Anda di halaman 1dari 6

Apa yang ‘Shaking’ Di ICU?

Diferensial Diagnosis Kejang


dalam Pengaturan Perawatan Intensif
Selim R. Benbadis, Shirley Chen, dan Maria Melo
University of South Florida, Rumah Sakit Umum Tampa, Tampa, Florida,
USA

Kesimpulan
Untuk menganalisis kondisi apa yang mirip kejang di Unit Perawatan
Intensif (ICU), kami meninjau semua video Elektroencephalography (EEG)
diperoleh di ICU dewasa selama 18 bulan. Studi ini hanya dilakukan pada pasien
‘kemungkinan kejang’ karena fenomena motorik dan klinis direkam di video dan
dianalisis. Sebanyak 52 studi telah dilakukan.
Empat belas pasien (27%) memiliki serangan epilepsi. Tiga puluh delapan
(73%) memiliki serangan nonepileptic. Ini terdiri dari 12 (23%) dengan gerakan
seperti tremor, 7 (13,5%) dengan multifocal myoclonic jerks tanpa perubahan
electrographic, 7 (13,5%) dengan gerakan semipurposeful lambat, dan 10 dengan
gerakan lain. Oleh karena itu, gerakan seperti kejang dalam ICU banyak dan
berbeda dari diagnosis banding kejang yang terlihat pada pasien rawat jalan.

KATA KUNCI: Kejang, gerakan nonepileptic, ICU.


Kejang sering terjadi dalam perawatan intensif (Claassen et al., 2004), dan
untuk mendiagnosis dengan akurat dalam pasien yang sakit kritis sangat susah.
Sebagian besar dari pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU) dalam keadaan
delirium (Ely et al, 2004; Ouimet et al, 2007), dan gerakan abnormal adalah biasa
pada populasi ini, sehingga diagnosis kejang sering dianggap sebagai suatu
kemungkinan.
Dengan munculnya peralatan video digital dalam dekade terakhir ini,
rekaman video sudah tersedia dan sering dilakukan EEG. Praktek ini membantu
untuk membedakan antara kejang dan peristiwa nonepileptic yang mungkin telah
diobati dengan obat antiepilepsi (AED). Pembedaan ini penting dalam pengelolaan
pasien yang kritis, karena kebanyakan AED dapat menyebabkan sedasi lebih
lanjut dalam populasi pasien yang sudah rentan. Lorazepam, misalnya, secara rutin
digunakan dalam kejang, dan telah terbukti menjadi faktor risiko untuk delirium
pada pasien ICU (Pandharipande et al., 2006). Peningkatan risiko delirium dapat
meningkatan morbiditas dan mortalitas, lama tinggal di rumah sakit, dan
peningkatan biaya kesehatan (Ouimet et al., 2007).
Diagnosis kejang dan kondisi yang mirip kejang telah dipelajari dengan
baik dirawat jalan pengaturan (Benbadis, 2007), tetapi hanya sedikit data yang
tersedia pada pasien ICU. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
kondisi apa meniru kejang dalam pengaturan ICU.

Metode
Kami secara retrospektif menganalisis semua rekaman video EEG yang
diperoleh untuk ''mirip kejang'' karena gerakan abnormal dalam ICU dewasa (usia
18 atau lebih tua) untuk periode 18 bulan (1 Januari 2007 sampai dengan Juni 30,
2008) di Rumah Sakit Umum Tampa, pusat rujukan tersier. Kami hanya
memasukkan pasien yang tidak normal perilaku. Rekaman dilakukan dengan
menggunakan peralatan video EEG digital yang sama dengan apa yang digunakan
untuk unit pemantauan di rawat inap (epilepsi). Diagnosis akhir dari epilepsi
dibandingkan episode nonepileptic di interpretasi dari video EEG, terutama
karakteristik dari video klinis, dan juga respon terhadap pengobatan dan akhirnya
tindak lanjut.

