Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI PARKINSON

Penyakit Parkinson adalah penyakit gangguan saraf kronis dan prognesif yang ditandai
dengan gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan getaran, dan ekspresi wajah kosong
seperti topeng dengan salvias berlebihan (Nurarif & Kusuma, 2015).

Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)


merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan
atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum
(striatal dopamine deficiency)(Zulies, 2012). Penyakit Parkinson adalah penyakit
neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai
karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars
kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut
dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain
termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks
cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. (NANDA, 2012)

B. ETIOLOGI

Etiologi penyakit parkinson belum diketahui atau idiopatik. terdapat beberapa dugaan
diantaranya ialah infeksi oleh virus, Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak,
tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-
gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-
faktor lainnya seperti
(Batticaca, 2012):
a. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala
penyakit Parkinson
b. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik,
toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti namun beberapa
penelitian menghasilkan dugaan sebagai berikut:

4. Faktor genetic
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal pathway.
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis disel- sel substansia nigra
pas compacta (SNC) sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang
mendasari terjadinya penyakit Parkinson.

5. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sebagai penyebab Parkinson sudah diteliti sejak 40 tahun yang
lalu, sebagian setuju bahan-bahan beracun seperti karbon disulfide, mangan, dan pelarut
hidrokarbon yang menyebabkan sindrom Parkinson; demikian juga pasca ensefalitis. Saat
ini yang paling diterima sebagai etiologi Parkinson adalah proses stress oksidatif yang
terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah dilakukan antara
lain peranan xenobiotik (MPTP), peptisida/herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat
kimia seperti bahan-bahan cat, logam, kafein, alcohol, trauma kepala, merokok, depresi,
stress; semuanya masing-masing menunjukkan peranan masing- masing melalui jalan
yang bereda dapat menyebabkan sindrom parinson baik pada penelitian epidimiologis
maupun eksperimen pada primate.

3. Umur
pada penderita parkinson terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang
rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal sehingga disimpulkan
bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya proses
degeneratif di SNC.

4. Cedera Kranioserberal Prosesnya masih belum jelas, seperti trauma kepala, infeksi
dan tumor otak

5. Stress emosional (Sudoyo, 2014)

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Parkinson dapat muncul pada usia berapapun, tetapi onset rata-rata gejala terjadi
pada usia 60 tahun dan jarang ditemukan pada usia 30 tahun. Penyakit Parkinson memiliki
gejala klinis sebagai berikut:

1. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan tingkat keparahan relative stabil
2. Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan
3. Hypokinase (berkurangnya gerakan)
4. Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol
5. Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik)
6. Dysathria (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot)
7. Dyspagia (kesulitan menelan)
8. Perubahan status mental (depresi, demensia, ansietas, apatis, halusinasi /psikosis)
9. Wajah seperti topeng (Eudon Muliawan, 2018)

E. KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan
penatalaksanaannya.

a. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans


Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelasKira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

b. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik


Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain: tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid
dan kalsifikasi.
c. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus) Pada kelompok ini gejalanya hanya
merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada
penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom
Shy-drager,

F . PATOFISIOLOGI

Menurut Hall dan Guiton, (2008). Lesi utama tampak menyebabkan hilangnya neuron
pigmen, terutama neuron didalam substansia nigra pada otak. Substansia nigra merupakan
kumpulan nukleus otak tengah yang memproyeksikan, serabut-serabut korpus striatum).
Salah satu neurotransmiter mayor didaerah otak ini dan bagian-bagian lain pada sistem
persarafan pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat
gerakan pada pusat kontrol gerakan. Walaupun dopamin normalnya ada dalam konsentrasi
tinggi dibagian-bagian otak tertentu, pada penyakit parkinson dopamin menipis dalam
substansia nigra dan korpus striatum. Penipisan kadar dopamin dalam basal ganglia
berhubungan dengan adanya bradikinesia, kekakuan, dan tremor. Aliran darah serebral
regional menurun pada klien dengan penyakit parkinson, dan ada kejadian demensia yang
tinggi. Data patologik dan biokimia menunjukan bahwa klien demensia dengan penyakit
parkinson mengalami penyakit penyerta Alzheimer.

