Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Penyakit Parkinson atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit neurodegeneratif sindrom karena gangguan pada
ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamin dari
substansia nigra ke globus palidus atau neostriatum (striatal dopamine
deficiency). (Muawanah, 2003)
Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, kekakuan otot (rigiditas), perlambatan gerakan fisik (bradikinesia)
hingga hilangnya gerakan fisik (akinesia), dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai sindrom Parkinson. (Gunawan, 2015)
Klasifikasi Parkinson yaitu: (Gunawan, 2015)
a. Primer atau Idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, ada peran toksin yang berasal
dari lingkungan (sianida dalam air bersih dan peptisida agrikultural) dan
faktor genetik (mutasi gen alfa sinuklein) yang bersifat sporadis .
b. Sekunder atau Akuisita
Timbul akibat terpajan suatu penyakit atau zat, infeksi dan pasca
infeksi otak (ensefalitis). Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-
4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), mangan atau sianida.
Efek samping dari obat penghambat reseptor dopamin (obat anti
psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin (reservin).
Pasca stroke (vaskular) dan lain-lain (hipotiroid, hipoparatiroid,
tumor/trauma otak, hidrosefalus tekanan normal).
c. Sindrom Parkinson Plus
Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain
d. Kelainan Degeneratif Diturunkan
Gejala parkinsonisme menyertai penyakit yang diduga berhubungan
dengan penyakit neurologi lain yang berasal dari faktor keturunan,
memegang peran sebagai etiologi seperti penyakit alzheimer, penyakit
wilson, penyakit hutington, demensia, frontotemporal pada kromosom
17q21 dan x-linked dystonia parkinsonism.

Diskinesia dapat diklasifikasikan menurut fenomena yang lebih


menonjol, tipe gerakan atau hubungannya dengan siklus respon levodopa.
Klasifikasi ini lebih berarti untuk menentukan kemungkinan latar belakang
patofisiologi dan pengobatan.

Interdose dyskinesia atau IDI (improvement dyskinesia-improvement)

Banyak pasien dengan obat yang mencetuskan AIMs pertama


mengalami dyskinesia pada waktu puncak efek levodopa (peak dose
dyskinesia). Walaupun ini benar-benar di hubungkan dengan kadar plasma
puncak dan waktu yang singkat, banyak pasien mengalami gerakan involunter
pada seluruh periode efek klinik dosis tunggal, maka lebih tepat diistilahkan
interdose dyskinesia atau aquare ware, walaupun banyak tipe gerakan pada
bagian badan yang berbeda dapat terjadi pada interdose dyskinesia,lebih umum
melibatkan anggota gerak dan badan dengan chorea atau campuran chorea
athetoid AIM, dimana gerak dsitonik lebih umum pada kranioservikal
(grimacing atau tortikolis). Pada psien yang berat,interdose AIM dari anggota
gerak dan badan dapat juga menjadi berat dan ini menyulitkan penyakit itu
sendiri.

Biphasic dyskinesia atau DID (dyskinesia improvement dyskinesia)


Muncul segera sebelum dosis levodopa on dan muncul kembali pada akhir
efek terpeeutik. Muncul pada keadaan plasma levodopa yang kritis dan dapat
terjadi pada kedua permukaan,yaitu kenaikan dan penurunan kurve konsentrasi
plasma. Diskinsesia ini secara khas di tandai dengan lambat, Gerakan berulang-
ulang pada anggota gerak bawah, rekam EMG menunjukkan kontraksi bolak balik
otot-otot antagonis (gerak bolak-balik yang berulang) atau gerakn menggeliat
(mobil dystonia), atau Gerakan melempar/menedang anggota gerak bawah,dan
biasanya asimetris,bila gerakan distonik berat mungkin menjadi sakit.(Mansur,
Soeharso, & Was’an, 2001)

