Anda di halaman 1dari 23

Penyakit Parkinson pada Pria Usia 57 Tahun

Stefina Gunawan
102013107
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : stefina_gl95@yahoo.com

Pendahuluan
Di dalam otak manusia terdapat sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Sistem
piramidal terutama pada korteks serebri berfungsi mengatur kekuatan otot, sedangkan sistem
ekstrapiramidal yang terutama pada ganglia basalis berfungsi mengatur koordinasi otot.
Sistem ekstrapiramidal terdiri dari ganglia basalis, substansia nigra, dan
nukleus subthalamus. Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat
menyebabkan gangguan ekstrapiramidal seperti korea, atetosis, balismus,
bradikinesia, dan akinesia.
Pada penyakit Parkinson, terjadi gangguan koordinasi otot disebabkan adanya
penurunan dopamine yang dihasilkan oleh substansia nigra pars kompakta.1 Penyakit
Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, dan sering terjadi
pada orang yang telah lanjut usia.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja dan banding, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
gejala klinis, tatalaksana, dan komplikasi dari penyakit Parkinson.
Anamnesis
Anamnesis merupakan kunci dari semua kasus neurologi. Dari anamnesis, dokter
harus mengerti sifat asli dari gejala, onset gejala (tiba-tiba atau muncul dalam waktu-waktu
tertentu, kapan waktu munculnya), perubahan penyakit dari waktu ke waktu (progresif atau
hilang timbul), faktor pencetus, faktor yang memperingan dan memperburuk penyakit, ada
tidaknya gejala yang sama sebelumnya, pengobatan yang pernah dialami pasien sebelumnya,
ada atau tidaknya keluhan lain, dan gejala neurologis lain. 2 Jangan lupa tanyakan apakah
pasien kidal atau kinan, dimana hal ini bertujuan untuk mengetahui fungsi bagian otak mana
1

yang terganggu. Tanyakan juga apakah ada keluhan sakit kepala, pernah mengalami kejang,
pingsan dan pandangan gelap tiba-tiba, gangguan penglihatan, kesemutan atau rasa geli, baal,
kelemahan otot, dan gangguan otonom seperti inkontinensia, konstipasi, atau retensi urin.
Pada riwayat penyakit dahulu, dokter harus menanyakan riwayat kelahiran terutama
bagi pasien dengan epilepsi. Adanya trauma otak saat lahir biasanya memiliki gangguan
neurologis. Tanyakan pada pasien apakah ada riwayat hipertensi (tanyakan juga
pengobatannya), diabetes mellitus (tanyakan tipe dan pengobatannya), penyakit tiroid,
gangguan kejiwaan (misal depresi), meningitis atau ensefalitis, trauma kepala atau spinal,
epilepsi atau kejang, kanker, dan HIV/AIDS. Tanyakan riwayat obat yang pernah digunakan
pasien terutama terapi antikonvulsan, pil kontrasepsi, steroid, antikoagulan, dan obat
pengencer darah. Dokter juga harus menanyakan apakah di anggota keluarga ada yang pernah
mengalami penyakit neurologis atau gejala yang sama.2
Pada riwayat sosial, tanyakan apakah pasien ada mengkonsumsi alkohol dan rokok.
Jika ya, tanyakan sejak kapan dan berapa banyak konsumsinya dalam sehari. Tanyakan juga
pekerjaan pasien, apakah pasien sering terkena paparan logam berat atau neurotoksin lain,
lingkungan rumah (bertujuan untuk melihat apakah lingkungan dapat mendukung kesehatan
pasien), dan faktor pendukung pasien (keluarga, teman, panti, dan sebagainya).2
Dari skenario didapatkan identitas seorang laki-laki berusia 57 tahun, memiliki
keluhan sulit untuk memulai berjalan dan badan terasa kaku serta tangan kiri gemetar
terutama bila istirahat. Keluhan terjadi sejak 2 tahun terakhir. Pasien masih bisa berjalan dan
belum pernah terjatuh. Aktifitas sehari-hari masih bisa dilakukan sendiri.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan neurologis harus dimulai dengan melihat kondisi pasien, apakah pasien
ditemani oleh orang lain, bagaimana interaksi dengan orang lain, apakah menggunakan alat
bantu berjalan, apakah ada pergerakan abnormal, observasi gaya berjalan pasien, apakah ada
gangguan berbicara, bagaimana suasana hati pasien (lihat dari penampilan, tanda-tanda
depresi, menyangkal penyakit).
Pemeriksaan fisik harus mencakup gejala vital (periksa jalan napas, keadaan respirasi,
dan sirkulasi), kulit (tanda trauma, bekas suntikan, kulit basah karena keringat, kulit kering,
perdarahan), kepala (tanda trauma, hematoma di kulit kepala, sekitar mata, perdarahan di
liang telinga dan hidung), jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas.2
2