Hasil
Sebanyak 52 video EEG dengan kejadian klinis yang tercatat didapatkan
selama periode penelitian 18 bulan. Usia pasien berkisar 17-88 tahun, dengan usia
rata-rata 57 tahun. Tiga puluh sembilan pasien (75%) diintubasi pada saat
rekaman. Jenis ICU adalah: ICU bedah 18 pasien (34,6%), ICU medis 12 pasien
(23,1%), ICU jantung 4 pasien (7,7%), dan burn ICU 2 pasien (3,8%). Enam belas
studi (31%) dilakukan pada pasien di ICU neurologi. Empat belas studi (27%)
didapatkan epilepsi, dan 38 (73%) nonepileptic. Dari 14 seizures epilepsi, 4
(7,7%) yang focal motor status epilepticus, 3 (5,8%) yang focal clonic, 3 (5,8%)
adalah mioklonik, 2 (3,9%) generalized status epilepticus (satu mioklonik dan
satu klonik), satu (1,9%) adalah focal tonic, dan satu generalized tonik-klonik.
Tidak ada kejang EEG yang berkorelasi dengan klinis.
Dari 38 peristiwa nonepileptic, 12 (23%) memiliki tremor seperti gerakan,
sebagian besar yang melibatkan satu atau lebih ekstremitas. Kebanyakan tremor
yang seperti menggigil dan bersifat sementara, sering dipicu oleh mobilisasi. Satu
terisolasi pada bibir, dan satu generalized tremor.
Tujuh (13,5%) memiliki apa yang digambarkan sebagai gerakan
semipurposeful lambat, kebanyakan melibatkan berbagai kombinasi ekstremitas.
Dua memiliki pengulangan abduksi dan adduksi dari kaki; satu pasien menyilang
kaki, dan yang lain juga memiliki ekstensi-fleksi lutut seperti gerakan mengayuh.
Dua memiliki gerakan seperti withdrawal melibatkan satu atau kedua kaki, dengan
gerakan dorsofleksi-plantarfleksi berulang pada pergelangan kaki dan ekstensi
jari-jari kaki. Satu memiliki fleksi lengan yang melawan gravitasi. Satu memiliki
fleksi ekstremitas yang berulang dengan fleksi lengan simultan dan fleksi lutut.
Satu pasien didapatkan gerakan irregular, fleksi-ekstensi yang melibatkan keempat
ekstremitas.
Tujuh (13,5%) memiliki myoclonic jerks multifokal tanpa perubahan
electrographic.
Dua (3,9%) memiliki gerakan mata transien (satu mata deviasi lateral
transien, satu lagi pergerakan lambat ke atas). Dua (3,8%) memiliki gerakan mulut
berulang-ulang, yang digambarkan sebagai suckling dan puckering. Dua (3,8%)
sering mengangguk kepala yang berulang atau membenturkan kepala; untuk
pasien dengan yang membenturkan kepala, etiologinya untuk menjadi perilaku
stereotip yang berhubungan dengan diagnosis Cerebral Palsy. Dua (3,8%) telah
memiliki nonepileptic psikogenik (PNEA). Satu (1,9%) memiliki flutter perut
dikaitkan dengan ventilator, satu (1,9%) memiliki clonus pada pergelangan kaki
dengan spontan dan dipicu oleh stimulus, satu (1,9%) menunjukkan facial
twitching, yang unilateral seperti menggigil.

Diskusi
Dalam semua rekaman video EEG yang dilakukan di ICU untuk
mendiagnosis kemungkinan kejang karena perilaku motorik abnormal, 73% dari
episode yang ditemukan nonepileptic mirip kejang. Jenis yang paling umum terdiri
dari gerakan tremor seperti mioklonik jerk, dan gerakan lambat semipurposeful
dari anggota badan. Yang gerakan lambat semipurposeful sulit untuk
diklasifikasikan, tetapi kemungkinan besar merupakan manifestasi dari rasa tidak
nyaman pada pasien yang diintubasi atau tidak dapat berkomunikasi.
Pada pasien rawat jalan, kejadian mirip kejang adalah yang paling sering
adalah serangan psikogenik dan sinkop untuk episode diurnal, dan parasomnia
untuk episode malam hari (Benbadis, 2007). Yang mirip kejang di ICU ada
banyak, dan boleh dibedakan dengan jelas dengan diagnosis diferensial biasa
kejang terlihat pada pasien rawat jalan.
Temuan kami tidak menunjukan bahwa fenomena nonepileptic lebih
banyak daripada kejang di ICU, karena ini dipilih gerakan abnormal yang mirip
kejang. Hal ini berbeda dengan nonconvulsive seizures yang disebabkan oleh
perubahan status mental, sehingga ‘kompleks parsial’ atau nonmotor seizures
boleh dilewatkan.
Asal-usul gerakan-gerakan nonepileptic abnormal di ICU tidak jelas.
Mereka bisa mewakili cortical release phenomena, tetapi sering kelihatan respon
semipurposeful disebabkan oleh ketidaknyamanan. Selain itu, perilaku
semipurposeful cenderung dilihat dalam perubahan ringan kesadaran, sedangkan
gerakan tremor sering pada pasien yang lebih kritis. Selain itu, beberapa dari
gerakan-gerakan yang abnormal yang disebabkan oleh mobilisasi atau stimulasi
(misalnya, reposisi, penyedotan). Jenis motoric pada delirium telah dijelaskan,
termasuk hipoaktif, hiperaktif, atau campuran (Peterson et al., 2006). Istilah
''floculation'' dan ''carphology'' telah digunakan untuk menggambarkan berbagai
gerakan semipurposeful. Laporan lainnya hanya memberikan deskripsi gangguan
motorik, seperti tingkat aktivitas, kecepatan gerakan, gelisah, dan gerakan
involunter (Meagher et al., 2008). Gerakan mirip kejang juga telah dilaporkan
mempunyai hubungan dengan obat sedatif dan agen anestetik, seperti sevofluran,
propofol, dan fentanyl (Petzinger et al, 1995;. Walder et al, 2002;.Mohanram et al,
2007).
Ada beberapa data pada rekaman video EEG dilakukan untuk diagnosis di
ICU. Satu studi (Pandian et al., 2004) mempelajari penggunaan pemantauan video
EEG di ICU neuro, tapi hampir semua dilakukan untuk mendiagnosis dan
tatalaksana status epileptikus. Hanya sebagian kecil (4 dari 105) dilakukan untuk
mendiagnosis episode yang tidak jelas. Namun, 10 (9,5%) ternyata memiliki apa
yang penulis melihat sebagai perilaku nonepileptic. Kami sepenuhnya setuju
dengan komentar penulis yang video EEG memungkinkan untuk identifikasi
perilaku nonepileptic pada individu dan mencegah penggunaan yang tidak perlu
dari rejimen AED. Ada studi yang meneliti (Khan et al., 2005), enam anak yang
mempunyai gangguan gerak umum di ICU. Gerakan pada pasien ini termasuk
twitching, dystonia, gerakan mirip chorea dan wajah meringis.
Kami menyadari bahwa penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan.
Pertama, itu adalah analisis retrospektif, dan kasus belum dikumpulkan secara
sistematis. Sebaliknya, ini adalah pasien yang dicurigai kejang. Kedua, kriteria
kecurigaan klinis yang tentu saja berbeda antara dokter, terutama karena banyak
studi dilakukan oleh nonneurologists. Selain itu, kami telah memasukan semua
jenis ICU. Ketiga, ini adalah pusat rujukan tersier, menciptakan bias dengan
pasien sangat sulit dan sakit parah. Keempat, ini adalah penelitian yang kecil dan
tentu saja tidak mencakup semua jenis gerakan yang dapat dilihat di ICU.
Penelitian yang lebih besar akan lebih berguna. Terakhir, diagnosis akhir dari
epilepsi dibandingkan episode nonepileptic dibuat oleh interpretasi yang cermat
dari EEG dan video, tetapi juga diketahui bahwa beberapa kejang parsial mungkin
tidak menunjukkan perubahan EEG. Oleh karena itu, meskipun diagnosis episode
nonepileptic tidak memerlukan perubahan EEG, itu jelas tidak cukup dan
karakteristik klinis (video) sering bahkan lebih penting daripada EEG.

Anda mungkin juga menyukai