Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit degeneratif pada tulang belakang terdiri dari 2 jenis kondisi yaitu
penyakit degeneratif diskus yang melibatkan diskus intervertebralis dan penyakit
degeneratif sendi /osteoartritis yang melibatkan sendi faset posterior. Penyakit
degeneratif pada tulang belakang, terutama pada segmen lordotik yaitu lumbar
dan servikal yang lebih mobil, mudah terjadi karena besarnya tekanan dan
tegangan yang berhubungan dengan posisi tegak manusia yang diaplikasikan
pada tulang belakang saat beraktivitas sepanjang hidupnya. Struktur pertama
yang terpengaruh karena degenerasi akibat proses penuaan yang normal dan
diperburuk oleh trauma, deformitas, dan penyakit yang sudah ada sebelumnya
pada sistem tulang belakang adalah diskus intervertebralis. Keadaan ini
menghasilkan gejala tersering dari seluruh gejala muskuloskeletal yaitu nyeri
punggung bawah. Telah diperkirakan bahwa pada 80% orang dewasa, sedikitnya
sekali seumur hidup mereka, akan merasakan satu atau lebih episode nyeri
punggung yang cukup parah untuk sementara menghentikan mereka dari
pekerjaannya. Bahkan, pada pekerja dewasa muda, nyeri punggung merupakan
penyebab nomor satu dari kelumpuhan yang berlangsung lebih dari 2 minggu dan
penyebab nomor dua pada orang dewasa tua setelah artritis.
BAB II
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRAE

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.
Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel
yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan
posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot

2
penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu
dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum
longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.
Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi
gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar
kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.

3
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya


adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri
adalah:
 Lig. Longitudinale anterior
 Lig. Longitudinale posterior
 Corpus vertebra dan periosteumnya
 Articulatio zygoapophyseal
 Lig. Supraspinosum

4
 Fasia dan otot
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot
(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas
daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-
otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.

Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti
oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan
sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat
lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

5
6
2. Hernia Nucleus Pulposus

2.1 Definisi Hernia Nucleus Pulposus


Hernia nukleus pulposus (HNP) adalah komplikasi dari degenerasi diskus
pada orang dewasa berusia kurang dari 50 tahun yang dipicu oleh trauma,
deformitas, ataupun penyakit tulang belakang yang sudah ada sebelumnya,
dimana terjadi herniasi nukleus pulposus ke kanalis vertebralis sehingga dapat
menekan saraf spinalis, radiks saraf spinalis, ataupun medula spinalis yang
masing-masing akan menimbulkan tanda dan gejala sesuai dengan saraf yang
tertekan. HNP melalui 4 tahap yaitu degenerasi diskus/protrusi, prolaps,
ekstrusi, dan sekuestrasi.

2.2 Epidemiologi
HNP merupakan salah satu penyebab nyeri punggung bawah yang
penting. Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi dan paling sering
(90%) mengenai diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1 (HNP lumbalis).
Perbandingannya antara pria dan wanita adalah 5:4. Insiden HNP meningkat
pada usia 20-45 tahun.

2.3 Etiologi
Keadaan patologis dari berkurangnya elastisitas pada anulus fibrosus dan
berkurangnya properti hidrofilik pada nukleus pulposus merupakan kondisi
yang diperlukan untuk terjadinya herniasi. Banyak kasus dengan trauma kecil
yang timbul dari tekanan yang berulang. Pada diskus yang sehat, bila mendapat
tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan ke segala arah dengan
sama besar. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai
bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke annulus secara
asimetris akibatnya bisa terjadi cidera atau robekan pada anulus. Herniasi diskus
dapat terjadi perlahan-lahan, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan hingga
mencapai titik dimana seseorang merasa butuh pengobatan. Atau, dapat juga
nyeri terjadi tiba-tiba akibat cara mengangkat sesuatu yang tidak benar.
Faktor resiko timbulnya HNP dibagi menjadi yang tidak dapat diubah
dan dapat diubah.

7
Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah:
 Umur : insiden tertinggi pada usia 20-45 tahun
 Jenis kelamin: pria:wanita adalah 5:4
 Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya

Faktor resiko yang dapat diubah:


 Pekerjaan dan aktivitas : terutama tekanan fisik (kombinasi fleksi dan
ekstensi) pada daerah lumbar, contohnya adalah mengangkat beban
berat sambil membungkuk dan pengemudi akibat resonansi 5 Hz dari
getaran kopling yang berasal dari jalanan hingga ke tulang belakang.
 Olahraga yang tidak teratur
 Berat badan berlebihan
 Batuk lama dan berulang: memberikan tekanan pada diskus
 Merokok: dapat menurunkan tekanan oksigen secara dramatis dalam
diskus yang avaskular akibat efek vasokonstriksi.

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

2.4.1. Degenerasi Diskus


Dengan proses penuaan yang normal diskus mengering secara
perlahan.
Proses degenerasi diskus ditandai dengan hilangnya proteoglikan
secara bertahap sehingga molekul agrekan terdegradasi dengan fragmen
yang lebih kecil dapat luluh dari jaringan lebih mudah daripada fragmen
yang lebih besar. Hal ini menyebabkan hilangnya glikosaminoglikan
sehingga tekanan osmotik pada diskus matriks berkurang dan
mengakibatkan hilangnya hidrasi.
Degenerasi awal pada kolom spinal manusia terjadi pada nukleus
pulposus. Degenerasi ini mulai terjadi pada awal usia dewasa dan
berprogres secara perlahan. Degenerasi ini ditandai dengan hilangnya
kondroitin sulfat dan air secara bertahap sehingga diskus kehilangan
turgor, kekenyalan, tinggi yang sebenarnya atau ketebalannya, dan
menjadi lebih banyak mengandung kolagen. Selain itu, karena kehilangan
cairan, nukleus pulposus menjadi mengental/kering, subtansi dasarnya

8
yang seperti agar-agar kehilangan tekstur homogennya, dan berubah
warna dari putih menjadi kuning-kecoklatan akibat akumulasi dari produk
hasil glikosilasi non-enzimatik. Oleh karena penurunan kekenyalannya
tersebut maka diskus menerima tekanan yang berlebihan.
Seiring bertambahnya usia, anulus fibrosus pun secara bertahap
mulai kehilangan elastisitasnya, terutama di bagian posterior dimana
secara keseluruhan lebih tipis sehingga serat posterior menjadi lebih
mudah terpisah atau terobek, dan melalui bagian lemah inilah nukleus
pulposus dapat berprotusi atau berherniasi.
Bagian terlemah kedua adalah lempeng ujung kartilago yang tipis
dimana melalui itu material nukleus dapat berprotrusi ke dalam tulang
trabekular pada vertebra dan di sana membentuk nodul Schmorl,
biasanya terbentuk pada kasus herniasi kronik yang juga disertai dengan
pembentukan osteophyte di sekitar nodul dimana diskus berprotrusi pada
batas vertebra. Nodul ini dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi
tapi memiliki signifikansi klinis yang kecil. Protrusi nukleus pulposus
dan anulus ke kanalis spinalis-lah yang memiliki signifikansi klinis yang
besar. Hal ini terjadi pada individu dewasa muda dimana nukleus
pulposusnya masih dapat dianggap turgor sehingga hal ini jarang terjadi
pada orang berusia lebih dari 50 tahun dimana nukleus pulposusnya
telah mengering.

2.4.2. Herniasi Diskus Intervertebralis


HNP terjadi sebagai komplikasi dari degenerasi diskus tahap awal.
Nukleus pulposus tidak memiliki inervasi saraf sehingga tidak sensitif,
namun saat mulai berherniasi ke arah posterior, struktur ini akan
meregangkan/merobek annulus fibrosus yang sensitif dan ligamen
longitudinal posterior, dan juga menekan dura sehingga menimbulkan
nyeri. Kemudian, serat-serat annulus yang teregang dan berdegenerasi
mulai terpisah dan bagian dari nukleus pun berherniasi. Oleh karena
ligamen longitudinal posterior melapisi annulus di garis tengah, herniasi
cenderung ke arah posterolateral. Herniasi posterolateral dapat menekan
atau meregangkan radiks saraf yang meninggalkan foramen
intervertebralis yang jauh dari diskus sehingga herniasi diskus L4-5 akan

9
mengenai radiks saraf L5, dimana herniasi diskus L5-S1 akan mengenai
radiks saraf S1. Manifestasi klinis dari iritasi dura yang membungkus
radiks saraf tersebut adalah sciatica, yaitu nyeri pada bokong yang
menyebar turun ke paha belakang dan betis sesuai distribusi saraf sciatic
(L4-S3). Tekanan pada radiks itu sendiri menyebabkan paraesthesia
dan/atau mati rasa sesuai distribusi dermatom saraf yang tertekan, selain
itu akan timbul kelemahan dan berkurangnya refleks pada otot yang
dipersarafi oleh radiks yang tertekan. Kadang-kadang, reaksi inflamasi
lokal dengan edema dapat memperburuk gejala. Herniasi yang besar di
garis tengah tulang belakang lumbar dapat menekan cauda equina.
Progresivitas HNP dibagi menjadi 4 tahap, dimulai dari tahap awal
yaitu:
 Degenerasi diskus
 Diskus intervertebralis baik nukleus pulposus ataupun anulus
fibrosus telah mengalami proses degeneratif. Nukleus pulposus
mengalami penurunan fungsi dimana telah terjadi gangguan pada
properti hidrofilik nukleus. Anulus fibrosus mulai kehilangan
keelastisitasannya karena kolagen berdegenerasi sehingga menjadi
rapuh. Pada tahap ini belum terjadi herniasi.
 Prolaps
 bentuk dan posisi diskus berubah karena nukleus pulposus mulai
menekan anulus fibrosus sehingga protrusi terjadi.
 Ekstrusi
 nukleus pulposus memecahkan dinding lemah annulus fibrosus
sehingga semakin menonjol keluar tapi masih di dalam diskus karena
ruptur anulus belum komplit.
 Sekuestrasi
 nukleus pulposus telah memecahkan annulus fibrosus dimana
rupturnya telah komplit dan keluar dari diskus ke kanalis spinalis atau
foramen intervertebralis.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-5 dan L5-S1, karena:
 Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang
berat yaitu menyangga berat badan.

10
 Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi
sangat tinggi.
 Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi
permukaan posterior diskus.

Bagian nukleus pulposus yang berherniasi akan menjadi dehidrasi


dan keras, yang sebelumnya avaskular menjadi tervaskularisasi sehingga
reaksinya bersifat autoimun. Akhirnya, beberapa minggu setelah kejadian,
bagian nukleus yang berherniasi akan mengalami fibrosis, mengkerut, dan
membebaskan tekanan pada radiks saraf. Kadang-kadang, bagian yang
berherniasi tersebut menjadi terpisah atau tersekuestrasi lalu berjalan ke
arah proksimal atau distal.

2.5. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Prolaps diskus akut dapat terjadi pada usia berapapun, tersering pada usia
20-45 tahun dan sangat jarang pada usia sangat muda dan sangat tua oleh karena
pada saat usia masih sangat muda (<20 tahun), diskus masih sehat sedangkan
pada usia sangat tua (>45 tahun), nukleus pulposus sudah tidak turgor atau telah
mengering sehingga tidak akan berprotrusi.

11
 Herniasi Diskus Lumbalis
Biasanya awalnya tiba-tiba muncul nyeri punggung bawah yang parah
saat membungkuk atau mengangkat dan tidak bisa meluruskan badan
kembali. Riwayat tersering adalah beberapa hari setelah aktivitas berlebihan
atau trauma ringan, pasien mengalami nyeri punggung bawah (lumbago akut)
yang parah dan menyiksa dengan onset yang tiba-tiba saat bersin, batuk,
memutar balik badan, menggapai sesuatu, atau membungkuk. Bahkan,
nyerinya dapat sangat parah sehingga pada orang yang biasanya tabah pun
akan tidak dapat bergerak dan harus dibantu saat menaiki kasur. Kemudian
ataupun dalam waktu 1-2 hari, akan dirasakan nyeri yang menjalar ke satu
sisi bokong, paha belakang, betis, dan kaki (sciatica akut) sesuai distribusi
satu atau lebih radiks dari saraf sciatica. Nyeri punggung bawah dan sciatica
akan diperparah saat batuk atau mengejan. Lalu dapat juga muncul
paraesthesia atau mati rasa pada kaki atau telapak kaki dan juga kelemahan
otot. Apabila terjadi penekanan pada cauda equina dapat menyebabkan
sindrom cauda equina yaitu sciatica dan kelemahan kaki bilateral, kelemahan
tonus sfingter anal dan kehilangan sensasi perianal (“saddle anaesthesia”),
dan paralisis vesica urinaria yang menyebabkan retensi dan inkontinensia
urin.
Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan nyeri tekan pada garis tengah
punggung bawah dan spasme otot paravertebra pada daerah lumbar dengan
hilangnya lordosis lumbar yang normal. Biasanya, pasien akan berdiri dengan
posisi badan bergeser/miring ke salah satu sisi (kiri/kanan) yang disebut
sciatic skoliosis sebagai usaha yang tidak disadari untuk membebaskan
tekanan diskus yang berherniasi pada radiks saraf. Seluruh gerakan punggung
menjadi terbatas, tidak terkecuali fleksi dan ekstensi aktif pada tulang
belakang, saat fleksi ke depan, kemiringan punggung akan meningkat.
Kadang-kadang, lutut pada sisi yang nyeri akan ditahan sedikit fleksi untuk
mengurangi tekanan pada saraf sciatic, meluruskan lutut akan membuat
kemiringan punggung menjadi lebih jelas.
Diagnosis herniasi diskus dengan tekanan pada radiks saraf tergantung
pada demonstrasi klinis dari iritasi radiks dan juga ke batas yang lebih sempit
yaitu kerusakan konduksi radiks. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membuktikan ada/tidaknya iritasi radiks adalah:

12
 Uji keterbatasan mengangkat lurus kaki ( tanda Laseque)
Dilakukan dengan mengangkat kaki yang berada dalam keadaan
lurus/ektensi hingga mencapai batas maksimal (normalnya adalah 75-90
derajat). Keterbatasan karena nyeri di saat tidak ada kelainan pinggul
mengacu pada iritasi radiks sciatic karena uji ini meningkatkan tekanan
pada saraf sciatic sehingga memperparah nyeri dari lesi apapun, seperti
HNP, yang memang telah meregangkan radiks. Kadang-kadang,
mengangkat sisi kaki yang tidak terkena dampak dapat menyebabkan
sciatica akut pada sisi yang sakit (“crossed sciatic tension”). Namun uji
ini tidak cukup memberikan bukti adanya iritasi radiks.

 Uji Bowstring
Dilakukan dengan cara pada saat kaki telah diangkat lurus (laseque)
hingga mencapai batas maksimal, lutut difleksikan sedikit untuk
mengurangi tekanan pada saraf sciatic, lalu pemeriksa menekan saraf
popliteal medial pasien dengan ibu jarinya sehingga seperti gerakan tali
busur atau “bowstrings” akan melalui fossa popliteal dan meningkatkan
tekanan pada saraf sciatic sehingga akan menimbulkan nyeri (uji
bowstring positif) apabila telah terjadi iritasi radiks sciatic.

13
 Gerakan membungkuk ke depan dengan posisi lutut tetap lurus akan
terbatas apabila telah terjadi tekanan pada saraf sciatic, spasme otot
longitudinal pada regio lumbar, atau kombinasi keduanya.

Bukti terjadinya kerusakan konduksi radiks akan tampak dengan


berkurangnya sensori pada kulit dan kelemahan otot sesuai distribusi radiks
yang terlibat (dermatom dan miotom). Contohnya, kerusakan konduksi pada
radiks L5 akibat HNP pada L4-5 akan dibuktikan dengan berkurangnya
sensori pada sisi lateral kaki, punggung kaki, dan 3 jari kaki pertama dan
kelemahan fleksi lutut, ekstensi ibu jari kaki, otot dorsifleksi dari
pergelangan kaki dan jari kaki, dan peningkatan refleks quadriceps akibat
kelemahan dari antagonisnya yang dipersarafi oleh L5 dan
absen/berkurangnya refleks hamstring medial; kerusakan konduksi pada
radiks S1 akan menimbulkan hilangnya sensoris pada betis, bagian lateral
kaki, tumit, hingga jari kaki terakhir, absen/berkurangnya refleks Achilles,
dan kelemahan eversi telapak kaki dan otot plantarfleksi dari pergelangan
kaki dan jari kaki, dapat juga terjadi atrofi otot gastrocnemius dan soleus.
Lokalisasi akurat dari level herniasi diskus biasanya memungkinkan hanya
dari pemeriksaan klinis saja.

14
Tabel. Pemeriksaan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas
Area Sendi Otot Saraf Pemeriksaan
Panggul Iliopsoas Iliakus (L2-L4) Memfleksikan
tungkai pada sendi
panggul
Mengekstensikan
tungkai pada sendi
panggul
Lutut Gluteus maksimus L5-S2 Fleksi sendi lutu
Harmstring L5, S1-S2 Ekstensi sendi lutut
Pergelangan kaki Tibialis anterior L2-L4 Dorsofleksi sendi
pergelangan kaki
Gastroknemius dan L4-L5 Plantarfleksi sendi
soleus pergelangan kaki

 Herniasi diskus servikalis

15
Sama seperti herniasi diskus lumbalis, temuan gambaran klinis dan
pemeriksaan fisik pada herniasi diskus servikalis sesuai dengan radiks yang
tertekan dengan herniasi diskus tersering pada level C5-6 dan C6-7.
Iritasi radiks servikal akan menyebabka nyeri pada leher dan bahu yang
menyebar turun ke lengan sesuai dengan distribusi radiks yang telribat
(brachialgia). Nyeri yang menyebar ini dapat ditemani dengan paresthesia
dalam bentuk mati rasa atau kesemutan. Onset gejala seringnya perlahan
tapi dapat juga akut. Pada pemeriksaan leher yang didapati rasa nyeri akan
terdapat keterbatasan gerakan, terutama fleksi lateral dan terdapat juga
sedikit spasme otot.
Herniasi pada diskus level C4-5 akan menekan radiks C5 sehingga
menimbulkan kelemahan pada otot deltoid untuk gerakan abduksi dan
kehilangan sensoris pada daerah bahu dan pangkal lengan atas.
Herniasi pada diskus level C5-6 akan menekan radiks C6 sehingga
menimbulkan kelemahan otot bisep brachii untuk fleksi siku, absen atau
berkurangnya refleks bisep, dan kehilangan sensoris pada ibu jari tangan.
Herniasi pada diskus C6-7 akan menekan radiks C7 sehingga
menimbulkan kelemahan otot trisep untuk ekstensi siku, absen atau
berkurangnya refleks trisep, dan kehilangan sensoris pada jari telunjuk dan
jari tengah.
Herniasi pada diskus C7-8 akan menekan radiks C8 sehingga
menimbulkan kelemahan otot interosseus untuk abduksi jari tangan,
kehilangan sensoris pada jari manis dan kelingking, dan menimbulkan
sindrom Horner yaitu ptosis, miosis, dan anhidrosis unilateral pada wajah.

16
Tabel. Pemeriksaan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas
Area Sendi Otot Saraf Pemeriksaan
Bahu Deltoid Radiks C5 dan C6 Abduksi lengan
atas setinggi bahu
Adduksi lengan
atas (arah
sebaliknya)
Siku Bisep Radiks C5 dan C6 Fleksi sendi siku
melalui nervus dna gerakan
muskulokutaneus adduksi
Trisep Radiks C6, C7, C8, Ekstensi sendi siku
melalui nervus (arah sebaliknya)
radialis
Pergelangan Fleksor karpi Radiks C6-C7 Mengepal dan
tangan radialis memfleksikan
Fleksor karpi Radiks C7-T1 pergelangan tangan
ulnaris
Ekstensor karpi Radiks C6-C7 Mengepal dan
radialis mengekstensikan
Ekstensor karpi Radiks C7-C8 (dorsofleksi)
ulnaris pergelangan tangan
Tabel. Refleks Tendon Dalam
Refleks Level segmen medula Saraf perifer
spinalis
Bisep C5-C6 Muskulokutaneus
Trisep C7-C8 Radialis
Brachioradialis C5-C6 Radialis
Dinding perut profunda T5-T12 Interkostal

17
Patella L3-L4 Femoralis
Achilles S1 Skiatikus

Tabel. Pola kelemahan sesuai letak lesi


Letal lesi Distribusi Gangguan RTD Tanda
pola sensorik penyerta
kelemahan
Medula Kedua lengan ada meningkat Umumnya ada
Spinalis dan tungkai disfungsi
servikal (lesi defekasi dan
transversal) malnutrisi
Medula Kedua tungkai ada meningkat Umumnya ada
Spinalis disfungsi
torakal (lesi defekasi dan
transversal) malnutrisi
Kauda ekuina Kedua Ada Menurun Umumnya ada
tungkai, disfungsi
asimetris, defekasi dan
dengan pola malnutrisi;
multipel radiks kadang nyeri
Kornu Fokal dengan Tidak Meningkat Atrofi,
Anterior onset dini; fasikulasi,
umum dengan paralisis
onset lebih bulbar
lama
Radiks Otot sesuai Ada Menurun Nyeri
otonom

2.6. Diagnosis Banding


Sindrom yang menonjol membuat jarang terjadinya kesalahan
diagnosis, tapi dengan serangan berulang dan spondilosis lumbar yang datang
setelahnya secara perlahan, tanda dan gejala sering menjadi atipikal, terdapat 4
observasi yang dapat menunjukkan diagnosis, yaitu:
 Sciatic adalah nyeri alih dan dapat terjadi pada kelainan lumbar lainnya
 Ruptur diskus mengenai paling banyak 2 level neurologi, apabila
melibatkan lebih atau banyak level neurologi, harus dicurigai kelainan
neurologi
 Pada ruptur diskus, episode nyeri diselingi interval bebas nyeri/normal.
Pada nyeri yang parah dan tidak ada henti-hentinya/terus-menerus harus
dicurigai tumor atau infeksi

18
 Orang yang sangat muda dan sangat tua jarang mengalami ruptur akut.
Pada remaja, cari kemungkinan infeksi, tumor jinak, atau spondilolistesis.
Pada orang tua, cari kemungkinan fraktur kompresi atau penyakit
keganasan.
Kelainan inflamasi seperti infeksi atau ankylosing spondylitis (AS)
akan menyebabkan kekakuan yang parah, peningkatan laju endap darah, dan
perubahan erosif pada x-ray, seperti gambaran bamboo spine (gambar. 1) pada
AS.

Gambar. 2 Osteogenik
sarkoma
Gambar. 1

Tumor vertebra (gambar. 2) akan menyebabkan nyeri yang hebat dan


spasme yang menonjol. Dengan metastasis, pasien akan tampak sakit, laju
endap darah meningkat, dan x-ray akan menunjukkan destruksi tulang atau
sklerosis.
Tumor saraf, seperti neurofibroma cauda equina (gambar. 3) dapat
menimbulkan sciatica tapi nyerinya terus-menerus dan pemeriksaan radiologi
yang canggih dapat memastikan diagnosis.

Gambar. 3

19
Spondilolistesis yang merupakan perpindahan posisi vertebra ke arah
anterior biasanya disebabkan oleh spondilolisis yang sering terjadi karena
stress fracture seperti aktivitas berlebihan atau sering loncat-loncat,
spondilolisis ini biasanya tidak memberikan tanda dan gejala, namun apabila
jaringan fibrosa teregang, dapat menimbulkan nyeri yang persisten berbulan-
bulan. Pada pemeriksaan radiologi spondilolisis dapat ditemukan gambaran
collar neck pada scotty dog (gambar. 4). Pada spondilolistesis, muncul gejala
nyeri punggung bawah yang bertahap dan diperparah saat berdiri, berjalan, dan
berlari, dan diperingan saat berbaring. Gejala kompresi radiks, seperti sciatica
jarang muncul.

Gambar. 4

2.7. Pemeriksaan Penunjang


 Darah rutin : tidak spesifik
 Urine rutin : tidak spesifik
 Liquor cerebrospinalis : biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan
peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil
manfaatnya untuk diagnosis.
 Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.

20
 MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis
atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf.
 Foto : foto rontgen tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela
invertebrata dan pembentukan osteofit.

 EMG : untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer


 Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP

2.8. Tatalaksana

Terapi Konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki


kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat
dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan
cara ini, lebih dari 95 % penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas

21
normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan
lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.

Terapi konservatif meliputi:

1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,
lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan
otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung,
lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra
lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi
jaringan yang meradang.

2. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan
4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

3. Terapi fisik
 Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti
bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan
tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan
penyembuhan.
 Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot.  Keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
 Korset lumbal

22
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga,
korset dapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
 Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal  punggung seperti
jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan.
Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas
sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan
tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
 Proper body mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk
mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisi
punggung adalah sebagai berikut:
 Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan
lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
 Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha
untuk membantu posisi berdiri.
 Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisi panggul.
 Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
 Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot
perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki.
Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
 Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
 Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan
wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung
saat bangkit.

23
Terapi Operatif

Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf


sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif  HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
 Defisit neurologik memburuk.
 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
 Paresis otot tungkai bawah.

 Laminectomy
Laminectomy, yaitu tindakan operatif membuang lamina vertebralis, dapat
dilakukan sebagai dekompresi terhadap radix spinalis yang tertekan atau terjepit oleh
protrusi nukleus pulposus.

 Discectomy
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk
mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan
bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3 hari tinggal di
rumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi untuk
mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu
beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani jika ada masalah
lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan
mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).

 Mikrodiskectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan
fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan – ray

24
dan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang
menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-kasus
tertentu.

2.9. Prognosis
 Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif.
 Sebagian kecil à berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
 Pada pasien yang dioperasi : 90% à membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%

25
BAB 3
KESIMPULAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah kelainan yang merupakan suatu


komplikasi dari proses degeneratif diskus intervertebralis yang dipicu oleh trauma,
deformitas, dan penyakit pada sistem tulang belakang yang sudah ada sebelumnya.
HNP dibagi menjadi 4 tahap yaitu degenerasi diskus, prolaps, ekstrusi, dan
sekuestrasi, dimana herniasi material nukleus pulposus tersebut menekan radiks saraf
terutama di daerah bersegemen lordotik yaitu lumbar (L4-5, L5-S1) dan servikal (C6-
7) yang lebih mobil dan menerima tekanan dan tegangan lebih besar daripada segmen
lainnya. Kelainan ini memiliki insiden tertinggi pada individu berusia 20-45 tahun
dimana diskusnya mulai mengalami degenerasi tapi nukleus pulposusnya masih dapat
dianggap turgor.
Pasien HNP di daerah lumbar biasanya mengeluhkan nyeri punggung bawah
yang hebat dan tiba-tiba saat membungkuk atau mengangkat sesuatu, lalu 1-2 hari
kemudian nyeri akan menjalar ke satu sisi bokong, paha belakang, betis, dan kaki,
nyeri yang menjalar ini disebut sciatica. Postur berdiri pasien akan miring ke salah
satu sisi (skoliosis sciatica). Pemeriksaan fisik yang dapat diakukan untuk
membuktikan adanya iritasi radiks adalah Uji Laseque dan Bowstring, sedangkan
untuk bukti adanya kerusakan konduksi radiks adalah berkurangnya sensoris pada
kulit sesuai distribusi dermatom radiks yang terlibat dan kelemahan otot sesuai
dengan distribusi miotom radiks yang terlibat. HNP pada daerah servikal pun
mengalami iritasi radiks dan kerusakan konduksi radiks yang dapat dibuktikan
melalui distribusi radiks yang terlibat seperti pada HNP daerah lumbar.
Diagnosis banding untuk HNP sendiri adalah kelainan neurologi, tumor,
infeksi, spondilolistesis, dan fraktur kompresi.
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis HNP adalah pemeriksaan
radiologi yaitu X-ray, CT scan, dan MRI.
Penatalaksanaan untuk HNP berprinsip pada 3 metode yaitu Rest, Reduction
atau Removal, dan Rehabilitation. 90% pasien yang menjalankan perawatan non-
operatif pulih dalam waktu 6 minggu, oleh karena itu rest dan reduksi merupakan
metode pertama untuk pasien dengan HNP, kecuali apabila pasien memenuhi indikasi
untuk dilakukan operasi. Teknik operasi untuk HNP bermacam-macam, dengan

26
prosedur standar adalah disektomi dan laminektomi, namun sekarang ini terdapat
prosedur baru yang memberikan hasil lebih baik yaitu mikrodisektomi.
Prognosis HNP cukup baik karena angka kesembuhan dengan perawatan
konservatif cukup tinggi, selain itu, angka keberhasilan operasinya pun cukup tinggi
dengan komplikasi intra-operasi yang jarang terjadi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Salter, MD, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal


System. Pennsylvania, USA: Lippincott Williams & Wilkins, 1999.

Solomon, Louis. Aple'ys System of Orthopaedics and Fractures. New York, USA:
Arnold, 2001.

Netter, MD, Frank H. Atlas of Human Anatomy. Pennsylvania, USA: Saunders


Elsevier, 2006.

Snell, Richard S. Clinical Anatomy. Pennsylvania, USA: Lippincott Williams &


Wilkins, 2004.

Foster, MD, Mark R. "Herniated Nucleus Pulposus." Medscape.


http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview.

28

Anda mungkin juga menyukai