Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax)
– Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru
– Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak
bisa keluar
– Gejala mendadak dan makin lama makin berat
– Segera pasang wsd atau mini wsd ( kontra ventil )
Jenis Pneumotorak Menurut kejadian
 P. spontan
 Primer ( idio patik )

 Sekunder ( disertai py dasar )

 P. traumatik
 P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
 P. katamenial
 Terapeutik
Udara
 Pato fisiologi
Ruptur / kebocoran
dinding alveol

Intertisial paru

Septa lobuler

Perifer Sentral
 
Bleb Pneumomediastinum

Distensi

Pecah

Pneumotoraks
Diagnosis pneumotorak
 Anamnesis
o Gejala penyakit dasar
o Sesak napas mendadak
o Nyeri dada
o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya
• PF ; Takipnea Taki kardi
• PF Paru
:In ; Tertinggal pada pergerakan napas
Lebih cembung , sela iga melebar
Pal ; Fremitus melemah , Deviasi trakea
Per; Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ
Aus; Suara napas melemah / tidak terdengar
Diagnosis pneumotorak
Ro : Paru kolaps
Pleural line
Daerah avascular
Hiper radio lusen
Sela iga melebar
tanda-tanda pendorongan
Kalau kurang jelas ro torak
CT Scan Thorak
NB: tidak dilakukan pada kasus tension
pneumotoraks
PNEUMOTORAKS

WSD
WSD (Water Seal Drainage)
• Tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
• Indikasi: Pneumothorax, Hematothorax,
Thoracotomy, Efusi Pleura, Empyema.

Tujuan
• Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari
rongga pleura dan rongga thorak
• Mengembalikan tekanan negative pada
rongga pleura
• Mengembangkan kembali paru yang kolaps
• Mencegah refluks drainage kembali ke dalam
rongga dada

Tempat Pemasangan WSD:


linea mid-axillaris, sela iga 5-6
Jenis-jenis WSD

Tindakan setelah prosedur:


● Perhatikan undulasi pada
sleng WSD
● Bila undulasi tidak ada,
berbagai kondisi dapat
terjadi antara lain :
○ Motor suction tidak
berjalan
○ Slang tersumbat
○ Slang terlipat
○ Paru-paru telah
mengembang
Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :
1. Perhatikan undulasi pada selang WSD
2. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit
pada 1 jam pertama
3. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
4. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan
memperhatikan jangan sampai selang terlipat
5. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah
posisi
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
7. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat
jumlah cairan yang dibuang
8. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
9. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis,
empisema.
10. Anjurkan pasiuen untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara
batuk yang efektif
11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Indikasi pengangkatan WSD
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai
dengan :
– Tidak ada undulasi
– Tidak ada cairan yang keluar
– Tidak ada gelembung udara yang keluar
– Tidak ada kesulitan bernafas
– Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi
dengan spooling atau pengurutan pada selang.
SOAL NO 11
• Tn. AT Mahmud Siregar, laki-laki berusia 22
tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit setelah
terjatuh dari atap rumah 2 jam yang lalu. Pasien
merasa kesakitan pada lengan kanannya.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan deformitas
pada lengan bawah kanan. Pada foto polos,
didapatkan fraktur pada 1/3 distal radius disertai
dengan dislokasi radioulnar. Jenis fraktur yang
dialami pasien adalah…
A.Fraktur Galeazzi
B.Fraktur Smith’s
C.Fraktur Colles
D.Fraktur Montegia
E.Fraktur Ulnaris

• Jawaban: A. Fraktur Galeazzi


• Pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan
pasca terjatuh dari atap rumah. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan deformitas pada
lengan bawah kanan. Pada foto polos,
didapatkan fraktur pada 1/3 distal radius
disertai dengan dislokasi radioulnar. Dari
gambaran rontgen tersebut dapat disimpulkan
jenis fraktur yang dialami pasien adalah
fraktur Galeazzi.
11. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi
– fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia
– fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke
anterior dari kapitulum radius.
• Fraktur Colles:
– fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan
tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal.
• Fraktur Smith:
– Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior
(volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.
Prinsip diagnostik
• Secara umum, pada kasus
fraktur dilakukan foto polos AP
dan lateral
• Khusus untuk fraktur pada
lengan bawah dan
pergelangan, urutan foto
polos: PA
- PA Bila hanya Akan menentukan
pergelangan tangan saja tangan sebelah
yang difoto mana yang patah
- APBila meliputi sendi dan arah PA
siku dan pergelangan pergeserannya
tangan pada foto lateral
- Lateral
- Oblique

Ekayuda I. Radiologi diagnostik. 2nded


Montegia Fracture Dislocation

• Fraktur 1/3 proksimal


Ulna disertai dengan
Lateral displacement
dislokasi kepala radius
ke arah anterior,
posterior, atau lateral
• Head of Radius
dislocates same
direction as fracture
• Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
SOAL NO 12
• Seorang laki-laki usia 42 tahun datang ke poliklinik
dengan keluhan nyeri kolik di pinggang kiri. Nyerinya
relatif ringan dengan VAS 4-5 yang menjalar ke testis
kiri, dan LUTS seperti urgensi dan frekuensi yang
dimulai sejak 12 jam yang lalu, dan kadang ada mual
dan muntah. Riwayat sebelumnya, pasien beberapa
tahun sebelumnya keluar batu 3 kali dari saluran
kemih. Pada saat dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen menunjukkan batu 3 mm di ureter bagian
proksimal ureterovesical junction kiri, dan Anda
seorang dokter di kota kecil. Manajemen awal terbaik
yang dapat dilakukan adalah…
A. Obat untuk nyeri kolik dan minum banyak air
B. Obat antibiotik untuk ISK dan pengobatan untuk nyeri kolik
C. Selective alpha blocker untuk relaksasi ureterovesical
junction
D.Obat untuk nyeri kolik dan selective alpha blocker
E. Obat untuk nyeri, selective alpha blocker, dan banyak
minum air

• Jawaban: E. Obat untuk nyeri, selective alpha blocker,


dan banyak minum air
• Pasien mengeluhkan nyeri kolik pinggang kiri menjalar ke testis kiri
dengan VAS 4-5 disertai mual, muntah, dan gejala LUTS. Terdapat
riwayat kencing keluar batu sebanyak 3 kali, pemeriksaan foto polos
menunjukan batu 3 mm di ureter bagian proksimal ureterovesical
junction kiri. Dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
ureterolithiasis distal. Disebutkan pula sebagai dokter di kota kecil,
sehingga tatalaksana awal yang terbaik pada kasus ini adalah
tatalaksana konservatif berupa Obat untuk nyeri, selective alpha
blocker, dan banyak minum air. Obat antinyeri sebagai terapi
suportif untik kenyamanan pasien. Selective alpha blocker berfungsi
untuk relaksasi otot polos pada dinding saluran kemih, sehingga
dapat mengurangi nyeri dan melebarkan diameter lumen saluran
kemih yang diharapkan batu dengan ukuran kecil dapat keluar
melewati saluran kemih. Banyak minum air, berfungsi sebagai dilusi
kristal batu yang ada di saluran kemih
12. Urolithiasis
• Urolitiasis  pembentukan batu
didalam sistem traktus urinarius
sehingga menimbulkan
manifestasi sesuai dengan
derajat penyumbatan yang
terjadi ginjal, ureter, kandung
kemih atau uretra.
• Gejala umum:
– Nyeri pada area flank
– Gejala iritatif saat BAK
– Nausea
– Hematuria  bila terjadi obstruksi
• Jenis batu saluran kemih:
– Kalsium Oksalat (56,3%),
– Kalsium Fosfat 9,2%,
– Batu Struvit 12,5%,
– Batu Urat 5,5% dan
– sisanya campuran.
Urolithiasis
Nyeri Alih
• Kutub ( pool ) atas ginjal kiri setinggi Th.11, bagian bawah,
batas bawah setinggi korpus vertebra L3.
• Ginjal kanan letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah daripada yang
kiri.
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspected-
nephrolithiasis-in-adults
Modalitas radiologi dalam diagnosis
Modalitas Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Kelebihan Kekurangan

USG 19 97 Terjangkau Kurang baik dalam visualisasi batu


ureter
Baik untuk melihat hidronefrosis

Tidak meradiasi
BNO 45-59 71-77 Terjangkau dan murah Kurang baik untuk melihat batu di
ureter media dan batu radiolusen
Digunakan sebagai pemeriksaan awal

IVP 64-87 92-94 Terjangkau Kualitas foto bervariasi

Memberikan informasi yang adekuat Butuh persiapan dan penggunaan


tentang batu (lokasi, radiodensitas, & kontras
ukuran), anatomi, dan fungsi kedua
ginjal
CT non-kontras 95-100 94-96 Paling definitif dan spesifik Mahal dan kurang terjangkau

Tidak menunjukkan derajat obstruksi Tidak mengukur fungsi ginjal


dengan jelas

Memberikan informasi tentang


kondisi selain sistem genitourinari
CT-urografi 100 100 Paling sensitif dan spesifik, dengan Mahal dan kurang terjangkau
dengan kontras mengevaluasi fungsi ginjal
Tatalaksana Batu Saluran Kemih

Tatalaksana
• Emergency : sepsis, anuria, AKI  rawat inap,
konsul bedah urologi cito.
• Analgetik : NSAIDS  aspirin, Na dicolfenak,
ibuprofen, dan ketorolac.
• Tatalaksana Batu  tergantung ukuran dan
letak  konservatif /Medical Expulsive
Therapy (MET), ESWL, PNL atau URS

Turk C, Knoll T, Petrik A. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2015


Batu Saluran Kemih

Turk C, Knoll T, Petrik A. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2015


Medical Expulsive Therapy (MET)
• Batu tidak mengganggu
• Ukuran batu ≤ 5 mm
• Batu terletak pd ureter distal
• Tidak terjadi obstruksi total.

Turk C, Knoll T, Petrik A. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2015


Terapi konservatif / • Ukuran batu < 5 mm  batu keluar spontan
terapi ekspulsif • Tujuan  mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin
medikamentosa
(+ diuretikum), minum banyak

Terapi konservatif
1. Peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik 
target diuresis 2liter/hari
2. α-blocker  nifedipin, tamsulosin
3. NSAID  mengurangi nyeri.

Syarat lain untuk observasi adalah :


1. berat ringannya keluhan pasien
2. ada tidaknya infeksi dan obstruksi
3. Ada tidaknya kolik berulang atau ISK
Pemantauan berkala setiap 1-14 hari
sekali selama maksimal 6 minggu
SOAL NO 13
• Tn. Caherul Muslimin, laki-laki usia 37 tahun
datang dibawa oleh temannya ke UGD rumah
sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1
jam yang lalu. Pasien masih sadar dan
mengeluhkan nyeri pada area wajahnya. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg,
HR 110x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5OC dan
terdapat garis patahan di wajah yang
menghasilkan kesan floating palatum. Diagnosis
yang tepat pada kasus diatas adalah…
A.Le Fort I
B.Le Fort II
C.Le Fort III
D.Fraktur basis cranii
E.Fraktur tripod

• Jawaban: A. Le Fort I
• Pasien mengalami traum wajah akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien
masih sadar dan mengeluhkan nyeri pada area wajahnya dan dari
pemeriksaan fisik terdapat garis patahan di wajah yang
menghasilkan kesan floating palatum. Istilah yang tepat adalah
floating jaw sementara palatum durum terdapat pergerakan akibat
rahang atas yang tidak stabil. Berdasarkan gejala dan tanda tersebut
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah fraktur Le Fort 1.
• Le Fort II  mengenai maksila dan tulang hidung, disebut juga
fraktur pyramidal.
• Le Fort III  mengenai dasar orbita  menyebabkan gejala
diplopia.
• Fraktur basis cranii  tergantung fossa yang terkena  dapat
terjadi Racoon eyes/ Battle sign, disertai rembesan CSF yang
muncul dari hidung ataupun telinga.
• Fraktur tripod  fraktur kompleks zygomaticomaxillary.
13. Fraktur Le Fort
• Fraktur Le fort merupakan tipe fraktur tulang-
tulang wajah yang merupakan hal klasik terjadi
pada trauma-trauma pada wajah.
• Le Fort berasal dari nama seorang ahli bedah
Perancis yaitu Rene Le Fort (1869-1951) yang
mendeskripsikannya pertama kali pada awal
abad 20.
Anatomi Maksila
Etiologi
• Traumatic fracture
– Perkelahian
– Kecelakaan
– Tembakan
• Pathologic fracture
– Penyakit tulang setempat
– Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga
tulang mudah patah
Fraktur Le Fort I
(horizontal)

• Extra oral :
– Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum.
– Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris.
– Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang
terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis.
– Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan
rahang bawah telah kontak lebih dulu.
– Floating jaw  maksila tampak mengambang .
• Intra oral :
– Echymosis pacta mucobucal rahang atas.
– Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai goyangnya
gigi dan lepasnya gigi.
– Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi fraktur
atau lepas.
– Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah.
Fraktur Le fort II
(pyramidal)

• Extra oral :
– Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut
terasa sakit.
– Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
– Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
– Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal.
• Intra oral :
– Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
– Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
– Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan
sehingga timbul kesukaran bernafas.
– Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio, luxatio.
– Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit.
Fraktur Le Fort III
(craniofacial
dysjunction)
• Extra oral :
– Pembengkakan hebat pada muka dan hidung.
– Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.
– Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.
– Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf
motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola
mata yang temporer.
– Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
– Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah.
– Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan
Bell’s Palsy.
• Intra oral :
– Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
– Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan.
– Perdarahan pada palatum dan pharynx.
– Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
SOAL NO 14
• Tn. Rico Simatupang, pasien laki-laki usia 28
tahun datang dibawa oleh Satpol PP ke RS
Azra Medika Tanjung dengan penurunan
kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas 45 menit yang lalu. Pasien baru saja tiba
di ruang Triase dengan GCS E2V3M4. Pasien
mengalami luka terbuka pada kepala, kedua
lengan, dan tungkai kiri. Anda sebagai dokter
yang bertugas tindakan selanjutnya yang
paling tepat dilakukan adalah…
– Rawat luka
– Cek Airway, Breathing, & Circulation
– Koreksi hipoglikemi
– CT scan
– Mencari kemungkinan luka lain pada tubuh

• Jawaban: B. Cek Airway, Breathing, &


Circulation
• Pasien mengalami penurunan kesadaran
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pasien diantar oleh Satpol PP dan tiba di ruang
triase dengan GCS E2V3M4. Pasien pada soal
ini termasuk ke dalam kasus trauma.
Penanganan awal yang harus dilakukan pada
pasien adalah primary survey dengan
mengecek Airway, Breathing, & Circulation.
14. Management of Trauma Patient
Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
Krikotirotomy
Suatu insisi untuk
mengamankan jalan nafas
pasien selama situasi keadaan
darurat tertentu, misalnya
adanya benda asing di saluran
nafas, edema saluran nafas,
pasien yang tidak mampu
bernafas dengan sendiri
secara adekuat, atau pada
kasus trauma berat wajah
yang menghalangi masuknya
endotrakeal tube melalui
mulut.
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b) Mengetahui sumber perdarahan internal
c) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
d) Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
e) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
f) Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f) Cegah hipotermia
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Evaluasi Resusitasi Cairan
• Kembalinya nilai normal tekanan darah,
kekuatan nado, dan laju nadi.
• Perbaikan dari status neurologis (pasien
sadar), dan sirkulasi kulit.
• Urin output: 0,5 – 1,0 ml/ jam (dewasa).
• Evaluasi CVP
• Acid base balance.
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita, periksa jejas
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
SOAL NO 15
• An. Johanda Damanik, seorang anak laki-laki
usia 3 tahun, dibawa ke UGD Rumah Sakit setelah
terkena ledakan gas LPG dengan kondisi terdapat
beberapa luka bakar di sekitar tubuhnya. Dari
pemeriksaan tampak beberapa kulit bewarna
merah terang dengan bullae, nyeri (+) hebat,
dan beberapa bagian tampak merah pucat di
dada, perut, dan seluruh tangan kanannya.
Berapakah derajat dan luas luka bakar yang
dialami oleh anak tersebut?
A.Derajat 2A dan 2B, 27%
B.Derajat 2A dan 3, 27%
C.Derajat 2A dan 2B, 18%
D.Derajat 1 dan 2, 36%
E.Derajat 1 dan 3B, 18%

• Jawaban: A. Derajat 2A dan 2B, 27%


• Anak laki-laki usia 3 tahun mengalami luka
bakar akibat ledakan gas LPG. Dari
pemeriksaan . Dari pemeriksaan tampak
beberapa kulit bewarna merah terang dengan
bullae, nyeri (+) hebat, dan beberapa bagian
tampak merah pucat. Dari keterangan ini
dapat disimpulkan luka bakar yang dialami
derajat 2A dan 2B. Luas luka bakar: dada dan
perut (18%) dan seluruh tangan kanan (9%),
total 27%.
15. Perhitungan Luas Bakar pada Soal
• Anak usia 3 tahun datang dengan luka bakar di
dada dan perut, serta seluruh lengan kanan
• Luas permukaan yang terbakar adalah?
– Dada dan perut = 18%
– Seluruh lengan kanan = 9%
– Total 27%
15. Luka Bakar
Tindakan Penyelamatan Segera pada
Luka Bakar

• Kontrol Airway
• Menghentikan
proses luka bakar
• Pemsangan akses
intravena
Menghentikan Proses Luka Bakar
• Segera tanggalkan pakaian dan perhiasan pasien
– Menghentikan proses pemanasan
– Mencegah jeratan karena oedema
• Debris dan bubuk kimia kering dibersihkan
dengan cara menyapu untuk menghindari
terjadinya kontak langsung.
• Permukaan tubuh yang terkena dicuci dengan air
bersih, kemudian pasie diselimuti kain hangat
yang bersih dan kering.
Tatalaksana Emergency luka Bakar

Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb
2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Indikasi Resusitasi Cairan
• Rumus Baxter adalah
dasar pemberian cairan
pertama kali
• Titrasi sesuai produksi
urine
– Bila kurang dari target
0,5-1 cc/KgBB/Jam
tambahkan volume
cairan resusitasi menjadi
150% pada jam
berikutnya atau bolus
cairan 5-10cc/KgBB
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Contoh
• Seorang perempuan, berat 60 kg dengan luka
bakar di dada dan perut, karena ledakan kompor
1 jam yang lalu. Terdapat eritem di dada dan
perut, bula, bula pecah, suara serak tidak ada.
• Kebutuhan cairan 4x18%x60 kg = 4320 cc/24 jam
– 2160 cc dalam 8 jam pertama 270 cc/jam
– 2160 cc dalam 16 jam berikutnya
• Saat pemberian cairan jam pertama urine 30
cc/jam (sesuai target 0,5-1 cc/KgBB/Jam
• jam ke-2 didapatkan urine 10 cc/jam (kurang dari
target.
A. Jam berikutnya diberikan 270ccx150% = 405
cc/ jam kemudian nilai ulang produksi urine
jam berikutnya
– Masih kurang? Tambah jadi 405ccx150%= 607,5
cc/jam
B. Atau berikan bolus cairan 5-10 cc/kgBB
secepatnya (utk pasien ini 300-500 cc). Nilai
urine jam berikutnya
– Masih kurang? Boleh pilih A atau B lagi
INDIKASI RAWAT INAP
PADA LUKA BAKAR
– LB yang memenuhi indikasi resusitasi cairan (Baxter)
– LB derajat II >30%  ICU
– LB yang mengenai: wajah, leher, mata, telinga, tangan,
kaki, sendi, genitalia
– LB derajat III >5% (semua umur)
– LB elektrik / petir dengan kerusakan di bawah jaringan
kulit
– LB kimia / radiasi
– LB dengan Trauma Inhalasi
– LB dengan penyakit penyerta

emedicine
Luka Bakar Khusus
• Luka bakar listrik
– Target urine lebih banyak (1-2cc/kgBB/jam)
• mencegah sumbatan mioglobin di ginjal
• bila tidak memenuhi target dengan penambahan volume
cairan
• pertimbangkan pemberian manitol 12,5 g setiap 1000 cc
cairan resusitasi
– Fasciotomi segera untuk kompartemen syndrome
• Luka bakar anak <10 thn
– Risiko hipoglikemiaberikan cairan maintenance
tambahan yang mengandung glukosa (dihitung
dengan rumus Darrow/Holliday Segar)
TO 2
SOAL NO 16
• Seorang laki-laki usia 32 tahun datang ke IGD RS
dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 4 jam yang
lalu. Sebelumnya pasien sempat terjatuh dari
motor dan terduduk di atas aspal. Keluhan
disertai keluar darah yang menetes dari ujung
kemaluan. Terdapat nyeri dan bengkak pada
kemaluan. Pada pemeriksaan didapatkan darah
menetes dari OUE, perineum bengkak hingga
meluas sampai dengan skrotum, penis,
suprapubik. Pernyataan yang tidak benar
dibawah ini adalah?
A. Diagnosis yang mungkin terjadi pada pasien adalah ruptur
uretra
B. Pemasangan kateter adalah tatalaksana awal untuk
mengevaluasi perdarahan pada kasus di atas
C. Pemeriksaan RT mungkin didapatkan floating prostate
D. Modalitas pencitraan utama untuk kasus diatas adalah
retrograde urethrography
E. Komplikasi yang dapat terjadi adalah striktur uretra

• Jawaban: B. Pemasangan kateter adalah tatalaksana awal


untuk mengevaluasi perdarahan pada kasus diatas
• Pasien lak-laki dengan retensio urin pasca kecelakaan
lalu lintas, mekanisme trauma pasien terjatuh dari
motor dan terduduk di atas aspal. Keluhan disertai
keluar darah menetes dari OUE dan tampak jejas di
area perineum, skrotum, penis, dan suprapubik.
Melihat mekanisme traum dari pasien disertai gejala
dan tanda tersebut di atas, kemungkinan diagnosis
pada kasus ini adalah rupture uretra. Pernyataan yang
tidak sesuai dengan diagnosis dalam kasus ini adalah
pemasangan kateter (Jawaban B), yang merupakan
kontraindikasi dalam penanganan rupture uretra.
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

16. Trauma Uretra


• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Ruptur Uretra Anterior
• Penyebab tersering :
DIAGNOSIS
straddle injury ( cedera Klinis :
selangkangan ) • Perdarahan
peruretra/hematuri
Jenis kerusakan : • Hematom / butterfly
• Kontusio uretra hematom
• Ruptur parsial • Kadang retensi urine
• Ruptur total
• Kontusio : ekstravasasi

• Ruptur : ekstravasasi
+ bulbosa
Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
• observasi 4-6 bln
• evaluasi: uretrografi ulang

Ruptur :
• Sistostomi 1 bulan
• 3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
• striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR
• Ruptur uretra pars COLAPINTO DAN MCCOLLUM
prostato – membranasea. (1976 ) :
• Grade I: Stretching (teregang)
• Terbanyak disebabkan
– Tidak ada ekstravasasi.
fraktur tulang pelvis.
• Grade II: Uretra ruptur diatas
• Robeknya ligamen pubo - prostato membranasea
prostatikum – Diaphragma urogenital utuh
– Ekstravasasi terbatas pada (di
atas) diaphragma urogenital.
• Grade III: Uretra posterior,
diaph.Urogenital & uretra pars
bulbosa proksimal ruptur.
– Ekstravassasi berada di atas
dan bawah diaphragma
urogenital hingga perineum.
DIAGNOSIS
GAMBARAN KHAS :
• PERDARAHAN PER URETRA
• RETENSI URINE
• RT : FLOATING PROSTAT. Floating Prostat

URETROGRAFI :
• EKSTRAVASASI KONTRAS PD PARS PROSTATO
MEMBRANASEA
• FRAKTUR PELVIS.
SOAL NO 17
• Tn Sartono Mangku Kusumo, laki-laki 25 tahun datang
dibawa polisi ke IGD Rumah Sakit setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Menurut saksi mata, pasien
tergelincir dari sepeda motornya saat melalui
genangan air. Pasien tampak letargis, tekanan darah
90/60 mmHg, HR 130x/menit, laju pernapasan 24x/
menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik
abdomen tampak jejas di kiri atas, akral dingin, dan
pembengkakan pada femur dextra, serta luka lecet
serta memar di wajah dan keempat ekstrimitas.
Apakah tindakan yang Anda lakukan selanjutnya?
A.Menghentikan perdarahan dan mengganti
volume darah
B. Rontgen abdomen
C. Memasang bidai
D.Melakukan patensi jalan nafas dan proteksi
servikal
E. Mewawancarai saksi mata/polisi

• Jawaban: D. Melakukan patensi jalan nafas dan


proteksi servikal
• Pasien laki-laki mengalami multiple trauma akibat kecelakaan lalu
lintas saat mengendari sepeda motor, dengan ditemukan adanya
jejas di abdomen quadran kiri atas, pembengkakan pada femur
sinistra, serta luka lecet serta memar di wajah dan keempat
ekstrimitas. Pasien tampak letargis, hipotensi, takikardia, dan
takipneu. Kondisi letargis dalam beberapa literature didefinisikan
sebagai suatu kondisi penurunan kesadaran yang dapat
dibangunkan dengan stimulasi ringan-sedang seperti suara/
tepukan namun dengan cepat pasien kembali tidur, sehingga dalam
kondisi tersebut rentan terjadinya gangguan patensi jalan napas
sehingga tindakan yang perlu dilakukan pada soal di atas adalah D.
Melakukan patensi jalan nafas dan proteksi servikal. Proteksi
servikal diperlukan karena dalam kasus multiple trauma perlu
dicurigai adanya cedera servikal. Pada soal di atas juga belum
dijelaskan telah dilakukan primary survey, sehingga perlu dilakukan
survey sesuai urutan Airway, Breathing, dan Circulation.
17. Management of Trauma Patient
Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


SOAL NO 18
• Seorang laki-laki usia 24 tahun dibawa ke UGD
setelah mengalami KLL saat mengendari sepeda
motor. Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU
compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi
100x/menit, RR 21x/menit, dan suhu 37,5OC.
Tampak fraktur femur dengan luka terbuka
ukuran > 2 cm, didapatkan bone ekspose femur
1/3 medial sinistra. Arteri dorsalis pedis masih
teraba dan fraktur dirasakan kominutif.
Diagnosa yang tepat pada pasien tersebut
adalah?
A.Open fraktur Grade I, 1/3 medial femur sinistra
B. Open fraktur Grade II, 1/3 medial femur sinistra
C. Open fraktur Grade IIIa, 1/3 medial femur sinistra
D.Open fraktur Grade IIIb, 1/3 medial femur
sinistra
E. Open fraktur Grade IIIc, 1/3 medial femur sinistra

• Jawaban: D. Open fraktur Grade IIIb, 1/3 medial


femur sinistra
• Pasien mengalami trauma akibat KLL saat
mengendari sepeda motor. Dari pemeriksaan
Tampak fraktur femur dengan luka terbuka
ukuran > 2 cm, didapatkan bone ekspose femur
1/3 medial sinistra. Arteri dorsalis pedis masih
teraba dan fraktur dirasakan kominutif. Oleh
karena adanya bone exposed, tulang yang
mencuat keluar, meskipun lebar luka hanya 2 cm,
fraktur terbuka pada kasus ini tergolong fraktur
terbuka Grade IIIb, 1/3 medial femur sinistra
18. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan tulang dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terdapat luka robek yang menghubungkan patahan tulang
dengan lingkungan luar kulit.
• Luka robek yang menembus kulit & otot hingga ke tulang
• Tidak termasuk
• luka lecet (abrasi)/ vulnus ekskoriasi,
• vulnus laceratum, ataupun
• luka lain yang tidak menembus ke tulang.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from
without)
SOAL NO 19
• An Partono Hadi, seorang anak berusia 3 tahun
diantar orang tuanya ke Puskesmas Kecamatan
Galur Besar. Orangtua meminta kepada Dokter
untuk melakukan khitan. Pemeriksaan keadaan
umum baik, nadi 90x/ menit, laju pernapasan
20x/ menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan OUE berada di dorsal penis.
Tidak ada keluhan dalam BAK. Apakah tindakan
selanjutnya yang sebaiknya diberikan untuk
pasien tersebut?
A.Dorsumsisi saat itu juga
B.Dorsumsisi saat usia anak sudah 4 tahun
C.Rujuk ke spesialis bedah untuk operasi cito
D.Rujuk spesialis bedah untuk operasi elektif
E. Memberikan premedikasi antibiotik

• Jawaban: D. Rujuk spesialis bedah untuk


operasi elektif
• Pasien dibawa oleh Orantuanya untuk
dilakukan sirkumsisi di Puskesmas.
Pemeriksaan hemodinamik stabil. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan OUE berada di
dorsal penis. Dari kondisi tersebut pasien
mengalami epispadia. Tindakan yang tepat
pada kondisi tersebut adalah D. Rujuk
spesialis bedah untuk operasi elektif. Pada
kasus epispadia diperlukan operasi koreksi
OUE.
19. Epispadia
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
Management
• Classic bladder exstrophy:
– Segera setelah lahir tali pusat di
jahit menggunakan silk 2.0 pada
dinding abdomen, sehingga clamp
tali pusat tidak melukai mukosa
kandung kemih.
– Mukosa kandung kemih dapat
ditutup menggunakan plastic wrap,
agar tidak menempel ke celana/
pampers. • Epispadia (penile, glandular, penopubic)
– Indikasi operasi setelah lahir o Operasi: The Young-Dees-Leadbetter
• Kapasitas bladder 5ml/ lebih  pada bladder neck plasty, Marshall-
keadaan ini bladder dapat berkembang Marchetti- Krantz suspension, and
baik setelah operasi. Operasi meliputi ureteral reimplantation --> dilakukan
bladder, posterior urethral, and operasi saat kapasitas bladder 80-85ml,
abdominal wall closure with early biasanya pada usia 4-5 tahun.
epispadias repair. o Pada ukuran tersebut bladder lebih
• Operasi dapat ditunggu hingga pasien supple, lebih mudah di mobilisasi, dan
berusia 6-12 bulan bila kapasitas lebih siap untuk rekonstruksi bladder
kandung kemih <5ml.
neck.
Anchal. Exostrophy-epispadia complex. DNB Resident MMHRC.
Epispadia without extrophia
• Penile reconstruction aims to
correct the dorsal chordee while
achieving the most corporal
length possible
• releasing the corpora cavernosa,
tubularization of the urethral
plate, skin coverage (Cantley-
Ransley or Mitchell-Bagli)
• Epispadias repair most
commonly is carried out
between 6 months and 1 year of
age

Frimberger, Diagnosis and Management of Epispadias.


Seminars in Pediatric Surgery, Vol 20, No 2, May 2011
SOAL NO 20
• An Yayan Sukmana, seorang anak laki-laki
berusia 11 tahun diantar Ibu-nya ke IGD RS
Cimahi mengeluhkan nyeri pada lengan
kanannya sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya,
pasien sempat ditarik oleh sang ibu karena pasien
terjatuh saat berjalan di tangga. Tanda vital:
denyut nadi 90x/ menit, laju napas 20x/ menit,
dan suhu afebris. Pada pemeriksaan, pasien
tampak kesakitan dan mempertahankan siku
dalam posisi fleksi dan pronasi lengan bawah.
Apakah diagnosis pasien tersebut?
A.Tennis elbow
B.Golfer elbow
C.Elbow dislocation
D.Pronator syndrome
E. Ulnar collateral ligament injury

• Jawaban: C. Elbow dislocation


• Anak laki-laki 11 tahun mengeluhkan nyeri pada lengan
kanannya sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengalami traum
pada kengan kanannya karena sempat ditarik oleh sang ibu
karena pasien terjatuh saat berjalan di tangga. Pada
pemeriksaan, pasien tampak kesakitan dan
mempertahankan siku dalam posisi fleksi dan pronasi
lengan bawah. Dengan adanya nyeri lengan kanan akibat
trauma yang dialami, serta posisi siku pasien yang
mempertahankan pada suatu posisi tertentu, diagnosis
yang paling mungkin pada kasus ini adalah elbow
dislocation. Sedangkan keempat diagnosis yang lain tidak
sampai menyebabkan nyeri yang mengharuskan pasien
mempertahankan posisi tertentu.
20. Dislokasi Sendi Siku
• Dislokasi siku merupakan dislokasi pada sendi besar
yang paling sering kedua pada orang dewasa. (paling
sering dislokasi bahu).
• Simple dislocation
– dislokasi tanpa fraktur
• Complex dislocation
– dengan fraktur, paling sering caput radialis.
• Terrible triad of elbow
– dislokasi posterior + fraktur prosesus koronoideus + fraktur
caput radialis.
– Cedera berat, penyembuhan lama, dengan outcome yang
buruk.

http://orthoinfo.aaos.org/
http://orthoinfo.aaos.org/
Pemeriksaan Radiologis
• Plain X-rays (AP dan lateral) cukup membantu
diagnosis, sedangkan CT-scan sering digunakan untuk
evaluasi pre-operatif dari intra-artikularis.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan foto polos sendi siku:
– Arah dislokasi, posterior, posterolateral, posteromedial,
lateral, medial, atau divergent.
– Fraktur
• Tersering fraktur: caput radialis, prosesus koronoideus
• Fraktur lain yang sering menyertai: condilus lateral, capitellum,
olecranon
– Foto polos pergelangan tangan dan bahu perlu dievaluasi,
apabila terdapat gejala klinis.
http://radiopaedia.org/
• Atas (2 gambar):
dislokasi posterior
• Kanan:
– dislokasi disertai
fraktur collum radialis

http://radiopaedia.org/
• Atas kiri: dislokasi dengan
fraktur prosesus
koronoideus
• Atas kanan: terrible triad
olf elbow
• Kiri: dislokasi medial
http://radiopaedia.org/
Tatalaksana
• Simple dislocation
– Closed reduction (prone technique) sebaiknya dilakukan
spesialis orthopedi, menggunakan sedasi dan analgetik.
– Dilanjutkan dengan imobilisasi (min 2minggu), lengan
fleksi 90o.
• Complex dislocation
– ORIF.
– Outcome biasanya buruk,
– komplikasi meliputi
• Osteoartritis
• ROM terbatas
• Instabilitas
• dislokasi rekuren.
• Pada dislokasi dengan luka terbuka sering terjadi jejas
pada arteri brakialis.
SOAL NO 21
• Laki-laki usia 40 tahun datang ke Poliklinik
dengan keluhan BAB bercampur darah sejak 7
hari yang lalu. Darah keluar saat mengejan dan di
akhir BAB. Selain itu dikeluhkan adanya benjolan
yang keluar dari anus dan dapat masuk sendiri.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU agak lemah,
konjungtiva pucat, TTV, pemeriksaan thorax, dan
pemeriksaan abdomen dalam batas normal.
Pemeriksaan RT teraba massa di anus kenyal dan
darah pada handscoon. Apakah diagnosis pasien
tersebut?
A.Hemorrhoid externa
B.Hemorrhoid interna grade 1
C.Hemorrhoid interna grade 2
D.Hemorrhoid interna grade 3
E. Hemorrhoid interna grade 4

• Jawaban: C. Hemorrhoid interna grade 2


• Laki-laki, 40 tahun, dengan keluhan BAB
bercampur darah. Darah keluar saat mengejan
dan di akhir BAB. Keluhan tersebut disertai
adanya benjolan yang keluar dari anus dan
dapat masuk sendiri. Pemeriksaan RT teraba
massa di anus kenyal dan darah pada
handscoon. Diagnosis yang sesuai dengan
tanda dan gejala tersbeut adalah Hemorrhoid
interna grade 2.
21. Hemoroid
Gambaran Histologis
• Hemoroid  structur
vaskular dalam anal
canal
• Gambaran Histologis:
Epitel skuomosa
kolumnar simplex dan
eptel skuomosa
bertingkat dengan
pelebaran vena pada
lapisan lamina proria
dan submukosa
Grading Hemoroid Interna
(Banov, 1985)
• Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do
not prolapse

• Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)

• Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and


require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into
the anal canal)

• Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these


lesions usually contain both internal and external components and may
present with acute thrombosis or strangulation
ACG (American College of
Gastroenterology Guideline
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
• Grade I hemorrhoids
– conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs
(NSAIDs) and spicy or fatty foods
– Conservative therapy:
• Increased fiber intake and adequate fluids  reducing both prolapse and bleeding
• Avoid straining and limit their time spent on the commode
• Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
• a short course of topical steroid cream
• Grade II or III hemorrhoids
– initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
– Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a
reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids
• Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
– surgical hemorrhoidectomy, or stapled
– Very symptomatic gr. III
 continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
• Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous
tissue requires prompt surgical consultation

Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
SOAL NO 22
• Tn Campbell Ferdinand, seorang laki-laki berusia
30 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan tidak bisa BAB dan buang angin sejak 5
hari yang lalu. Pemeriksaan tanda vital dalam
batas normal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
perut kembung dan tidak didapatkan bising
usus. Gambaran foto abdomen terlihat distensi
usus halus dan usus besar disertai adanya air
fluid level di rongga peritoneum. Kemungkinan
diagnosis pasien adalah…
A.Ileus obstruktif dengan asites
B.Ileus paralitik dengan asites
C.Ileus obstruktif dengan pneumoperitoneum
D.Ileus paralitik dengan pneumoperitoneum
E. Ileus obstruktif

• Jawaban: D. Ileus paralitik dengan


pneumoperitoneum
• Laki-laki 30 tahun dengan keluhan tidak bisa BAB dan
buang angin sejak 5 hari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan perut kembung dan tidak didapatkan bising
usus. Gambaran foto abdomen terlihat distensi usus halus
dan usus besar disertai adanya air fluid level di rongga
peritoneum. Adanya keluhan gangguan pasase usus selama
5 hari, pemeriksaan fisik perut tampak kembung, bising
usus (-), serta X-Ray abdomen menunjukan distensi usus
halus dan usus besar, mengarah pada diagnosis ileus
paralitik. Gambaran air fluid level di rongga peritoneum
menunjukan adanya pneumoperitoneum yang meurpakan
indikasi perforasi dari saluran cerna. Sehingga diagnosis
yang paling mungkin pada kasus ini adalah ileus paralitik
dan pneumoperitoneum.
22. Ileus Paralitik
• Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.
• Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer
usus melaikan akibat dari berbagai penyakit
primer, operasi yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang
mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Etiologi
• Neurogenik: • Metabolik:
– Pascaoperasi – gang. Keseimbangan elektrolit
– Kerusakan medula spinalis – Uremia
– Keracunan timbal – Komplikasi DM
– Iritasi persarafan splanikus – Penyakit sistemik seperti SLE
• Iskemia usus – Sklerosis multipel
• Infeksi:
– Pneumonia, empiema,
urosepsis, peritonitis dan
infeksi berat lainnya
• Obat-obatan:
– Narkotik, antikolinergik,
katekolamin, fenotiazin, AH
– Loperamid
Manifestasi Klinis
• Perut kembung (distensi)
• Anoreksia
• Mual
• Muntah (mungkin ada mungkin tidak)
• Obstipasi
• Distensi pada ileus paralitik tanpa disertai
adanya nyeri kolik abdomen.
Pemeriksaan Fisik
• Pasien menyatakan merasa tidak enak di
bagian perutnya.
• Inspeksi: distensi abdomen
• Auskultasi: bisisng usus lemah dan jarang
bahkan tidak ada sama sekali.
• Palpasi: nyeri tekan dan nyeri lepas negatif
• Perkusi: timpani
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang Foto polos abdomen 3 posisi
ditujukan untuk mencari • Pada ileus paralitik akan
kausa ileus paralitik. ditemukan distensi
• Pemeriksaan: lambung, usus halus dan
– Leukosit darah usus besar.
– Elektrolit • Air fluid level ditemukan
– Ureum berupa suatu gambaran
– Glukosa darah line up (segaris)
– amilase • Air fluid level pada ileus
obstruktif memberikan
gambaran stepladder
(seperti anak tangga)
Ileus Paralitik

Foto polos abdomen: udara sampai ke distal,


dilatasi usus halus dan usus besar.
Pneumoperitoneum Asites

Gambaran “air fluid level” di


subdiafragma kanan

Posisi Left Lateral


Decubitus
• Air fluid level
• Panah putih: udara • Densitas abdomen meningkat
bebas antara dinding secara difus.
abdomen dan liver. • Psoas line, hati, limpa, jaringan
• Panah hitam: carian lunak yang lain  sulit dinilai.
bebas di dalam • Posisi organ intra-abdomen berada
peritoneum. di sentral (menjauh peritoneal fat
line).
Terapi
• Bersifat konservatif dan suportif
• Dekompresi, menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.
• Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik.
• Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral sesuai dengan
kebutuhan.
SOAL NO 23
• Tn Shadiq El Neni, laki-laki 26 tahun datang ke
tempat praktek Anda dengan keluhan nyeri
perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan mual, muntah dan tidak nafsu
makan. Pemeriksaan tanda vital TD 110/70
mmHg, nadi 90x/ menit, laju napas 20x/ menit,
dan suhu 38,6OC. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan rovsing sign (+) dan psoas sign (+).
Pada pemeriksaan lab didapatkan leukosit
14.000/mm3. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A.Apendisitis akut
B.Chron disease
C.Gastroenteritis
D.Konstipasi
E. Divertikulitis

• Jawaban: A. Appendisitis akut


• Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari disertai mual,
muntah, dan tidak nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
demam, rovsing sign (+) dan psoas sign (+) disertai dengan leukositosis.
Diagnosis yang paling sesuai dengan gejala dan tanda di atas adalah
appendicitis akut.
• Chron disease  peradangan kronis pada saluran cerna (sedangkan dalam
kasus terjadi secara akut dalam 2 hari). Penyakit Crohn dapat
menyebabkan nyeri perut, diare, turun berat badan, anemia, dan
kelelahan.
• Gastroenteritis  radang lambung dan usus, penyebab paling sering
adalah infeksi dengan gejala utama diare disertai mual/ muntah terkadang
nyeri perut.
• Konstripasi  kondisi sulit BAB.
• Diverticulitis  radang pada kantung divertikel yang ada pada saluran
cerna. Gejala berupa nyeri perut, demam, mual, dan perubahan kebiasaan
buang air besar. Penegakan diagnosis diveticulitis seringkali dilakukan
dengan CT Abdomen.
23. Appendisitis
Sign of Appendicitis
USG CT Scan
• Penebalan appendix dengan
• Appendix menebal cairan di sekelilingnya
(phlegmon)  indikasi
>0,6mm perforasi.
https://www.acep.org/how-we-serve/sections/emergency-ultrasound/news/april-
2015/tips-and-tricks-ultrasound-in-the-diagnosis-of-acute-
appendicitis/#sm.00013mt6467ctdl8wji1h7m631aqe
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar
ticles/PMC3299622/
SOAL NO 24
• Tn Hermono Agung, laki-laki usia 25 tahun
dibawa oleh temannya ke IGD Rumah Sakit
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam
yang lalu. Pasca KLL, pasien mengeluhkan sesak
napas dan dirasa berat untuk bernapas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 80/60 mmHg,
nadi 120x/menit, laju napas 38x/menit, dan
suhu 36,3OC dengan gerakan dada asimetris,
trakea bergeser ke kiri, perkusi hemitoraks
dextra hipersonor, suara paru kanan berkurang,
suara jantung normal. Apa tindakan yang harus
segera dilakukan?
A.Intubasi
B.Perikardiosintesis
C.Dekompresi jarum
D.Pemasangan WSD
E. Pemasangan sungkup oksigen

• Jawaban: C. Dekompresi jarum


• Laki-laki 25 tahun mengeluhkan sesak napas
berat pasca kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan
fisik didapatkan hipotensi, takikardia, takipneu,
dengan gerakan dada asimetris, trakea bergeser
ke kiri, perkusi hemitoraks dextra hipersonor, dan
suara paru kanan berkurang. Berdasarkan
temuan klinis pasien, diagnosis yang sesuai pada
kasus ini adlaah tension pneumothorax sehingga
tatalaksana yang tepat pada kasus ini adalah
dekompresi jarum.
24. Tension
Pneumothorax
SOAL NO 25
• Nn Cahiru Mahmudah, perempuan 35 tahun
datang ke Dokter Praktek Swasta dengan
keluhan benjolan di bahu kanan yang
semakin membesar dan tidak nyeri sejak 1
tahun ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
massa padat diameter 4 cm dengan punctate
di atasnya, sewarna kulit, dan batas tegas.
Tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, nadi 80x/
menit, laju pernapasan 20x/ menit, dan suhu
afberis. Anjuran terapi untuk pasien adalah…
A.Ekstirpasi
B.Eksisi
C.Insisi dengan drainase
D.Liposuction
E. Observasi

• Jawaban: B. Eksisi
 Wanita 35 tahun dengan keluhan benjolan di bahu kanan yang semakin
besarnamun tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa padat diameter
4 cm dengan punctate di atasnya, sewarna kulit, dan batas tegas. Dari gambaran
fisik tersebut kemungkinan diagnois pada kasus ini adalah kista aterom.
Tatalaksana yang tepat pada kasus ini adalah eksisi.
 Ekstirpasi  pengangkatan jaringan beserta kapsulnya. Dapat dilakukan untuk
tatalaksana kista aterom, namun risiko terjadi kekambuhan lebih tinggi, sehingga
bisasnya pada kasus kista aterom lebih eksisi. Mengangkat keseluruhan tumor
beserta sebagian jaringan sehat disekitarnya untuk mendapatkan prognosis yang
lebih baik.
 Liposuction/ liposculpture, merupakan tindakan body shaping. Indikasi utama
liposuction biasanya masalah estetika bukan untuk menurunkan berat badan.
Selain masalah estetika, penonjolan lemak di perut juga akan mengganggu fungsi
seksual karena akan terjadi kesulitan dalam proses penetrasi penis.
 Insisi drainase  tindakan yang biasa dialkuakn pada abses yang luas atau pada
kista aterom terinfeksi dengan jumlah pus yang banyak. Pada kasus tidak
ditemukan adanya tanda-tanda peradangan kea rah infeksi.
25. KISTA ATEROMA
• Kista ateroma merupakan benjolan yang
terbentuk dari kelenjar keringat (sebacea).
Benjolan tersebut berbentuk bulat dan
berdinding tipis.
• Kista ateroma sendiri terbentuk akibat
adanya sumbatan pada muara kelenjar
keringat, maka sering disebut sebagai kista
sebacea atau kista epidermal.
– Sekret kelenjar keringat yaitu sebum dan sel-sel
mati tertimbun dan berkumpul dalam kantung
kelenjar dan lama-lama membesar.
• Etiologi:
– Terjadinya kista ateroma disebabkan karena
adanya sumbatan pada muara kelenjar keringat
yang disebabkan oleh Infeksi, Trauma
(luka/benturan), atau Jerawat
Gejala Kista Ateroma
• Predileksi:
– bagian tubuh yang banyak mengandung kelenjar keringat misalnya:
• muka,
• kepala,
• punggung.
• Karakteristik massa:
– Berbentuk bulat,
– berbatas tegas,
– berdinding tipis,
– dapat digerakkan,
– melekat pada kulit dermis di atasnya.
– Warna kulit biasanya normal
– Konsistensi lunak-kenyal
– Berisi cairan kental berwarna putih abu-abu , kadang disertai bau asam
– Tidak nyeri
– Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda khas yang disebut
puncta.
– Jika terjadi peradangan kista akan berwarna merah dan nyeri.
Terapi Kista Ateroma
• Jika terjadi infeksi sekunder dan abses:
– pembedahan dan evakuasi nanah.
– Pada infeksi saja, diberikan antibiotik selama 2
minggu
• Setelah 3-6 bulan , dapat dilakukan operasi.
• Penatalaksanaan kista atheroma:
– mengambil benjolan dengan menyertakan kulit
dan isinya
• tujuannya mengangkat seluruh bagian kista hingga ke dindingnya
secara utuh
• Bila dinding kista tertinggal saat eksisi , kista dapat kambuh , oleh
karena itu harus dipastikan seluruh dinding kista telah terangkat.
EKSISI KISTA SEBASEA
Prosedur
• Suntikkan anestesi lokal di sekeliling lesi.
• Buat insisi berbentuk elips di atas kista termasuk punctum jika terlihat
• Cengkeram kista dengan menarik potongan kulit dan dengan seksama
diseksi pada kedua sisi untuk membebaskan kista dari lemak dan jaringan
subkutan sekitarnya.
• Jahit kulit dengan benang non-serap berukuran 2/0 atau 3/0.
Pokok-pokok penting
1. Jika kista pecah, hapus kotoran (debris) dengan
hati-hati dan pastikan semua dinding kista
diangkat.
– Jika dinding kista gagal diangkat seluruhnya,
kemungkinan kista bisa kambuh lagi.
2. Jika kista jelas terinfeksi, lakukan drainase, eksisi
dan luka dibiarkan terbuka
– Atau operasi bisa ditunda sampai infeksi telah
mereda
– Kista yang terinfeksi lebih sukar dieksisi dan
cenderung lebih banyak vaskularisasi dibanding kista
yang tak-terinfeksi.
SOAL NO 26
• An Balaban Siarait, anak laki-laki usia 1 tahun 6
bulan datang dibawa ibunya ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan muntah kehijauan sejak 3 hari
yang lalu. Tanda vital nadi 90x/ menit, laju napas
22x/ menit, dan suhu 36,5OC. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan anak tampak kesakitan, perut
membesar, distensi (+), dan borborigmi (+).
Dokter memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan fluoroskopi. Kemungkinan
gambaran radiologis yang akan didapatkan pada
kasus ini adalah?
A.Cork-screw sign
B.Portio-like sign
C.Coffe bean sign
D.Cupula sign
E. Rat tail sign

• Jawaban: A. Cork-screw sign


• Anak laki-laki, usai 1 tahun 6 bulan, dengan keluhan muntah
kehijauan, dsertai nyeri perut, distensi (+) , dan borborygmi (bunyi
gurgling di dalam usus akibat pergerakan cairan dan gas).
Berdasarkan gejala dan tanda tersebut diagnosis yang tepat pada
kasus ini adalah intususepsi. Gambaran fluroskopi yang tampak
pada kasus tersebut adalah “corckcrew sign”.
• Portio-like sign  sensasi yang didapat pada kasus intususepsi saat
melakukan rectal toucher.
• Coffe bean sign --> gambaran X Ray Abdomen pada kasus volvulus.
• Cupula sign  gambaran X-Ray Abdomen pada kasus
pneumoperitoneum
• Rat tail sign  gambaran fluoroskopi pada kasus akalasi, lebih
dikenal dengan Bird’s beak sign.
26. INTUSSUSEPSI
• Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
• Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
• Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
• Usia 6 - 12 bulan
• Biasanya jenis kelamin laki-laki
• lethargy/irritability
• Portio-like on DRE

TRIAD:
• vomiting
• abdominal pain
o colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking
the air, In between attacks, calm and relieved
• blood per rectum /currant jelly stool

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE
FOLDS ON
ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
• 90% Idiopatik
– Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
• 10% Patologis
– Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a “lead point” which pushes along
causing the intussusception

Anne Connell
Radiologic Signs
• Ultrasound signs
include:
– target sign /doughnut
sign)
– pseudokidney sign
– crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
• Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
• intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring”
appearance
SOAL NO 27
• Tn Ilham Yudiansyah Lubis, seorang laki-laki usia
22 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit karena
mengalami luka bakar. Bensin yang dipegang
pasien secara tidak sengaja tersulut api saat
membakar sampah. Saat pemeriksaan kesadaran
somnolen, TD 90/70 mmHg, nadi 120x/ menit,
laju pernpasan 28x/ menit, dan suhu 36OC. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan luka bakar tampak
kemerahan, terdapat bula, nyeri seluas 45%.
Berapakah cairan yang diberikan apabila berat
badan pasien 50 kg?
A.22500 cc/ 24 jam
B.11250 cc/ 24 jam
C.9000 cc/ 24 jam
D.6000 cc/ 24 jam
E. 2450 cc/ 24 jam

• Jawaban: C. 9000cc/ 24 jam


• Pasien laki-laki mengalami luka bakar akibat bensin
yang dipegangnya tersukut api. Terdapat tanda-tanda
syok antara lain, kesadaran yang menurun (somnolen),
hipotensi, takikardia, dan takipneu. Luka bakar yang
dialami pasien termasuk ke dalam luka bakar derajat
IIA, hal ini dilihat dari luka bakar yang tampak
kemerahan disertai bullae, dengan luas 45%. Dalam
kondisi tersebut pasien membutuhkan resusitasi
cairan, dengan asumsi BB=50 kg. Kebutuhan cairan
dalam 24 jam pertama dihitung menggunakan rumus
Baxter (BB x luas bakar x 4) sehingga didapatkan
perhitungan 50 kg x 45% x 4 = 9000cc/ 24 jam.
27. Luka Bakar
Rule of nines

Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
SOAL NO 28
• Seorang laki-laki usia 20 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan nyeri pada lutut
kanan setelah terjatuh saat bermain basket 2
hari yang lalu. Keluhan disertai bengkak pada
area di sekitar bagian dalam lutut kanan
tersebut. Nyeri dirasakan baik saat lutut
digerakkan dan saat istirahat sehingga gerakan
pada lutut terbatas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Mc Murray’s test dan Appley’s test
positif, tes varus positif, sedangkan tes valgus
negatif. Apakah penatalaksanaan awal yang
paling tepat diberikan?
A.Tidak dibutuhkan penanganan segera
B.Operasi segera
C.Kompres dengan handuk hangat
D.Pemberian analgesik golongan NSAID
E.Pembatasan aktivitas gerak lutut sampai dengan
operasi selesai dilakukan

• Jawaban: D. Pemberian analgesik golongan


NSAID
• Dari tanda dan gejala yang ada diagnosis pada kasus ini adalah cedera
meniskus (Mc Murray’s test dan Apley’s test positif) disertai cedera
ligamen collateral lateral (tes varus positif) akibat olahraga. Penanganan
awal yang dapat dilakukan adalah RICE: Rest (pembatasan aktifitas gerak
lutut terutama yang membebani lutut tersebut), Ice (kompres dengan es
selama 20 menit beberapa kali dalam sehari), Compression (dilakukan
bebat dengan menggunakan elastic verban untuk mengurangi
pembengkakan), dan Elevation (tinggikan lutut yang sakit lebih tinggi dari
jantung saat istirahat) serta pemberian NSAID oral. Tidak semua cedera
meniscus dilakukan operasi, perlu dilakukan evaluasi pemeriksaan MRI
terlebih dahulu.
• Jawaban yang dipilih adalah NSAID, dapat diberikan sebagai terpai
konservatif pada cedera meniskus, karena tidak semua cedera meniskus
perlu dilakukan operasi. Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan MRI
terlebih dahulu.
• Jawaban C salah karena tindakan pengompresan yang disarankan adalah
menggunakan es.
28. Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)

Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang
dengan pancjgul ± 110˚ fIeksi,
tungkai bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus
dan endorotasi provokasi nyeri
pada meniscus lateralis dan bunyi
“kIik”
Varus Stress Test
• Pasien pada posisi supine.
• Tungkai pasien relaksasi. Pemeriksaan
melakukan fleksi lutut 30O secara pasif.
• Lakukan palpasi area sendi lateral
bersamaan dengan pemberian tekanan
terhadap sendi searah varus.
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”. (terkadang adanya
“gapping” normal pada posisi 30O.
• Ulangi pemeriksaan dalam posisi
tungkai pasien lurus (0O).
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”.

Untuk evaluasi ligamen kolateral lateral


(kurang sensitif)
Valgus Stress Test
• Pasien pada posisi supine.
• Tungkai pasien relaksasi. Pemeriksaan
melakukan fleksi lutut 30O secara pasif.
• Lakukan palpasi area sendi medial
bersamaan dengan pemberian tekanan
terhadap sendi searah valgus.
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”. (terkadang adanya
“gapping” normal pada posisi 30O.
• Ulangi pemeriksaan dalam posisi
tungkai pasien lurus (0O).
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”.

Sensitifitas 86-96 (posisi 30O) untuk


menentukan adanya cedera ligamen
kolateral medial.
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.

https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
Penanganan Awal Cedera Muskuloskeletal
Fase Akut: Surgical Intervention
• Lakukan RICE (Rise, Ice, • Most meniscal tears do not
heal without intervention
Compression, Elevation) • Indication:
• untuk mencegah pembengkakan – symptoms persist
• Pemberian NSAID untuk – if the patient cannot risk the delay
of a potentially unsuccessful period
mengurangi nyeri of observation (eg, elite athletes),
– in cases of a locked knee, surgical
• Fisioterapi • Untreated tears may increase
• to strengthen muscles around the in size and may abrade
knee to prevent joint instability articular cartilage, resulting in
• Goals are to: arthritis
• minimize the effusion • The basic principle of
• normalize gait meniscus surgery is to save the
• normalize pain-free range of meniscus
motion – preserving as much normal
meniscus as possible
• prevent muscular atrophy
• maintain proprioception
• maintain cardiovascular fitness http://emedicine.medscape.com/article/90661-treatment
SOAL NO 29
• Tn Cha In Chon, pasien laki-laki berusia 29 tahun
dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RS karena
mengalami kecelakaan lalu lintas satu jam yang
lalu. Pasien jatuh terkangkang saat mengendarai
sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan tungkai kanan
tampak dalam fleksi, abduksi, dan eksorotasi
sendi panggul. Tampak luka-luka lecet di sekujur
tubuh pasien. Keadaan hemodinamik pasien
stabil. Apakah diagnosis yang paling tepat pada
kasus tersebut?
A.Fraktur collum femur
B.Fraktur shaft femur
C.Dislokasi lutut
D.Dislokasi panggul posterior
E.Dislokasi panggul anterior

• Jawaban: E. Dislokasi panggul anterior


• Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor, dan
terjatuh dalam posisi tekangkang. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan tungkai kanan tampak dalam
fleksi, abduksi, dan eksorotasi sendi panggul.
Berdasarkan gejala tersebut diagnosis yang tepat pada
kasus ini adalah dislokasi panggul anterior.
• Posisi pada dislokasi panggul posterior: panggul
adduksi dan endorotasi tungkai. Fraktur pada kasus ini
dapat disingkirkan karena tidak adanya deformitas dari
tungkai dan tidak ditemukan krepitasi.
• Dislokasi lutut  tidak sesuai dengan posisi anatomis
dari gejala yang ada pada soal.
29. DISLOKASI SENDI PANGGUL
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
• Nyeri pada sendi
panggul
• Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
• The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul:
Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
SOAL NO 30
• Tn Kwah Bach Soo, seorang laki-laki usia 65
tahun datang ke poliklinik dengan keluhan BAB
berdarah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan
disertai dengan berat badan yang semakin turun,
perut semakin kembung walaupun nafsu makan
baik. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan
adanya filling deffect yang menyebabkan
penyempitan lumen kolon sigmoid dengan tepi
ireguler dan gambaran apple core. Apa diagnosis
yang mungkin pada pasien?
A.Diverticulitis
B.Adenokarsinoma kolon
C.Kolitis ulseratif
D.Infark usus
E.TB usus

• Jawaban: B. Adenokarsinoma kolon


• Laki-laki usia 65 tahun, dengan keluhan BAB berdarah sejak 2 bulan yang lalu,
dsertai penurunan berat badan dan perut kembung. Pada pemeriksaan radiologi
didapatkan adanya filling deffect yang menyebabkan penyempitan lumen kolon
sigmoid dengan tepi ireguler dan gambaran apple core. Diagnosis yang paling
sesuai dengan gejala dan tanda yang ada tersbeut adlaah adenokarsinoma kolon.
• Infark usus  terjadi akibat tersumbatnya aliran darah arteri ke usus, dapat
disebabkan oleh thrombus ataupun emboli, dapat pula disebabkan oleh trauma,
infeksi, atau kanker yang menean aliran darah di usus. Gejala utama nyeri perut
yang sangat hebat, dapat disertai dengan BAB berdarah. Biasanya menyertai
penyakit dasar, yang ada pada pasien sebelumnya. Diagnosis biasanya ditegakan
dengan CT Abdomen, gambaran X-Ray dapat dilihat apabila sudah terjadi perforasi
akibat infark.
• TB usus  gejala berupa demam, nyeri perut, gangguan pasase usus, penurunan
berat badan hingga BAB berdarah. Jika terjadi peritonitis dapat ditemukan
fenomena papan catur pada pemeriksaan fisik. Gambaran fluoroskopi, dapat
ditemukan perdangan kronis, penebalan dinding usus, dan bergaung. Gambaran
tersebut sulit dibedakan dengan Chron disease.
30. Colo-rectal Cancer
Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden
dan mortalitas.

Insidensi tahun 2002 : >1 juta, dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%.

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia
baru.

Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang
muda.

Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid.

96% kasus ca kolorektal berupa adenocarcinoma


ETIOLOGI
Idiopatik

Faktor predisposisi
• Polyposis familial
• Defisiensi Imunologi
• Inflamatory bowel disease : Kolitis ulseratifa, granulomatosis
• Diet (rendah serat, tinggi protein hewani, lemak dan
karbohidrat refined) mengakibatkan perubahan pada flora
feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-
zat ini bersifat karsinogenik.
DIAGNOSA KLINIS

1. Anamnesa
• Diare palsu atau “spurious diarrhoea”
• BAB berlendir
• Feses pipih seperti kotoran kambing
• Penurunan berat badan
• Perdarahan bercampur tinja
Colon Carcinoma
Awal sering asimtomatik

Sign Symtoms
Anemia defisiensi besi
Letak kiri obstruksi >>, kanan < •Koilonychias
•Glossitis
•Cheilitis

konstipasi, mual, nyeri abdomen dan


distensi abdomen, kadang disertain Hipoalbumin
diare intermitten

Letak distal pendarahan lebih nyata


BU  melemah/meningkat
dibanding letak prox

kelemahan seluruh badan, cepat lelah,


sesak atau palpitasi Cappel MS. 2005
Riwanto I. Hamami AH. Pieter J. Tjambolang T. Ahmadsyah
I. 2010
322
• Perbedaan gejala dan karsinoma kolorektal
berdasarkan letaknya
Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis


Karena
Nyeri Karena obstruksi Tenesmus
penyusupan
Tenesmi terus-
Defekasi Diare Konstipasi progresif
menerus
Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang
Samar atau
Darah pada feses Samar Makroskopis
makroskopis
Feses Normal Normal Perubahan bentuk
Dispepsia Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat


Colon-Rectum
• Anus
– Dari Linea Dentata sampai 3-4 cm
dari linea dentata (Anocutan Line)
• Rectum
– Mulai dari 3-4 cm dari Linea
Dentata sampai 15 cm ke
proksimal
• Rectosigmoid junction is the
point at which the three tenia
fan out and form a complete
outer longitudinal layer. Linea Dentata

• Carcinoma proximal to this


pointcolonic ca, distal to this
pointrectal
2. Pemeriksaan Fisik
Cari kemungkinan
Colok dubur dapat
metastase (pembesaran
diketahui :
KGB atau hepatomegali)
Adanya tumor rektum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar /


menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan


sekitar
3. Pemeriksaan penunjang
Biopsi

Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA


242, CA 19-9
uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di
jaringan.

Endoskopi
• Sigmoidoskopi
• Kolonoskopi
• Virtual colonoscopy (CT colonography)

Imaging Tehnik :
• MRI, CT scan, transrectal ultrasound
Pemeriksaan penunjang
Fecal Occult Blood Stool DNA (sDNA)
Lab Darah
Test (FOBT) test
• guaiac-based • Mendeteksi • DL
(gFOBT) adanya mutasi • LFT
• immunochemical gen • Tumor marker 
tests (iFOBT) • Jika (+) CEA, CA 19-9
• Jika (+) disarankan untuk
disarankan untuk colonoscopy
colonoscopy
American Cancer Society. 2013. Colorectal Cancer. Atlanta Georgia

Konsentrasi CEA dalam


darah
(Underwood JCE. 2007)

327
Pemeriksaan penunjang

MRI (Magnetic
Colon in loop Resonance Foto thorax
Imaging)

Positron Emission
CT Scan abdomen
Sigmoidoscopy Tomography
dengan kontras
(PET) scan

Colon in loop:
adenocarcinoma colon
Colonoscopy USG abdomen Angiography assending
(Fauci AS. Kasper DL. 2008)

328
Penatalaksanaan

Penanganan
Pembedahan Radiasi Kemoterapi Jangka
Panjang
Note:
• Folfox (5-FU/
Leucovorin/Ocalipatin)
• CapeOx
(Capecitabine/Oxaliplati
n)
Jenis Pembedahan Sesuai Jenis dan
Lokasi Massa Kanker

stadium dini (polip 


Eksisi lokal
polypectomy)

Low anterior
di tengah atau 1/3 atas rektum
resection (LAR)

Abdominal perineal Massa tumor < 5 cm dari


resection (Miles
procedure) anokutan (rektum 1/3 distal)
Radiasi
Tujuan : Jenis

• Mengurangi risiko rekurensi • Eksternal radiasi (external


lokal beam therapy)
• Meningkatkan kemungkinan • Internal radiasi (brachytherapy,
prosedur preservasi sfingter implant radiation)
• Meningkatkan tingkat
resektabilitas pada tumor yang
lokal jauh atau tidak resektabel
• Mengurangi jumlah sel tumor
yang viable sehingga
mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi sel
tumor dan penyebaran melalui
aliran darah pada saat operasi
Kemoterapi
Untuk tumor stadium 2-3

Fluorouracil (5-FU) + leucovorin  6-12 bulan

Pertimbangan kemoterapi ;
• usia muda
• histologi derajat keganasan tinggi
• invasi ke saluran limfe dan/atau vaskuler
• obstruksi atau perforasi pada waktu diagnosis
• faktor prognosis molekuler seperti ekspresi timidilat sintase,
p53, dan adanya instabilitas mikrosatelit
Penanganan Jangka Panjang
Evaluasi
deteksi tumor primer baru atau metastase
klinik

Rontgen deteksi rekurensi

deteksi adanya metachronous tumor,


Kolonoskopi suture line rekurensi atau kolorektal
adenoma

identifikasi kemungkinan tempat rekurensi,


CEA dan biasanya sangat membantu dalam
mengidentifikasi metastasis ke hepar
Prognosa
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk
kanker rektal adalah sebagai berikut :

Stadium I - 72%

Stadium II - 54%

Stadium III - 39%

Stadium IV - 7%
SOAL NO 31
• Pasien perempuan, usia 20 tahun datang dengan
riwayat fraktur humerus sinistra 2 minggu yang
lalu. Fraktur tidak sembuh sempurna dan sering
mengeluarkan sekret kental berbau kuning dan
kental pada daerah sekitar luka. Keluhan disertai
rasa nyeri. Pada pemeriksaan radiologis
didapatkan gambaran focus bone menghilang
dan dilakukan cauter biopsi ditemukan
sekuestrasi, poliferasi sel inflamasi, dan jaringan
granulasi. Kuman pathogen yang umum
menyebabkan kondisi tersebut adalah…
A.Escherichia Coli
B.Campilobacter sp.
C.Staphylococcus aureus
D.Pseudomonas aeruginosa
E.Streptococcus pyogenes

• Jawaban: C. Staphylococcus aureus


• Perempuan, usia 20 tahun dengan keluhan Fraktur tidak
sembuh sempurna dan sering mengeluarkan sekret kental
berbau kuning dan kental pada daerah sekitar luka, keluhan
disertai nyeri. Pasien mengalami fraktur Os. Humerus 2
minggu yang lalu. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
gambaran focus bone menghilang dan dilakukan cauter
biopsi ditemukan sekuestrasi, poliferasi sel inflamasi, dan
jaringan granulasi. Diagnosis yang paling sesuai dengan
kondisi tersebut di atas adalah osteomyelitis akut. Bakteri
yang paling umum menyebabkan kondisi tersebut adlaah
Staphylococcus aureus. Pseudomonas (pada kasus
nosocomial) dan Streptococcus (bekritan dengan luka
gigitan) juga dapat menyebabkan osteomyelitis, namun
dalam jumlah yang lebih sedikit.
31. Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
Organisms Isolated in Bacterial
Osteomyelitis
Organism Comments
Staphylococcus aureus Organism most often isolated in all types
of osteomyelitis
Coagulase-negative staphylococci or Foreign-body–associated infection
Propionibacterium species
Enterobacteriaceae species Common in nosocomial infections and
orPseudomonas aeruginosa punchured wounds
Streptococci or anaerobic bacteria Associated with bites, fist injuries caused
by contact with another person’s mouth,
diabetic foot lesions, decubitus ulcers
Salmonella species orStreptococcus Sickle cell disease
pneumoniae

Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N Engl J Med 1997;336:999-1007.


Local signs (Acute)
• Calor, rubor, dolor, tumor
• Heat, red, pain or tenderness, swelling
• Initially, the lesion is within the medually cavity,
there is no swelling, soft tissue is also normal.
• The merely sign is deep tenderness.
• Localized finger-tip tenderness is felt over or
around the metaphysis.
• It is necessary to palpate carefully all metaphysic
areas to determine local tenderness,
pseudoparalysis
X-ray findings
• X-ray films are negative within 1-2 weeks
• Careful comparison with the opposite side may
show abnormal soft tissue shadows.
• It must be stressed that x-ray appearances are
normal in the acute phase.
• There are little value in making the early
diagnosis.
• By the time there is x-ray evidence of bone
destruction, the patient has entered the chronic
phase of the disease.
X-ray findings
1. Localized osteopaenia and trabecular destruction are early
signs of a suppurative acute process in the bone.
2. The type and extent of cortical destruction is variable . A
wide spectrum is encountered, ranging from a solitary
radiolucency to irregular, multiple radiolucencies (mottling)
to a permeative pattern. The individual lesions are generally
indistinct and irregular in outline.
X-ray findings
3. Lamellated periosteal reactions are invariably present .
4. The reparative phase during therapy is characterized by
endosteal and periosteal new bone formation,
development of surrounding sclerosis and sometimes
large osteosclerotic areas.
5. Soft tissue changes, such as swelling and obliteration of
tissue planes, are rarely of diagnostic value in adults.
6. In newborns and infants, however, loss of normal fat
planes within days of the onset of symptoms may be an
early sign of soft tissue swelling. In this age group
lamellated periosteal changes are generally discernible
before any bone destruction. A late manifestation is the
ballooned metaphysis, sometimes with involvement of
the epiphysis.
Subacute Osteomyelitis Classification
Brodie’s abcess
• Bone abscess containing pus
or jelly like granulation tissue
surrounded by a zone of
sclerosis
• Age 11-20 yrs, metaphyseal
area, usually upper tibia or
lower femur
• Deep boring pain, worse at
night, relieved by rest
• Circular or oval luscency
surrounded by zone of
sclerosis
• Treatment:
– Conservative if no doubt - rest
+ antibiotic for 6 wks.
– if no response – surgical
evacuation & curettage, if large
cavity - packed with cancellous
bone graft
Chronic osteomyelitis
• If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract
or cloaca is present. (Dead bone is present)

• Hematogenous infection with an organism of


low virulence may be present by chronic onset.
– Infection introduced through an external wound
usually causing a chronic osteomyelitis.
– It is due to the fact that the causative organism can lie
dormant in
– avascular necrotic areas occasionally becoming
reactive from a flare up.
Clinical features
• During the period of inactivity, no symptoms are
present.
• Only Skin-thin, dark, scarred, poor nourished,
past sinus, an ulceration that is not easily to heal
• Muscles-wasting contracture, atrophy
• Joint-stiffness
• Bone-thick, sclerotic,
• often contain abscess cavity
Clinical features
• At intervals, a flare-up occurs,
• The relapse is often the result of poor body
condition and lower resistance.
• A lighting up of infection is manifested by aching
pain that is worse at night.
• Locally there will be some heat, swelling, redness,
tenderness, edema, because pus may build up in
cavity, then a sinus may open and start to
exudates purulent materials and small sequestra.
• The sinus closed and the infection subsided.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
 Sekuestrum (bangunan dense dikelilingi
lusentulang yang mati dikelilingi oleh pus)
 Involucrum (pembentukan tulang baru di
sekitar tulang yang mengalami destruksi)
 Korteks menebal/sklerotik dan berkelok-
kelok
 Kanalis medularis menyempit hingga
gambaran medula menghilang
Osteomyelitis, chronic. Sclerosing osteomyelitis
Osteomyelitis, chronic. Sequestrum of the lower tibia of the lower tibia. Note the bone expansion an
marked sclerosis.
TERAPI
Antibiotik Tindakan Operatif
• Bertujuan untuk : • Bertujuan untuk :
• Mencegah terjadinya – Mengeluarkan seluruh jaringan
penyebaran infeksi pada nekrotik, baik jaringan lunak
tulang sehat lainnya. maupun jaringan tulang (
• Mengontrol eksaserbasi sequesterum) sampai ke
jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase
dan irigasi secara kontinu
selama beberapa hari.
– Sebagai dekompresi pada
tulang dan mencegah
penyebaran osteomyelitis lebih
lanjut
– Gips untuk mencegah patah
tulang patologik
Komplikasi
• Anemia
• Penurunan berat badan
• Kelemahan dan amiloidosis.
• Arhtritis purulenta
• Fraktur patologis
SOAL NO 32
• Bayi perempuan usia 2 hari, lahir dengan
persalinan sectio caesarean dari ibu usia 30
tahun dengan usia kehamilan 38 minggu. Ibu
pasien mengeluhkan anaknya muntah setiap kali
diberikan ASI. Selain itu air liur sering tampak
keluar mengalir dari mulutnya. Bayi juga sering
batuk dan sesekali sesak dan terilihat kebiruan.
Saat dilakukan percobaan memasukkan
orogastric tube tidak dapat masuk hingga ke
lambung. Dari hasil pemeriksaan babygram
didapatkan gambaran usus yang tidak terisi
udara. Apakah diagnosis kasus diatas?
A.Intususepsi
B.Hirschprung’s disease
C.Atresia duodenum
D.Atresia esofagus
E.Hernia diafragmatika

• Jawaban: D. Atresia esophagus


• Bayi berusia 2 hari, dengan keluhan muntah
tiap kali diberi ASI, hipersalivasi, sering batuk,
sesak dan kebiruan. Saat dilakukan percobaan
memasukkan orogastric tube tidak dapat
masuk hingga ke lambung. Dari hasil
pemeriksaan babygram didapatkan gambaran
usus yang tidak terisi udara. Berdasarkan
gejala dan tanda tersebut diagnosis yang tepat
pada kasus ini adalah atresia esophagus.
32. Atresia Esofagus
Definisi Etiologi
• Kelainan kongenital dari • Belum diketahui
esofagus yg mengalami
diskontinuitas  obstruksi • Terkait dgn abnormalitas lain
esofagus proksimal.  VACTERL syndrome
(vertebral anomalies, anal
atresia, cardiac,
Epidemiologi
tracheoesophageal, renal, limb)
• 1 : 4000 neonatus
• >90% terkait dengan
• Slight male predominance
trachoesophageal fistula (TEF)

Faktor risiko
• Advanced maternal age, European ethnicity, obesity, tobacco
smoking, infants weighing < 1.500 g at birth
Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Atresia Esofagus
Klasifikasi menurut Gross
• Type A - Esophageal atresia without fistula or so-called pure esophageal atresia
(7%)
• Type B - Esophageal atresia with proximal TEF (2%)
• Type C - Esophageal atresia with distal TEF (86%)
• Type D - Esophageal atresia with proximal and distal TEFs (<1%)
• Type E - TEF without esophageal atresia or so-called H-type fistula (4%)

Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Atresia Esofagus
Presentation
• Prenatal – polyhydramnios, absent Management
stomach bubble, associated • Decompression of the proximal
abnormalities. esophageal pouch
• Birth onwards – frothing of oral • Upright prone position 
secretions, drooling, choking or and minimize GER and prevent
sianosis. aspiration
• Thoracotomy  repair
Investigations
• Unable to pass wide - bore
orogastric tube; confirmed on chest
• X - ray, shows tube in esophageal
pouch. Air in the stomach indicates
a fistula is present.

Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
MANIFESTASI KLINIS

• Polyhidramnion tanpa bubble


Fetus stomach pada bayi masa gestasi 18
minggu

• Kateter yang digunakan untuk resusitasi pada


waktu lahir tidak bisa dimasukkan ke dalam
lambung
• Timbul sesak nafas yang disertai sekresi mulut
Neonatus yang berlebihan
• Tersendak, sianosis, atau batuk pada waktu
berupaya menelan makanan karena aspirasi
cairan ke dalam jalan nafas
• Tracheomalacia
Manifestasi klinis

• Fistula proksimal :menghambat pernafasan, distress,


dan sianosis selama makan
• Fistula distal: saliva yang banyak dan regurgitasi
muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia
Bayi/anak- sekunder .
• Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya
anak fistula proksimal yang memberikan gejala
• Tipe fistula trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula
tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak
sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi
abdomen intermitten

Dewasa • Pneumonia rekuren dan bronkiektasis


Gambaran Radiologi

Foto thorax

Dilakukan dengan memasukkan sonde


lambung ke dalam esofagus, kalau perlu
kateter diisi kontras non ionic. Penampakan
radiografi pada kasus atresia esofagus
tergantung dari tipe atresia esofagus itu
sendiri.
Radiologi
Atresia Esofagus dengan fistula
trakeoesofagus pada bagian distal

Tampak saluran di kantung


Tampak orogastric tube di bagian proksimal, Adanya gas pada bagian
proximal esofagus serta terlihat gas perut menunjukkan
pada usus di abdomen adanya fistula trakeoesofagus
distal
Atresia Esofagus Tanpa Fistula
Trakeoesofagus

Tampak abdomen tidak Tampak ujung kateter yang


memperlihatkan gas sama tidak mencapai abdomen,
sekali. serta tidak adanya gas yang
tampak pada daerah abdomen
Atresia Esofagus dengan fistula
trakeoesofagus pada bagian proximal
SOAL NO 33
• Seorang laki-laki berusia 29 tahun, dibawa ke unit
gawat darurat RS dengan keluhan sesak nafas setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu.
Pasien mengeluh sesak nafas dan makin lama makin
nyeri Pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak sakit
berat, pucat, tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi
100 kali/menit frekuensi napas pasien 30 kali/menit,
temperatur 36°C. Ditemukan jejas di dada kanan.
Pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan sebelah
kanan tampak gambaran berkabut sedangkan yang
sebelah kiri normal. Kedua gambaran paru pasien
mengembang normal. Apakah diagnosis yang paling
mungkin pada pasien tersebut?
A.Flail chest
B.Pneumothoraks
C.Hematothoraks
D.Contusio pulmonum
E.Tension pneumothoraks

• Jawaban: D. Contusio pulmonum


• Pasien mengeluhkan sesak napas setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Keluhan
disertai rasa nyeri di sekitar dada dan
ditemukan jejas di dada kanan. Hasil rontgen
thorax gambaran berkabut di paru-paru
kanan. Dari gejala dan pemeriksaan yang telah
dilakukan, kemungkinan diagnosis pada kasus
ini adalah contusio pulmonum.
33. Kontusio Paru
• Kontusio paru adalah memar atau peradangan
pada paru yang dapat terjadi pada cedera
tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
• Kontusio paru adalah kerusakan jaringan paru
yang terjadi pada Paru yang ditandai dengan
hemoragi dan edema setempat.
• Kontusio paru berhubungan dengan trauma
ketika terjadi kompresi dan dekompresi cepat
pada dinding dada yaitu trauma tumpul
Klasifikasi Kontusio Paru
• Ringan:
– nyeri saja.
• Sedang:
– sesak nafas,
– mucus dan darah percabangan bronchial,
– batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.
• Berat :
– sesak nafas hebat,
– takipnea, takhikardi,
– sianosis,
– agitasi,
– batuk produktif dan kontinyu,
– secret berbusa, berdarah dan mukoid.
Tanda & Gejala
• Takipnea.
• Takikardi.
• Nyeri dada.
• Dispnea.
• Batuk disertai sputum atau darah.
• Suara nafas Ronchi, melemah.
• Perkusi redup
• Ekimosis.
• Hipoksemia berat.
• Respiratori distress.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• RO thorak: menunjukkan memar paru yang
berhubungan dengan patah tulang rusuk dan
emfisema subkutan
• Ro thoraks: menunjukkan gambaran Infiltrat,
tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12-
24 jam.
SOAL NO 34
• Tn Yunus Harimukti Sidogiri, seorang laki-laki
usia 56 tahun datang ke Puskemas Sukabumi
Makmur, tiba-tiba mengeluhkan skrotum
nyeri saat istirahat. Pemeriksaan tada vital TD
130/80 mmHg, nadi 90x/ menit, laju
pernapasan 20x/ emnit, dan suhu afebris.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan testis kiri
lebih tinggi dari testis kanan, dan posisi testis
kiri horizontal. Pemeriksaan penunjang yang
tepat untuk kasus di atas adalah...
A.USG ginjal-buli-prostat
B.USG doppler testis
C.USG testis
D.CT-urography
E. MRI

• Jawaban: B. USG Doppler testis


 Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah torsio testis karena
terdapat keluhan nyeri pada testis yang mendadak, dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan salah satu testis terletak lebih tinggi
dan lebih horizontal daripada testis yang lain. Pemeriksaan
penunjang yang tepat untuk menegakan diagnosis tersebut adalah
USG Doppler testis  untuk menilai aliran darah arteri.
 USG ginjal-buli-prostat  pemeriksaan saluran kemih dan prostat,
untuk melihat adanya batu saluran kemih/ massa, ataupun
pembesaran prostat.
 USG testis  untuk melihat ukuran testis, tanda peradangan,
ataupun masssa.
 CT Urografi  untuk menilai patensi saluran kemih.
 MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak secara umum.
34. Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Phren Sign
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: Early ischemia: enlargement, no Δ


hypoechoic echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas


in an infarcted testis,
heterogenous, extra testicular
fluids
• Penurunan Vaskularisasi
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis


• Manual detorsion
– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi
sementara
– Cara manual detorsion
• Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien
• Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga
manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral
• Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan
telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat
• Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi
terpenuhi
– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala
yang membaik)  terapi definitif masih harus dilakukan sebelum
keluar dari RS
• Surgical detorsion  Terapi definitif
• Untuk memfiksasi testis
• Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil
• CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan
• Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus
kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis
masih hidup atau tidak
• Orchiectomy  Bila testis telah nekrosis
SOAL NO 35
• Seorang laki-laki, 73 tahun, datang ke rumah
sakit dengan keluhan terdapat luka berbau pada
tungkai kanan. Pada tungkai tampak bengkak,
pegal, berat, gatal dan kram. Keluhan dirasakan
memberat saat tungkai terjuntai dan membaik
saat tungkai ditinggikan. Pasien mengalami nyeri
kontak hebat pada luka. Pasien memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dan stroke non hemoragik.
Pada pemeriksaan terdapat submaleoulus venous
flare dan atrophic blance. Apakah diagnosis yang
sesuai?
A.Insufisiensi vena kronik
B.Ulkus dekubitus
C.Ulkus molle
D.Gangren kronik
E. Selulitis

• Jawaban: A. Insufisiensi vena kronik


• Pasien mengeluhkan ulkus di tungkai kanan. Pasien merasa nyeri
saat tungkai kanan terjuntai serta membaik saat ditinggikan. Pada
pemeriksaan juga ditemukan venous flare dan athropie blanche.
Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah insufiseiensi vena
kronik.
• Ulkus decubitus  ulkus yang disebabkan oleh penekanan tonjolan
tulang akibat tirah baraing yang lama. Pada derajat awal tampak
seperti luka lecet kemerahan, pada tahap lanjut kedalaman ulkus
bisa lebih dalam bahkan hingga dasar tulang.
• Gangren kronik  kerusakan jaringan akibat bakteri anaerob.
Jaringan yang nekrotik akan tampak menghitam dan kering. Banyak
terjadi pada pasien-pasien diabetes, ataupun pasien yang memiliki
penyakit pembuluh darah perifer yang lain.
35. Insufisiensi Vena Kronik
• Penyakit vena kronik atau chronic venous disease
(CVD)
• abnormalitas fungsi sistem vena akibat inkompetensi
katup vena dengan atau tanpa disertai obstruksi aliran
vena, yang mempengaruhi sistem vena superfisial,
sistem vena profunda, atau keduanya.
• Bisa juga diartikan sebagai kondisi medis yang
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai akibat kerusakan pada katup vena dan
gumpalan darah yang menyebabkan darah
terakumulasi di dalam vena
Etiologi Faktor Risiko

• Kerusakan pada katup • Keadaan yang meningkatkan


dalam pembuluh darah resiko terkena insufisiensi
• Pembentukan gumpalan vena kronis:
darah di salah satu • Perempuan > laki-laki
pembuluh darah dalam • Perokok
utama kaki • Berdiri untuk waktu yang
• Sindrom post-flebitis yang lama
terjadi akibat komplikasi • Bertambah tua
DVT, suatu kondisi yang
ditandai dengan • Berusia lebih dari 50 tahun
terbentuknya gumpalan • Duduk untuk waktu yang
darah pada vena-vena lama
dalam • Pernah melakukan operasi
besar pada kaki atau tungkai
• Sedang hamil
Gejala Klinik
• Kulit bersisik pada tungkai dan kaki
• Kulit berwarna kecoklatan di dekat mata kaki
• Kulit yang terasa gatal
• Pembengkakan pada mata kaki
• Pembengkakan pada tungkai kaki
• Nyeri
Insufisiensi vena kronis
• Atrophie blanche • Submalleolar Venous Flare
• a particular type of scar arising on the • Incompetence in perforating
lower leg vein valve which results in
• It occurs after a skin injury when the venous hypertension
blood supply is poor. • Causes dilation of the venules
• Venule sometimes forms tiny
bleb that will rupture with
+++bleeding
SOAL NO 36
• Seorang bayi perempuan berusia 2 hari,
dibawa orangtuanya dengan keluhan perut
kembung dan muntah hijau. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan: BB 4 kg, tidak
didapatkan anus. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan rectum berakhir di atas
m. Musculus levator ani. Jika harus dilakukan
tindakan bedah, maka tindakan yang
dikerjakan pertama kali adalah?
A.PSARP
B.Soave
C.Colostomi
D.Laparatomi
E. Milking procedure

• Jawaban: C. Colostomi
• Bayi usia 2 hari dengan keluhan perut kembung dan muntah hijau serta tidak
didapatkan anus. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan rectum berakhir di atas
m. Musculus levator ani. Diagnosis pada pasien ini adalah atresia ani letak tinggi.
Tindakan operasi yang dikerjakan pertama kali adalah colostomi untuk muara feses
sementara.
• PSARP  Posterior Sagittal Anorectoplasty, prosedur yang dilakukan untuk
tatalaksana atresi ani, dengan membentuk saluran anus. Tindakan PSARP dapat
langsung dilakukan apabila pada pemeriksaan Ro Knee-Chest position udara dalam
rectum dibawah Os. Coccygeus atau pada kasus atresia ani dengan fistula perineal.
Sementara pada kasus atresia ani letak tinggi pada pemeriksaan knee-chest
position berada di atas Os. Coccygeus harus dilakukan tindakan kolostomi dahulu,
setelah 1-2 bulan baru dilakukan PSARP.
• Soave  salah satu prosedur operasi untuk penyakit Hirschsprung.
• Laparotmi  tindakan bedah yang melibatkan insisi dinding abdomen luas untuk
membuka kases ke rongga abdomen.
• Milking procedure  teknik yang digunakan dalam laparotomy dengan maksud
dekomresi usus secara manual, yakni memindahkan isi usus dari arah proksimal ke
distal.
36. Malformasi Kongenital
invertogram Intussusception Hirschprung

Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
Classification
• Menurut Berdon, membagi • Menurut Stephen, membagi atresia
atresia ani berdasarkan ani berdasarkan pada garis
pubococcygeal.
tinggi rendahnya kelainan, – Atresia ani letak tinggi
yakni : • bagian distal rectum terletak di
– Atresia ani letak tinggi atas garis pubococcygeal.
• bagian distal rectum – Atresia ani letak rendah
berakhir di atas muskulus • bila bagian distal rectum terletak
levator ani (> 1,5cm di bawah garis pubococcygeal.
dengan kulit luar)
– Atresia ani letak rendah
• distal rectum melewati
musculus levator ani (
jarak <1,5cm dari kulit
luar)
Management
Newborn Anorectal Malformation

Selama 24 jam pertama


• Puasa
• Cairan melalui infus
• Antibiotik
• Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
– NGT exclude esophageal atresia
– Echocardiogram  exclude cardiac malformations, esophageal atresia.
– Radiograph of the lumbar spine and the sacrum
– Spinal ultrasonogram  evaluate for a tethered cord.
– Ultrasonography of the abdomen  evaluate for renal anomalies.
– Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007


Setelah 24 jam
Re evaluate
• Bila pasien memiliki fistula perineal
• TindakanAnoplasty, tanpa protective colostomy
• Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan
• Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk
melakukan pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan
pasien dalam posisi tengkurap (knee-chest position)
– Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam
kondisi baik, tanpa defek yang lain
• Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan
atau tanpa protective colostomy
– Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki
mekonium dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom
• Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu
• Kemudian posterior sagittal anorectoplast (PSARP) , 1 sampai 2 bulan
kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup
Annals of pediatrics surgery. October 2007
SOAL NO 37
• Seorang laki-laki berumur 60 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan benjolan pada perut
kanan bawah yang hiang timbul sejak 10 tahun
yang lalu. Benjolan timbul saat berdiri dan hilang
saat berbaring. Benjolan dapat dimasukkan
kembali dengan mudah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dalam batas normal,
tampak benjolan berbentuk bulat dengan ukuran
sebesar bola pingpong. Apakah pemeriksaan
fisik yang tidak perlu dilakukan pada pasien
tersebut?
A.Ziemans test
B.Finger test
C.Thumb test
D.Valsava test
E.Lassegue test

• Jawaban: E. Lassegue test


• Adanya benjolan di area abdomen yang hilang
timbul dipengaruhi oleh perubahan tekanan
intra-abdomen (misal saat mengejan, perubahan
posisi saat berdiri, duduk, jongkok atau
berbaring) salah satu ciri dari hernia, dalam hal
ini hernia reponible. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain ziemans test, finger test,
thumb test, dan valsava test (untuk penjelasan
lebih lanjut liat slide pembahasan), sedangkan
lassegue test merupakan salah satu pemeriksaan
tanda rangsang meningeal.
37. HERNIA

HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
INGUINAL HERNIA
• Most common
• Most difficult to understand
• Congenital ~ indirect
• Acquired ~ direct or indirect
• Direk • Indirek
• usually no peritoneal sac • has peritoneal sac
• medial to epigastric vessels • lateral to epigastric vessels
• Timbul karena adanya defek atau kelemahan • mengikuti kanalis inguinalis
pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach • Karena adanya prosesus vaginalis persistent
• segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh • The processus vaginalis outpouching of
• Inferior : ligamentum inguinale, peritoneum attached to the testicle that trails
• Lateral: pembuluh darah epigastrika behind as it descends retroperitoneally into the
inferior scrotum.
• Medial : tepi otot rectus
Tipe Hernia Definisi http://emedicine.medscape.com/article/

Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum


Reponible
secara manual atau spontan

Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum


Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
Inkarserata
hernia
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia
Strangulata
 tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

Gambaran klinik
jenis Reponibel nyeri obstruksi sakit toksik
Reponibel/ + - - - -
bebas
Ireponibel/ - - - - -
akreta
Inkarserata - + + + -
Strangulata - ++ + ++ ++
TEST KETERANGAN
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
Valsalva Maneuver
• Increases intrathecal
pressure.
• Aggravates pain caused
by pressure on cord or
roots.
Inguinal Hernia Pre Op Evaluation
&Preparation

Watchful Waiting Surgical Treatment

May be appropriate for pt with asymptomatic


hernia or elderly pt with minimal symptoms

Routine F/U with health care professional

A Randomized trial concluded that this is an acceptable option for men with minimally symptomatic
inguinal hernia and that delaying repair until symptoms increase is safe due to low rate of incarceration. 23%
of pt initially treated with watchful waiting crossed over to surgical treatment due to increase in symptoms
(most often hernia-related pain) , only 1 pt (0.3%) experienced acute hernia incarceration without
strangulation within 2years, a second had acute incarceration with
Bowel obstruction at 4 years, corresponding to frequency of acute intervention of 1.8/1000 pt-years (JAMA
2006,295:285)
Emergency Surgery
• Incarceration, Sliding, Strangulation Emergencies.
• Incarcerated Hernia: Hernia that cannot be reduced for a long
time.

Three reasons for incarceration

1- Enlargement of the contents of the hernia


2- Adhesion of sac contents to the canal wall
3- Narrow neck of the sac

Important Point: Indication for urgent surgery is when the intestines


are under pressure and the patient has symptoms of bowel
obstruction either in incarceration or in a sliding hernia.
SOAL NO 38
• Tn Yudiansyah Setiawan, seorang laki-laki 25
tahun datang ke Poliklinik Rumah Sakit dengan
keluhan adanya benjolan di leher. Benjolan
sudah diarasakan ada sejak 6 bualn yang lalu,
dan membesar perlahan. Pada pemeriksaan fisik
teraba benjolan asimetris di leher sebelah kiri,
kenyal, ikut gerakan menelan. Pada pemeriksaan
mikroskopis tampak adanya gambaran ground
glass pada sitoplasma sel. Diagnosis klinis yang
tepat adalah...
A.Morbus Basedow
B.Hashimoto disease
C.Grave’s disease
D.Karsinoma papiler
E. Adenoma folikuler

• Jawaban: D. Karsinoma papiler


• Diagnosis pasien ini adalah Karsinoma Papiler
karena terdapat pembesaran nodul tiroid (massa
asimetris pada leher yang ikut gerakan menelan)
sejak 6 bulan, dengan hasil pemeriksaan
mikroskopis didapatkan gambaran ground glass
pada sitoplasma yang merupakan gambaran dari
sel orphan annie. Morbus Basedow merupakan
nama lain dari Graves disease, ditandai dengan
gambaran koloid yang pucat dan peningkatan sel
epitel folikuler yang membentuk papilae.
38. Kanker Tiroid
• Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
• Etiologi yang pasti belum diketahui.
• Beberapa faktor predisposisi:
 Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
 Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
 Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
 Genetika yang abnormal.
 Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
 Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
 Inborn Error Metabolisme Tiroid.
Faktor Risiko
• Paparan radiasi pada tiroid
• Age and Sex
• Nodul jinakpaling sering pada wanita 20-40 years (Campbell,
1989)
• 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
• Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas
• Family History
– History of family member with medullary thyroid carcinoma
– History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
– History of familial polyposis (Gardner’s syndrome)

optimized by optima
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan adalah
adanya massa tiroid teraba yang tidak nyeri atau kelenjar getah
bening yang membesar.
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda yang
perlu diwaspadai untuk kemungkinan kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren)
– nyeri lokal
– Disfagia
– sesak napas
– Hemoptisis
– nodul atau massa pada leher tidak nyeri yang cepat membesar
– Stridor
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:

• Tumor epitel maligna


– Karsinoma folikulare
Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4
– Karsinoma papilare
tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
– Campuran karsinoma folikulare-papilare
– Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
– Karsinoma sel skuamosa anaplastik.
– Karsinoma Tiroid medulare
• Tumor non-epitel maligna Jenis kanker Persen
– Fibrosarkoma
Karsinoma tiroid papiller 75%
– Lain-lain
• Tumor maligna lainnya karsinoma tiroid folikuler 16 %
– Sarkoma
karsinoma tiroid medular 5%
– Limfoma maligna
– Haemangiothelioma maligna Undifferentiated 3%
– Teratoma maligna
• Tumor sekunder dan unclassified tumors karsinoma jenis lainnya 1%

420
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications

optimized by optima
Foto USG

Gb.4 USG Ca Thyroid Papiler


(A)Gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid.
(B)Sonogram tranversal lobus kanan tampak focus echogenic punctat tanpa bayangan
akustik posterior, temuan mengarah pada kalsifikasi (panah)
(C)Sonogram transversal isthmus thyroid menunjukkan tumor dengan hipoechogenisitas
yang jelas dan batas irreguler(panah) dan tanpa halo hipoechoic
• USG Colour Doppler

Gambar USG dan USG Doppler Ca Folikuler


(A)gambaran USG Transversal menunjukkan lesi dengan batas jelas, heterogen,
padat iso-hypoechoic berbentuk nodul tiroid oval,menunjukkan lesi folikular.
(B)Gambaran doppler tranversal menunjukkan vaskularisasi intranodular (sentral)
dan perifer
CT-Scan Tiroid

Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras gambaran carcinoma


thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di bagian
sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah)
Classification of Malignant Thyroid
Neoplasms
• Papillary carcinoma • Medullary Carcinoma
• Follicular variant • Miscellaneous
• Tall cell • Sarcoma
• Diffuse sclerosing • Lymphoma
• Encapsulated • Squamous cell carcinoma
• Follicular carcinoma • Mucoepidermoid
• Overtly invasive carcinoma
• Minimally invasive • Clear cell tumors
• Pasma cell tumors
• Hurthle cell carcinoma
• Metastatic
• Anaplastic carcinoma – Direct extention
• Giant cell – Kidney
• Small cell – Colon
– Melanoma
optimized by optima
Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) -
Papillary, Follicular, and Hurthle cell
• Pathogenesis - unknown
• Papillary has been associated with the RET proto-
oncogene but no definitive link has been proven
(Geopfert, 1998)
• Certain clinical factors increase the likelihood of
developing thyroid cancer
• Irradiation - papillary carcinoma
• Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular
carcinoma (Goldman, 1996)
– relationship not seen with papillary carcinoma
– mechanism is not known

optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma

• 60%-80% of all thyroid cancers • Lymph node involvement is


(Geopfert, 1998, Merino, 1991) common
• Histologic subtypes – Major route of metastasis is
• Follicular variant lymphatic
• Tall cell – Clinically undetectable lymph
• Columnar cell node involvement does not
worsen prognosis (Harwood,
• Diffuse sclerosing 1978)
• Encapsulated
• Prognosis is 80% survival at 10
years (Goldman, 1996)
• Females > Males
• Mean age of 35 years
(Mazzaferri, 1994)

optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
• Round to slight oval shape.
– Solid, firm, grayish white • Pale, clear, empty or ground
lobulated lesion with glass appearance (Orphan
sclerotic center. Annie): empty of nucleus with
irregular thickened inner aspect
of nuclear membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma

• 20% of all thyroid malignancies


• Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993)
• Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994)
• Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994)
• Metastasis
– angioinvasion and hematogenous spread
– 15% present with distant metastases to bone and lung
• Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma

• 10% of all thyroid malignancies


• 1000 new cases in the U.S. each year
• Arises from the parafollicular cell or C-cells of
the thyroid gland
• derivatives of neural crest cells of the branchial arches
• secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism

optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines
(metanephrines, VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives

optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid

• Highly lethal form of thyroid cancer


• Median survival <8 months (Jereb, 1975, Junor, 1992)
• 1%-10% of all thyroid cancers (Leeper, 1985, LiVolsi, 1987)
• Affects the elderly (30% of thyroid cancers in patients
>70 years) (Sou, 1996)
• Mean age of 60 years (Junor, 1992)
• 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991)
• 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)

optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy

optimized by optima
SOAL NO 39
• Laki laki, 45 tahun, datang dengan keluahan
nyeri kaki kiri sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri
dirasakan hanya saat berjalan. Pasien
mengatakan jarak tempuh semakin lama
makin pendek dan sering merasakan nyeri.
Saat istirahat nyeri berkurang. Dari
pemeriksaan fisik tanda vital normal, pada
ekstremitas inferior ditemukan tidak teraba
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior. Apakah diagnosis nya ?
A.Oklusi arteri akut
B.Tromboanguilits obliterans
C.Diabetic arterioplasti
D.Trombosis arteri kronik
E.Aterosklerosis pheriperal

• Jawaban: E. Aterosklerosis pheriperal


• Pasien mengeluhkan nyeri kaki kiri sejak 1
tahun yang lalu, terutama saat berjalan dan
nyeri berkurang saat istirahat (klaudikasio
intermiten). Dari pemeriksaan fisik didapatkan
nadi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialias
posterior tidak teraba. Kemungkinan diagnosis
pada kasus ini adalah aterosklerosis
pheriperal.
39. Penyakit Arteri Perifer
Penurunan perfusi ekstremitas dan organ lain
akibat oklusi pembuluh darah
Penyebab Tersering:
1. Penyakit arteri oklusif (aterosklerosis): CLI
2. Penyakit oklusi akut (tromboembolisme): ALI
3. Vaskulitis: arteritis takayasu

Mostaghimi A, Crager MA. Disease of the peripheral vasculatureLilly LS.


Pathophysiology of Heart Disease. 2010
Acute Limb Ischemia
Aterotromboembolisme
 oklusi arteri perifer akibat materi
ateromatosa (kolesterol, platelet, dan fibrin) dari
pembuluh darah proksimal.
• Penyebab emboli paling banyak berasal dari
jantung
• 50 – 60% spontan; setelah prosedur
intraarterial  kateterisasi jantung
• Cedera jaringan tergantung pada lokasi, durasi
oklusi, dan derajat sirkulasi kolateral.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2011. p. 350
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2011. p. 350
Tanda & Gejala
• 5P : pain, pallor, paralysis, paresthesia, dan
pulselessness (+poikilotermia)
• Nyeri akut
• Sindrom “blue toe” 
gangrene dan nekrosis.
• Livedo reticularis
(bintik ungu pada kulit),
gagal ginjal dan
iskemia intestinal

1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Manifestasi Klinis

Manifestasi
Klinis

Lebih dari 2 <2


Kronik Akut
minggu* minggu*

Iskemi tungkai
Iskemi tungkai Iskemi Tungkai
kronis non
kronis kritis Akut
kritis

*2007 Inter-Society Consensus for the Management of


Peripheral Arterial Disease
Penatalaksanaan
• Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten

• Mengurangi nyeri saat aktivitas

Chronic Limb Ischemic

• Mengurangi nyeri iskemi


• Mengobati ulkus
• Meningkatkan kualitas hidup pasien mengembalikan fungsi
tungkai) dan menyelamatkan hidup pasien

Acute Limb Ischemic

• Mengurangi perburukan iskemi


• Menyelamatkan tungkai dan nyawa
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease
Tatalaksana
• Antiplatelet & modifikasi faktor resiko
(menurunkan resiko PJK)
• Terapi suportif
– mencegah trauma / restriksi vaskular (olahraga
berjalan)
• Terapi farmakologi
– cilostazol (vasodilator & antiplatelet), angiogenic
growth factor
• Pembedahan
– revaskularisasi, amputasi

2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral


Arterial Disease
SOAL NO 40
• Seorang perempuan berusia 35 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan benjolan di payudara
kiri sejak 2 minggu yang lalu. Pada awal
munculnya benjolan, payudara bengkak,
kemeahan, dan nyeri sudah mereda. Demam
tidak ada. Pasien sedang menyusui bayinya yang
berumur 3 bulan, dan sekarang sudah harus
kembali bekerja, sehingga jarang menyusui.
Pada pemeriksaan fisik: terdapat massa di
kuadran lateral bawah, ukuran 3X5 cm, kulit di
atasnya kemerahan, fluktuasi (+), nyeri tekan
(+). Apakah tindakan pilihan untuk pasien ini?
A.Eksisi
B.Ekstirpasi
C.De bulking
D.Insisi drainase
E. Marsupialisasi

• Jawaban: D. Insisi drainase


• Paseien mengeluhkan adanya benjolan di
payudara kiri sejak 2 minggu yang lalu.
Terdapat riwayat menyususi, namun berhenti
karena harus bekerja. Benjolan tampak
kemerahan disertai dengan nyeri serta
terdapat fluktuasi. Kemungkinan diagnosis
abses payudara, dan tatalaksana yang tepat
adalah insisi drainase.
• Instruksi:
40. Abses Payudara
• Diagnosis:
– Edema payudara, eritema, hangat (biasanya
unilateral)
– Riwayat infeksi payudara sebelumnya
– Dapat disertai demam, mual/muntah, discharge
dari massa/puting
– Riwayat menyusui
– Massa fluktuatif pada palpasi
Tatalaksana Abses Payudara
• Sangga payudara dengan adekuat
• Analgetik: ibuprofen atau parasetamol
• Pengosongan payudara
• Tahap awal abses (indurated mass)  antibiotik
• Abses matur/massa fluktuatif  antibiotik +
drainase
• Drainase:
– Aspirasi jarum (18-19G)
– Insisi drainase untuk abses diameter > 5 cm
Diagnosis Banding: Mastitis
• Inflamasi atau infeksi payudara
• Klinis:
– Payudara (biasanya unilateral) nyeri, kemerahan
– Dapat disertai demam > 38 C
– Umumnya minggu ke 3-4 postpartum, namun bisa terjadi kapan
saja selama menyusui
• Predisposisi:
– Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
– Puting yang lecet
– Menyusui pada satu posisi  drainase payudara tidak sempurna
– Bra terlalu ketat  menghambat aliran ASI
– Riwayat mastitis sebelumnya
Tatalaksana Mastitis
Tatalaksana Umum
• Tirah baring & >> asupan cairan
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas

Tatalaksana Khusus
• Berikan antibiotika :
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang
sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk
mengeluarkan isinya.
• Kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
• Berikan parasetamol 3x500mg PO
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Diagnosis banding: Bendungan Payudara

• Bendungan pada kelenjar payudara akibat ekspansi serta


produksi dan penampungan ASI
• Klinis:
– Payudara bengkak dan keras
– Nyeri
– 3-5 hari postpartum
– Bilateral
• Faktor predisposisi:
– Posisi menyusui tidak baik
– Membatasi menyusui
– Memberikan suplemen susu formula untuk bayi
– Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi  suplai berlebih
– Implan payudara
Terminologi Definisi
Insisi luka yang dibuat dengan pisau bedah. Tanpa
mengambil jaringan kulit.
Ekstirpasi tindakan pengangkatan seluruh massa tumor
beserta kapsulnya.
Eksisi salah satu tindakan bedah yaitu membuang
jaringan sakit dengan menyertakan jaringan
sehat dalam batas tertentu.
Marsupialisasi tindakan membuat dinding kista menjadi
kantung yang terbalik untuk mencegah
terbentuknya kista kembali.
Debulking suatu tindakan bedah pada kanker yang tidak
dapat dibuang seluruhnya dengan mengambil
jaringan tumor sebanyak mungkin.
SOAL NO 41
• Perempuan 25 tahun, datang ke poli dengan
keluhan luka dan bengkak pada ibu jari kaki
kanan, sudah dirasakan sejak 1 bulan lalu,
dan tidak sembuh-sembuh. Pasien memotong
kukunya sangat pendek dan sering
mengorek-ngorek kuku. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan edema pada sisi medial kuku
kaki kanan, dan mengeluarkan pus. Apa
tindakan kita?
A.Kompres luka dengan Betadine
B.Insisi abses dan antibiotik oral
C.Antibiotik oral dengan rencana insisi abses
D.Tindakan roserplasty dengan antibiotik oral
E. Nekrotomi dan debridement ibu jari kanan

• Jawaban: B. Insisi abses dan antibiotik oral


• Kemungkinan diagnosis pasien adalah
paronikia (infeksi bakterial di sekitar dasar
kuku. Pada pemeriksaan fisiki tampak abses
apikal (edema sisi medial kuku kanan dan
mengeluarkan pus), tatalaksana abses apikal
adalah insisi dan antibiotik oral. Roserplasty
dilakukan apabila adanya pertumbuhan kuku
ke jaringan (tidka disebutkan dalam soal).
41. Paronikia
• Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar kuku
• Paronikia dapat akut atau kronik
– Paronikia akut oleh staphylococcus aureus, ditandai
timbulnya nyeri atau eritema diposterior atau lateral lipatan
kuku,diikuti oleh pembentukan abses superfisial
– Paronikia kronik oleh candida albicans, sering oleh
pemisahan abnormal lipatan kuku proximal dari lempeng
kuku yg memungkinkan kolonisasi
• Paronikia bakteri akut sering bersamaan dengan bakteri
jamur kronik
• Gejala klinis:
– Paronikia akut & kronik memberi gambaran di lipatan kuku
berupa nyeri, merah, dan bengkak
– namun pada paronikia kronik gejala diatas tidak terlalu jelas.
Paronikia akut
• Dapat disertai demam dan nyeri kelenjar di
bawah tangan, biasanya ada nanah berwarna
kuning di bawah kutikula
Paronikia kronik
• Lempeng kuku kelihatan lebih gelap, cembung,
kadang – kadang lebih tipis
• kutikula biasanya terlepas dari lempeng kuku.
• Tidak ada pus atau nanah dan pada perabaan
kurang hangat dibanding paronikia akut.
• Perlangsungannya 6 minggu atau lebih.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG PENCEGAHAN
• Pewarnaan Gram  • Cegah trauma dengan
untuk mengetahui adanya
staphylococcus atau menjaga agar kulit yang
streptococcus kena tetap kering
• Apusan potassium • Jika akan mencuci
hidroksida  untuk
menemukan hifa yg sebaiknya memakai
menunjukkan adanya sarung tangan karet
jamur
• Tapi tidak menutup
kemungkinan ditemukan
jamur dan bakteri pada
satu kasus paronikia
TERAPI
• Terapi sistemik pilihan • Terapi topikal
• miconazole krim 2 kali sehari selama
paronikia akut 2-6 minggu.
– clindamycin 150-450 mg, 3-4 kali • Losion atau krim Amfoterisin B (
fungizone )  tidak dapat digunakan
sehari bersamaan dengan imidazole, terdapat
– amoxicillin-asam klavulanat efek menetralkan antara satu sama
250-500 mg 3 kali sehari lain.
efektif untuk bakteri yang • Pembedahan dilakukan atas
resisten terhadap beta laktamase dasar indikasi, jika infeksi akut
– Dicloxacillin maupun cephalexin
sudah teratasi
juga efektif • Irisan (Insisi) dapat dilakukan
jika ada abses.
• Paronikia kronik biasanya • Jika upaya di atas tidak berhasil
diberikan antimikotik dan kuku menancap ke dalam
seperti ketokonazole 200 kulit maka dapat dilakukan
pengangkatan kuku. (Roserplasty)
mg per hari
• Insisi paronikia dengan mata pisau langsung
pada kuku
Komplikasi dan Prognosis
• Komplikasi jarang terjadi, tapi jika terjadi dapat
menyebabkan :
– Abses
– Infeksi Menyebar ke tendo, tulang ( osteomyelitis ) atau
pembuluh darah. .
• Prognosis sangat baik dengan pengobatan yang tepat.
• Paronikia akut sembuh dalam 5 sampai 10 hari dengan
kerusakan kuku yang tidak permanen.
• Paronikia kronik butuh waktu berminggu – minggu untuk
sembuh, kulit & kuku akhirnya akan kembali normal.
• Harus diingat untuk mengobati jika berulang, dan tetap
menjaga agar daerah tersebut tetap kering
TO 3
SOAL NO 42
• Pasien perempuan, usia paruh baya, datang
dengan keluhan benjolan di leher diameter 3cm,
keluhan muncul 2 bulan yang lalu. Awalnya
keluhan dikatakan sebesar biji kacang namun
membesar dengan cepat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit,
laju pernapasan 20x/menit, dan suhu 36,5OC.
Tidak ditemukan pembesaran KGB regional. Dari
hasil PA: didapatkan Non Hodgkin’s Malignant
Lymphoma. Berapa stagingnya?
A.T2N0Mx
B.T0N2M0
C.T2N0M0
D.T1N1M0
E.Tidak dapat ditentukan

• Jawaban: E. Tidak dapat ditentukan


• Wanita usia paruh baya dengan keluhan benjolan di leher 3
cm sejak 2 bulan yang lalu. Hemodinamik stabil dan tidak
ditemukan pembesaran KGB regional. Hasil PA: Non
Hodgkin’s Malgnant Lymphoma. Klasifikasi limfoma maligna
tidak dapat ditentukan menggunakan metode TNM
sehingga jawaban yang tepat adalah E. Tidak dapat
ditentukan. Limfoma bersama leukemia dan multiple
myeloma termasuk ke dalam hematologic cancer (kanker
yang berasal dari sel darah, sumsum tulang ataupun sel
yang berkaitan dengan system imun). Pada hematologic
cancer, tidak dapat ditentukan tingkat penyebaran kanker
secara pasti, karena sel-sel precursor kanker tersebut
tersebar di seluruh tubuh.
42. Limfoma Maligna
• Keganasan jaringan limfoid
• Secara garis besar dapat dibedakan menjadi limfoma
hodgkin dan non hodgkin.

Nodular Sclerosis
Hodgkin
Lymphocyte
Predominance
LIMFOMA
MALIGNA Lymphocyte
Depletion

Mixed Cellularity

Non Hodgkin B-Cell neoplasm

T-Cell & NK cell


neoplasma
Patofisiologi

Sel reedsternberg – Limfoma Hodgkin

Starry sky – Limfoma Non Hodgkin/


Limfoma Burkitt
Manifestasi Klinis
Diagnosis
• Anamnesis: Pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun.
• Px Fisik: Sist. Limfatik
• Px Penunjang:DL, Kimia darah, Ro thorax, CT Scan,
Biopsi

Tatalaksana
• Pembedahan, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi,
transplasi sumsum tulang.
Komplikasi
Pertumbuhan
Kemoterapi:
kanker:

pansitopenia,
Infeksi Pansitopenia
kelainan pada jantung mual dan muntah,
kelainan pada paru-paru neuropati,
sindrom vena cava dehidrasi
superior, toksisitas jantung
kompresi pada spinal cord, akibat penggunaan
kelainan neurologis doksorubisin,
Obstruksi, etc
Prognosis
Prognosis limfoma hodgkin Prognosis limfoma non
ditentukan oleh : hodgkin ditentukan oleh :
Serum albumin < 4 g/dL • usia (>60 tahun)
Hemoglobin < 10.5 g/dL • Ann Arbor stage (III-IV)
Jenis kelamin laki-laki • hemoglobin (<12 g/dL)
Stadium IV • jumlah area limfonodi yang
Usia 45 tahun ke atas terkena (>4)
Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3 • serum LDH (meningkat)
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8%
dari total jumlah sel darah putih

0 faktor: 84%
1 faktor: 77%
2 Faktor: 67% 5 Years survival rate:
3 Faktor: 60% 0-1 faktor; 75%
4 Faktor 51% 2 faktor: 50%
>5 faktor: 42% >3faktor: 25%
SOAL NO 43
• Nn Najwa Al-Atas, seorang perempuan berusia
24 tahun, mengeluhkan nyeri perut kanan
bawah disertai demam sejak 3 hari yang lalu.
KU: tampak sakit sedang, TD 120/80 mmHg, nadi
90x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan suhu
38,5OC. Dokter bedah memutuskan untuk
melakukan appendectomy pada. Sebelum
mencapai mukosa gaster, dokter pemeriksa
mengamati lapisan pada organ tersebut.
Bagaimanakah urutan lapisan yang paling tepat
yang akan dilalui pisau dokter bedah tersebut?
A. Serosa, peritoneum, smooth muscle, submucosa, peritoneal
cavity
B. Peritoneums, peritoneal cavity, smooth muscle, serosa,
submucosa
C. Peritoneal cavity, serosa, smooth muscle, submucosa,
peritoneum
D. Peritoneum, peritoneal cavity, serosa, smooth muscle,
submucosa
E. Peritoneum, serosa, peritoneal cavity, smooth muscle,
submucosa

• Jawaban: D. Peritoneum, peritoneal cavity, serosa,


smooth muscle, submucosa
• Wanita 24 tahun dengan keluhan kanan bawah
yang disertai demam sejak 3 hari yang lalu. Dari
gejala tersebut terlihat diagnosis pada kasus
diarahkan appendisitis akut. Dok bedah
memutuskan untuk dilakukan appendectomi.
Ururtan lapisan yang tepat sebelum pisau bedah
sampai ke mukosa gaster adalah D. Peritoneum,
peritoneal cavity, serosa, smooth muscle, dan
submukosa.
• Instruksi:
43. Anatomi Dinding Abdomen dan
Dinding Usus
12

10
13 11
SOAL NO 44
• Tn Abdul Munim Idris, laki-laki berusia 34 tahun,
datang ke Puskesmas Rawa Batu dengan keluhan
nyeri pinggang kanan sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan nyeri menjalar ke perut kanan dan
selangkangan. Pasien bekerja sebagi supi seudah
10 tahun dan terdapat riwayat kencing berpasir.
Keadaan umum pasien stabil. Pada pemeriksaan
fisik nyeri ketok CVA (+)/ (-). Pemeriksaan BNO
terdapat gambaran radio-opak dengan diameter
1 cm pada ginjal kanan. Penyebab batu ginjal
yang paling mungkin adalah…
A.Struvit
B.Kalsium Oksalat
C.Asam Urat
D.Fosfat
E.Sistin

• Jawaban: B. Kalsium Oksalat


• Laki-laki 34 tahun, dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang
menjalar ke perut kanan dan selangkangan sejak 3 hari yang lalu.
Terdapat riwayat kencing berpasir. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri ketok CVA kanan. Dari gejala dan tanda tersebut
dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah Nephrolithiasis
Dextra. Gambaran BNO yang menunjukan radio-opak, merupakan
khas pada batu kalsium oksalat.
• Batu struvit, biasanya akibat infeksi saluran kemih, mineralisasi yang
terjadi adalah campuran dan membesar dengan cepat sehingga
dapat berbentuk staghorn  gambaran radiologisnya semi opak –
opak dengan ukuran yang besar.
• Batu asam urat dan sistin  radio-lusen/ tidak terlihat denga BNO.
• Fosfat  lebih tepatnya Magnesium Alumunium Fosfat  semi-
opak.
44. GAMBARAN UROLITHIASIS

Radio-opak

Semi-opak

Radio-lusen

Radio-lusen

Radio-lusen
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
• Struvite stones (Triple phosphate/magnesium alumunium
phosphat)
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
– Disebut juga batu triple phosphat
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain genetic
factors and disorders of your blood-producing tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys
to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals

Calcium Oxalate Triple Phosphate Cholesterol


Kristal kalsium phosphatsering berbentuk rosette
SOAL NO 45
• Tn Abdul Rozak, seorang laki-laki berusia 23
tahun datang ke Poliklinik RS Sejahtera dengan
keluhan bengkak pada kantung dan buah zakar
kanan. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu
setelah mengangkat benda berat. Keadaan
umum pasien baik, pada pemeriksaan fisik
didapatkan skrotum dan testis kanan bengkak,
kemerahan, dan nyeri. Nyeri berkurang jika
skrotum diangkat. Pasien diketahui menderita
sakit kelenjar parotis 5 hari yang lalu. Apakah
diagnosis yang paling mungkin?
A.Torsio testis
B.Epididimo-orkitis
C.Tumor testis
D.Hernia inguinalis
E. Hidrokel

• Jawaban: B. Epididimo-orkitis
• Laki-laki 23 tahun, dengan keluhan bengkak
dan nyeri pada kantung dan bah zakar kanan
sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan skrotum dan testis kanan bengkak,
kemerahan, dan nyeri. Nyeri berkurang jika
skrotum diangkat (Phren’s sign positif). Pasien
diketahui menderita sakit kelenjar parotis 5
hari yang lalu. Berdasarkan gejala dan tanda
yang ada diagnosis yang paling mungkin
adalah epididimo-orkitis.
45. Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Dapat disebabkan Bakteri dan virus
• Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
• Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
• Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
PRESENTATION DIAGNOSIS
• Nyeri skrotum yang menjalar ke lipat paha • Diagnosis ditegakkan berdasarkan
dan pinggang.
– Nyeri testis, bias saat mengejan atau ketika
gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
BAB • Terjadi pembengkakan kelenjar
• Pembengkakan skrotum karena inflamasi
atau hidrokel getah bening di selangkangan dan
• Testis yang terkena terasa berat, di testis yang terkena.
membengkak dan teraba lunak • Pemeriksaan lain yang bias
• Pembengkakan selangkangan pada testis
yang terkenaNyeri selangkangan dilakukan adalah :
• Demam – Analisa air kemih
• Gejala dari uretritis, sistitis, prostatitis. – Pembiakan air kemih
– Keluar nanah dari penis – Tes penyaringan untuk klamidia dan
– Nyeri ketika berkemih / disuria gonore
– Nyeri saat berhubungan seksual / saat – Pemeriksaan darah lengkap
ejakulasi
• O/E tendered red scrotal swelling. – Pemeriksaan kimia darah
• Elevation of scrotum relieves painphren
sign (+)
• Semen mengandung darah
Tatalaksana
• Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotic oral.
– Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
• Tapi jika penyebabnya virus
– hanya diberikan obat anti nyeri.
• Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
• Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
• Admission & IV drugs used.
– In STD treat partner.
– In chronic pain do epididymectomy.
SOAL NO 46
• Tn Maersk Alabama Gomes, pasien laki – laki
berusia 40 tahun datang ke tempat praktek Anda
mengeluhkan ada benjolan di dubur. Benjolan
terasa nyeri sejak 2 minggu yang lalu. Keadaan
umum baik, Compos Mentis, TD 110/70 mmHg,
nadi 80x/menit, laju pernapasan 20x/menit, dan
suhu 37OC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
mukosa ani prolapse, terjadi inkaserata, dan
terasa sangat nyeri. Terapi non farmakologis
yang paling tepat adalah…
A.Manual Reduction
B.Rubber band ligament
C.Sclerotherapy
D.Heater probe coagulation
E.Hemorroidectomy

• Jawaban: E. Hemorroidectomy
• Laki-laki 40 tahun dengan keluhan adanya benjolan di dubur dan terasa nyeri sejak
2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa ani prolapse,
terjadi inkaserata, dan terasa sangat nyeri. Berdasarkan gejala dan tanda yang
dijabarkan kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah Hemorroid interna grade
IV, sehingga tatalaksana yang tepat E. Hemorroidectomy.
• Manual reduction  tindakan memasukan mukosa ani yang prolapse dengan
bantuan tangan. Teknik tersebut untuk mengurangi nyeri sementara pada
hemoroid interna grade IV.
• Rubber band ligation  ligasi yang dilakukan dengan bantuan pita karet,
tatalaksaan yang dapat digunakan pada Hemoroid interna grade 1-3. Efeltifitas
tertinggi pada Hemoroid interna grade 2.
• Sclerotherapy  menyuntikan phenol 5% langsung ke pembuluh darah yang
mengalami varises. Sebagai terapi alternatif pada Hemoroid interna grade 1 dan 2.
• Heater probe coagulation/ infrared coagulation  memasukan probe infr red
langsung ke dalam anus untuk koagulasi hemoroid. Hasil baik pada hemoroid
interna grade 1 dan 2.
46. Hemoroid
External Hemorrhoid Treatment
• Remember that therapy is directed solely at
the symptoms, not at aesthetics.

• External hemorrhoid symptoms are generally


divided into problems with acute thrombosis
and hygiene/skin tag complaints.
– Acute thrombosis  office excision (not
enucleation)
– Skin tag  operative resection
SOAL NO 47
• Tn Andika Ilhamsyah Lubis, seorang laki-laki 25
tahun dibawa ke Puskesmas Dukuh Atas dengan
keluhan nyeri pada kaki kanan akibat digigit ular
2 jam sebelumnya. Sebelum sampai ke
Puskesmas, pasien muntah 5 kali. KU: somnolen,
TD 70/50 mmHg, nadi 120x/ menit, laju napas
30x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan fisik:
terdapat bekas luka gigitan di kaki kanan disertai
eritem dan edema sepanjang 30 cm, dan adanya
bercak-bercak perdarahan di kulit. Derajat luka
gigitan menurut Schwartz adalah…
A.Derajat 0
B.Derajat 1
C.Derajat 2
D.Derajat 3
E. Derajat 4

• Jawaban: D. Derajat 3
• Pasien mengalami gigitan ular di kaki kanan 2
jam yang lalu. Luka gigitan terasa nyeri disertai
eritem dan edema sepanjang 30 cm, dan
adanya bercak-bercak perdarahan di kulit
serta tanda-tanda syok. Gejala tersebut sesuai
dengan klasifikasi Schawtz derajat 3.
47. Snake Bite
• Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
• Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,
kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase.
• Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal,
bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis
atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi
anafilaksis.
• Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga
memudahkan penyebaran racun.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan
atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
• Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
• Gejala khusus gigitan ular berbisa :
– Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
– Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan
koma
– Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
– Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Bisa Ular

Neurotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem saraf.
• Bekerja cepat dan cepat diserap
• Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang
dapat menyebabkan kematian gagal napas
• Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami
kelemahan yang progresif.
• Kematian terjadi setelah 5-15 jam
• Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae
seperti ular Kobra
• Gejala yang segera muncul:
– Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh
tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan
– Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas
– Gigitannya sendiri tidak nyeri

http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin:
• Fang marks • Tremor otot(fasiciculation)
• Nyeri abdomen dan otot Menyerang motor neuron
Abdominal • Midriasis
• Halusinasi and confusion
• Drowsiness.
• Hipotensi
• Ptosis
• Takikardia atau bradikardi
• Paralisis otot leherkepala
• Paralisis flaksid
terkulai
• Chest tightness.
• Hilangnya koordinasi otot
• Respiratory distress.
• Kesulitan berbicara 20
• Respiratory muscle paralyses.
minutes setelah gigitan
• Gelisah/REstlessness.
• Mual dan muntah
• Kehilangan kontrol terhadap
• Disfagia Konstriksi esofagus fungsi tubuhinkontinensia
• Peningkatan salivasikarena • Koma
tidak dapat menelan • Mati
• Peningkatan produksi keringat
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim
pemecah protein (proteolytic).
• Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi
penggumpalan darah, pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan,
• beberapa menit saja korban akan merasakan
sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +


Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++


Syok, petekia, ekimosis

IV +++ + +++ >1 ekstrimitas ++


Gangguan faal ginjal,
Koma, perdaraha
Tindakan Penatalaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat
pengobatan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah
• Penderita diistirahatkan dalam posisi
horizontal terhadap luka gigitan
• Penderita dilarang berjalan dan
dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
• Apabila gejala timbul secara cepat
sementara belum tersedia antibisa,
ikat daerah proksimal dan distal dari
gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30
menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe,
bukan menahan aliran vena atau
ateri. Gambar: Imobilisasi bagian tubuh
menggunakan perban.
• Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif
sebagai berikut:
• Penatalaksanaan jalan napas
• Penatalaksanaan fungsi pernapasan
• Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
• Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka,
imobilisasi (dengan bidai)
• Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama
K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati
• Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
• Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml
berisi:
– 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
– 25-50 LD50 bisa Bungarus
– 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
– Fenol 0.25% v/v
• Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9%
atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal
100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
SABU
Indikasi SABU adalah adanya
gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu
pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):
• Derajat 0 dan I tidak
diperlukan SABU, dilakukan
evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka
diberikan SABU
• Derajat II: 3-4 vial SABU
• Derajat III: 5-15 vial SABU
• Derajat IV: berikan
penambahan 6-8 vial SABU
SOAL NO 48
Di UGD RS, datang secara bersamaan 5 pasien kecelakaan lalu lintas
beruntun:
• Pasien pertama laki-laki umur 18 tahun, dalam keadaan tidak sadar,
terdapat luka pada lengan kanan, terlihat deformitas dan banyak
mengeluarkan darah.
• Perempuan umur 22 th, sadar, patah pada lengan bawah kiri
• Laki-laki umur 71 th, masih sadar, terdapat luka pada paha kiri,
terdapat deformitas, dan krepitasi
• Anak umur 6 th, dalam keadaan sadar, terdapat lebam pada kedua
lengan
• Perempuan umur 69 th, sadar, terkejut saat mengetahui kejadian
yang menimpanya
Manakah pasien yang perlu ditangani pada urutan kedua?
A.Pasien 1
B.Pasien 2
C.Pasien 3
D.Pasien 4
E.Pasien 5

• Jawaban: C. Pasien 3
• Urutan Triage mengategorikan pasien ke dalam 4 skala
prioritas (merah, kuning, hijau, dan hitam) berdasarkan
penilaian primary survey (ABCDE). Pada kasus ini
pasien pertama yang memerlukan penanganan adalah
pasien 1, karena pasien tidak sadar berisiko mengalami
gangguan Airway sehingga mortalitasnya lebih tinggi.
Prioritas kedua adalah pasien 3, akibat adanya luka
pada paha kiri dsertai deformitas dan krepitasi
sehingga dicurigai adanya fraktur Os. Femur. Fraktur
Os. Femur dapat menyebabkan kehilangan darah yang
cukup besar ±1500ml sehingga pasien berisiko
mengalami gangguan sirkulasi.
48. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


– Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: • Gangguan Airway dan
Pasien yang breathing
memerlukan • Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
penanganan segera dan
transport secepat- • Decreased level of
consciousness
cepatnya
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan • Green (Low) Priority:
dan traportnya dapat Pasien yang
ditunda sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan
airway transportnya dapat
• Trauma tulang atau sendi ditunda sampai yang
besar atau trauma multiple terakhir
tulang
• Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
Immediate

Patients Delayed START


Deceased
Simple Triage And Rapid Treatment
• It is a simple step-by-step• If you can walk, go stand
triage and treatment over there!
method to be used by the
first rescuers responding
to a multi casualty • All of Ya’ll, go over there!
incident. It allows these (Texas version )
rescuers to identify victims
at greatest risk for early • Mark green
death and to provide basic
stabilization maneuvers
START Algorithm (Airway/Breathing)

RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
YES

REPOSITION AIRWAY

ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE YES > 30/MINUTE <30/MINUTE


ASSESS
DECEASED IMMEDIATE IMMEDIATE PERFUSION
Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Circulation)

PERFUSION

<2 SECONDS > 2 SECONDS


ASSESS CONTROL
MENTAL STATUS BLEEDING

IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Disability)

MENTAL STATUS

FOLLOWS FAILS TO FOLLOW


SIMPLE SIMPLE
COMMANDS COMMANDS

DELAYED IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
SOAL NO 49
• Tn Johny Gilberger seorang laki- laki, usia
produktif, datang ke Praktek Dokter Swasta
dengan keluhan penis ereksi sejak 1 hari yang
lalu. Ereksi terasa nyeri dan sebelumnya tanpa
disertai rangsangan seksual. Pasien memiliki
riwayat leukemia sejak 2 tahun yang lalu.
Pemeriksaan hemodinamik stabil. Penis dapat
relaksasi sendiri segera setelah pasien mendapat
suntikan sesuatu dari dokter. Diagnosis yang
paling tepat pada kasus tersebut adalah…
A.Priapismus
B.Strangulasi penis
C.Torsion testis
D.Epididymitis
E. Hidrocele

• Jawaban: A. Priapismus
• Pasien laki-laki, usia produktif, dengan keluhan
penis ereksi yang terasa nyeri tanpa disertai
rangangan seksual dan riwayat leukemia. Penis
dapat relaksasi setelah mendapatkan suntikan
dari dokter (kemungkinan phenylephrine.
Berdasarkan gejala dan tanda di atas diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah priapismus.
49. Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism
• Ischemic priapism (low-flow)
– a persistent erection marked by pain and rigidity of
the corpora cavernosa, with little or no cavernous
arterial inflow.
– Etiology: sickle cell disease, malignancy, drugs, etc.
– Stuttering priapism/ recurrent priapism: the term has
traditionally described recurrent prolonged and
painful erections in men with SCD (sequential
compression device).
• Nonischemic priapism (arterial, high-flow)
– a persistent erection caused by unregulated
cavernous arterial inflow.
– The corpora are tumescent but not rigid, and the
erection is not painful.
– Etiology: penile trauma.
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Management
• Ischemic:
– less than four hours’ duration with an
intracavernosal injection of a
sympathomimetic drug (eg,
phenylephrine).
– After four hours’ duration,
aspiration, with or without
irrigation, combined with an
intracavernosal injection of a
sympathomimetic drug is considered
to be the optimal treatment.
• Non-ischemic:
– Nonischemic priapism is not an
urgent condition and may resolve
spontaneously after several hours to
a few days
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening

Peyronie’s disease juga dapat terjadi karena terbentuknya


jaringan fibrosa pada penis akibat injuri berulang,
terutama akibat aktivitas seksual atau aktivitas fisik lain 
penis melengkung dan nyeri saat ereksi
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
SOAL NO 50
• Ny Belida Long John, seorang perempuan usia
38 tahun datang ke Puskesmas Ciledug Mas
dengan keluhan kesulitan untuk menahan
kencing terutama saat tertawa atau bersin.
Keluhan sudah dirasakan sejak melahirkan
anak ke-4. Pasien mengatakan tidak bisa
mengontrol keluhan yang dirasakan saat ini.
Pemeriksaan TD 120/80mmHg, nadi 90x/
menit, laju pernapasan 18x/ menit, dan suhu
afebris. Keadaan ini disebut sebagai…
A.Automatic bladder
B.Reflex bladder
C.Functional bladder
D.Retensio urine
E.Inkontinensia urin

• Jawaban: E. Inkontinensia urin


• Wanita 38 tahun, mengeluhkan kesulitan untuk
menahan BAK terutama saat tertawa dan bersin
disertai adanya riwayat multigravida. Diagnosis yang
tepat berdasarkan gejala tersebut adalah inkontinensia
urin.
• Reflex bladdder  refleks normal saat miksi/
pengosongan kandung kemih.
• Retensio urin  ketidakmampuan mengosonngkan
kandung kemih, baik total maupun parsial.
• Automatic bladder & functional bladder  tidak ada
terminologinya
50. Inkontinensia Urin
• Kondisi kesehatan dimana pasien tidak dapat mengendalikan
kandung kemihnya dan seringkali buang air kecil tanpa
disengaja atau urin yang terus keluar.
• Faktor risiko:
– Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih berat
akan menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otot-otot
sekitarnya. Pada gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya ketika
batuk atau bersin.
– Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok
dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada
dinding kandung kemih.
– Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin
karena keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi
dengan cepat dan memicu keinginan untuk sering buang air kecil.
Urinary Incontinence

Acute chronic

• Stress UI
• Overflow UI
• Urgency UI --- OAB
• Functional UI
• Mixed UI
BASICS MECHANISMS

Three basic mechanisms serves as “final


common pathways” in nearly all causes
of incontinence :
• Urge incontinence
 Hyperactive / irritable bladdder
• Stress incontinence
 Urethral incompetence
• Overflow bladder
Inkontinensia Keterangan
Stress Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin
atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.

Urgensi Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering
dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit
Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup
waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga
timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Overflow Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis
multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung
kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
Fungsional Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia
berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan
kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
SOAL NO 51
• Nn Sarah Connor, seorang perempuan berusia 30
tahun, mengalami kecelakaan mobil dengan
dadanya menghantam kemudi. Pasien tampak
gelisah. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan
tekanan darah 70/50 mmHg, frekuensi nadi
130x/menit, pernafasan 24x/menit, JVP
meningkat dan pada auskultasi jantung terdengar
suara jantung menjauh. Rontgen ditemukan
gambaran jantung seperti botol. Apa
kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
A.Needle perikardiosontesis
B.Hematothoraks
C.Efusi Pleura
D.Cardiac Tamponade
E. Tension Pneumothoraks

• Jawaban: D. Cardiac Tamponade


• Dengan adanya hipotensi (TD 70/50 mmHg),
peningkatan JVP, dan suara jantung terdengar
jauh yang merupakan Beck’s Triad diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah cardiac
tamponade. Gambaran radiologis pada kasus
ini sebenarnya tidak diperlukan mengingat
kondisi yang mengancam nyawa pasien.
51. Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
SOAL NO 52
• Tn Dodi Mulyono Agung, laki-laki berusia 18
tahun datang ke IGD Rumah Sakit mengeluhkan
sakit pada lutut kirinya setelah bermain bola.
Pada saat bermain bola, lutut pasien terputar
sampai terdengar bunyi “klik” lalu pasien jatuh
kesakitan, pasien masih dapat berjalan namun
makin lama makin dirasa sakit. Dari pemeriksaan
didapatkan kaki kiri tidak dapat ekstensi
sepenuhnya. Pemeriksaan McMurray positif. Apa
yang terjadi pada kaki pasien?
A.Ruptur bursa infrapatella
B.Ruptur bursa prepatella
C.Dislokasi patella
D.Ruptur meniscus lateralis
E.Fraktur patella

• Jawabanan: D. Ruptur meniscus lateralis


• Laki-laki, 18 tahun dengan keluhan nyeri lutut kiri pasca cedera saat main
sepakbola, terdapat gerakan berputar dan sempat terdengar bunyi “klik”,
serta pemeriksaan fisik menunjukan Tes Mc Murray (+). Dari hasil temuan
tersebut diagnosis pada kasus ini mengarah pada ruptur meniskus. Secara
epidemiologis ruptur meniskus lateralis lebih sering terjadi dibandingkan
ruptur meniskus medial.
• Meniscus Tear terjadi apabila salah satu kepingan tulang rawan dalam
lutut cedera dan robek. Meniscus adalah tulang rawan berbentuk C kecil
yang berfungsi sebagai bantalan dalam persendian lutut. Terdapat dua
Meniscus yang berada di antara tulang paha (Femur) dan tulang kering
(Tibia), satu pada bagian dalam lutut (Medial) dan satu lagi di luar
(Lateral). Gejala Meniscus Tear yaitu: bunyi klik atau letupan sewaktu
bergerak, kisaran gerakan terbatas, rasa seakan lutut terkunci (tidak
mampu meluruskan lutut), rasa nyeri pada salah satu sisi lutut,
membengkak pada alur persendian dan̸ atau rasa ngilu di sepanjang alur
persendian.
52. Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)

Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang
dengan pancjgul ± 110˚ fIeksi,
tungkai bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus
dan endorotasi provokasi nyeri
pada meniscus lateralis dan bunyi
“kIik”
Varus Stress Test
• Pasien pada posisi supine.
• Tungkai pasien relaksasi. Pemeriksaan
melakukan fleksi lutut 30O secara pasif.
• Lakukan palpasi area sendi lateral
bersamaan dengan pemberian tekanan
terhadap sendi searah varus.
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”. (terkadang adanya
“gapping” normal pada posisi 30O.
• Ulangi pemeriksaan dalam posisi
tungkai pasien lurus (0O).
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”.

Untuk evaluasi ligamen kolateral lateral


(kurang sensitif)
Valgus Stress Test
• Pasien pada posisi supine.
• Tungkai pasien relaksasi. Pemeriksaan
melakukan fleksi lutut 30O secara pasif.
• Lakukan palpasi area sendi medial
bersamaan dengan pemberian tekanan
terhadap sendi searah valgus.
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”. (terkadang adanya
“gapping” normal pada posisi 30O.
• Ulangi pemeriksaan dalam posisi
tungkai pasien lurus (0O).
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”.

Sensitifitas 86-96 (posisi 30O) untuk


menentukan adanya cedera ligamen
kolateral medial.
Tes Steinman
• Posisi pasien : telentang,
dengan lutut lurus
• Pegangan: tangan aktif pada
kaki, tangan pasif memegang
lutut dari arah depan dengan
ibu jari memberi tekanan pada
celah sendi bagian medial (letak
berpindah-pindah) untuk
provokasi nyeri tekan.
• Gerakan :
• Gerakkan tungkai bawah ke arah
fleksi dan ekstensi
• Positif bila ada nyeri tekan yang
berpindah letak saat posisi lutut
(ROM) berubah.
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.

https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
SOAL NO 53
• Seorang laki-laki berusia kir-kira 30 tahun
datang dibawa oleh Satpol PP ke IGD Rumah
Sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
1 jam ynag lalu. Pasien dibawa dalam keadaan
tidak sadar, TD 140/90 mmHg, nadi 80x/
menit, laju napas 30x/ menit, dan suhu
afebris. Diketahui bahwa ia mengalami fraktur
basis cranii dan pada pemeriksaan, mulut
pasien dipenuhi oleh darah yang tidak kunjung
henti. Tindakan apa yang harus dilakukan?
A.Chin lift dan jaw trust
B.Pasang NGT untuk mencegah muntah
C.Pasang endotrakeal
D.Krikotiroidomi
E. Pasang nasotrakeal

• Jawaban: D. Krikotiroidotomi
• Pada kasus, tampak pasien mengalami
gangguan jalan napas. Perdarahan dari mulut
yang tidak berhenti, tidak memungkinkan
untuk dipasang ETT melalui mulut. Intubasi
melalui nasal pun tidak mungkin dilakukan
adanya fraktur basis cranii. Tindakan yang
mungkin dilakukan ialah krikoidotomi. Dapat
dilakukan needle cricotyroidotomi sebagai
tindakan awal.
53. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

ATLS Coursed 9th Edition


Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


Krikotirotomy
Suatu insisi untuk
mengamankan jalan nafas
pasien selama situasi keadaan
darurat tertentu, misalnya
adanya benda asing di saluran
nafas, edema saluran nafas,
pasien yang tidak mampu
bernafas dengan sendiri
secara adekuat, atau pada
kasus trauma berat wajah
yang menghalangi masuknya
endotrakeal tube melalui
mulut.
TEKNIK KRIKOTIROTOMI :
• Pasien tidur terlentang, kepala ekstensi
• Cari daerah antara puncak tulang rawan tiroid
dan kartilago krikoid
• Infiltrasi dengan anastetikum
• Buat sayatan
• Tusukkan pisau dengan arah ke bawah
• Masukkan kanul atau bila tidak tersedia bisa
pipa plastik untuk sementara
LEBIH DARI 24 JAM

MENGIRITASI JARINGAN DI SEKITAR SUBGLOTIS

TERBENTUK JARINGAN GRANULASI

STENOSIS SUBGLOTIK
SOAL NO 54
• Tn Dadang Mulyana, seorang laki-laki 35 tahun
datang ke Poliklinik RUmah Sakit untuk konsultasi
karena ingin mempunyai anak setalah 5 tahun
menikah. KU: baik, compos mentis,TD 120/80
mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 18x/ menit,
dan suhu 36OC. Telah dilakukan pemeriksaan
dengan hasil sebagai berikut: analisis sperma
azoospermia, histologi PA: tubulus seminiferus
hanya terdapat sel sertoli, USG: volume testis 9cc,
FSH : 26 mIU/mL (1.5 to 12.4 mIU/mL (1.5 to 12.4
IU/L)). Etiologi penyakit adalah…
A.Hipergonadism
B.Varikokel
C.Sindrome Kallman
D.Sindrom Klinefelter
E. Atrofi testis

• Jawaban: D. Sindrom Klinefelter


• Laki-laki 35 tahun dengan infertilitas primer setelah 5 tahun
menikah, pemeriksaan fisik dalam batas normal, ukuran
testis lebih keceil dari ukuran normal, kadar FSH meningkat,
dan hasil PA pada tubulus seminiferus hanya terdapat sel
sertoli. Dari hasil PA jelas, diagnosis pada kasus ini adalah
Sertoli-Cell Only Syndrome (SCO). SCO disebut juga germ
cell aplasia, adalah suatu kondisi dimana hanya terdapat
sel-sel sertoli di tubulus seminiferus. Dialami pria usia 20-
40 tahun yang infertilitas dan ditemukan kondisi
azoospermia. Salah satu kondisi sistemik yang dapat
menyebabkan SCO antara lain klinefelter syndrome, SCO
disertai Leydig cell hyperplasia. Ditambah temuan ukuran
testis yang lebih kecil dan peningkatan FSH.
54. Sertoli-Cell Only Syndrome
• Sertoli-Cell Only Syndrome (SCO), disebut juga
germ cell aplasia, adalah suatu kondisi dimana
hanya terdapat sel-sel sertoli di tubulus
seminiferus.
• Dialami pria usia 20-40 tahun yang infertilitas
dan ditemukan kondisi azoospermia.
• Diagnosis pasti berdasarkan hasil biopsi
jaringan testikular.
Etiology
• Most cases are idiopathic (of
unknown cause)
• Deletions in the
azoospermia factor (AZF)
region of the Y chromosome
or y-chromosome
microdeletions Y
chromosome infertility
• Klinefelter syndrome
• Exposure to chemicals or
toxins
• History of radiation therapy
• History of severe trauma.
http://emedicine.medscape.com/article/437884-workup#showall
• Belum diketahui mekanisme
yang mendasari SCO
• Salah satu kondisi sistemik
Interaksi Hipotalamus-Testis yang dapat menyebabkan
SCO antara lain klinefelter
syndrome
• Pada klinefelter syndrome
dapat disertai SCO dan
Leydig cell hyperplasia
Presentation
• Infertility
• Physical examination:
– Testes small to normal size,
normal shape and
consistency
– Normal virilization without
gynecomastia
• Laboratorium findings
– Testosterone Normal
– Azoospermia
– Elevated FSH2.5-3 times
the reference range
Klinifelter Kallman
syndrome Syndrome
• Secondary hypogonadotropic
hypogonadism
• Presentation:
– Delayed or absent puberty
– Micropenis
– Undescended testes
– Hyposmia or anosmia
– Do not develop secondary sex
characteristics
– Unilateral renal agenesis)
– abnormalities of bones in the
fingers or toes
– cleft palate
– abnormal eye movements
– hearing loss
– abnormalities of tooth
development
http://emedicine.medscape.com/article/122824-clinical
SOAL NO 55
• An Panji Peterson, anak laki-laki
berusia 5 tahun dibawa oleh ibunya
ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
pada siku kiri. Satu jam yang lalu
pasien terjatuh dengan siku kiri
menyentuh lantai untuk menahan
jatuh. Tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik: siku
kiri tidak dijumpai tanda-tanda
perdarahan maupun luka terbuka.
Terdapat krepitasi pada lengan atas Komplikasi jangka
kiri bagian distal. Hasil pemeriksaan panjang pada kasus ini,
radiologis sebagai berikut: apabila tidak
mendapatkan
tatalaksana yang baik
adalah…
55. Gambar di Soal
A.Cedera nervus medianus
B.Cedera nervus ulnaris
C.Cedera arteri brachialis
D.Cubitus Varus
E. Sindrom kompartemen

• Jawaban: D. Cubitus Varus


• Diagnosis pada kasus ini mengarah pada fraktur
suprakondiler, hal tersebut dilihat dari adanya trauma
pada siku kiri, ditemukan krepitasi, dan pada fofo
rontgen tampak garis fraktur komplit pada
supracondyler. Komplikasi fraktur supracondyler
terdapat early complication & late complication. Early
complication antara lain cedera nervus medianus,
cedera nervus ulnaris, cedera arteri brachialis, dan
sindrom kompartemen. Yang termasuk late
complication, antara lain: cubitus varus (karena
malunion sehingga siku berbentuk “O” dan elbow
stiffness. Sehingga jawaban yang paling sesuai adalah
Jawaban D. Cubitus Varus
55. Supracondylar Fracture
• Fraktur siku tersering Mechanism
pada anak-anak
– Usia < 8 tahun
• Mekanisme
– Extension (95%) vs
flexion
– Posisi menahan dengan
tangan ekstensi
– Posisi menahan dengan
siku fleksi
Clinically
• Mild swelling to gross deformity
• Arm held to side, immobile,
extension
• S-shaped configuration
 angulasi lengan atas
• Gartland
– I - nondisplaced
– II - displaced with intact posterior cortex
– III - displaced fracture, no intact cortex
• A: posteromedial rotation of distal fragment
• B: posterolateral rotation
Management
• If NeuroVascular compromise - urgent ortho
consult
• If no response from ortho in 60 min may
attempt 1 reduction
• Watch brachial artery and median nerve
• Gartland I – splint+ sling and ortho f/u 24h
• Gartland II - controversy but most get pinned
• Gartland III - closed reduction and pin
http://www.aaos.org/

Penanganan Awal Cedera


Muskuloskeletal
• Survei primer (ABC) selalu didahulukan
• Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa fraktur/dislokasi yang
dialami
• Tatalaksana terpenting untuk fraktur dan
dislokasiPembidaian, terutama sebelum
transport/pemeriksaan
• Conservative treatments take longer time,
risk of malunion, need more radiographic
examination
• Surgery is the treatment of choice
• Temporary immobilization with arm-sling,
surgery as soon as possible

Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 3rd Edition


Lippincott Williams & Wilkins 2006
Metode penanganan konservatif pada fraktur Suprakondiler
Humerus
• Diindikasikan pada anak undisplaced/ minimally displaced
fractures atau pada fraktur sangat kominutif pada pasien
dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang terbatas.
• Pada prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi.
• Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi
dengan elbow fleksi selama tiga minggu

Indikasi Operasi
• Displaced fracture
• Fraktur disertai cedera vaskular
• Fraktur terbuka
• Pada pendenta dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler
sering kali menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garis
patahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baik
dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmen
fraktur dengan fiksasi yang rigid.
Komplikasi
• Komplikasi jangka pendek
– Cedera nervus: N.
Medianus dan/ N. Ulnaris
– Cedera vaskular: A.
Brachialis
– Sindrom kompartemen
• Komplikasi jangka
panjang
– Malunion  salah satu
manifestasinya Cubitus
Varus.
– Joint stiffness
SOAL NO 56
• An Bohlinger Kusuma Atmadja, seorang anak
laki-laki berusia 4 tahun dibawa oleh ibunya ke
Puskemas Sari Aman dengan keluhan kesulitan
berkemih. Keadaan umum: compos mentis,
nadi 90x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan
suhu 36OC. Pada hasil pemeriksaan secara
inspeksi tampak adanya konstriksi cincin
preputium dan non retractable foreskin.
Apakah diagnosis yang paling mungkin?
A.Paraphymosis
B.Phymosis
C.Hypospadia
D.Epispadia
E.Posthitis

• Jawabanan: B. Phymosis
• Anak laki-laki berusia 4 tahun dengan keluhan sulit
berkemih. Keadaan hemodinaik stabil. Pemeriksaan secara
inspeksi tampak adanya konstriksi cincin preputium dan
non retractable foreskin. Diagnosis yang paling sesuai
dengan gejal yang tampak pada soal adalah phymosis.
• Paraphymosis  preputium menjepit glans penis, dan tidak
dapat kembali pada posisi semula.
• Hypospadia  OUE di ventral penis.
• Epispadia  OUE di dorsal penis.
• Posthitis  radang pada preputium, tidak dipilih karena
pada soal tidak tampak tanda-tanda peradangan pada
preputium
56. Fimosis
• Prepusium penis yang tidak
dapat diretraksi ke proksimal
sampai korona glandis.

• Dialami sebagian besar bayi


karena terdapat adhesi
alamiah antara prepusium
dengan glans penis. Adhesi
tersebut mulai terpisah seiring
bertambah usia.

• Bila tidak ada keluhan, masih


dapat dianggap fisiologis
hingga usia 3-4 tahun.
Komplikasi Fimosis
Tatalaksana Fimosis
& Patofisiologinya • Steroid topikal selama 1-2
• Ujung prepusium bulan
menyempit, • Dorsal slit (sudah tidak
– Smegma >>  benjolan banyak dipakai)
lunak di ujung penis. • Sirkumsisi
– Pancaran urin kecil  urin
terkumpul di sakus
• Retraksi paksa tidak
prepusium  penis boleh dilakukan  risiko
tampak menggelembung infeksi dan sikatriks
saat BAK.
– Higiene berkurang 
infeksi prepusium
(postitis), infeksi glans
(balanitis), balanopostitis.
Tatalaksana Fimosis
• Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks
pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder.
• Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan
penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid
topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis.
• Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis
atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi.
• Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat
obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan
sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna
setelah radang mereda.

Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2011 : 14, 236-237
Paraphimosis
• Tight preputial ring is
trapped behind the
glans after retraction
– Very painful
– Edematous preputial skin
and glans
– Urinary retention
• Requires immediate
attention
– Pain
– Possible necrosis
• Management
– Compression
– Dorsal slit
Phimosis vs Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial  edema dan
nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
SOAL NO 57
• Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari
disertai sering buang air kecil dan nyeri saat
buang air kecil, keluhan disertai nyeri pada
perineum. Pemeriksaan colok dubur teraba
prostat membesar dengan permukaan
irreguler, teraba hangat pada perabaan dan
nyeri tekan. Riwayat promiskuitas sepertinya
tidak ada. Pathogen penyebab tersering
penyakit tersebut adalah…
A.Neisseria gonorrhoea
B.Chlamydia tracomatis
C.E. Coli
D.Gardnerella vaginalis
E. Candida albicans

• Jawaban: C. E. Coli
• Adanya gangguan berkemih merupakan salah
satu gejala yang terjadi akibat adanya
gangguan pada prostat. Adanya keluhan nyeri
di perineum, serta pmeriksaan colok dubur
didapatkan pembesaran prostat yang
irreguler, teraba hangat, dan nyeri tekan,
memperkuat diagnosis ke arah prostatiti akut.
Organisme etiologi tersering adalah E. Coli
(kemungkinan besar kontaminasi dari anus),
ditambah tidak adanya riwayat promiskuitas.
57. Prostatitis
• Incidence/prevalence: 4% -11%
• 8-12% of urologist office visits
• Life time prevalence 14.8%
• most common urological diagnosis in men <50
• Quality of Life is dismal (depressing) !
• Sukar disembuhkan  masalah rumit
• Prostat  sekretnya memiliki anti bakteriel
• Drach, fair, Meares & Stamey (1978)  Klasifikasi
Sindroma Prostatitis
1. Prostatitis akut bakteriel
2. Prostatitis kronis bakteriel
3. Prostatitis non bakteriel
4. Prostatodinia
Investigation
• Physical
– Signs of infection
– abdomen tenderness
– DRE (anal tone, prostate, pain).
• Examination of Urine.
• Urodynamics (Video)
– Rule out other cause – obstruction, OAB, dyssynergia.
• Cystoscopy?
• TRUS
– Abscess, medial cysts, SV obstruction.
– Not diagnostic for Chronic Prostatitis.
– Biopsy of no clinical benefit to management.
PROSTATITIS AKUT BAKTERIEL

• Etiologi : E coli, Pseudomonas, Enterococcus.


• Patogenesis  route of infection
1. Infeksi asendens dari urethra
2. Refluks urin yang terinfeksi kedalam saluran
kelenjar prostat.
3. Invasi kuman dari rektum baik langsung
maupun limfogen
4. Infeksi hematogen
Tanda- tanda & gejala klinis
Terapi
• demam mendadak, menggigil
• A.B.
• nyeri pada perineum, pinggang
– TMP-SM (160-800mg)
• urgensi, frekwensi, nokturi, 2x1
disuri – Ampicillin+Gentamisin
• obstruksi bladder out let – Ciprofloksasin
• mialgia, arthralgia • Bed rest
• RT : Prostat membesar, lunak, • analgetik
indurasi, nyeri
• Bila retensi  kateter
Laboratorium • Massage Prostat 
kontraindikasi
• lekositosis
• piuria, mikroskopik hematiri,
bakteriuri
• discharge purulent setelah R.T.
Diagnosis and Treatment
of Acute Bacterial
Prostatitis

http://www.aafp.org/afp/2016/0115/p114.html
Category II – Chronic Bacterial Prostatitis.

• 5 – 15% of Prostatitis
• Recurrent UTI’s in 25 – 40%
• May be asymptomatic between episodes or have a long
history of CPPS.
• Treat with Antibiotics
• sesuai hasil kultur
• Fluoroquinolones (Cipro- Levo- and Ofloxacine) most effective.
• 12 weeks of treatment.
• 60 – 85% bacteriological cure.
• 40% symptom cure.
PROSTATITIS KRONIS BAKTERIEL

• Lanjutan Prostatitis akut yang tidak


tersembuhkan, kadang-kadang tanpa riwayat
akut.
• Gejala & tanda-tanda klinis
- bervariasi
- sebagian asymptomatik
- umumnya mengalami urgensi, frekwensi,
nokturi & disuri + nyeri perineal
- RT : Prostat bisa boggy, indurasi atau normal
- hematuri terminal, hemospermi & discharge
urethra kadang-kadang ditemukan
Laboratorium
• Pada yang kronis
– sukar dibedakan dengan prostatitis non bakteriel & prostatodinia
– kultur urin D/ pasti.
• Cara pengambilan sampel urin (STAMEY)
– 4 macam spesimen
• VB1 : 10 ml urin pertama
• VB2 : 200 ml urin berikutnya  ambil 10ml
• EPS : sekret prostat setelah massage
• VB3 : 10 ml urin pertama setelah
• EPSVB3  kultur
– bakteri (+) Prostatitis
– kultur (-)  Prostatitis non bakteriel atau Prostatodinia
http://www.aafp.org/afp/2010/0815/p397.html
Category IIIa – Chronic Pelvic Pain Syndrom
(CPPS Inflammatory)

• Pain – Perineum, suprapubic and penile but can be testes,


groin and lower back.
• Pain during or after ejaculation.
• LUTS (storage and voiding symptoms)
• Erectile dysfunction is increased.
• Symptoms present for > 3 months.
• Sickness Impact Profile – QL scores similar to MI, angina
and Crohn’s.
Category IIIb – Chronic Pelvic Pain Syndrom
(CPPS non-bacterial)

• Same presenting features as IIIa, but < 10


WBCell’s per HPField on Expressed Prostatic
Sekretion and VB3.

• NIH – Chronic Prostatitis Symptom Index.


PROSTATITIS NONBAKTERIEL
• tersering
• penyebab tidak diketahui
• Tanda-tanda & gejala klinis
- sama dengan yang bakteriel
- tidak ada riwayat infeksi saluran kemih
• Laboratorium
EPS : - sel radang (+)
- bakteri (-)
• Terapi
 A.B. tidak efektif
- Simptomatik : Ibuprofen 3x400-600mg/hr
Category IV – Asymptomatic Inflammatory
Prostatitis

• As name suggests!!
• WBC’s or bacteria in EPS or VB3 or histological
examination of gland.
• Present with obstruction, raised PSA,
infertility.
SOAL NO 58
• Wanita, 59 tahun, datang dengan keluhan
nyeri pergelangan tangan dan tidak bisa
digerakan. Riwasat jatuh bertumpu dengan
tangan kanan 1 hari yang lalu. Dari
pemeriksaan didapatkan dinner fork
deformity. Dari pemeriksaan radiologis
didapatkan fraktur pada distal radius angulasi
ke dorsal. Apa diagnosis yang tepat pada
pasien ini?
A.Fraktur Colles dextra
B.Fraktur Reverse Colles dextra
C.Fraktur Galeazzi dextra
D.Fraktur Monteggia dextra
E.Fraktur Smith dextra

• Jawaban: A. Fraktur Colles dextra


• Pasien geriatri dengan riwayat trauma. Dari
pemeriksaan didapatkan dinner fork
deformity dan hasil pemeriksaan radiologis
didapatkan fraktur distal radius dengan
angulasi ke dorsal. Diagnosis yang tepat pada
kasus ini adalah fraktur colles dextra.
• Fraktur Reverse Colles dextra = Fraktur Smith
dextra  fraktur distal radius dengan fragmen
fraktur menonjol kea rah anterior (volar).
58. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi
– fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia
– fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke
anterior dari kapitulum radius.
• Fraktur Colles:
– fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan
tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal.
• Fraktur Smith:
– Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior
(volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.
Montegia Fracture Dislocation

• Fraktur 1/3 proksimal


Ulna disertai dengan
Lateral displacement
dislokasi kepala radius
ke arah anterior,
posterior, atau lateral
• Head of Radius
dislocates same
direction as fracture
• Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
SOAL NO 59
• Tn Jaden Smith Ontario, seorang laki-
laki berusia 20 tahun dibawa oleh
keluarganya ke IGD Rumah Sakit pasca
terjatuh dari sepeda motor 1 jam yang
lalu. Pasien mengeluhkan nyeri pada
kanan-nya dan sulit menggerakan
lengan kanan. TD 120/80 mmHg, nadi
92x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan
suhu afebris. Gambaran klinis: lengan
adduksi, endorotasi, ROM terbatas.
Tampak dari pemeriksaan radiologi Diagnosis pada
gambaran glenohumeral joint:
pasien tersebut
adalah?
A.Dislokasi sendi bahu anterior
B.Dislokasi sendi bahu posterior
C.Dislokasi sendi bahu inferior
D.Dislokasi sendi beserta fraktur
E. Fraktur clavicula

• Jawaban: B. Dislokasi sendi bahu posterior


• Pasien riwayat trauma mengeluhkan nyeri di
bagian lengan atas. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan lengan adduksi, endorotasi dan
ROM terbatas. Dari gambaran radiologi tanda
lightbulb (tampilan sirkular dari caput
humerus yang menetap pada endorotasi serta
gambaran caput humerus dan glenoid yang
tumpang tindih. Diagnosis yang tepat adalah
dislokasi sendi bahu posterior.
59. Gambar di Soal
• Tampak dari gambar X-
Ray Caput Humerus
bergeser ke arah
posterior.
• Tanda panah
menunjukan adanya
Trough Line Sign, yakni
gari yang tampak akibat
impaksi caput humerus.
59. Dislokasi Bahu (D.Glenohumeralis)
• Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis

• Etio : 99% trauma

• Pembahagian

• Dis. Anterior (98 %)

• Dis.Posterior (2 %)

• Dis. Inferior

• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan & puntiran tiba-tiba


Dislokasi Posterior:
Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu anterio tampak
lebih datar (flat and
squared off)
Dislokasi Anterior
 Lengkung (contour) bahu berobah,

 Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

 Teraba caput humeri di bag anterior

 Prominent acromion, sulcus sign

 Back anestesi  ggn n axilaris

 Radiologis  memperjelas Diagnosis

 Rontgen Foto

 CT Scan
Sulcus Sign test
• a shoulder stability
examination to determine
if there is anterior or
multidirectional instability
observed between the
acromion and the humeral Prominent
head. acromion
• With the arm straight and
relaxed to the side of the
patient, the elbow is
grasped and traction is Sulcus
applied in an inferior Sign
direction
SOAL NO 60
• By Anna Bella Safira, bayi perempuan berusia 3
bulan, dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas terjadi 15 menit
setelah pasien diberi minum ASI oleh ibunya.
Pada pemeriksaan fisik: Nadi 140x/mnt, RR
60x/mnt, dan didapatkan sianosis pada bibir.
Dokter segera mendiagnosis adanya sumbatan di
jalan napas akibat tersedak. Dokter dan
paramedic segera mengambil tindakan untuk
mengatasi kondisi tersebut Penanganan yang
tepat pada pasien ini adalah…
A.Back blow
B.Finger swab
C.Heimlich maneuver
D.Chest thrust
E.CPR

• Jawaban: A. Back Blow


• Bayi perempuan berusia 3 bulan, tersedak
saat minum ASI. Pada pemeriksaan
didapatkan sianosis disertai takikardi dan
takipneu. Dari anamnesis dan pemriksaan fisik
tersebut dapat disimpulkan kemungkinan
pasien mengalami sumbatan jalan napas
akibat benda asing (tersedak/ choking).
Tatalaksana choking yang tepat untuk bayi
berusia 3 bulan adalah Back Blow.
60. SUMBATAN JALAN NAPAS AKIBAT BENDA ASING

• Mengenali sumbatan jalan


napas (tersedak)
– Apakah ada napas atau
batuk?
– Suara napas bernada
tinggi?
– Apakah batuk cukup kuat?
– Tidak dapat bicara,
bernapas, atau batuk
– Tanda tersedak universal
(memegang leher)
– Sianosis
Airway Foreign Body
• Tracheal foreign body
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Audible slap
– Palpable thud
– Asthmatoid wheeze
Laryngeal Foreign Body
• 8-10% of airway foreign
bodies
• Highest risk of death
before arrival to the
hospital
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Hoarseness
– Stridor
– dyspnea
Bronchial Foreign Body
• 80-90% of airway foreign
bodies
• Right main stem most
common (controversial)
• Additional history/physical:
– Diagnostic triad (<50% of
cases):
• unilateral wheezing
• decreased breath sounds
• cough
– Chronic cough or asthma,
recurrent pneumonia, lung
abscess
Esophageal Foreign Bodies
• Complete esophageal
obstruction with overflow
of secretions leading to
drooling
• Odynophagia
• Dysphagia
• In young infants respiratory
symptoms including stridor,
croup, pneumonia– caused
by compression of the
tracheal wall
• Typically at level of
cricopharyngeus muscle
Tersedak Pada Pasien Dewasa Sadar

• Berikan 5 abdominal thrusts


(Heimlich maneuver)
– Tempatkan kepalan tangan
sedikit di atas umbilikus
– Lakukan 5 thrust ke arah dalam dan
atas, dengan kekuatan hingga
pasien terangkat
– Hamil atau obese? Berikan chest
thrusts
• Kepalan pada sternum
• Bila tidak berhasil topang dada
dengan satu tangan sementara
tangan lein melakukan back blows
• Lanjutkan hingga sumbatan
teratasi atau pasien tidak sadar
Pasien Anak

• Sama dengan dewasa,


namun perbedaan pada
tenaga thrusts
– Kekuatan tidak sampai
anak terangkat dari
kakinya
Pasien Bayi Sadar

• Posisikan kepala
menghadap ke bawah
– 5 back blows (periksa apakah ada
objek yang keluar)

– 5 chest thrusts (periksa apakah


ada objek yang keluar)

• Ulangi
Finger Sweep

• Hanya bila jelas terlihat


benda asing di rongga
mulut
• Tidak ada data yang
mendukung mengenai
efektivitas metode ini
SOAL NO 61
• An Beben Wahyudi Saeputra, seorang anak laki-
laki berusia 10 tahun dibawa oleh orang
tuanya ke Poliklink Bedah RS Siaga Sari untuk
dilakukan sirkumsisi. Pasien merasa karena
teman-teman sebayanya sudah dikhitan kecuali
dirinya sendiri. Keadaan umum pasien baik, nadi
84x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan suhu
36,5OC. karena sulit berkemih. Pada
pemeriksaan didapatkan oririfisium uretra
ekterna berada pada bagian ventral. Apa
diagnosis pada pasien ini?
A.Hipospadia
B.Epispadia
C.Fimosis
D.Paraphimosis
E. Urethritis

• Jawab: A. Hipospadia
• Orifisium uretra eksterna berada pada bagian
ventral penis merupakan ciri dari hipospadia.
Terjadi akibat gangguan penutupan urethral
groove oleh urethral fold
http://emedicine.medscape.com/article/1015227

61. Hypospadia

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
SOAL NO 62
• Seorang wanita berusia 40 tahun mengeluhkan
nyeri saat buang air kecil. Keluhan sudah
dirasakan 2 hari. Keluhan lain harus mengedan
setiap kali BAK dan susah menahan kencing,
disertai nyeri perut bawah. Dari pemeriksaan
tanda-tanda vital normal, sebelumnya pasien
mengalami kecelakaan mobil dan bagian perut
membentur dashboard. Pemeriksaan urinalisis
didapatkan sedimen eritrosit 10-20, sedimen
leukosit banyak, bakteri +. Pemeriksaan apakah
yang menunjang diagnosis…
A.BNO
B.BNO-IVP
C.USG abdomen
D.Sistogram
E. CT-scan abdomen

• Jawaban: D. Sistogram
• Kecurigaan telah terjadi trauma buli sangat besar. Terdapat trias trauma
buli: hematuria gros (tanda utama), nyeri tekan pada area suprapubik,
kesulitan/ tidak bisa buang air kecil. Terdapat riwayat trauma di bagian
perut dari arah depan (membentur dashboard). Pemeriksaan penunjang
dalam kasus tersebut adalah sistogram, saat pengisian dan pengosongan
kontras, untuk menentukan letak ruptur.
• BNO  penilaian untuk rupture organ pelvis sangat sulit dinilai.
• BNO-IVP  untuk mendapatkan hasil yang akurat perlu dilakukan
persiapan terlebih dahulu, bukan suatu pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada kondisi gawat darurat.
• USG Abdomen  dapat mendeteksi rupture namun, sulit menilai letak
dan derajat rupture buli.
• CT-Scan Abdomen  akurasi tidak lebih baik dari sitogram. Pemeriksaan
penunjang menggunakan CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik
dengan bantuan cairan kontras. Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah
CT-Sistografi.
62. TRAUMA BULI

• 86% trauma buli berkaitan dg trauma


abdomen (KLL, jatuh dr ketinggian)
• 90% berhubungan dg fraktur pelvis.
• Sebaliknya hanya 9 – 16 % fraktur pelvis yg
disertai ruptur buli.
• 60% mrpk ruptur buli extraperitoneal, 30%
intraperitoneal
MEKANISME CEDERA
• Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
• Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala
• Hematuria
– dapat merupakan gejala tunggal
– 95% ruptur buli
• Nyeri perut bawah.
• Kesulitan berkemih
• Pruduksi urin menurun
Pemeriksaan radiologis
• Cystography
– Kontras > 300 cc
– Foto pengosongan (drainase)
• CT scan cystography
– filling of the bladder with a minimum of 350 mL of
dilute contrast material
– CT cystography can be used in place of
conventional cystography (overall sensitivity 95%
and specificity 100%) (EAU-Guidelines-
Urological_Trauma-2012)
Trauma buli
• Kontusio buli
– Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
• Ruptur interstisial
– Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
• Ruptur intraperitoneal
– Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
• Ruptur extraperitoneal
– Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
• Hematoma perivesika : tear drop appearance
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
CT Cystography

Intraperitoneal rupture: CT cystography demonstrates intraperitoneal contrast


material around bowel loops, between mesenteric folds, and in the paracolic gutters
Penatalaksanaan
• Pada luka tembus buli2  explorasi + repair
• Ruptur intraperitoneal  explorasi + repair

• Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan


trauma dinding buli yg tidak disertai
extravasasi urin tidak memerlukan tindakan
pembedahan.
SOAL NO 63
• Pasien perempuan bernama Ny. Listiawati
Atmodilogo, berusia 55 tahun datang dengan
keluhan nyeri perut yang berlangsung terus-
menerus sejak 1 jam SMRS. Nyeri awalnya
dirasakan di ulu hati dan kemudian menjalar
ke seluruh perut. Pasien memiliki riwayat
menggunakan obat nyeri yang dikonsumsinya
selama 10 tahun untuk osteoarthritis.
Diagnosis yang tepat adalah…
A.Peritonitis primer
B.Peritonitis sekunder
C.Peritonitis tersier
D.Ileus obstruktif
E. Ileus paralitik

• Jawab: B. Peritonitis sekunder


• Pada kasus dicurigai pasien mengalami perforasi akibat gastritis erosif
yang disebabkan oleh konsumsi obat anti nyeri dalam jangka waktu lama
sehingga peritonisis pada pasien tergolong pada peritonitis sekunder.
Peritonitis sekunder merupakan infeksi intraabdomen yang umumnya
berasal dari perforasi organ berongga. Peritonitis sekunder merupakan
jenis peritonitis yang paling umum, lebih dari 90% kasus bedah.
• Peritonitis primer  biasanya akibat infeksi peritoneum yang tidak berasal
dari kelainan intra-abdomen.
• Peritonitis tersier  dikenal juga sebai peritonitis rekuren, yakni inflamasi
peritoneum yang kembali terjadi dalam waktu 48 jam pasca operasi yang
adekuat.
• Ileus obstruktif mekanik  gejala utama adanya gangguan pasase usus
(sulit BAB, buang angina, hingga mual dan muntah). Pada stadium awal BU
meningkat dan bisa terdapat metallic sound. Gambaran radiologis dapat
ditemukan step ladder, hearing bone appearance.
• Ileus paralitik  terjadi gangguan pasase usus, bising usus menghilang.
Gambaran X-Ray Abdomen  distensi usus proksimal hingga distal.
63. PERITONITIS

• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
PERITONITIS

• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a. Adanya kekaburan pada cavum abdomen
b. Preperitonial fat dan psoas line menghilang
c. Adanya udara bebas subdiafragma atau
d. Adanya udara bebas intra peritoneal
SOAL NO 64
• Seorang laki-laki umur 42 tahun datang ke IGD
RS dengan keluhan nyeri hebat pada betis dan
pergelangan kaki kiri. Keluhan ini dirasakan
pasien setelah pasien terjatuh saat main basket
dan terdengar benturan keras pada kakinya. Saat
ini pasien tidak bisa menapak menggunakan
tumit/ tidak bisa mengangkat punggung kaki,
Status lokalis betis tegang, nyeri tekan, dan
teraba massa irreguler pada betis kiri.
Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah…
A.Tendorafi
B.Tendoplasti
C.Dipasang gips
D.Diberikan anti nyeri
E. Diberikan compres pada daerah cedera

• Jawaban: A. Tendorafi
• Laki-laki 42 tahun, dengan keluhan nyeri pada pergelangan kaki kiri askibat
terjatuh saat main basket., pasien tidak bisa menapak menggunakan
tumit. Status lokalis betis tegang, nyeri tekan, dan teraba massa irreguler
pada betis kiri, plantar fleksi (-). Berdasarkan gejala dan tanda tersebut
diagnosis yang paling mungkin pad akasus ini adalah rupture tendon
Achilles. Pilihan jawaban yang tepat pada kasus ini adalah tendorafi, yakni
teknik penyambungan kembali tendon yang rupture.
• Tendoplasti  teknik operasi untuk memendekan atau memanjang
tendon yang abnormal. Misal pada cedera ankle kronis, seringkali terjadi
loose tendon/ tendon memanjang sehingga perlu dilakukan tendoplasti
untuk mengembalikan tendon ke ukuran normal.
• Dipasang gips  indikasi pada fraktur tulang.
• Diberikan anti nyeri  sebatas terapi suportif.
• Diberikan kompres pada daerah cedera  tatalaksana cedera secara
umum.
64. Ruptur Tendon Achilles
• Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
• Klasifikasi:
• Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
• Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
• Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
• Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
Diagnosis

• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles

Infeksi dan Test Thomphson


palapasi

Obrie’n test/
Copeland test
test jarum
Pemeriksaan Radiologi
• Achilles tendon rupture may be diagnosed solely by clinical
examination, but ultrasound enables rapid bedside
confirmation of the diagnosis.
• Ultrasound was reported to have 100 percent sensitivity, 83
percent specificity, and 92 percent accuracy for
distinguishing between partial and full thickness Achilles
tendon tears.
• Magnetic resonance
imaging (MRI) is often used
to assess musculoskeletal
complaints and is the study
of choice when tendon
rupture is suspected and
high quality diagnostic
ultrasound is unavailable.
• MRI provides greater
anatomic detail and greater
accuracy in detecting partial
Achilles tendon tears
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)

Foto Rontgen
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif  Boot
orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair  Tendorafi

• Terapi obat NSAIDs


– Ibuprofen dan Asetaminofen
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon Pemeriksaan awal: USG
gap, unable to plantaflex Gold standar: MRI
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
SOAL NO 65
• Tn Abdul Bar Hamid, laki-laki 35 tahun, dibawa
oleh temannya ke IGD Rumah Sakit setelah
mengelami kecelakaan sepeda motor 1 jam yang
lalu. Pasien mengalami nyeri dan cedera pada
tungkai kiri. Keadaan umum: compos mentis, TD
110/70 mmHg, nadi 92x/ menit, laju napas 20x/
menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik:
tampak tulang menonjol pada 1/3 distal tungkai
bawah kiri dengan darah mengalir. Pembuluh
darah yang perlu dilakukan pemeriksaan berkala
untuk memastikan perfusi jaringan distal
adalah…
A.Arteri femoralis
B.Arteri poplitea
C.Arteri fibularis
D.Arteri tibialis anterior
E.Arteri dorsalis pedis

• Jawaban: E. Arteri dorsalis pedis


• Pasien mengalami trauma pada tungkai kiri akibat
kecelakaan lalu lintas. Pada pemeriksaan
hemodinamik stabil dan tampak tulang
menonjola pada 1/3 distal tungkai bawah kiri
dengan darah mengalir. Dari hasil pemeriksaan
tersebut diagnosis pada kasus ini adalah fraktur
terbuka 1/3 distal cruris sinistra. Pembuluh darah
yang perlu dilakukan evaluasi adalah arteri
dorsalis pedis, untuk memastikan perfusi yang
adekuat jaringan distal fraktur.
65. Vaskularisasi Tungkai Bawah
SOAL NO 66
• Tn Albert Antonius, Laki-laki 23 tahun dibawa
oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan nyeri perut memberat sejak 2 hari yang
lalu. Perut terasa tegang seperti papan,
sebelumnya pasien nyeri perut kanan bawah,
kemudian memberat hingga seluruh perut. Tanda
vital TD 110/70 mmHg, nadi 90x/ menit, laju
napas 22x/ menit, dan suhu 38,6OC. Pada
pemeriksaan perut tegang seperti papan, defans
muscular (+), pemeriksaan radiologis ditemukan
pneumoperitoneum. Diagnosis yang tepat
adalah…
A.Perforasi usus
B.Peritonitis lokalisata
C.Ileus obstruktif mekanis
D.Ileus paralitik
E. Appendisitis

• Jawaban: A. Perforasi usus


• Pasien dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, terasa tegang seperti papan, sebelumnya
pasien nyeri perut kanan bawah, kemudian memberat hingga seluruh perut. Keluhan nyeri disertai
demam, perut tegang seperti papan dengan defans muscular (+). Dari gejala dan tanda tersebut
tampak pasien mengalami peritonitis, ditambah dengan adanya gambaran pneumoperitoneum dari
Rontgen Abdomen, kemungkinan diagnosis yang tepat adalah peritonitis e.c Perforasi usus.
Sehingga jawaban yang dipilih adalah perforasi usus.
• Peritonitis lokalisata  infeksi local pada peritoneum yang dibatasi oleh kapsul atau organ yang
ada di abdomen. Gejala peritonitis yang terjadi terbatas pada area yang terinfeksi. Mis: pada
appendicitis akut dapat mengiritasi dinding abdomen di sekitarnya dan menjadi peritonitis
lokalisata, jika rupture  peritonitis generalisata. Pada pasien mungkin awalnya terjadi appendicitis
akut karena terdapat nyeri perut bawah kanan, kemudian terjadi rupture sehingga nyeri seluruh
lapang perut disertai defans muscular  peritonitis generalisata.
• Ileus obstruktif mekanik  gejala utama adanya gangguan pasase usus (sulit BAB, buang angina,
hingga mual dan muntah). Pada stadium awal BU meningkat dan bisa terdapat metallic sound.
Gambaran radiologis dapat ditemukan step ladder, hearing bone appearance.
• Ileus paralitik  terjadi gangguan pasase usus, bising usus menghilang. Gambaran X-Ray Abdomen
 distensi usus proksimal hingga distal.
• Appendisitis  pada pasien mungkin awalnya terdapat appendicitis akut, emudian mengalami
rupture sehingga terjadi perforasi usus yang menyebabkan peritonitis generalisata.
66. Pneumoperitoneum
• Udara bebas intraperitoneum atau ekstraluminer
• Causa :
- Robeknya dinding saluran cerna (trauma, iatrogenik, kelainan
di saluran cerna),
- Tidakan melalui permukaan peritoneal (transperitoneal
manipulasi, endoscopic biopsy, abdominal needle biopsy)
- Intraperitoneal ( gas forming peritonitis, ruptur abses )
Falciform Ligament
Sign

Cupula sign

Cupula sign Football sign


SOAL NO 67
• Laki-laki, 49 tahun, datang ke praktik dokter
umum dengan keluhan terjadi pembesaran pada
buah zakar bagian kanan. Keluhan ini tidak
disertai rasa nyeri serta tidak terjadi gangguan
seksual. Pada pemeriksaan fisik teraba skrotum
membesar pada bagian kanan, lunak, tidak nyeri
tekan, tidak teraba masa lain selain testis,
transilumination test (+) dan tidak ditemukan
adanya pembesaran kelenjar limfe inguinal.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
A.Hidrokel
B.Varikokel
C.Elephantiasis
D.Orkhitis
E. Seminoma

• Jawaban: A. Hidrokel
• Dipilih jawaban hidrokel  pembesaran pada
buah zakar, tidak ada nyeri, pemeriksaan fisik
teraba massa dan hasil transluminasi (+).
• Varikokel  keluhan utam biasanya
infertilitas, terdapat massa seperti cacaing di
skrotum.
• Orkhitis  testis membesar, kemerahan,
terdapat nyeri tekan.
67. Hydrocele

Anda mungkin juga menyukai