B. FAKTOR RESIKO
 Usia
 Jenis kelamin
 Paparan zat toksin
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria
 Infeksi
Paparan virus influeza intrautero di duga turut menjadi factor
predisposisi penyakit Parkinson melalui kerusakan substansia nigra
oleh infeksi nocardia astroides.
 Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meninggkatkan stress oksidatif,salah
satu mekanisme kerusakan neronalal pada penyakit Parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif
 Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit Parkinson,meski
perannannya masih belum jelas benar.
 Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motoric. Depresi dan stress di hubungkan dengan penyakit Parkinson
karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan tumover katekolamin
yang memacu stress oksidatif. (Muawanah, 2003)

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif
akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik
yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari
neuritransmiter dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron
dopaminergik substansia nigra merupakan faktor dasar munculnya penyakit
parkinson. Sebagaimana sel tersebut mengalami kerusakan, maka kadar
dopamin menjadi berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika jumlah
neuron dopaminergik hilang lebih dari 70 % maka gejala penyakit parkinson
akan mulai muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin
maka nukleus subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus
internus (GPi). Kemudian GPi akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan
terhadap thalamus. Kedua hal tersebut diatas menyebabkan under-stimulation
korteks motorik.
Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelamin) yang
memberikan gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini hilang pada
penyakit parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna pucat. Sel yang
tersisa mengandung inklusi atipikal eosinofilik pada sitoplasma “Lewy bodies”.
Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra
menjadi penyebab dari penyakit parkInson. Dopamin merupakan salah satu
neurotransmitter utama diotak yang memainkan banyak fungsi berbeda di
susunan saraf. Terdapat 3 kelompok neuron utama yang mensintesis dopamin
yaitu substansia nigra (SN), area tegmentum ventral (VTA) dan nukleus
hipotalamus, sedang kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah
bulbusolfaktorius dan retina.
Neuron dari SN berproyeksi ke sriatum dan merupakan jalur paling
masif meliputi 80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi dari VTA
memiliki 2 jalur yaitu jalur mesolimbik yang menuju sistem limbik yang
berperan pada regulasi emosi, motivasi serta jalur mesokortikal yang menuju
korteks prefrontal. Neuron dopaminergik hipotalamus membentuk jalur
tuberinfundibular yang memiki fungsi mensupresi ekspresI prolaktin.
Terdapat 2 kelompok reseptor dopamin yaitu D1 dan D2. Keluarga
reseptor dopamin D2 adalah D2, D3, D4. Ikatan dopamin ke reseptor D2 akan
menekan kaskade biokemikal postsinaptik dengan cara menginhibisi
adenilsiklase. Keluarga reseptor dopamine D1 adalah D1 dan D5. D1 akan
mengaktifkan adenilsiklase sehingga efeknya akan memperkuat signal
transmisi postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih dominan dibanding D2,
sedang D2 lebih memainkan peranan di striatum . Densitas reseptor D2 akan
menurun rata- rata 6 – 10% per dekade dan berhubungan dengan gangguan
kognitif sesuai umur.
Neuron di stiatum yang mengandung reseptor D1 berperan pada jalur
langsung dan berproyeksi ke GPe.Dopamin mengaktifkan jalur langsung dan
menginhibisi jalur tak langsung.
Secara umum, 2 temuan neuropatologis mayor pada penyakit parkinson
adalah:
1. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra Dopamin
berfungsi sebagai pengantar antara 2 wilayah otak, yakni antara substantia
nigra dan korpus striatum dan berfungsi untuk menghasikan gerakan halus
dan motorik. Sebagian besar penyakit Parkinson disebabkan hilangnya sel
yang memproduksi dopamine di substantia nigra. Ketika kadar dopamine
terlalu rendah, komunikasi antar 2 wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi
gangguan pada gerakan. Semakin banyak dopamin yang hilang, maka akan
semakin buruk gejala gangguan gerakan.
2. Lewy bodies Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah
karakteristik penyakit parkinson. Alpha-synuclein adalah komponen
struktural utama dari Lewy bodies. (Dan, Stem, & Therapy, 2017)

D. PENENTUAN DIAGNOSA

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang:

1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor
dan rigiditas yang san gat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran
konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan
untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
4. Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan EEG dapat menunjukkan
perlambatan yang progresif dengan memburuknya penyakit. CT-scan otak
menunjukkan atrofi kortikal difus dengan melebarnya sulsi dan hidrosefalus
eks vakuo pada kasus lanjut.

Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya


gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia
dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di indonesia adalah
kriteria Hughes (1992):
1. Kriteria possible
dimana jika terdapat salah satu gejala utama antara tremor saat
istirahat, rigiditas, bradikinesia, atau kegagalan mempertahankan
refleks postural.
2. Kriteria probable
bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk salah satunya
kegagalan mempertahankan refleks postural) dan gejala alternatif
lain yaitu tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris atau
bradikinesia asimetris sudah cukup sebagai gejala kriteria ini.
3. Kriteria definite
bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala
dengan satu gejala lain yang tidak simetris.(Muliawan et al., 2018)

Penyakit Parkinson sendiri memiliki perjalanan penyakit yang ditetapkan


Hoehn dan Yahr (Hoehn and Yahr Staging of Parkinson’s Disease) yaitu :
1. stadium I terdapat gejala dan tanda pada satu sisi, gejala ringan,
mengganggu namun tidak menimbulkan kecacataan, umumnya terdapat
tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat mudah
dikenali orang sekitar pasien.
2. sadium II terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, dan
sikap maupun cara jalan mulai terganggu.
3. stadium III gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan maupun berdiri, terdapat disfungsi umum
sedang.
4. stadium IV terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibanding sebelumnya.
5. stadium V atau stadium kakhetik (cachetic stage), terdapat kecacatan
total dimana pasien tidak mampu berdiri dan berjalan, hingga
memerlukan perawatan tetap. (Muliawan et al., 2018)

5. TUJUAN PENGOBATAN

Tujuan pengobatan yaitu:

1. Mengurangi gejala Parkinson.


2. Meminimalkan perkembangan fluktuasi motorik
3. Meminimalkan terjadinya efek samping terkait penggunaan obat
antiparkinson
BAB II

KASUS

A. KASUS ll

MK., 53 tahun mengalami peningkatan dramatis dalam semua gejala


parkinsoniannya. awal mula MK diberikan inisiasi terapi levodopa setelah
dirawat pada Sinemet reguler 25/250 empat kali sehari (sinemet : Carbidopa
and levodopa combination). Setelah 6 bulan perawatan, ia mulai mengalami
dyskinesias. Ini biasanya terjadi 1 hingga 2 jam setelah pemberian sesuai
dosisnya dan dimanifestasikan dengan wajah meringis, sering mengecap bibir,
tonjolan lidah, dan bergoyang-goyang. Gejala dyskinesia ini berkurang saaat
MK mengkonsumsi pramipexole. Efek-efek diskinetik ini berkurang dengan
mengurangi dosis pramipexole-nya menjadi 0,5 mg TID dan secara bertahap
mengurangi dosis Sinemet menjadi 25/250 TID, tetapi efeknya belum
sepenuhnya hilang. Setelah beberapa tahun terapi levodopa, masalah yang lebih
serius mulai muncul. Pada pagi hari dia mengalami tidak bisa bergerak dan
kekakuan, seperti ada cairan yang menguncinya sehingga dia tidak bisa
bergerak (berlangsung beberapa menit). Bagaimana anda menganalisis kasus
ini? Bagaimana perbandingan efek samping masing-masing obat yang
diberikan kepada MK?Perlukah mengganti obat lagi? Jika iya obat apa yang
anda rekomendasikan?