Periksa keadaan pupil, bagaimana ukurannya: normal, besar (midriasis), atau kecil
(miosis), dan apakah sama besar. Pupil yang masih bereaksi menandakan mesensefalon
belum rusak. Perhatikan juga sikap bola mata dan fenomena dolls eye movement dengan cara
kelopak mata pasien dibuka dan kepala diputar dari samping kiri ke samping kanan dan
sebaliknya kemudian ditekuk dan ditengadahkan.2 Reaksi positif pada pemutaran kepala ke
kanan mata berdeviasi ke kiri begitu juga sebaliknya, dan mata berdeviasi ke atas jika kepala
difleksikan ke leher. Reaksi negatif bila bola mata tidak bergerak atau gerakannya asimetrik
yang menandakan adanya kerusakan pontin-mesensefalon.2
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput
otak.2 Untuk memeriksa kaku kuduk dilakukan: tangan pemeriksa ditempatkan di bawah
kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan
agar dagu mencapai dada. Perhatikan adanya tahanan. Jika kaku kuduk positif, tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Pada kaku kuduk berat, kepala tidak dapat ditekuk namun
kepala terkedik ke belakang.2 Pada keadaan iritasi selaput otak, tes rotasi kepala dan
hiperekstensi kepala biasanya tidak terganggu, sedangkan pada kelainan lain (Parkinson,
artritis servikalis, tetanus) biasanya terganggu. Pemeriksaan meningeal lainnya meliputi tanda
lasegue, tanda kernig, tanda brudzinski I dan II.2 Lakukan juga pemeriksaan saraf kranial IXII.
Pada inspeksi, perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh.
Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan. Jika pasien
berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan
dan tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, pasien tampak seolah-olah hendak jatuh ke
depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor
kasar, terutama di tangan. Perhatikan apakah adanya deformitas, panjang badan tubuh
simetris atau tidak, dan kontur otot adakah atrofi atau hipertrofi.2
Perhatikan ada tidaknya gerakan involunter seperti tremor. Tremor ialah serentetan
gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya
otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat melibatkan satu atau lebih bagian
tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah tremor fisiologis, tremor halus, dan tremor
kasar.2
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit,
atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada
3

orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan contoh tremor fisiologis. Tremor
halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor yang dijumpai
pada hipertiroidisme. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan, kadang sangat halus
dan sukar dilihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obatobatan seperti adrenalin, efedrin, atau barbiturat. Tremor kasar merupakan tremor yang
lambat, kasar, dan majemuk dengan salah satu contohnya ialah tremor pada penyakit
Parkinson.2
Pada palpasi, pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi
untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai
tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi
anggota gerak dan bagian badan.2
Pada pemeriksaan gerakan pasif, pasien disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya.
Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi,
mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil
menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan
yang berarti. Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai
sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di
traktus piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan
sistem ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigidity). Kadang-kadang
dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (cogwheel phenomenon).1,2
Pada pemeriksaan gerakan aktif, pasien dinilai kekuatan (kontraksi) ototnya. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, dapat digunakan 2 cara: pasien disuruh menggerakkan
bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini, dan pemeriksa
menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan pasien disuruh menahan. 2 Tenaga
otot atau kekuatan motorik pasien dinyatakan dengan skor 0 sampai 5 seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Skor Kekuatan Motorik2
Skor
0
1

Penilaian
Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian

yang harus digerakkan oleh otot tersebut.


Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gravitasi,

3
4

menggeser.
Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi.
Disamping dapat melawan gravitasi,dapat juga mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
4

Tidak ada kelumpuhan (normal).


Pada penyakit Parkinson dan Parkinsonism, pada inspeksi terdapat wajah seperti

topeng dengan sedikit atau tidak ada ekspresi, frekuensi mengedip yang berkurang, bisa
terdapat atau tidak ada tremor kepala (berhubungan dengan tremor esensial atau distonik
bukan penyakit Parkinson), berbicara dengan volume rendah dan monoton, adanya tremor
pada lengan yang biasanya asimetris dan memburuk pada saat istirahat. Gerakan jari-jari
mirip gerakan menghitung uang atau membuat pil (pill rolling tremor). Pada tonus pasien
terdapat rigiditas cogwheel asimetris. Pada pemeriksaan kekuatan pasien mengalami kesulitan
menggerakkan tangan secara berulang seperti menempelkan ibu jari pada jari-jari tangan
yang lain. Pasien juga tidak bisa membuat gerakan yang besar dan cepat (kecenderungan
pasien dari gerakan besar makin lama makin kecil). Pada gaya berjalan, pasien memiliki
kesulitan dalam memulai berjalan, hilangnya ayunan lengan pada satu sisi, berjalan menyeret,
kesulitan berbalik arah, dan adanya ketidakseimbangan atau hilangnya refleks postural.
Dokter perlu melakukan pemeriksaan dolls eye movement untuk mengetahui apakah pasien
mengalami penyakit Parkinson dengan sindrom seperti progressive supranuclear palsy.2
Dari skenario, tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) dengan keadaan umum
sakit sedang. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 78 kali/menit, frekuensi
pernapasan 20 kali/menit, dan suhu 370C. Pada pemeriksaan mata didapatkan pupil isokor
dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+. Pada
pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. Pada
pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung 1-2 reguler, gallop (-), murmur (-). Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan bentuk supel, datar, bising usus (+) normal. Ekstremitas
hangat.
Pada pemeriksaan neurologis, kaku kuduk (-), nervus kranial normal, resting tremor
(+) pada tangan kiri terutama pada jari-jari tangan, dan cogwheel phenomenon (+).
Motorik
Pergerakan
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Tonus tangan
Tonus kaki

Kanan
Normal
5555
5555
Normal
(-)
Normal
Normal

Kiri
Normal
5555
5555
Normal
(-)
Rigiditas (+)
Rigiditas (+)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi (imaging) memiliki peranan terbatas dalam menentukan
diagnosis dan sebaiknya tidak digunakan secara rutin.3 Pemeriksaan ini membantu jika gejala
klinis yang tampak sulit dibedakan antara penyakit Parkinson dengan penyakit lain, misalnya
magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu membedakan penyakit Parkinson
dengan progressive supranuclear palsy.3 Pemeriksaan radiologi lain lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rekomendasi Pemeriksaan Radiologis untuk Diagnosis Penyakit Parkinson3

Dari skenario, pemeriksaan darah lengkap ditemukan Hb 12,8 g/dL, Ht 38%, leukosit
7.000 u/L, dan trombosit 242.000 u/L. Hasil TSH, T3, dan T4 dalam batas normal. Hasil CT
scan otak normal.
Working Diagnosis: Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses
degeneratif progresif terkait dengan proses menua di sel-sel substansia nigra pars kompakta
(SNc) disertai adanya Lewy bodies, yaitu inklusi sitoplasmik eosinofilik. 1 Penyakit ini
ditandai dengan tremor ketika istirahat (resting tremor), kekakuan otot dan sendi (rigidity),
kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan bicara, dan instabilitas posisi tegak (postural
instability). Penyakit Parkinson dimulai perlahan, dan secara gradual memburuk. 1 Awalnya
gejala seperti resting tremor hanya muncul kadang-kadang, lalu memberat dan menetap.

Dengan perawatan yang tepat, penderita Parkinson dapat bertahan hidup dengan baik lebih
dari 20 tahun.
Penyakit ini sering kali tidak terdiagnosis terutama adanya gejala nyeri. Sedangkan
gejala-gejala seperti adanya rasa kaku pada bahu, spondilosis, depresi, dan cemas sering kali
mengarah pada diagnosis yang salah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, menurut
Koller, dan menurut Gelb.1
Berdasarkan klinis, didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik yaitu tremor,
rigiditas, bradikinesia, atau 3 dari 4 tanda motorik yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia, dan
ketidakstabilan postural. Setelah dimodifikasi, kriteria diagnosis klinis terbagi atas tiga.
Diagnosis possible (mungkin) jika ada salah satu gejala dari tremor, rigiditas, akinesia atau
bradikinesia, gangguan refleks postural. Tanda-tanda minor yang membantu ke arah
diagnosis ini yaitu myerson sign (pasien tidak dapat menahan untuk tidak berkedip jika
daerah glabella disentuh), menghilang atau berkurangnya ayunan lengan, refleks
menggenggam. Diagnosis probable (kemungkinan besar) jika terdapat kombinasi dari dua
gejala (tremor, rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural) atau salah satu
dari gejala tremor, rigiditas, akinesia atau bradikinesia asimetris. Diagnosis definite (pasti)
jika setiap kombinasi 3 dari 4 gejala, atau setiap kombinasi 2 dari 4 gejala dengan salah satu
dari 3 gejala pertama terlihat asimetris.1
Berdasarkan diagnosis Koller, didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik
yaitu resting tremor, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau lebih, dan adanya respons
terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1000 mg/hari
selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.1
Diagnosis Gelb terbagi menjadi tiga. Diagnosis possible jika ada 2 dari 4 gejala
kardinal (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik) dan tidak ada gambaran yang
menuju ke arah diagnosis lain termasuk halusinasi yang tidak berhubungan dengan obat,
demensia, supranuclear gaze palsy atau disotonom. Juga mempunyai respon yang baik
terhadap levodopa atau agonis dopamin. Diagnosis probable jika terdapat 3 dari 4 gejala
kardinal, tidak ada gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam 3 tahun, terdapat respon
yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin. Diagnosis definite jika terdapat gejala
pada diagnosis probable disertai dengan pemeriksaan histopatologis yang positif.1
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan penetapan stadium klinis penyakit
parkinson berdasarkan Hoehn dan Yahr (lihat tabel 3).
7

Tabel 3. Stadium Klinis Penyakit Parkinson Menurut Hoehn dan Yahr1


Stadium
I

Deskripsi
Unilateral, ekspresi wajah berkurang, posisi
fleksi lengan yang terkena, tremor, ayunan

II

lengan berkurang
Bilateral, postur membungkuk ke depan,
gaya jalan lambat dengan langkah kecil-

III

kecil, sukar membalikkan badan


Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat

IV

ketidakstabilan postural
Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa

bantuan, lebih cenderung jatuh


Hanya berbaring atau duduk di kursi roda,
tidak mampu berdiri atau berjalan meskipun
dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa
ekspresi, jarang berkedip

Bagan 1. Langkah untuk diagnosis penyakit Parkinson4

Differential Diagnosis: Parkinsonism, Gangguan Ekstrapiramidal Obat


Parkinsonism
Penyakit Parkinson harus dibedakan dengan Parkinsonism. Parkinsonism adalah suatu
sindrom yang ditandai oleh resting tremor, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya refleks
postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab.1,5 Penyakit
9

Parkinson merupakan bagian dari Parkinsonism. Parkinsonism diklasifikasikan menjadi 4


macam, primer atau idiopatik, sekunder atau didapat, sindrom parkinson plus, dan kelainan
degeneratif diturunkan.1
Termasuk primer atau idiopatik jika penyebab tidak diketahui, terdapat peran toksin
dari lingkungan, dan terdapat peran dari faktor genetik. Jenis ini merupakan sebagian besar
dari penyakit Parkinson.1
Termasuk sekunder atau didapat jika timbul setelah terpapar suatu penyakit atau zat,
infeksi dan pasca-infeksi otak (ensefalitis), terpapar kronis oleh toksin seperti MPTP (1metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), Mn (mangan), CO (karbon monoksida), sianida, efek
samping obat penghambat reseptor dopamin (reserpin), pasca stroke, dan lain-lain seperti
hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan normal.1
Termasuk sindrom Parkinson plus jika gejala Parkinson timbul bersama gejala
neurologi lain seperti progressive supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical-basal
ganglionic degeneration, Parkinson-dementia-ALS complex of Guam, progressive palidal
atrophy, diffuse Lewy body disease (DLBD).1
Termasuk kelainan degeneratif diturunkan jika gejala Parkinson menyertai penyakitpenyakit neurologi lain yang merupakan penyakit yang diturunkan seperti alzheimer,
penyakit Wilson, penyakit Huntington, demensia frontotemporal pada kromosom 17q21, xlinked dystonia parkinsonism.1
Tabel 4. Penyakit yang Sering Salah Terdiagnosis Menjadi Penyakit Parkinson3

Gangguan Ekstrapiramidal Karena Obat

10

Salah satu golongan obat yang dapat menyebabkan gangguan ekstrapiramidal adalah
golongan antipsikotik.5 Gangguan ekstrapiramidal meliputi distonia akut (postur abnormal
dan spasme otot yang berkelanjutan terutama pada kepala atau leher), akathisia (restlessness
and pacing), Parkinsonism (tremor, rigiditas, bradikinesia), dan tardive diskinesia (gerakan
yang berulang dan involunter pada wajah seperti meringis, lidah yang menonjol,
mengkerutkan bibir, juga pada badan dan ekstremitas.5 Gangguan ekstrapiramidal termasuk
masalah yang serius dan memerlukan farmakoterapi tambahan. Pada awalnya, gangguan
ekstrapiramidal akut muncul pada awal terapi antipsikotik atau ketika dosisnya ditingkatkan.
Onset gangguan ekstrapiramidal yang muncul lebih lama biasanya terjadi setelah pengobatan
jangka panjang dan muncul sebagai tardive diskinesia. Tardive diskinesia dapat menetap
setelah penghentian obat dan bahkan ireversibel.5
Hampir 50% pasien yang diterapi dengan anti-psikotik potensi tinggi seperti
haloperidol memicu munculnya gangguan ekstrapiramidal dalam beberapa hari pertama
setelah pengobatan. Gangguan ekstrapiramidal akut biasanya merespon penurunan dosis
antipsikotik.5
Distonia akut muncul beberapa hari setelah pemberian antipsikotik, dapat dicegah dan
diobati dengan obat antikolinergik seperti biperiden. Akathisia merupakan manifestasi
motorik yang paling sering dan sulit diobati yang biasanya muncul dalam tiga bulan pertama
pengobatan. Akathisia tidak memberi respon terhadap obat-obatan antikolinergik, tetapi
penurunan dosis antipsikotik dan pemberian penghambat beta adrenergik dan benzodiazepin
terbukti efektif. Parkinsonism biasanya muncul antara beberapa hari sampai beberapa bulan
setelah pengobatan. Tardive diskinesia muncul beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
pemberian terapi. Pengobatan tardive diskinesia adalah mengganti obat potensi tinggi
menjadi antipsikotik potensi rendah dengan cara menurunkan dosis obat antikolinergik
(terbukti dapat memicu tardive diskinesia), lalu diganti menjadi antipsikotik potensi rendah
(direkomendasikan clozapine), dan jika perlu ditambahkan tetrabenazine. Setelah itu
tambahkan donepezil/melatonin/vitamin E/vitamin B6/asam amino rantai cabang.5
Epidemiologi
Prevalensi penyakit Parkinson di Amerika Serikat sekitar 1% dari jumlah penduduk,
meningkat dari 0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada umur 85-89 tahun. 1 Penyakit
Parkinson dapat mengenai semua usia, tetapi lebih sering pada usia lanjut.1,3
Etiologi
11

Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal pathway.
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel substansia nigra pars
kompakta sehingga meningkatkan kematian sel-sel neuron di sana. Hal ini yang menjadi
penyebab dasar penyakit Parkinson sporadik yang bersifat turunan. Pada penelitian juga
didapatkan kadar sub unit alfa dari proteasome 20S menurun secara signifikan pada sel
neuron SNc penderita Parkinson dibandingkan dengan orang normal. Didapatkan juga
penurunan sekitar 40% dari 3 komponen (chymotriptic, trytic, dan postacidic) proteasome
26S pada sel neuron SNc.1
Faktor lingkungan
Bahan-bahan beracun seperti karbon disulfida, mangan, dan pelarut hidrokarbon
menyebabkan parkisonism, namun tidak menyebabkan penyakit Parkinson. Saat ini yang
paling diterima sebagai etiologi penyakit Parkinson adalah proses stres oksidatif yang terjadi
di ganglia basalis, termasuk peranan xenobiotik (MPTP), pestisida/herbisida, paparan zat
kimia dari bahan-bahan cat dan logam, kafein, alkohol, diet tinggi protein, merokok, trauma
kepala, depresi, dan stres.1
Umur
Tidak semua orang tua akan menderita penyakit Parkinson, namun proses menua
termasuk ke dalam etiologi penyakit Parkinson berdasarkan penelitian epidemiologi terhadap
penyakit Parkinson. Ditemukan angka kejadian penyakit Parkinson di Amerika, yang pada
usia 50 tahun 10-12 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 200-250 per 100.000
penduduk pada usia 80 tahun. Pada penderita penyakit Parkinson, terdapat suatu tanda reaksi
mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang
normal. Dapat disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko terjadinya proses
degenerasi di SNc, tetapi memerlukan penyebab lain.1
Ras
Angka kejadian penyakit Parkinson lebih banyak pada orang kulit putih dibandingkan
kulit berwarna.1
Cedera Kranioserebral

12

Prosesnya belum jelas, tetapi trauma kepala, infeksi, dan tumor otak lebih
berhubungan dengan parkinsonism daripada penyakit Parkinson.1
Stres emosional
Patofisiologi
Penyakit Parkinson disebabkan karena penurunan kadar dopamin akibat kematian
neuron di pars kompakta substansia nigra (SNc) sebesar 40-50% yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.1
Substansia nigra adalah suatu regio kecil di otak yang terletak sedikit di atas medula
spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol atau koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya
menghasilkan neurotransmitter dopamin yang berfungsi mengatur seluruh pergerakan otot
dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk
komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, dan kelancaran bicara. Pada penyakit Parkinson, sel-sel
neuron di SNc mengalami degenerasi sehingga produksi dopamin menurun. Akibatnya semua
fungsi neuron di sistem saraf pusat menurun dan menghasilkan kelambanan gerak
(bradikinesia), kelambanan bicara dan berpikir (bradi-phrenia), tremor, dan kekakuan
(rigiditas).1
Hipotesis terbaru dari proses degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres
oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oxyradikal, seperti dopamin quinon yang dapat
bereaksi dengan alfa sinuklein. Formasi ini menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh
ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc.1
Mekanisme lain yang perlu dipertimbangkan yaitu, terjadinya reaksi antara
oksiradikal dengan nitrat oksida (NO) yang menghasilkan peroksinitrat radikal sebagai efek
lain dari stres oksidatif. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi ATP dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif akhirnya menyebabkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel, dan perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra
memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.1
Gambaran klinis
Gejala umum meliputi gejala satu sisi pada awalnya (hemiparkinsonism), tremor saat
istirahat, tidak didapatkan gejala neurologis lain, tidak dijumpai kelainan laboratorik dan

13

radiologis, perkembangan lambat, respons terhadap levodopa cepat dan dramatis, gangguan
refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit.
Gejala khusus meliputi TRAP (tremor, rigiditas, akinesia atau bradikinesia, dan
hilangnya refleks postural). Tremor bersifat laten, muncul saat istirat, bertahan saat istirahat,
dan saat gerak di samping saat istirahat. Gejala dari akinesia atau bradikinesia adalah kedipan
mata berkurang, wajah seperti topeng, hipofonia (suara kecil), air liur menetes, akatisia atau
takikinesia (gerakan cepat saat tidak terkontrol), mikrografia (tulisan semakin kecil), langkah
kecil-kecil saat berjalan, dan kegelisahan motorik (sulit duduk atau berdiri).1
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat progresivitas, lamanya menderita penyakit, dan akibat
terapi medis. Ketika penyakit berlanjut, terjadi degenerasi progresif neuron dopaminergik dan
nondopaminergik di area otak yang luas sehingga menyebabkan manifestasi klinis berupa
komplikasi motorik dan nonmotorik.1,3,4
Komplikasi

motorik

muncul

akibat

progresi

penyakit

Parkinson

dengan

menghilangnya neuron dopaminergik dan perubahan reseptor dopaminergik pascasinaps ke


arah respons levodopa yang tidak stabil. Komplikasi motorik berupa fluktuasi motorik dan
diskinesia.1,3
Fluktuasi motorik menunjukkan bahwa pasien memiliki berbagai variasi respons
terhadap levodopa dan menunjukkan keadaan penurunan mobilitas. Terdapat variasi pada
beratnya gejala motorik mulai dari yang ringan (kekakuan, menyeret kaki, tremor) sampai
imobilitas dan tremor berat. Faktor resiko utama timbulnya komplikasi motorik adalah derajat
keparahan penyakit dan lamanya pemberian levodopa, dosis levodopa harian, dan onset
terjadinya penyakit Parkinson. Pola klinis fluktuasi motorik yaitu efek wearing off
(menghilangnya efek antiparkinson levodopa menjelang akhir dosis, menyebabkan pasien
masuk dalam kondisi diam atau tidak bisa memulai gerak), delayed on (keterlambatan dalam
memulai efek levodopa), no-on (dosis levodopa tidak memberikan efek), on-off (respons
terhadap levodopa bervariasi dalam cara yang tidak bisa diramalkan yang tidak ada
hubungannya dengan waktu pemberian dosis, pasien bisa secara bergantian gerak-diamgerak-diam atau on-off), dan yo-yoing (fluktuasi dari imobilitas berat ke diskinesia secara
tiba-tiba, penderita berespon dengan levodopa secara cepat tetapi pada dosis maksimal terjadi
diskinesia dalam bentuk chorea dan distonia).1

14

Diskinesia berhubungan dengan konsentrasi levodopa dalam darah. Pada beberapa


kasus, pengurangan bertahap dosis levodopa, penambahan agonis dopamin pada terapi
levodopa, mengganti preparat levodopa dari controlled release menjadi immediate release
akan mengurangi gejala diskinesia. Diskinesia terjadi ketika efek dan konsentrasi maksimal
dari levodopa telah dicapai, diduga akibat dari abnormalitas respons neuron terhadap
stimulasi pulsatil reseptor dopaminergik.1
Komplikasi non motorik dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan komplikasi
motorik. Komplikasi non motorik terdiri atas gangguan kognitif dan demensia, psikosis,
depresi, gangguan otonom, gangguan tidur, dan gangguan sensoris.1,3,4
Penyakit Parkinson mempunyai resiko 6 kali lipat berkembang menjadi demensia
(Parkinson Disease Demensia/PDD). Prevalensi PDD pada populasi berusia lebih dari 65
tahun sekitar 30% per tahun dengan gejala gangguan visuospatial, memori, atensi, pemikiran
yang lambat, disorientasi, kebingungan, depresi dan motivasi yang menghilang. PDD akan
memperberat disabilitas dan gangguan fungsi sosial. Pemberian obat antikolinergik untuk
gangguan motorik sebaiknya dihentikan karena dapat mencetuskan dan memperberat
gangguan kognitif terutama pada usia lanjut. Pengobatan PDD masih belum berhasil dengan
baik. Beberapa penelitian terhadap rivastigmin dan donepezil menunjukkan perbaikan meski
tidak banyak, dapat mengurangi halusinasi yang diinduksi oleh obat penyakit Parkinson
seperti agonis dopamin, antikolinergik, dan amantadine.1
Psikosis dapat didahului oleh demensia atau diinduksi oleh pemakaian obat penyakit
Parkinson. Psikosis ditandai dengan halusinasi dan delusi, kadang disertai ansietas dan panik.
Psikosis menunjukkan prognosis yang buruk. Pengobatan standar psikosis pada penyakit
Parkinson adalah menurunkan atau menghentikan obat penyakit Parkinson yang menginduksi
psikosis (levodopa, amantadine, agonis dopamin, antikolinergik) dan berikan obat
antipsikosis seperti quetiapine dan clozapine jika psikosis masih berlanjut atau muncul
kontrol motorik yang tidak adekuat.1
Depresi mengenai hampir sekitar 40% penderita penyakit Parkinson. Penampilan
klinis berupa bradikinesia, bradifrenia, dan wajah topeng kadang sulit dibedakan dengan
depresi dan gejala Parkinson. Etiologi depresi di sini diduga berhubungan dengan perubahan
neurochemical dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Pasien dengan depresi pada penyakit
Parkinson direkomendasikan untuk diberikan tricyclic antidepressant/TCA (amitriptilin,
trazadone, nortriptilin) dan selective serotonin reuptake inhibitor/SSRI (fluoxetin, setralin,
15

citalopram) disertai dengan dukungan keluarga dan psikoterapi. Penggunaan SSRI dengan
obat selegiline sebaiknya dihindari karena menginduksi timbulnya sindrom serotonin. Pada
pasien dengan depresi berat atau psikotik depresi, perlakuan electroconvulsive therapy (ECT)
merupakan tindakan life saving dan bermanfaat menghilangkan gejala tersebut.1
Gangguan otonom sering terjadi pada penyakit Parkinson berat akibat degenerasi
ganglia otonom. Gangguan otonom meliputi konstipasi, disfagia, hipotensi ortostatik,
hiperhidrosis, dan inkontinensia urin.1
Konstipasi

bisa

diakibatkan

penyakit

Parkinson

sendiri

atau

akibat

obat

(dopaminergik, antikolinergik) yang jika dihentikan dapat memperbaiki konstipasi.


Konstipasi ini disebabkan karena gangguan persarafan simpatik pada usus, kontraksi sfingter
ani eksterna dan interna, hipertoni otot perianal, dan gangguan kontrol otot dasar pelvis dan
rektum. Konstipasi berat dapat menyebabkan megakolon dan impaksi. Penderita dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat, hidrasi yang cukup, dan meningkatkan aktivitas
fisik.1
Disfagia atau gangguan menelan merupakan efek penyakit Parkinson pada otot
skeletal orofaring karena perubahan pada pleksus mienterik yang mengganggu gerakan
peristaltik makanan. Disfagia ini sering disertai drooling (air liur menetes), yang terjadi
akibat gangguan fungsi menelan sehingga saliva tidak tertelan ke faring tetapi terkumpul
pada rongga mulut. Terapi disfagia dilakukan untuk menghindari aspirasi dan tersedak.
Penderita sebaiknya diberikan makanan yang lunak, dan jika berat dapat dipertimbangkan
untuk pemberian nutrisi secara enteral (gastrostomi). Karena beresiko terjadinya penurunan
berat badan dan gangguan nutrisi, disarankan penderita mengkonsumsi vitamin atau
suplemen untuk mencegah hilangnya massa otot akibat gizi yang tidak seimbang. Terapi
wicara berguna untuk mengidentifikasi disfagia moderat dan berat, serta mengajarkan cara
menelan.1
Hipotensi ortostatik sering menyebabkan jatuhnya pasien Parkinson. Hipotensi ini
biasanya disebabkan efek samping obat Parkinson, yaitu levodopa dan agonis dopamin.
Hipotensi ini diduga karena efek dopamin di perifer yang menyebabkan penurunan volum
intravaskular. Obat-obat anti-hipertensi yang digunakan bersama-sama dengan obat
Parkinson sebaiknya dihentikan dan dipertimbangkan pengurangan bertahap dosis levodopa
dan agonis dopamin. Penderita dianjurkan untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi,

16

penambahan garam, frekuensi makan sedikit tapi sering, pemakaian stoking pada paha dan
betis.1
Hiperhidrosis timbul pada penyakit Parkinson yang melibatkan gangguan pada
hipotalamus dan biasanya timbul pada saat fluktuasi motorik. Agonis dopamin dapat
meringankan gejala ini. Inkontinensia urin terjadi akibat hiperaktivitas dari otot detrusor.1
Gangguan tidur dikarenakan penyakit Parkinson sendiri atau akibat obat-obatan
(agonis dopamin). Spektrum gangguan tidur berupa sulit memulai tidur, mimpi buruk, mudah
terbangun, tidur yang terpotong-potong, atau mengantuk tak tertahan di siang hari. Penderita
memerlukan suasana tidur yang nyaman, pengubahan pola pemberian obat (sore atau
menjelang tidur), dan menghindari berkendara untuk mencegah kecelakaan.1
Gangguan sensoris terutama nyeri terjadi pada 67% penderita Parkinson. Nyeri primer
berupa nyeri yang disertai mati rasa, kram, perasaan panas atau dingin. Nyeri kadang muncul
berfluktuasi dan merefleksikan fenomena off. Nyeri timbul pada tungkai yang mengalami
bradikinesia dan rigiditas, nyeri juga timbul pada bahu dan jari-jari tangan dan kaki
dihubungkan dengan sikap distonik saat off. Gangguan sensoris lainnya berupa nyeri
akathisia, kesemutan, dan rasa terbakar. Patofisiologi primer diduga akibat keterlibatan
ganglia basal dalam jaringan pengolahan sensorimotorik dan akumulasi lokal substansi P
pada otot. Pemberian analgetik opioid dan agen dopaminergik dapat mengurangi nyeri.1
Komplikasi lain berupa pneumonia, urosepsis, malnutrisi, dan jatuh dengan segala
akibatnya. Penyebab jatuh pada Parkinson dihubungkan dengan instabilitas postural,
gangguan keseimbangan, kelemahan otot, gangguan jalan, hipotensi ortostatik, dan faktorfaktor lain seperti penerangan yang kurang dan lantai yang licin. Faktor resiko jatuh pada
penyakit Parkinson adalah adanya riwayat jatuh sebelumnya, gangguan kognitif, lamanya
menderita penyakit, derajat berat Parkinson, instabilitas postural, dan gangguan jalan.
Penggunaan walker beroda lebih bermanfaat dibandingkan dengan tongkat. Terapi
dopaminergik memperbaiki gejala instabilitas postural.1
Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
Pengganti Dopamin (Levodopa, Carbidopa) merupakan obat utama yang hampir
selalu digunakan untuk terapi Parkinson.1,3,6 Di dalam tubuh levodopa akan diubah sebagai
dopamin. Obat ini sangat efektif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti
17

dopamin yang produksinya sangat menurun akibat degenerasi SNc. Efek samping obat ini
adalah mual, dizziness, muntah, hipotensi postural, dan konstipasi. Obat ini juga mempunyai
efek samping jangka panjang, yaitu munculnya diskinesia. Ada kecenderungan peningkatan
dosis jika dipakai secara tunggal. Pada pemakaian obat ini dikenal fenomena on-off atau
wearing off.1,3,6
Agonis Dopamin (Bromocriptine, Pergolide, Pramipexole, Ropinirol) 1,3,6 merupakan
obat yang mempunyai efek serupa dengan dopamin pada reseptor D1 dan D2. Di dalam tubuh
tidak akan mengalami konversi sehingga dapat digunakan sebagai obat tunggal pengganti
levodopa. Biasanya dipakai sebagai kombinasi utama dengan levodopa-carbidopa agar dapat
menurunkan dosis levodopa, sehingga dapat menghindari diskinesia atau mengurangi
fenomena on-off. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual, dan muntah. Kejelekan obat ini adalah tidak dapat menghambat progresivitas
penyakit Parkinson.1
Antikolinergik

(Benztropin,

Tryhexyphenidil,

Biperiden)

menghambat

aksi

neurotransmitter asetilkolin, yang membantu mengkoreksi keseimbangan antara dopamin dan


asetilkolin sehingga dapat mengurangi gejala tremor.1,3,6 Efek samping obat ini adalah mulut
kering dan pandangan kabur (resiko glaukoma). Sebaiknya jenis obat ini tidak diberikan pada
penderita usia 70 tahun dikarenakan dapat menyebabkan penurunan daya ingat dan retensi
urin pada laki-laki.1,5
Monoamin Oxidase Inhibitor/MAO (Selegiline)1,5 berperan untuk mencegah degradasi
dopamin menjadi 3-4-dihydroxyphenilacetic di otak. Dihambatnya MAO menyebabkan umur
dopamin menjadi lebih panjang. Obat ini biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan
levodopa-carbidopa. Obat ini juga berfungsi sebagai antidepresi ringan. Efek samping obat
ini yaitu penurunan tekanan darah dan aritmia.1
Amantadine berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus yang selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala Parkinson.1 Obat ini menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan
fatigue pada awal penyakit, serta dapat menghilangkan fluktuasi motorik dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut.1,6 Obat ini dapat dipakai tunggal, atau kombinasi dengan levodopa
atau agonis dopamin. Efek samping utama adalah rasa kantuk.
Catechole O-methyl transferase/COMT (Tolcapone, Entacapone) merupakan obat
yang masih relatif baru. Obat ini berfungsi menghambat degradasi dopamin oleh enzim
18

COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Obat ini dapat memperbaiki fenomena on-off
dan memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Efek samping obat berupa
gangguan fungsi hati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati secara rutin, dan
menyebabkan perubahan warna urin menjadi merah oranye.1
Selain obat-obatan di atas, sering juga diberikan obat-obat neuroprotektif seperti
antioksidan dan obat-obatan yang memperbaiki metabolisme otak. Obat lain yang sering
digunakan adalah obat antidepresi dan antiansietas berdasarkan indikasi yang tepat.
Penghambat MAO-B, agonis dopamin, dan levodopa dapat diberikan pada terapi awal
penyakit ini.4 Tujuan utama pemberian terapi medikamentosa adalah mengembalikan dan
menjaga kualitas hidup pasien. Tidak ada bukti menunda pemberian terapi dapat memberikan
keuntungan ataupun efek yang positif. Setiap pemberian obat harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien.4
Tabel 5. Terapi Medikamentosa untuk Penyakit Parkinson4

Tabel 6. Terapi Medikamentosa untuk Komplikasi Motorik pada Penyakit Parkinson4

19

Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan jika efek fluktuasi motorik seperti diskinesia tidak
dapat dikontrol dengan terapi medikamentosa. Terapi ini dibagi menjadi beberapa prosedur,
yaitu terapi ablasi lesi di otak, transplantasi otak, dan terapi stimulasi otak dalam.1,6
Yang termasuk dalam terapi ablasi lesi di otak adalah thalamotomy dan pallidotomy.
Pada prosedur ini, dokter bedah melakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan
menggunakan kateurisasi. Setelah penghancuran tersebut, tidak ada instrumen apapun yang
dipasang di otak. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan tidak aman.
Pembedahan thalamic saat ini secara umum diterima untuk terapi definitif penderita tremor
esensial namun tidak lagi diterima sebagai terapi penyakit Parkinson.1
Prosedur transplantasi otak menggunakan graft sel otak janin atau autologous adrenal.
Teknik operasi ini sering terbentur pada bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perizinan. Namun, hasil-hasil penelitian terhadap
penderita yang telah menjalani prosedur ini memberikan harapan yang baik pada
penyembuhan Parkinson.1
Pada terapi stimulasi otak dalam, dokter bedah menempatkan semacam elektroda
pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di
bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.1,6 Pada prosedur ini tidak ada penghancuran
lesi di otak sehingga relatif aman. Namun efek samping yang ditimbulkan dari terapi ini
belum diketahui lebih lanjut.1
20

Terapi baru yang terbukti efektif mengurangi fluktuasi motorik berat selain stimulasi
otak dalam adalah Levodopa-Carbidopa Intestinal Gel (LCIG yang dikenal dengan nama
dagang Duodopa).6 Riset terbaru menunjukkan terapi LCIG tersebut memberi keuntungan
yang serupa dengan stimulasi otak dalam pada nukleus subtalamikus. 6 LCIG diberikan secara
infusi terus-menerus ke dalam jejunum. Pasien harus dimasukkan percutaneous endoscopic
gastrotomy tube secara permanen di tempat finer jejunal tube berada dan disambung kepada
pompa eksternal LCIG. Terapi LCIG dan stimulasi otak dalam juga terbukti memperbaiki
gejala non motorik.6
Terapi Rehabilitasi
Terapi ini penting untuk mencegah kehilangan kemampuan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Terapi ini terdiri atas latihan fisioterapi, okupasi, psikoterapi (oleh
psikolog/psikiater), dan bicara.1,3
Latihan fisioterapi meliputi latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan Frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai,
latihan isometrik untuk otot kuadriseps femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan
menaiki tangga dan bangkit dari kursi.1
Latihan okupasi membutuhkan asesmen aktivitas kehidupan sehari-hari penderita,
asesmen lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Latihan okupasi meliputi: strategi kognitif
yang bertujuan untuk menarik perhatian atau penuh konsentrasi, bicara jelas dan tidak cepat,
mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan satu tugas
kognitif maupun motorik, strategi gerak dengan memberikan edukasi pada pasien seperti
menggunakan tikungan yang agak lebar bila akan berbelok saat berjalan dan melebarkan
jarak kedua kaki bila ingin memungut sesuatu dari lantai, dan strategi keseimbangan seperti
melakukan aktivitas dengan duduk atau berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan
berpegangan pada dinding, menghindari eskalator atau pintu berputar, dan memiliki
konsentrasi penuh saat berjalan di tempat ramai atau lantai tidak rata.1
Banyak pasien penyakit Parkinson mengalami disartria dengan volume suara yang
kecil, nada suara rendah, dan kesulitan mengucap kata. Terapi berbicara efektif untuk
meningkatkan volume suara.3
Prognosis

21

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala Parkinson, sedangkan


perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena Parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidup. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan
hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
penyakit Parkinson.
Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan pengendalian
yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun
setelah diagnosis.
Kesimpulan
Berdasarkan data-data dari hasil anamnesis, pasien menunjukkan gejala-gejala klinis
yang mengarah pada penyakit Parkinson seperti adanya tremor, rigiditas, bradikinesia, dan
kehilangan keseimbangan postural. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan adanya resting tremor
dan cogwheel rigidity yang menjadi ciri khas dari penyakit Parkinson. Pemeriksaan
laboratorium dan radiologis tidak menunjukkan adanya kelainan sehingga membuang
kemungkinan adanya kelainan yang disebabkan trauma kapitis atau tumor. Berdasarkan
stadium klinis Hoehn dan Yahr, pasien menderita penyakit Parkinson stadium 1 (hipotesis
diterima).
Daftar Pustaka
1. Rahayu RA. Penyakit parkinson. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
Edisi ke-6. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h. 3834-44.
2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Edisi ke-11. Jakarta: FKUI; 2008.h.10-20,
87-96.
3. Gazewood JD, Richards DR, Clebak K. Parkinson disease: an update. American
Family Physician. 2013 February; 87(4): 267-73.
4. Grimes D, Gordon J, Snelgrove B, Carter IL, Fon E, Martin W, et al. Canadian
guidelines on parkinsons disease introduction. Can J Neurol Sci. 2012; 39: Suppl
4: S1-S30.

22

5. Divac N, Prostran M, Jakovcevski I, Cerovac N. Second-generation antipsychotics


and extrapyramidal adverse effects. Biomed Research International. 2014 June;
2014: 1-6.
6. Fung VSC. New and emerging treatments for parkinson disease. MJA. 2015 April;

202(6): 283-5.

23

Anda mungkin juga menyukai