Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 3 BLOK 6.2

Dosen Tutor : dr. Indra Adi Susianto, M.Si.Med, Sp.OG.

Disusun oleh:

Gabriel Meinrad Abhisa Devinto (19.P1.0003)

Nurul Khadijah (19.P1.0007)

Erlyngky Ivana Silalahi (19.P1.0012)

Adrian Herlambang Agung Saputra (19.P1.0016)

Altamirano Reza Pahlevi Handoko (19.P1.0019)

Fransiska Ingka Pratiwi (19.P1.0025)

Jasintha Florenza Kora (19.P1.0032)

La Venice Tarakanita Teurah (19.P1.0044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2022
Skenario 3 Blok 6.2

Ny. Riri berusia 62 tahun diantar ke klinik dengan keluhan tremor dan kaku pada kedua
tangan dan kaki. Keluhan ini berlangsung sudah 2 tahun, pertama kali muncul tremor di tangan
kiri lalu 6 bulan kemudian tangan kanan juga tremor sehingga pasien sulit untuk menulis dan
mengalami mikrografia. Tremor terutama terjadi saat pasien mengistirahatkan tangannya dan
menghilang bila pasien melaakukan gerakan. Pasien juga merasakan pergerakan tubuhnya
menjadi lebih kaku. Cara berjalannya lebih pelan dengan langkah agak kecil. Pasien masih
dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak sering terjatuh. Pasien masih bisa makan dan mandi
sendiri.

Riw. Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Diabetes (-), stroke (-).

Pemeriksaan tanda vital: TD 120/80 mmHg, HR 98 x/menit, RR 20 x/menit, dan Suhu 36,6 0C

Pemeriksaan Neurologis

Rangsang meningeal (-)

Pemeriksaan saraf otak dalam batas normal

Motorik : tonus rigiditas di ekstremitas atas bilateral. Kekuatan otot normal. Didapatkan
resting tremor pada ke 2 tangan

Sensorik normal

Refleks fisiologis normal

Refleks Patologis (-)

Refleks patologis (+)


I. Terminologi
1. Tremor: ialah serentetan gerakan involunter, ritmis, berbentuk getaran, pada
satu atau lebih bagian tubuh. 1

2. Mikrografia: merupakan salah satu gejala motorik, dimana tulisan dari penderita
Parkinson huruf yang kecil dan jarak yang sempit. 2

3. Rangsang meningeal: adalah rangsangan selaput otak dimana gejala yang


timbul akibat dari peradangan pada selaput otak (meningitis) atau adanya benda
asing (darah) pada ruang sub-aracnoid, zat kimia, dan invasi neoplasma
(meningitis karsinoma). 3

4. Tonus: adalah jumlah ketegangan atau resistensi terhadap gerakan pada otot. 4

5. Rigiditas: adalah kekakuan atau ketidakfleksibelan tubuh yang terjadi pada


seluruh tubuh atau sebagian anggota tubuh yang difleksikan secara pasif atau
diakibatkan oleh adanya gangguan saraf yang ,mengontrol pergerakan. 5

6. Resting tremor: merupakan tremor yang terjadi saat otot-otot sedang mengalami
relaksasi atau istirahat. Pada tremor ini, getaran anggota tubuh khususnya
tangan atau kaki lebih terasa saat beristirahat. 6

7. Reflex patologis: adalah gerakan volunter yang muncul akibat suatu


rangsangan. Gerakan ini seharusnya tidak muncul pada orang dewasa sehat,
tetapi dapat muncul secara normal pada anak kecil dan bayi sebagai reflex
primitif. 7

II. Rumusan Masalah


1. Mengapa seseorang dapat mengalami tremor dan kaku pada kedua tangan dan
kakinya?
2. Mengapa tremor hanya muncul pada saat mengistirahatkan tangan?
3. Mengapa cara berjalan pasien lebih pelan dan langkahnya agak kecil?
4. Pada kondisi pasien di skenario, sistem apakah yang tidak normal?
5. Apa saja faktor resiko yang dapat mempengaruhi kondisi pasien pada skenario?
6. Apa kemungkinan diagnosis pasien yang sesuai dengan keluhan pada skenario?

III. Hipotesis
1. Tremor terjadi akibat gangguan di bagian otak yang bertugas mengatur
pergerakan otot. Gangguan tersebut menyebabkan kontraksi otot yang tidak
terkendali sehingga menimbulkan tremor atau gemetar. Tremor dapat terjadi
sebagai gejala dari penyakit yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan
pergerakan sehingga dapat mempengaruhi kekakuan pada anggota gerak tangan
maupun kaki. Kekakuan atau rigiditas terjadi karena dopaminergic neuron di
substansia nigra pars kompakta basal ganglia yang menyebabkan produksi
dopamine menurun, penurunan aktivasi direct, basal ganglia dan inhibisi
indirect basal ganglia pathway, sehingga output meningkat, peningkatan
inhibition formation menyebabkan penghambatan jalur saluran retikulospinal
dan menyebabkan gangguan regulasi tonus otot sampai hipertonis dan
menyebabkan rigiditas. 8

2. Tangan gemetar yang menetap, atau sering dirasakan bisa jadi menandakan
penyakit atau kondisi tertentu, seperti: Penyakit Parkinson, yaitu penyakit
kronis yang mengganggu fungsi otak dan koordinasi gerakan tubuh, serta dapat
menyebabkan tremor saat penderita sedang diam atau saat otot tidak digunakan
dan justru mereda ketika bergerak. 9
Tremor merupakan salah satu gambaran klinis pada penderita Parkinson yang
disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motorneuron. Inhibisis ini
akan mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan
menurunnya kontril dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan
menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan
saraf pusat. Termor diklasifikasikan menjadi dua yaitu tremor aksi dan Tremor
istirahat (resting/static tremor): Tremor yang timbul pada bagian tubuh yang
ditopang melawan gravitasi dan tidak ada aktivitas otot volunter (tidak ada
kontraksi otot skelet). Amplitudo meningkat selama stress atau dengan gerakan
umum (berjalan), dan berkurang dengan gerakan menunjuk sasaran (tes
telunjuk-hidung). Tremor istirahat dapat ditemukan pada parkinsonisme,
alcohol withdrawal, tremor esensial, dan neurosifilis. 10,11
Tremor terjadi saat pasien mengistirahatkan tangan karena gerakan osilator
involunter ritmik yang muncul pada ektreminitas saat relaksasi dan bertumpu
pada suatu permukaan yang menghilangkan pengaruh gaya gravitasi pada
ekstreminitas tersebut. Menghilang saat gerakan aktif dan umumnya dapat
muncul kembali setelah beberapa detik saat membentangkan tangan. 12

3. Parkinson akan menimbulkan gejala pada saat neuron substansia nigra sudah
hilang ataupun terganggu dalam jumlah yang signifikan yaitu sekitar >70%.
Penyakit Parkinson ditandai dengan 3 gejala yang disebut sebagai gejala
cardinal dari Parkinson: Tremor, rigiditas dan bradikinesia. 13
Shuffling gait diasosiasikan dengan hypokinesia, hipotesis nya dalah adanya
hiperaktifitas dari penghambaat proykesi dari basal ganglia kethalamus.
Projeksi Thalamokortikal gagalmenyalurkan antara Motor Related Area ke
Suplementary Motor Area. 14
Akinesia yang terjadi pada penyakit Parkinson sering kali membuat pasien jauh
lebih tertekan daripada gejala-gejala rigiditas otot dan tremor, karena pada
parkinsonisme berat, bahkan untuk membentuk gerakan yang paling sederhana
pun, pasien harus melakukan konsentrasi penuh. Usaha mental, bahkan tekanan
mental, yang diperlukan untuk terjadinya suatu gerakan yang diinginkan, sering
kali mencapai batas daya kemauan pasien. Kemudian, bila gerakan tersebut
timbul, biasanya bersifat kaku dan tersendat-sendat dan tidak timbul secara
lancar. Penyebab akinesia ini masih bersifat dugaan. Namun, sekresi dopamin
di sistem Iimbik, terutama pada nukleus akumbens, sering kali menurun
bersama dengan menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Ada dugaan
bahwa hal ini mungkin menurunkan dorongan fisik untuk aktivitas motorik
begitu besarnya sehingga timbul akinesia. 15

4. Pada penderita penyakit Parkinson system yang terganggu adalah system saraf
yang mengganggu kemampuan tubuh dalam mengontrol gerakan (motorik) dan
keseimbangan. Kondisi ini menimbulkan beragam keluhan pada penderitanya
seperti, tremor, kaku otot, hingga gangguan koordinasi. Penyakit Parkinson
merupakan penyakit neurodegenerative yang mengganggu sel saraf
dopaminergic di suatu area otak yang disebut substansia nigra. Sel-sel
dopaminergic sendiri bertugas untuk memproduksi dopamine, sehingga ketika
sel-sel ini mengalami degenerasi seperti pada penyakit Parkinson, kadar
dopamine pun akan mengalami penurunan. Penyakit ini termasuk penyakit yang
bersifat progresif yaitu semakin berkembang seiring bertambahnya usia
penderita. 16,17,18

5. Gejala pada scenario mengarah pada Penyakit Parkinson, yang dapat


disebabkan oleh beberapa factor, yaitu:
a. Usia lanjut
Usia tua sering dihubungkan dengan proses degenerasi seluler,
penurunan mekanisme kompensasi dan kemampuan regenerasi sel. Penuaan
dikaitkan dengan disfungsi mitokondria, peningkatan produksi radikal
bebas dan stres oksidatif, menyebabkan ketidakstabilan genom dan mutasi
DNA, penurunan kelangsungan hidup sel, proses degenerasi protein yang
menyebabkan peningkatan deposisi abnormal protein seluler otak yaitu a-
synuclein dan Tau. Peningkatan akumulasi protein ini berpengaruh pada
proses degenerasi di substansia nigra pars kompakta dan kerusakan sistem
dopaminergik di ganglia basalis.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami penyakit parkinson
dibandingkan wanita kemungkinan karena laki laki mendapat paparan
faktor resiko yang lainnya, seperti toksin atau trauma kepala. Teori lain
menjelaskan bahwa estrogen mempunyai efek neuroprotektif. Teori yang
lain menjelaskan tentang adanya gen predisposisi parkinson dapat
dihubungkan dengan kromosom X.
c. Paparan terhadap toksin lingkungan seperti pestisida atau herbisida
mempunyai resiko terkena parkinson karena beberapa toksin menghambat
produksi dopamin dan merusak radikal bebas.
d. Faktor genetik
Sebuah penelitian oleh Mayo Clinic menyatakan bahwa gen a-
synucleing kemungkinan berperan dalam perkembangan penyakit ini.
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan gen aktif yang berlebih
mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar. 19
6. Gejala pada pasien yaitu terjadinya tremor pada salah satu sisi ekstremitasatas
diikuti dengan sisi satunya beberapa bulan kemudian, tremor hilang saat
melakkan gerakan voulenteer, adanya kekakuan dan cara berjalan yang berubah
(shuffling gait), adalah tanda-tanda yang umumnya ditemukan pada Parkinson's
20
disease, sehingga pasien diduga mengalami Parkinson's disease.

IV. Skema
V. Sasaran Belajar
1. Mengetahui dan Memahami Etiologi dan Klasifikasi dari Parkinson Disease
2. Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis dari Parkinson Disease
3. Mengetahui dan Memahami Patofisiologi dari Parkinson Disease
4. Mengetahui dan Memahami Cara Mendiagnosis Penyakit Parkinson
5. Mengetahui dan Memahami Diagnosis Banding dari Parkinson Disease
6. Mengetahui dan Memahami Tatalaksana dari Parkinson Disease
7. Mengetahui dan Memahami Prognosis dari Parkinson Disease

VI. Belajar Mandiri


1. Etiologi dan Klasifikasi dari Parkinson Disease
A. Etiologi
Etiologi dari penyakit Parkinson belum diketahui atau idiopatik, tetapi
diperkirakan berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Etiologi
penyakit Parkinson bersifat multifactorial dan ditentukan oleh interaksi
antara faktor gen dan lingkungan. Young onset parkinson disease terjadi
pada kisaran usia yang lebih muda dengan manifestasi klinis yang spesifik
dan memiliki korelasi genetik yang kuat.
1) Faktor Genetik
Genetik sangat berpengaruh terutama pada parkinson yang
didiagnosis sebelum usia 50 tahun, beberapa mutasi genetik ditemukan
pada penderita Parkinson yang berhubungan dengan protein α-
synuclein yang merupakan protein komponen mayor dari Lewy bodies.
Penyakit Parkinson yang diturunkan secara autosomal dominan
diakibatkan oleh point mutation yang terjadi pada N terminal pada α-
synuclein, sedangkan gejala menyerupai penyakit Parkinson
disebabkan misfolding atau agregasi α-synuclein yang telah bermutasi.
Penyakit Parkinson yang diturunkan secara autosomal dominan
cenderung merupakan penyakit Parkinson yang menyerang pada
awitan dini, yakni usia 40 hingga 50 tahun. Gejala yang akan
ditimbulkan pada penyakit Parkinson dengan awitan dini pada
umumnya merupakan gejala motorik yang berespon baik terhadap
pemberian levodopa.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan sangat
penting terhadap penyakit Parkinson. Penelitian menyebutkan tidak
hanya logam berat, namun juga pestisida, herbisida dan insektisida.
Dua jenis pestisida yang diketahui memiliki peran penting dalam
perkembangan penyakit Parkinson adalah Rotenone dan Paraquat.
Keduanya berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi mitokondria
sel sehingga mengganggu fungsi respirasi sel dan menyebabkan stres
oksidatif. Di samping faktor-faktor yang meningkatkan risiko penyakit
Parkinson, penelitian menemukan faktor-faktor yang dapat
menurunkan risiko penyakit Parkinson, yakni kafein dan nikotin.
Senyawa di dalam rokok dan kopi yang berperan aktif dalam
menurunkan risiko penyakit Parkinson adalah Nrf-2 dan cafestol.
Walau demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
manfaat kedua zat ini dan aplikasi klinisnya untuk penyakit Parkinson.
21,22

B. Klasifikasi Penyakit Parkinson


Sindroma parkinson (parkinsonisme) dapat di klasifikasikan sebagai
berikut: (Sudoyo W, dkk, 2006) :
1) Primer atau idiopatik atau paralysis agitans (suatu penyakit parkinson
yang disebabkan karena kerusakan pada ganglion basal, terutama pada
globus palidus dan substansia nigra dengan gejala otot- otot menjadi
rigit atau tremor)
2) Penyebab tidak diketahui
3) Ada peran toksik yang berasal dari lingkungan
4) Ada peran faktor genetik, bersifat sporadic (dalam keluarga tertentu
atau berubah-ubah)
5) Sekunder atau akuisita (seperti, masalah perubahan pada katub jantung
yang disebabkan oleh berbagai penyakit atau infeksi, seperti demam
rematik atau endocarditis)
6) Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat
7) Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
8) Terpapar kronis oleh toksin
9) Sindroma parkinson plus, Gejala parkinson timbul bersama gejala
neurologi lain seperti: Progressive Supraneural Palsy, Multiple System
Atrophy, Cortical-Basal Ganglionic Degeneration, Parkinson-
Dementia-ALS Compleks of Gunam, Progressive Palidal Atrophy,
Diffuse Lewy Body Disease (DBLD)
10) Kelainan Degeneratif diturunkan (heredodegenerative disorder),
Gejala parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga
berhubungan dengan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan
memegang peranan peran sebagai etiologi. 23,24

2. Manifestasi Klinis dari Parkinson Disease


A. Gejala Motorik
1) Tremor atau bergetar
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi Pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan
(seperti orang Menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang
jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya
terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi
pada kedua belah sisi.
2) Rigiditas/kekakuan
Rigiditas merupakan peningkatan terhadap regangan otot pada
otot antagonis dan agonis. Salah satu gejala dini dari rigiditas ialah
hilangnya gerak asosiasi lengan bila berjalan. Peningkatan tonus otot
pada sindrom prakinson disebabkan oleh meningkatnya aktifitas
neuron motorik alfa. Kombinasi dengan resting tremor mengakibatkan
bunyi seperti gigi roda yang disebut dengan cogwheel phenomenon
muncul jika pada gerakan pasif.
3) Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada
impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia
basalis. Hal ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang
mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa
4) Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan,
atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita
menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan tersebut juga
berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls
dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
penderita mudah jatuh.
5) Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada
beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
6) Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi
cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada,
bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7) Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan deficit kognitif.
8) Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata
yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan) yang lambat.
9) Gangguan behavioural
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon
terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
10) Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).
B. Gejala Non-Motorik
1) Disfungsi otonom:
a) Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter
terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b) Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c) Pengeluaran urin yang banyak
d) Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan
melemahnya hasrat seksual, perilaku orgasme.
2) Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
3) Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
4) Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5) Gangguan sensasi:
a) Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna.
b) Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom
untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan.
c) Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau
(microsmia atau anosmia). 25,26

3. Patofisiologi dari Parkinson Disease


Gangguan sistem ekstrapiramidal, yang meliputi struktur motorik
ganglia basalis, dan ditandai dengan hilangnya fungsi dopaminergik dan
menyebabkan berkurangnya fungsi motorik . Penyebab utama gejala motorik
adalah penipisan dopamin striatal , meskipun nonmotor membantu dengan
melibatkan neurotransmiter lain dari sistem glutamatergik, kolinergik,
serotonergik, dan adrenergik, selain neuromodulator adenosine dan enkephalin.
Parkinson disease juga mungkin berasal dari nukleus motorik dorsal saraf vagal,
glossofaringeal, dan nukleus olfaktorius anterior, Karena Parkinson's disease
menunjukkan pola penyakit yang dimulai di batang otak dan naik ke tingkat
kortikal yang lebih tinggi.
Keterlibatan inflamasi dalam patogenesis Parkinson juga sedang
dipelajari, terutama peran sitokin dan mediator lainnya. Respon inflamasi
sekunder terhadap degenerasi neuron dopaminergik berperan dan berkontribusi
pada patogenesisnya. 27
4. Cara Mendiagnosis Penyakit Parkinson
Secara klinis, langkah awal dalam melakukan diagnosis penyakit
Parkinson ialah melalui anamnesis yang baik. Pertanyaan yang mendetail
mengenai pasien maupun keluarga pasien haruslah dilakukan, dengan
memastikan adanya gejala premotorik seperti ganguan tidur, hilangnya
kemampuan menghidu, dan konstipasi. Riwayat konsumsi obat, baik yang
pernah dikonsumsi ataupun yang sedang dikonsumsi oleh pasien. Paparan
terhadap toksin dari lingkungan (misal paparan mangan pada pekerja las besi)
perlu ditanyakan.
Pada pemeriksaan klinis, perlu diperhatikan jika terdapat gerakan tremor
yang khas seperti memutar pil dan brandikinesia. Jika ditemukan gejala ini
secara asimetris makan gejala ini merupakan gejala yang patognomonik pada
penyakit Parkinson.
Gejala klinis dari penyakit Parkinson dapat berupa gejala motorik dan
nonmotorik. Gejala motorik penyakit Parkinson yang khas dan umumnya
dikenal sebagai parkinsonisme, terdiri dari empat gambaran utama yaitu
brandikinesia, tremor istirahat, rigiditas, dan gangguan postural maupun gait.
a. Brandikinesia ialah melambatnya pergerakan dengan berkurangnya secara
progresif amplitudo atau kecepatan saat dilakukannya gerakan yang
bergantian. Perlu dibedakan antara brandikinesia yang sesungguhnya
dengan lambatnya gerakan tubuh yang biasa terdapat pada pasien dengan
menurunnya kekuatan otot (paresis), spastisitas, atau kurangnya motivasi
(misal oleh depresi), secara klinis brandikinesia dapat dievaluasi dengan
melakukan gerakan berulang dengan secepat dan seluas mungkin, seperti
membuka dan menutup telapak tangan, menghentakkan kaki di permukaan
tanah. Brandikinesia dapat juga di evaluasi secara umum saat pasien
melakukan gerakan spontan seperti duduk, berdiri dari kursi, atau berjalan.
Bentuk brandikinesia yang lainnya ialah hipomimia (berkurangnya ekspresi
wajah dan mengedip mata, wajah topeng), hipofonia (suara yang pelan),
mikrografia (tulisan yang menjadi kecil), dan kesulitan menelan.
b. Tremor saat istirahat dimana gerakan osilator involunter ritmik yang
muncul pada ektreminitas saat relaksasi dan bertumpu pada suatu
permukaan yang menghilangkan pengaruh gaya gravitasi pada
ekstreminitas tersebut. Pada penyakit Parkinson frekuensi tremor istirahat
biasanya rendah hingga menengah (3-6 Hz), dimana amplitudo beragam,
luasnya dapat kurang dari 1 cm hingga lebih dari 10 cm. karakteristik khas
lainnya ialah gerakan memutar seperti memutar pil. Bentuk tremor lainnya
yang dapat ditemukan seperti gerakan fleksi-ekstensi atau adbduksi-
adduksi dari jari. Tremor juga dapat ditemukan pada anggota gerak bawah,
rahang, dan lidah.
c. Rigiditas yang dimaksudkan ialah peningkatan tonus otot saat pemeriksaan
dengan gerakan pasif dari bagian yang terlibat (anggota gerak atau leher),
baik kelompok otot fleksor dan ekstensor. Gangguan postural dan gait
dimana pasien Parkinson biasanya memiliki postur tubuh yang
membungkuk yang disebabkan hilangnya refleks postural.
d. Gerakan gait pelan, sempit dan memiliki karakteristik langkah pendek,
yang memberikan kesan pasien berusaha mengejar pusat keseimbangan
dari pasien sendiri. Berkurangnya gerakan mengayun tangan saat berjalan,
lambat dalam memutar tubuh dan dilakukan dengan beberapa langkah kecil.

Karena perjalanan patologi dari penyakit Parkinson terjadi dalam jangka


waktu yang panjang, beberapa gejala nonmotorik dapat muncul mendahului
gambaran motorik yang khas. Gejala ini terkadang tidak disadari dan dapat
membantu diagnosis pada awal perjalanan penyakit Parkinson. Gejala ini
diantaranya seperti hiposmia, gangguan tidur saat fase rapid eye movement,
gangguan prilaku, konstipasi, dan depresi.

Terdapat berbagai macam kriteria diagnosis untuk mempermudah klinisi


dalam melakukan diagnosis terhadap penyakit Parkinson ini. Saat ini umumnya
di Indonesia digunakan kriteria diagnosis yaitu menurut Hughes dan menurut
Koller.

a. Kriteria Hughes membagi penyakit Parkinson menjadi tiga kriteria. Kriteria


possible dimana jika terdapat salah satu gejala utama antara tremor saat
istirahat, rigiditas, bradikinesia, atau kegagalan mempertahankan refleks
postural. Kriteria probable bila terdapat kombinasi dua gejala utama
(termasuk salah satunya kegagalan mempertahankan refleks postural) dan
gejala alternatif lain yaitu tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris atau
bradikinesia asimetris sudah cukup sebagai gejala kriteria ini. Kriteria
definite bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala
dengan satu gejala lain yang tidak simetris.
b. Kriteria diagnosis menurut Koller yaitu terdapat dua dari tiga gejala khas
yang berlangsung selama satu tahun atau lebih dan memiliki respon
terhadap terapi levodopa diberikan sampai perbaikan sedang dan lama
perbaikan selama satu tahun atau lebih.

Saat ini belum ada biomarker pemeriksaan laboratorium dan pencitraan


struktural (CT scan, MRI, PET) yang dapat mendiagnosis penyakit Parkinson,
pemeriksaan laboratorium lebih berfungsi untuk menyingkirkan diagnosis
banding. 28,29

5. Diagnosis Banding dari Parkinson Disease


a. Essential tremor: Biasanya muncul sebagai tremor bilateral 6 sampai 12
Hz pada tangan.
b. Huntington chorea: gerakan involunter dengan gangguan kognitif dan
perilaku.
c. Dementia with Lewy bodies: gangguan otak degeneratif progresif yang
ditandai dengan demensia, psikosis, dan parkinsonisme
d. Progressive supranuclear palsy: Penyakit ini sekarang dikenal sebagai
sindrom parkinsonian atipikal (atau gangguan Parkinson-plus).
e. Neuroacanthocytosis: Sekelompok kelainan genetik mengakibatkan
kombinasi sel darah merah yang rusak (akantosit) dan penurunan neurologis
yang progresif.
f. Normal pressure hydrocephalus: Muncul dengan gangguan berjalan yang
progresif, defisit kognitif, urinary urgency dan/atau inkontinensia. 30

6. Tatalaksana dari Parkinson Disease


a. Levodopa
Levodopa merupakan terapi gold standard dalam mengobati penyakit
parkinson. Levodopa merupakan precursor dopamin yang dapat menembus
Blood Brain Barrier. Levodopa umumnya ditambah dengan karbidopa yang
merupakan inhibitor dekarboksilase perifer (PDI). karbidopa menghambat
dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam sirkulasi sistemik,
sehingga memungkinkan untuk distribusi levodopa lebih besar ke dalam
sistem saraf pusat. Levodopa memberikan manfaat antiparkinson terbesar
untuk tanda-tanda dan gejala motorik, dengan efek samping paling sedikit
dalam jangka pendek. Namun untuk penggunaan jangka panjang levodopa
dikaitkan dengan fluktuasi motorik ("wearing-off ") dan diskinesia.
Secara umum efek terapi levodopa untuk memperbaiki rigiditas, akan
tetapi kurang efektif untuk mengatasi tremor dan gangguan keseimbangan.
Terapi dengan levodopa dimulai pada dosis rendah dan dinaikkan dosisnya
perlahan-lahan. Beberapa efek samping dari levodopa antara lain hipotensi,
diskinesia, artimia, gangguan gastrointestinal, serta gangguan pernafasan.
Selain itu dapat muncul juga gangguan psikiatrik seperti ansietas, halusinasi
pendengaran, dan gangguan tidur.
b. MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor
Monoamine oxidase (MAO)-B inhibitor dapat dipertimbangkan untuk
pengobatan awal penyakit. Obat ini memberikan manfaat perbaikan gejala
yang ringan, memiliki profil efek samping yang baik. Menurut penelitian
Cochrane, MAO-B inhibitor telah meningkatkan indikator kualitas- hidup
sebesar 20-25% dalam jangka panjang.Contoh dari MAO-B inhibitor adalah
selegiline dan rasagiline.
c. Agonis Dopamin
Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin reseptor di
substansia nigra dan efektif untuk memperlambat munculnya komplikasi
motorik seperti diskinesia jika dibandingkan dengan levodopa. Agonis
dopamin dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik pada tahap awal
dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir. Contoh
dari agonis dopamin adalah bromokriptin, pramipexole, ropinirole. Efek
samping seperti mengantuk, halusinasi, edema, dan gangguan kontrol
impuls.
d. Antikolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari
penyakit parkinson, tetapi tidak efektif untuk mengatasi bradikinesia dan
instabititas postural. Pada penyakit parkinson gangguan ekstrapiramidal
dapat terjadi akibat kadar dopamin menurun menyebabkan gangguan
keseimbangan antara dopaminergik dengan asetilkolin yang meningkat.
Pemberian antikolinergik akan menyeimbangkan dopamin dan asetilkolin.
Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis rendah pada awal dan
ditingkatkan perlahan- lahan untuk meminimalkan efek samping, yang
meliputi gangguan memori, konstipasi, mulut kering, dan retensi urin.
Antikolinergik yang paling umum digunakan adalah trihexyphenidyl.
e. Amantadine
Amantadine adalah agen antivirus yang memiliki aktivitas
antiparkinson.Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya dipahami, tetapi
amantadine diduga mempotensiasi respon dopaminergik di susunan saraf
pusat. Obat ini dapat melepaskan dopamin dan norepinefrin dari lokasi
penyimpanan dan menghambat reuptake dopamin dan norepinefrin. Efek
samping amantadine adalah disorientasi, halusinasi, mual, sakit kepala,
pusing, dan insomnia. 31

7. Prognosis dari Parkinson Disease


Prognosis parkinson berkaitan dengan etiologinya dan adanya Parkinson
sekunder, dimana gejala akan berkurang apabila penyakit primer dapat diatasi.
Penyakit Parkinson berhubungan dengan harapan dan kualitas hidup yang lebih
rendah. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko mortalitas
pada penderita Parkinson diantaranya adalah usia lebih tua saat diagnosis, jenis
kelamin laki-laki, adanya gejala demensia dan gangguan kognitif.
Selama periode tatalaksana 2-3 tahun dapat mengelami perbaikan gejala
dengan pemberian agen dopaminergik. Seteleh 5 tahun pemberian levodopa
akan mulai muncul komplikasi motorik. 32,33

VII. Kesimpulan

Berdasarkan gejala dan keluhan yang dialami pasien dalam scenario yaitu
mikrografia, tremor dan kaku pada kedua tangan serta kaki meski masih dapat
melakukan aktivitas seperti makan dan mandi sendiri, dari beberapa gejala diatas
pasien diduga mengalami Parkinson’s disease. Etiologi dari penyakit Parkinson
belum diketahui atau idiopatik, tetapi diperkirakan berhubungan dengan faktor
genetik dan lingkungan. Pada penyakit Parkinson ditemukan adanya gangguan
sistem ekstrapiramidal, yang meliputi struktur motorik ganglia basalis, dan ditandai
dengan hilangnya fungsi dopaminergik sehingga menyebabkan berkurangnya
fungsi motorik. Parkinson’s disease dapat didiagnosis melalui anamnesis yang baik
dikarenakan belum ada biomarker pemeriksaan laboratorium dan pencitraan
structural yang dapat mendiagnosis Parkinson’s disease. Terdapat beberapa
diagnosis banding dari Parkinson’s disease yaitu Essential tremor, Huntington
chorea, serta Dementia with Lewy bodies. Tatalaksana yang dapat diberikan berupa
pemberian levodopa, MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor, Agonis Dopamin,
Antikolinergik, dan Amantadine. Gejala Parkinson’s disease akan berkurang
apabila dilakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Daftar Pustaka

1. Grimaldi G, Manto M. Neurological Tremor: sensors, Signal Processing and Emer.


2017.
2. Weintraub, D., Comella, C.L., and Horn, S. Parkinson’s Disease- Part 1:
Pathophysiology, Symptoms, Burden, Diagnosis, and Assessment. The American
Journal of Managed Care. 14(2). 2008.
3. Estiasari, riwanti, et al. Pemeriksaan klinis neurologis praktis. Kolegium nurologi
indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2018.
4. Fearon C, Doherty L, Lynch T. How Do I Examine Rigidity and Spasticity?.Mov Disord
Clin Pract. 2015;2(2):204. Published 2015.
5. Diagnosis and Therapy Deep Brain Stimulation in Parkinson Disease. Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. 2020.
6. C.Wei, S.Jos, et al. Rest Tremor Revisited: Parkinson’s Disease and Other Disorders.
Department of Neurology, Shanghai. Transl Neurodegener. 2017.
7. Campbell WW, Barohn RJ. Pathologic Reflexes. DeJong’sThe Neurol. Exam. Eighth
edi, Philadelphia: Wolters Kluwer; 2020.
8. Lenka, A., & Jankovic, J. Tremor Syndromes: An Updated Review. Frontiers in
Neurology, 12(684835), pp. 1–17. 2021.
9. Rascol, O., Brooks, D.J., Korczyn, A.D., DeDeyn, P.P, Clarke, C.E. and Lang, A.E. A
five years study of incidence of dyskinesia in patients with early Parkinson’s disease
who were treated with ropinirole or levodopa. N.Engl.J.Med., 342, 1484-91. 2000.
10. Smaga S. Tremor. Am FamPhysician. 2003;68:1545-52,1553.
11. Bain PG. The management of tremor. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2002;72(Suppl
I):13-19
12. Eudon Muliawan et all. Diagnosis dan Terapi Deep Brain Stimulation Pada Penyakit
Parkinson. Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 1. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. 2018.
13. F. Magrinelli, A. Picelli, P. Tocco, et al., Pathophysiology of Motor Dysfunction in
Parkinson’s Disease as the Rationale for Drug Treatment and Rehabilitation. 2016.
14. Hanakawa, Takashi. Mechanisms underlying gait disturbance in Parkinson's Disease.
Kyoto. Kyoto Universitiy. 1999.
15. Textbook of medical physiology. 11th ed. 2006.
16. Bernardo, L. et al. Handwritten Pattern Recognition for Early Parkinson’s Disease
Diagnosis. Pattern Recognition Letters. 2019.
17. Masato, A. et al. Impaired Dopamine Matbolism in Parkinson’s Disease Pathogenesis.
Molecular Neurodegeneration. 2019.
18. Kelser, E. Everyday Health. What is Parkinson’s Disease? Symptoms, Causes,
Diagnosis, Treatment, and Prevention. 2021.
19. American Parkinson Disease Association. Parkinson’s disease handbook. Staten Island
NY: Medtronic; 2017.
20. Vivekananda,Umesh. Crash Course Neurology. London. Elsevier. 2018.
21. R. A. Hauser. Parkinson Disease. Medscape. 2018.
22. Ascherio, M. A. Schwarzschild. The Epidemiology of Parkinson’s disease: Risk Factor
and Prevention. 2016.
23. S. Zafar, S.S. Yaddanapudi. Parkinson Disease. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. 2022.
24. Kalia LV, Lang AE. Parkinson’s disease. Lancet. Pubmed. 2015.
25. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
26. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
27. Kouli A, Torsney KM, Kuan WL. Parkinson’s Disease: Etiology, Neuropathology, and
Pathogenesis. In: Stoker TB, Greenland JC, editors. Parkinson’s Disease: Pathogenesis
and Clinical Aspects [Internet]. Brisbane (AU): Codon Publications; 2018 Dec 21
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536722/
28. Massano J, Bhatia KP. Clinical approach to Parkinson's disease: features, diagnosis,
and principles of management. Cold Spring Harbor perspectives in medicine. 2012
29. Jankovic J. Parkinson’s disease: clinical features and diagnosis. Journal of Neurology,
Neurosurgery & Psychiatry. 2008.
30. Kelompok studi movement disorders. Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson
dan Gangguan Gerak Lainnya. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta,
2015.
31. Gerry Gunawan, Mochamad Dalhar, Shahdevi Nandar Kurniawan. Parkinson and Stem
Cell Therapy. Laboratorium Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Malang, Indonesia. 2019.
32. Oosterveld, L.P., Allen, J.C., Reinoso, G., Seah, S.H., Tay, K.Y., Au, W.L., et al.
Prognostic Factors for Early Mortality in Parkinson’s Disease. Parkinsonism and
Related Disorders. 2014.
33. Syamsudin, T. Penyakit Parkinson. Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson
dan Gangguan Gerak Lainnya. Kelompok Studi Movement Disorder. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal: 9-31. 2015.

Anda mungkin juga menyukai