B. ANALISIS KASUS

1. Subjektif (S)
Nama pasien : Tn MK
Umur : 53 tahun
Riwayat Penyakit pasien :-
Riwayat Pengobatan Pasien :Sinemet (Carbidopa dan levodopa
combination), Pramipexole
Keluhan Pasien : Pasien mengeluhkan setelah 6 bulan
diberikan perawatan dengan menggunakan sinemet regular, ia mulai
merasakan dyskinesias. Ini biasanya terjadi 1 hingga 2 jam setelah
pemberian sesuai dosisnya dan dimanifestasikan dengan wajah meringis,
sering mengecap bibir, tonjolan lidah dan bergoyang-goyang dan secara
bertahap mengurangi dosis sinemet tetapi efeknya belum sepenuhnya
hilang. Setelah beberapa tahun terapi levedopa masalah yang lebih serius
mulai muncul, pada pagi hari dia mengalami tidak bisa bergerak dan
kekakuan seperti ada cairan yang menguncinya sehingga dia tidak bias
bergerak (berlangsung beberapa menit).

2. Obyektif (O)

3. Assessment (A)
Problem S.O Analisis DRP
Medis
parkinson Pasien mengeluhkan Karena Efek
setelah 6 bulan diberikan dilakukan samping
perawatan dengan penurunan dosis obat
menggunakan sinemet maka terjadi
regular, ia mulai merasakan kekambuhan
dyskinesias. Ini biasanya
terjadi 1 hingga 2 jam
setelah pemberian sesuai
dosisnya dan
dimanifestasikan dengan
wajah meringis, sering
mengecap bibir, tonjolan
lidah dan bergoyang-
goyang dan secara bertahap
mengurangi dosis sinemet
tetapi efeknya belum
sepenuhnya hilang. Setelah
beberapa tahun terapi
levedopa masalah yang
lebih serius mulai muncul,
pada pagi hari dia
mengalami tidak bisa
bergerak dan kekakuan
seperti ada cairan yang
menguncinya sehingga dia
tidak bias bergerak
(berlangsung beberapa
menit).

4. Planning
Farmakologi :

Terapi non farmakologi :


 Senam parkinson
 menanmkan alat stimulasi otak
 Meningkatkan asupan nutrisi yang baik & banyak serat

C. MONITORING
 Memonitoring fungsi gerak secara umum
 Monitoring kadar levodopa dalam darah
 Memonitoring efek samping obat yang digunakan

D. KIE
KOMUNIKASI
 Penyuluhan kepada keluarga pasien dan pasien untuk merubahan gaya
hidup, nutrisi, dan olahraga secara teratur.
 Penyuluhan kepada pasien untuk minum obat secara teratur.

INFORMASI
 Di informasikan kepada pasien untuk menghindari stress dan tidak
melakukan aktivitas berlebihan.
 Diinformasikan kepada pasien tentang efek samping obat

EDUKASI
 Diedukasikan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tanda dan
gejala Parkinson
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdose segera temui dokter.
BAB III
KESIMPULAN

Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu


istirahat, kekakuan otot (rigiditas), perlambatan gerakan fisik (bradikinesia)
hingga hilangnya gerakan fisik (akinesia), dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai sindrom Parkinson.
DAFTAR PUSTAKA

Dan, P., Stem, T., & Therapy, S. C. (2017). REVIEW. 39–46.

Gunawan, S. (2015). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–


1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Mansur, H., Soeharso, & Was’an, M. (2001). Terapi Levopoda Pada Penyakit
Parkinson. Berkala Neurosains, Vol. 2, pp. 129–142.

Muawanah, S. (2003). Pengaruh metode senam parkinson untuk meningkatkan


keseimbangan pada penderita parkinson desease. Meningkatkan Keseimbangan
Pada Parkinson, 1(1), 38–43.

Muliawan, E., Jehosua, S., Tumewah, R., Neurologi, D., Kedokteran, F., Sam, U., &
Manado, R. (2018). Diagnosis dan Terapi Deep Brain Simulation Pada Penyakit
Parkinson. Jurnal Sinaps, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai