Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 15
2015

KELOMPOK B 4

Tutor : dr. Aspitriani, SpPA

Muhammad Kokoh Saputra


04011381320024

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

I.

Analisis Masalah
1. In the last 3 weeks he became easily tired in daily activities. He also had night
cough, nausea and lost of appetite.
a. Bagaimana mekanisme nausea? Hanna kokoh
b. Bagaimana mekanisme hilangnya nafsu makan? Hanna kokoh
Jawab :
Retensi cairan pada gagal jantung gagal pompa ventrikel kanan
tekanan diastole tekanan vena dan atrium meningkat
meningkatkan tekanan kapiler bendungan atrium kanan
bendungan vena sistemik penumpukan cairan di jaringan
Kardiomegali & Hepatomegali lambung tertekan asam
lambung mual dan hilang nafsu makan
2. 7 months ago he had hospitalized due to chest discomfort.
a. Bagaimana mekanisme nyeri dada pda kasus ini? Dinda kokoh
Jawab :
Obesitas, heavy smoker, jarang olahraga dislipidemia
arterosklerosis insufisiensi arteri coronaria CAD perfusi O2
menurun infark miokard metabolisme anaerobproduksi
as.laktatchest discomfort
3. Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely excersied.
Family history: no history of premature coronary disease.
a. Apa hubungan hipertensi, perokok berat dan jarang berolahraga
dengan keluhan pada kasus? Kokoh hanna
Jawab :
Hipertensi
a. Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari
berat dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan
trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,
sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor
koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner

dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi


dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih
besar. Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian
Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun
mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya
angina pectoris dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut
didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark
mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita yang normotensi
dengan miokard infark.
Merokok
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu
faktor resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami.
orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau
memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian
Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada lakilaki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada
perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok
adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan
oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin
banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin
menurun.

Perempuan

yang

merokok

penurunan

kadar

HDL

kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki laki perokok. Merokok


juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai
obesitas dan hipertensi, sehingga orang yang merokok cenderung lebih
mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
Olahraga

Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan


memperbaiki kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi.
Olahraga bermanfaat karena :
Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
Membantu menurunkan tekanan darah
Meningkatkan kesegaran jasmani.
Oleh karena itu, jika jarang berolahraga kadar HDL akan
menurun dan manfaat-manfaat di atas tidak akan terwujud sehingga
risiko untuk menderita penyakit jantung lebih besar.
b. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi? Kokoh dinda
4. Laboratory results Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC: 8.500/mm3, diff count:
0/2/10/60/22/6, ESR 20 mm/jam, platelet : 225.000/mm3.
Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, triglyceride 210
mg/dl, blood glucose 110 mg/dl.
Urinalysis : normal findings.
SGOT 55 u/l, SPGT 45 u/l, CK NAC 92 u/l, CK MB 14 u/l, troponin I 0,1
ng/ml.
a. Jelaskan mekanisme abnormalnya? (umi kokoh hanna)
Jawab :

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Laboratory

pemeriksaan

Hemoglobin

12,8 g/dl

13-18 g%

Anemia

WBC

8.500/mm3

5000 - 10000/mm3 Normal

Diff.count

0/2/10/60/22/6

(basofil

0-1/ Peningkatan

eusinofil

1-3/ neutrofil batang

ntrofil batang 2-6/


netrofil

segmen

50-70/

limfosit

20-40/ monosit 28)


ESR

20 mm/jam

0-10 mm/jam

Tinggi

Platelet

225.000/mm3

150.000-400.000

Normal

Total

325 mg/dl

200 mg/dl

Tinggi, dislipidemia

LDL

215 mg/dl

<130 mg/dl

Tinggi, dislipidemia

HDL

35 mg/dl

> 50 mg/dl

Rendah, dislipidemia

Triglyceride

210 mg/dl

< 150 mg/dl

Tinggi, dislipidemia

Blood Glukose

110 mg/dl

< 200mg/dl

Normal

Urinalysis

Normal findings

SGOT

55 U/L

10-34 U/L

Tinggi

SGPT

45 U/L

42 U/L

Tinggi

CK NAC

92 U/L

80 U/L

Tinggi

CK MB

14 U/L

<10 U/L

Tinggi,

cholesterol

Normal

kerusakan

otot jantung (infark


miokard)
Troponin I

0,1 ng/ml

<0 ,07 ug/L

Tinggi
(onset: 4-6 hrs, peak:
12- 24 hrs, return to
normal: 4-7 days)

Hb
Menurut patofisiologi dari heart failure terjadi penurunan oksigenasi
jaringan sehingga tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
eritropoesis sehingga Hb meningkat. Akan tetapi dapat dilihat pada
kasus Mr. Manaf berumur 57 tahun yang menyebabkan peurunan
jumlah RBC.

ESR
ESR tinggi kemungkinan dikarenakan hiperkolesterolemia,merokok
dan pertambahan usia viskositas darah meningkat ESR.
LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau
dsebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi. LED tinggi juga dapat
terjadi pada :

Anemia
Kanker
Kehamilan

Penyakit Thyroid
Diabetes
Penyakit jantung

Total kolestrol, LDL, trigliseride, meningkat, dan penurunan HDL


Peningkatan Total kolesterol, trigliserid, LDL dan penurunan HDL
merupakan

faktor

resiko

yang

mempermudah

terjadinya

arterosklerosis.
Plak arterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak
dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil
terdiri dari inti yang banyak mengandung llemak dan adanya infiltrasi
sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.
Kadang-kadang kleretakan timbul pada dinding yang paling lemah
karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara
enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur
menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan
aktivasi terbentuknya trombus.

SGOT, SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT bisa menunjukkan keadaan :


Kolaps sirkulasi
Kelainan pada hepar (hepatitis)
Gagal jantung kongestif
MI (miokard infark)
Beberapa hari setelah

kejadian miokard

infark terjadi

peningkatan SGOT dan SGPT di otot jantung, juga dapat menyebabkan


hati membebaskan enzim amino transferase. Karena hepatosit terletak
paling dekat dengan vena sentral masing-masing lobulus. Hepatosit
sentrilobulus cedera bila hipotensi arteri menyebabkan kurangnya
darah yang masuk ke hati atau meningkatnya tekanan balik akibat
gagal jantung kanan memperlambat keluarnya darah dari vena sentralis,
keadaan ini menyebabkan SGOT dan SGPT meningkat.

CK NAC, CK MB, Troponin I


CK NAC
Mengalami peningkatan pada
- Heart attack
- skeletal muscle injury, multiple trauma, muscle cramps, arterial
embolism, muscular dystrophy, inflammatory muscle diseases,
-

hypothyroidism.
Other diseases:
Liver, pancreas, stomach, colon diseases, malignant diseases.
Creatine kinase dilepaskan saat terjadi cedera otot, memiliki tiga
fraksi isoenzim yaitu CK-MM (dalam otot skeletal), CK-MB
(paling banyak terdapat dalam miokardium), CK-BB (dalam

jaringan otak biasanya tidak ada dalam serum).


CKMB
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot,
miokardium dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatin kinase dan
diberi label M (muskulus) dan B (brain). Peningkatan kadar enzim
dalam serum menjadi indikator terpercaya adanya kerusakan pada
jantung.
Troponin I

Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang


menghambat kontraksi dengan memblokade ainteraksi aktin dan
miosin. Apabila bersenyawa dengan Ca++, akan mengubah posisi
molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein
regulator ini terletak di dalam aparatus kontraktil miosit, dan
mengandung 3 sub unit dengan tanda C,I, T. Peningkatan troponin
menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium dan potensi
terjadinya angina.

II.

Learning Issues

Biomarker Jantung
1. Definisi
Istilah biomarker (biological marker) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1989
sebagai Medical Subject Heading (MeSH) term: "parameter biologis yang bisa diukur
dan dihitung (seperti konsentrasi enzim spesifik, konsentrasi hormon spesifik,
distribusi fenotip gen spesifik dalam populasi dan adanya zat biologis) yang bertindak
sebagai indeks untuk penilaian terkait kesehatan dan fisiologi, seperti penyakit
jantung, penyakit psikiatrik, paparan lingkungan dan efeknya, diagnosis penyakit,
proses metabolik, penyalahgunaan zat, kehamilan, perkembangan sel, penelitian
epidemiologis. Pada tahun 2001, kelompok kerja menstandarisasi definisi biomarker
sebagai karakteristik yang secara objektif diukur dan dievaluasi sebagai indikator
proses biologis normal, proses patogenik, atau respon farmakologis terhadap
intervensi terapetik.

2. Pentingnya Biomarker Pada Jantung

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan


test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CKMB) dan
laktat dehidrogenase (LDH). Berbagai penelitian penggunaan test kadar serum
Troponin T (cTnT) dalam mengenali kerusakan miokardium akhir-akhir ini telah
dipublikasikan. cTnT adalah struktur protein serabut otot serat melintang yang
merupakan subunit troponin yang penting, terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filamen
tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin.
Kompleks troponin yang terdiri atas: troponin T, troponin I, dan troponin C. cTnT
merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di otot jantung dan otot
skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita IMA segera setelah 3 sampai 4
jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai 1 sampai 2 minggu.
Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui
cTnT positif, hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner.
Dengan demikian cTnT dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan
keputusan terapi.
Enzim jantung antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai
10 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali
normal setelah 48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul
dan turun lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah
serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 814
hari setelah infark.
Pengidentifikasian penderita nyeri dada yang diduga IMA atau minor
myocardial damage (MMD) masih merupakan masalah sehari-hari. Perbedaan antara
MMD dan sindroma non kardio juga masih merupakan masalah yang tentunya
berdampak pada siasat pengobatan untuk masing-masing penderita.
Pengujian yang digunakan saat ini dengan mengukur enzim jantung seperti yang
disebut di atas, pada sejumlah kasus masih membuat diagnosis yang tidak jelas.
Penderita masuk RS (Gawat darurat) dengan nyeri dada kadang sudah disertai dengan
komplikasi, sehingga awal kerusakan miokardium tidak diketahui. Gabungan petanda

IMA misalnya CK-MB dan Troponin T adalah yang paling efektif bila awal kerusakan
miokardium tidak diketahui.
Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah
terdapat peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T
dengan gejala dan adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World
Health Organization (WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2
dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang
berkepanjangan (lebih dari 30 menit), perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas
enzim jantung.
3. Jenis-Jenis Biomarker Pada Jantung
Troponin T
Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu pertanda biokimiawi yang baru
dalam pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantau penglepasan
suatu protein kontraktil sel miokard yaitu troponin T akibat disintegrasi sel pada
iskemi berat. Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai
sensitifitas 97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan
disebutkan penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit jantung yang sangan
minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak
ditemukan.
Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih
superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian petanda
biokimia ini banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untuk menilai
prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali
kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung
baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudah keluar dari rumah sakit .
Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukuran troponin T, suatu protein yang
dilepas dari kerusakan otot jantung, merupakan indikator terbaik yang dapat
digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai resiko kematian dari serangan
jantung. Penelitian pada pusat kedokteran universitas Duke di Amerika Serikat
menyimpulkan pemeriksaan troponin T adalah indikator yang baik dari kerusakan otot

jantung, terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan
EKG tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata.
Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi
pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko
kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat,
meskipun diberikan pengobatan yang adekuat.
Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma
koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat dirawat. Nilai
troponin T yang tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakan petunjuk Yang
baik sebagai nilai prognostik bebas (independent).
Penelitian substudi Global Use of Stategies to Open Occluded Arteies (GUSTO) IIA
pada 801 penderita iskemik miokard akut, membandingkan pemeriksaan troponin T,
CK-MB dan EKG yang diperiksa dalam 12 -24 jam saat dirawat. Nila nilai troponin T
> 0,1 ng/ml, mempunyai korelasi positif dengan kematian dalam 30 hari (11,8% vs
3,9 %, p<0,01) dibanding dengan CK-MB dan EKG. Studi ini menyimpulkan
troponin T adalah penanda prognostik yang baik dibandingkan CK-MB dan EKG.
Schuchert A dkk meneliti pada 158 penderita angina pektoris tak stabil, dimana pada
11 penderita hasil toponin T meningkat ( >0,1 ng/ml), 5 dari 11 penderita tersebut
meninggal selama perawatan di rumah sakit, sedangkan 6 penderita yang lain
meninggal sesudah keluar dari rumah sakit salam 30 hari. Ravkilde dkk meneliti dari
127 pasien sindroma koroner akut, didapati sebanyak 35% kadar troponin T meninggi
( >0,1 ng/ml), dalam 6 bulan kemudian terdapat 22 % penderita yang troponin T
meninggi meninggal. Demikian juga oleh Wu dkk dari 131 penderita sindroma
koroner akut yang diteliti, 21% troponin T meninggi dalam 1 bulan didapatkan 30%
dari troponin T meninggi meninggal.
Lindahl dkk dari 976 penderita sindroma koroner akut, 51% nilai troponin T
meninggi, dalam 1 bulan kemudian didapatkan 13% dari troponin T meninggi
meninggal . Dengan banyaknya penelitian yang telah mempublikasikan tentang
penggunaan klinik pemeriksaan troponin T serum dalam mendeteksi kerusakan

miokard, baik pada infark miokard akut, angina pektoris tak stabil maupun menilai
secara dini keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi resiko dan
meramalkan serangan jantung serta prediktor prognastik, sehingga pemeriksaan
kwalitatif troponin T ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration di
Amerika untuk digunakan di klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke
II (Troponin-T ELISA) dari alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara
kwantitaif yang lebih sensitif dari Boehringer Mannheim.

CK MB
Enzim CK-MB dalam keadaan normal ditemukan di dalam otot jantung dan
dilepaskan ke dalam darah jika terjadi kerusakan jantung. Peningkatan kadar enzim ini
akan tampak dalam waktu 6 jam setelah serangan jantung dan menetap selama 36-48
jam. Kadar enzim ini biasanya diperiksa pada saat penderita masuk rumah sakit dan
setiap 6-8 jam selama 24 jam berikutnya.
Myoglobin
Pemeriksaan mioglobin digunakan pada saat terjadi dugaan serangan jantung dan
untuk perkiraan reperfusi koroner pasca trombolisis. Merupakan protein otot yang
dikeluarkan pada saat adanya kerusakan oleh sel otot jantung dan oto rangka. Secara
imunologi, tidak ada perbedaan antara protein dari otot jantung dan otot rangka.
Myoglobin tidak seperti Troponin T, karena kurang spesifik. Tetapi tetap penting
untuk memeriksa Myoglobin juga akan bervariasi berdasarkan latar belakang penyakit
dari pasien yang dapat ditemui pada pemeriksaan jantung lainnya.
Bila dilihat bila tidak ada kerusakan otot rangka atau factor kerusakan ginjal hampir
tidak ada, maka dapat dipastikan adanya akerusakan otot jantung. Myokard infark
dapat diabaikan bila hasil pemeriksaan mioglobin selama 6 sampai 10 jam setelah
kejadian. Myoglobin mulai dikeluarkan dalam darah setelah 2 sampai 3 jam setelah
adanya kerusakan otot jantung. Pembacaan yang dapat dilakaukan oleh Cardiac M
adalah mulai 2 sampai 12 jam.
proBNP

proBNP digunakan sebai alat Bantu diagnosa pasien yang diduga mengalami gagal
jantung kongestif, pada monitoring pasien dengan difungsi ventrikel kiri
terkompensasi, serta untuk stratifikasi risiko pasien dengan ssindrom koroner akut.
Pada 25 tahun yang lalu, sejumlah penelitian telah mengevaluasi peranan
natriuretic peptide tipe B (BNP) dalam penyakit jantung. Meningkatnya pengalaman
dengan BNP pada penyakit jantung anak telah menimbulkan minat yang lebih besar
pada protein ini sebagai penanda yang potensial untuk penyakit jantung pada anak.
BNP merupakan salah satu keluarga natriuretic peptide yang mempengaruhi sistem
kardiovaskuler. Natriuretic peptide dihasilkan terutama oleh otot jantung sebagai
respon terhadap tekanan dinding jantung, tonus vaskuler yang berubah dan homestasis
volume. BNP mengaktivasi guanyl atecyclase-A receptor terikat membran, dengan
hasil sifat relaksasi miosit jantung dan otot polos jantung. Pada orang dewasa,
penggunaan BNP telah ditunjukkan sebagai penanda penyakit jantung dan bisa
menguntungkan dalam membedakan penyakit pulmoner dengan penyakit jantung
pada

kondisi

layanan

kesehatan

akut.

Sejumlah

penelitian

menunjukkan

meningkatnya BNP dan NT pro BNP pada berbagai jenis penyakit jantung anak.
Diagnosis penyakit jantung yang benar pada anak mungkin akan
meningkatkan keluaran akibat pembedahan dengan trauma organ akhir yang menjadi
faktor resiko untuk mortalitas pembedahan. di samping itu, infan dengan penyakit
jantung kongenital bisa memiliki abnormalitas neurologis pada saat datang sebelum
pembedahan. tentu saja, instabilitas hemodinamik yang terjadi pada populasi ini,
khususnya pada mereka dengan sirkulasi sistemtik yang tergantung pada patensi
duktus arteriosus, bisa mengalami gangguan aliran darah serebral dan perfusi
miokardial. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada saat pertama kadar BNP
serum memiliki sensitivitas yang sangat tinggi (100%) untuk prediksi penyebab
jantung pada penyakit klinis yang relevan di IGD dengan menggunakan nilai cut off
100 pg/ml. Pemeriksaan serum ini bisa secepatnya dan murah mengidentifikasi pasien
tersebut di IGD, dengan kemungkinan menghindari terlambatnya diagnosis dan terapi.
Untuk lebih detailnya mengenai biomarker pada jantung dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
CK

Enzyme ada 3 isoenzim yang berbeda Jantung, otot skelet dan otak Jejas pada otot
jantung atau sel jantung 4 - 6 jam setelah jejas, puncaknya pada 18 24 jam 48 - 72
Jam, kecuali akibat jejas berkelanjutan Ketika digunakan bersama-sama dengan MB
CK-MB
Isoenzim CK yang berhubungan dengan jantung Terutama pada jantung, juga pada
otot skelet Jejas pada otot jantung atau sel jantung 4 - 6 jam setelah serangan jantung,
puncaknya pada 12 20 jam. 24 - 48 jam, kecuali serangan baru atau kerusakan
berkelanjutan Kurang spesifik dibandingkan troponin, mungkin diperiksa ketika
pemeriksaan troponin tidak ada
Myoglobin
Oxygen-storing protein Jantung dan sel otot lainnya Jejas pada otot atau sel jantung 2
- 3 setelah jejas, puncaknya pada 8 12 jam Dalam satu hari setelah jejas Kadangkadang diperiksa sekalian dengan troponin T Cardiac Troponin Regulatory protein
complex. Dua cardiac-specific isoform: T dan I Jantung Jejas pada jantung 4 - 8 jam
Masih tinggi 7 14 hari Diagnosis serangan jantung dan menilai derajat kerusakan.

Table Biomarker yang digunakan untuk Prognosis:


hs-CRP
Protein Peradangan Mungkin membantu menentuakn resiko serangan jantung masa
depan pada pasien yang pernah memiliki serangan jantung.
BNP and NT-proBNP
Hormone
Gagal jantung Membantu diagnosis dan mengevaluasi gagal jantung, prognosis dan
terapi monitor.

Daftar Pustaka

1. Biomarkers Definitions Working Group. Biomarkers And Surrogate Endpoints: Preferred


Definitions And Conceptual Framework. Dalam Clin Pharmacol Ther. (2001); 69: 8995.
2. Cardiac Biomarkers. Dalam Merican Association For Clinical Chemistry, (2007).

3. http://nerscommunityspecialregiment.blogspot.com/2011/01/biomarker-jantung-babi-pendahuluan.html diunduh pada 27 januari 2015


4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
5. Kamus saku kedokteran Dorland Edisi 25
6. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.
Sudoyo. W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai