Riwayat pribadi merupakn segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.
ditanyakan kepada orang tua, saudara terdekat ataupun teman yang rapat dengan
pasien. Ini dipanggil alloanamnesis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan dengan mengambil suhu tubuh,
tekanan darah, frekuensi pernapasan dan denyut nadi. Pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan rutin yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan lain yang
berkaitan.
Pada pemeriksaan fisik kasus ini, didapati pasien yang memiliki tekanan darah
120/80 mmHg, frekuensi nadi 78 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit dan suhu tubuh
37oC. Hasil tanda tanda vital pada pasien ini masih dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik neurologis termasuk kesedaran pasien, tanda rangsang
meningeal, saraf kranialis, motorik, sensorik, koordinasi dan status mental. Pertama
sekali dilihat keadaan umum pasien adakah sakit ringan, sedang atau berat. Kesadaran
pasien compos mentis, delirium, somnolen, tupor, koma. Kesedaran pasien bisa
diperiksa melalui inspeksi respon pasien terhadap stimulus visual, auditorik dan taktil.
Konversasi reaksi terhadap suara wajar atau suara kuat, serta respon terhadap
rangsangan nyeridan pemeriksaan vital yaitu tekanan darah, frekuensi nadi, suhu
tubuh dan frekuensi pernafasan pasien.2
Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda rangsang meningeal yaitu kaku
kuduk, brudzinsky, lasegues sign, kernigs sign. Pemeriksaan ini memberikan tanda
psotif pada pasien meningitidis dan pendarahan subarachnoid. Kaku kuduk diperiksa
dengan cara tangan pemeriksan ditempatkan di bawah kepala pasein yang sedang
berbaring kemudian kepala difleksi dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, malah serig kepala terkedik
ke belakang. Pada keadaan ringan kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami
waktu menekukkan kepala.2
Pemeriksaan tanda lasegue dilakukan dengan cara pasien berbaring lurus,
lakukan ekstensi pada kedua tungkai dan salah satu tungkai diangkat lurus,
difleksikan pada sendi panggul, tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan
ekstensi atau lurus. Normal jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul
rasa sakit atau tahanan. Lasegue positef apabila timbul rasa sakit atau tahanan
sebelum kita mencapai 70 derajat. Pemeriksaan tanda kerniq dilakukan dengan cara
pasien berbaring lurus di tempat tidur, pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul
sampai membuat sudut90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensi pada
persendian lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 derajat antara
tungkai bawah dan tungkai atas. Tanda kerniq positif apabila terdapat tehanan dan
rasa nyeri sebelum mencapat sudut 135 derajat.3
Pemeriksaan tanda brudzinsky dilakukan apabila pasien berbaring di tempat
tidur dan dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepaka pasien yang sedang
3
berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan
yang satu lahi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan. Brudzinsky positif apabila ditemukan fleksi pada kedua tungkai.3
Pemeriksaan saraf kranialis juga dilakukan. Dengan melakukan pemeriksaan
lengkap pada ke 12 buah saraf kranialis kita dapat mengetahui ada tidaknya gangguan
pada otak.3
Pemeriksaan motoric juga dilakukan. Sistem motoric terdiri daripada dua yaitu
upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN). Pada UMN badan sel di
korteks motoric dan akson berakhir di nucleus saraf otak (kortikobulbaris) serta di
kornu anterior medulla spinalis (kortikospinalis). Pada LMN badan sel berada di
nucleus saraf otak dan di kornu anterior medulla spinalis manakala akson berakhir di
otot rangka. Pemeriksaan motoric dilakukan dengan cara melakukan inspeksi seperti
sikap, bentuk, ukuran, gerak abnormal. Palpasi untuk mengetahui tonus otot,
pemeriksaan gerakan pasif untuk menilai rigidity dan cogwheel phenomene.
Pemeriksaan gerakan pasif juga dilakukan. Terdapat pelbagai jenis gerakan abnormal
misalnya fasikulasi, tremor, khorea, atetosis,balismus, spasme.2
Pemeriksaan sensoris juga dilakukan misalnya untuk menilai sensibilitas.
Ransang nyeri, raba dan suhu, getar, posisi juga dilakukan. Pelbagai alat yang bisa
digunakan yaitu jarum, kapas untuk perabaan, botol air panas dan dingin untuk
menilai suhu, garpu tala untuk getar. Refleks adalah jawaban terhadap rangsangan.
Terdapat beberapa jenis refleks yaitu reflex dalam, reflex superfisial dan reflex
patologis. Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan rangsanya
misalnya reflex biceps, triceps, brachioradialis, lutut, Achilles. Refleks superfisial
timbul akibat terangsangnya kulit dan kontraksi otot yang ada di sekitarnya. Misalnya
reflex kornea, reflex dinding perut, reflex kremeter, anus superfisialis dan plantar
reflex. Reflex patologis pula adalah seperti reflex Babinski. Di mana gores telapak
kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju ke pangkal jari. Positif jika dorsofleksi
ibu jari, disertai dengan mekarnya jari-jari yang lain dan lesi terjadi pada traktus
piramidalis. 2
Pada pasien dalam kasus ini didapatkan hasil seperti berikut :
Kesadaran
+/+
Paru paru
Jantung
Abdomen
Extremitas
: Hangat
Pemeriksaan Neurologis :
Kaku kuduk
: (-)
: Kanan
Pergerakan
: Normal
Extremitas atas
: 5555
Extremitas bawah
: 5555
Reflex fisiologis
: Normal
Reflex patologis
: (-)
Tonus tangan
:N
Tonus kaki
:N
Resting tremor (+) pada tangan kiri terutama pada jari jari tangan.
Cogwheel phenomen (+)
Pemeriksaan Penunjang
1) EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
2) CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eksvakuo)
Diagnosa Kerja
Parkinson Disease Grade 1
Penyakit
5
Parkinson
(paralysis
agitans)
atau
sindrom
Parkinson
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
cenderung jatuh
Stadium 5
terutama
fenotiazin
(seperti
perphenazine
dan
klorpromazin),
Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2.
Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor
resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya
perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor
lingkungan.
3.
Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4
(PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan
autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun
dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan
8
oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus
genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita
yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluargakeluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 3
5.
Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi merupakan
neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia. 5 10 % orang yang menderita
penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 %
pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.1
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usiasesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan
Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui.
Patofisiologi
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya
inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 5
1. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron
nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
10
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan
pembetulan
kesalahan
yang
terjadi
seaktu
program
gerakan
3) Serebelar
disertai nistagmus
4) Neuromuskuler
11
sampai
90%), hipotalamus
(berkurang
sampai
90%).
neurotransmiter
dan
neuropeptid
menyebabkan
perubahan
perasaan
kemampuan
untuk
mengontrol
diri
sendiri
dapat
12
makan,
berkurangnya
libido,
dan
menurunnya
kemampuan
konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari
sindrom klasik depresi.
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepatolentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral,
atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
Manifestasi Klinis
Tanda penting Perkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat
istirahat), akinesia atau bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini
bersifat kronik dan progresif tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.8
Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama
13
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.4
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin
menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.4
Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan katakata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat. 4
Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen
( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara
berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu
kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif) 4
Ada pula gejala non motorik5
1) Disfungsi otonom
a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
15
16
Keterangan
Gerakan memilin pada jari tangan yang khas; tremor berkurang
dengan gerakan voluntar selama tidur.
Bradikinesia*
Mikrografia
Refleks
Hiperaktif
glabelar
Komplikasi
1. Dekubitus (luka lecet di bokong, tumit, punggung akibat lama tertekan).
2. Malnutrisi karena penderita menolak makan karena kesusahan mencerna
makanan.
17
3. Luka karena terjatuh karena badan tidak bisa berjalan dengan benar.
4. Radang paru akibat kesedot makanan/minuman.
5. Gangguan BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil).
6. Gangguan fungsi seksual.
7. Depresi.
8. Demensia.
Tatalaksana
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul. 7
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obatobatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan
atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness. 8
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara
dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari. 7
1) Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a) Antikolinergik 7
Benzotropine
(Cogentin),
trihexyphenidyl
(Artane).
Berguna
18
untuk
b) Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam
otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine
pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. 9
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan
mengurangi efek sampingnya.10
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat
yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang
punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita
parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.10
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi
sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan
ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.10
Efek samping levodopa dapat berupa:11
1. Neusea, muntah, distress abdominal
2. Hipotensi postural
3. Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang
berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada
19
system konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti
propanolol.
4. Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu
karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5. Abnormalitas laboratorium.
Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat
merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. 7
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki
mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B
inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini
dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar
untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan
yang diminum.11
c) COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim
COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan
seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak
menimbulkan penurunan fungsi liver. 11
d) Agonis dopamin
20
21
3) Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor
dan hambatan lainnya.7
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat
dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range
of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut. 7
4) Terapi Suara
Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT
fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat
elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory
feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara. 1
5) Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen
yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak
yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai
penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN. 7
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glialderived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang
pembentukan L-dopa. 7
23
6) Pencangkokan saraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem
yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.7
7) Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya
levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana
terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi
thalamik. 11
8) Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. 7
9) Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin
yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim
dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding LTyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat
mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut
24
25
otak.
Terapkan pola hidup sehat dengan konsumsi gizi seimbang.
Tingkatkan konsumsi sayuran dan buah yang mengandung antioksidan, seperti
Kesimpulan
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada
sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk
210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit
Parkinson
merupakan
penyakit
kronis
yang
membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
26
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi
total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan
dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.
Daftar Pustaka
1. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2005.h.35-7.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. h. 9921007.
3. Ganong, William F., and Mcphee, Stephen J. 2011. Patofisiologi Penyakit Edisi 5.
Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 188-189
4. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP (2005). Clinical Neurology (6th ed.). Lange:
McGraw-Hill Medical. pp. 2415.
5. Bradley J. Robottom; William J. Weiner; Lisa M. Shulman. "42". International
Neurology: A Clinical Approach. Blackwell Publishing Ltd. pp. 152158.
6. Rao G, Fisch L, Srinivasan S, et al. Does this patient have Parkinson disease? JAMA.
2003;289(3):347-353.
27
Parkinsonism
Relat.
Disord.
10
(6):
32334.
doi:10.1016/j.parkreldis.2004.03.001.
9. Watanabe Y, Himeda T, Araki T (2005). "Mechanisms of MPTP toxicity and their
implications for therapy of Parkinson's disease" (PDF). Med. Sci. Monit. 11 (1):
RA1723.
10. Wenning GK, Geser F (2003). "Multiple system atrophy". Rev. Neurol. (Paris) 159
(5 Pt 2): 3S318.
11. Uc EY, Rodnitzky RL (2003). "Childhood dystonia". Seminars in pediatric
neurology 10 (1): 5261. doi:10.1016/S1071-9091(02)00010-4.
12. Thanvi B, Lo N, Robinson T (2005). "Vascular Parkinsonism--an important cause of
parkinsonism in older people" (PDF). Age and ageing 34 (2): 1149.
doi:10.1093/ageing/afi025.
28