Pada kebanyakan klien, penyebab penyakit tersebut tidak diketahui parkinsonisme


arteriosklerotik terlihat lebih sering pada kelompok usia lanjut. Kondisi ini menyertai
ensefalitis, keracunan,atau tosisitas (mangan, karbon monoksida), hipoksia atau dapat akibat
pengaruh obat. Krisis oligurik menyertai parkinsonisme jenis pasca-ensetalitis spasme otot-
otot konjugasi mata, mata terfiksasi biasanya keatas, selama beberapa menit sampai beberapa
jam. Sekarang jarang ditemukan karena semakin sedikit klien dengan tipe parkinsonisme ini
yang masih hidup.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr
(850-1250gr).

2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum
danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.

3. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini
berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark,
parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer.

4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.

5. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma 02,
dan glukosa didaerah serebral. Up take 1.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini
sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil
observasi penelitian neuropatologi.

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin (Nurarif, 2015).

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk parkinson antara lain meliputi (Wilkinson, 2016):


1. Medis
Sasaran tindakan adalah untuk meninggikan transmisi dopamin, terapi obat- obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, inhibitor monoamin oksidasi
(MOA) dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini meyebabkan efek samping psikiatrik pada
lansia.

a. Antihistamin
Antihistimin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu
dalam menghilangkan tremor.

b. Terapi Antikolinergik
Agens-agens antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benztropin mesilat) efektif
untuk mengontrol tremor dan kekakuan parkinson. Obat- obatan ini dapat digunakan dalam
kombinasi dengan levodopa. Agens ini meniadakan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat.
Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi,
retensi urine, dan kondusi akut. Tekanan intraokular dipantau ketat karena obat-obat ini
kontraindikasi pada pasien dengan glaukoma sedikit sekalipun. Pasien-pasien dengan
hiperplasia prostatik dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine.

c. Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agens-agens antivirus yang digunakan pada awal
pengobatan penyakit parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor dan bradikinesia. Agens
ini di perkirakan bekerja melalui pelepasan dopamin dari daerah penyimpanan di dalam saraf.
Reaksi efek samping terdiri dari gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi ,
halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.

d. Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agens yang paling
efektif untuk pengobatan dan penyakit parkinson. Levodopa diubah dari (MD4) L (MD4)
dopa menjadi dopamin pada basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamin dengan
konsentrasi normal yang terdapat dalam sel-sel substansia nigra menjadi hilang yaitu pada
pasien dengan penyakit parkinson. Bisa saja gejala yang hilang diperoleh akibat kadar
dopamin yang lebih tinggi yang ada bersamaan dengan levodopa. Efek yang menguntungkan
dari levodopa paling nyata dalam pengobatan tahun pertama. Keuntungan bagi pasien mulai
menyusut dan pengaruh efek samping menjadi lebih berat sepajang waktu. Konfusi,
halusinasi, depresi, dan perubahan tidur dihubungkan dengan lamanya penggunaan agens ini.
Pasien mengalami reaksi on-off dimana periode tiba-tiba hampir imobilitas, berakhir
beberapa menit sampai jam, diikuti oleh kembalinya keefektifan tiba-tiba.

e. Diskinesia (gerakan involunter abnormal)


Efek samping yang hampir umum, dan meliputi wajah meringis, gerakan tangan
menjejak berirama, gerakan kepala singkat, gerakan mengunyah dan memukul, dan gerakan
involunter batang tubuh dan ekstremitas. Kondisi ini kemungkinan berkaitan dengan
kegagalan untuk menyesuaikan kembali dengan tepat terhadap hilangnya dopamin. Salah satu
metoda untuk menghadapi fluktuasi on-off adalah memberikan "bebas obat" dengan
menghindari pasien tidak minum obat. Kondisi ini biasanya memerlukan hospitalisasi dan
perawatan medis serta keperawatan yang tepat.

f. Levodopa
selalu diberikan dalam kombinasi dengan inhibitor boksilase, karbidopa (sinemet), yang
memungkinkan konsentrasi levodopa lebih besar untuk mencapai otak dan menurunkan efek
samping perifer. Derivat ergoet-agonis dopamin. Agens-agens ini (bromokriptin dan
pergolid) dianggap menjadi agonis reseptor dopamin agens ini bermanfaat bila ditambahkan
pasien yang mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.

g. Porgolid (permax)
adalah agens paling baru dari klasifikasi ini. Agens ini sepuluh kali lebih poten dari pada
bromokriptin, walaupun demikian terapi ini umumnya tidak dipilih. Respons pasien terhadap
obat ini sangat individual, dan untuk alasan-alasan yang tidak dipahami dengan baik respons
terhadap satu agens mungkin labih baik dari pada agens lain.

h. Inhibitor MAO
Eldepril (disebut Deprenyl di Eropa, dan dipasarkan di Amerika Serikat sebagai
selegilene) adalah salah satu dari perkembangan dalam farmakoterapi penyakit parkinson.
Obat ini menghabat pemecahan dopamin, sehingga peningkatan jumlah dopamin tercapai.
Telah ditemukan untuk memperhalus fluktuasi dalam fungsi yang terjadi pada penyakit ini,
tidak seperti bentuk terapi lain agens ini secara nyata memperlambat progresi penyakit.

i. Antidepresan
Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga biasa terjadi
pada penyakit parkinson.

2. Keperawatan
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan
mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih (Syamsudin, 2015).

a. Perawatan Penyakit Parkinson


Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula, maka
perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis, melainkan kepada semua
orang yang ada di sekitarnya.
b. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver tentang
penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam
arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

c. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai
berikut:
1) Abnormalitas gerakan
2) Kecenderungan postur tubuh yang salah Gejala otonom
3) Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living - ADL)
4) Perubahan psikologik

KONSEP ASUHAN KEPALERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan diperlukan
pengkjian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan dan ketelitian
dalam pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain pengelompokan
data, analisis data, perumusan diagnosa keperawatan.

a. Identitas
meliputi: Nama, Umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada usia 50-an dan 60-
an), Jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki), Pendidikan, Alamat Pekerjaan, Agama, Suku
bangsa, Tanggal dan jam MRS, Nomor register, dan Diagnosis Medis.

b. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
gangguan gerakan, kaku otot, dan hilangnya refleks postural.

c. Riwayat kesehatan sekarang


Pada anamnesis klien sering mengeluhkan adanya tremor,sering kali pada salah satu
tangan dan lengan, kemudian kebagian yang lain dan akhirnya bagian kepala, walaupun
tremor ini tetap unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa lambat, gerakan membalik
(pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan.

d. Riwayat kesehatan dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang
lama.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Walaupun penyakit parkinson tidak ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas tetapi
pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat
progresifnya penyakit

f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

g. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga atapun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan untuk kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara opitimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.

Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit parkinson adalah tanda depresi.
Manifestasi mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi, dan penurunan
memori (ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian, psikosis,
demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia.

h. Pemeriksaan fisik
Klien dengan penyakit parkinson umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardia, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernapasan.

1. Kesadaran :Composmentis
2. GCS : EVM 4,5,6 = 15
3. Postur tubuh
Badan membungkuk, dagu lebih kedepan dari jari kaki.
4. Tanda vital lNadi dan suhu dalam batas normal. Respirasi rate
normal/baik.
5. Kulit Kulit tampak berminyak, berkeringat, hipersekresi
6. Kepala : Gerakan otot mimik wajah sangat kurang (hipomimia), wajah mirip topeng /
tanpa ekspresi
7. Mata
Kelopak mata lebih melebar, pandangan mata terus kedepan, mata jarang berkedip (2-
3x/ menit). Pada pemeriksaan convergensi penglihatan jadi kabur, reflek glabella
hiperaktif. Spasme otot- otot konjugasi mata. Mata terfiksasi kearah atas.
8. Mulut
Drolling/ngeces aliran ngiler. Sulit menelan.
9. Perut
Terjadi konstipasi. Kandung kemih sering penuh.
10. Ekstrimitas : (bagian atas) Tremor saat istirahat/resting tremor. Sifat tremor
Altenating tremor. Pill rolling, micrografi.
11. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi
makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
a. Inspeksi umum
b. Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
c. b) Palpasi
d. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
e. c) Parkusi
f. Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
g. d) Auskultasi
h. Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi stridor, ronki pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktifitas.
12. B2 (blood)
Hipotensi postural:berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom. Rasa lelah berlebihan
dan otot terasa nyeri, otot-otot lelah karena rigiditas.

13. B3 (Brain)
Inspeksi umum: Didapatkan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara
umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan.
1. Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan
juga tergantung pada aliran darah serebral regional menurun yang mengakibatkan
perubahan pada status kognitif klien.
2. Pengkajian fungsi serebral. Status mental: biasanya status mental klien mengalami
perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi,
dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Pemeriksaan saraf kranial. Pengkajian saraf kranial meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-XII
4. Saraf I Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
5. Saraf II
Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, dimana sesuai tingkat usia yang
tuanya biasanya klien dari penyakit parkinson mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.
6. Saraf III, IV, dan VI
Gangguan saraf okulomotorius: sewaktu mempertahankan kontraksi otot-otot bola
mata. Gerakan kedua bola mata untuk menatapkan mata pada sesuatu tidak selalu
berjalan searah, melainkan bisa juga berjalan kearah yang berlawanan, gerakan bola
mata yang sinkron dengan arah yang berlawanan hanyalah gerakan kedua bola mata
ke arah nasal. Dalam gerakan itu, bola mata kiri begerak kekanan dan gerakan bola
mata kanan bergerak kekiri. Gerakan kedua bola mata kearah nasal dinamakan
gerakan konvergen, yang terjadikarena kedua otot rektus medialis (internus)
berkontraksi.
7. Saraf V
Pada klien dengan penyakit parkinson umumnya didapatkan perubahan pada otot
wajah. Adanya keterbatasan otot wajah maka terlihat ekspresi wajah mengalami
penurunan dimana saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata).
8. Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal.
9. Saraf VIII Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.
10. Saraf IX dan X
Di dapatkan kesulitan dalam menelan makanan.
11. Saraf XI Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
12. Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikula. Indra
pengecapan normal.
13. Sistem Motorik
1. Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum
pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering mengalami
rigiditas deserebrasi.
2. Tonus otot ditemukan meningkat.
3. Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena adanya
kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum
pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.
4. Pemeriksaan Refleks
Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri, klien
akan berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya berjalan
seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah
satunya kedepan atau kebelakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

14. Sistem Sensorik


Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan
terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan
hasil dari neuropati.

15. B4 (Bladder) Perkemihan


Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum. Ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.

16. B5 (Bowel) Pencernaan Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan


asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam
menelan, konstipasi karena penurunan aktivitas.

17. B6 (Bone) Muskulus


Adanya kesulitan untuk beraktivitas untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan
otot, tremor dan kaku pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila
melakukan aktivitas.

18. Activity Daily Living (ADL)


1. Pola aktivitas
Aktivitas klien sangat lamban baik saat berjalan, berbalik, bangun dari duduk dan saat
mengambil barang / mengerjakan sesuatu.
2. Gaya Berjalan
Pada saat berjalan klien sulit menghentikan jalan, baik jalan kedepan (propulsi,)
kebelakang (retropulsi), atau berjalan kesamping (ateropulsi). Klien sulit berpaling
arah dengan cepat, cara berputar en bloc. Cara berjalan klien menyeret / menggeser
kaki kecil-kecil, langkahnya cepat dan terburu- buru untuk memperoleh
keseimbangan.
Tidak adanya asosiatif saat berjalan, posisi tangan saat berjalan fleksi / adduksi.
3. Pola Komunikasi
Suara jadi mengecil, disfoni, palilali, desertri, dan monoton.
4. Pola Pikir
Klien sulit membuat suatu keputusan.
5. Pola Nutrisi
Klien mengalami kesulitan menelan.
6. Pola Eliminasi
Klien mengalami gangguan BAK dan BAB (terjadi konstipasi)

2. Diagnosa Keperawatan

1. .gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot deitandai


dengan sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai
dengan menunjukkan respon yang tidak sesuai, gagap, suli memahami komunikasi
3. resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makan ditandai dengan
otot mengunyah lemah, otot menelan lemah
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan
tidak mampu mandi, mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri

3. intervensi keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan dengan tindakan -Identifikasi adanya nyeri
penurunan kendali otot keperawatan .....x.... jam atau keluhan fisik lainnya
deitandai dengan sendi kaku, -Identifikasi toleransi fisik
diharapkan mobilitas fisik
gerakan tidak terkoordinasi melakukan ambulasi
meningkat -Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
Dengan kriteria hasil: memulai ambulasi
-Pergerakan Ekstremitas -Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan ambulasi
-Kekuatan otot meningkat Terapeutik:
-ROM Meningkat -Fasilitasi aktivitas ambulasi
-nyeri menurun dengan alat bantu (mis.
-kecemasan menurun tongkat, kruk)
-kaku sendi menurun -Fasilitasi melakukan
-gerakan tidak terkoordinasi mobilisasi fisik, jika perlu
menurun Libatkan keluarga untuk
-gerakan terbatas menurun membantu pasien dalam
-kelemahan fisik menurun meningkatkan ambulasi
Edukasi:
-Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
-Anjurkan melakukan
ambulasi dini
-Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F.B. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.

Eudon Muliawan, Dkk. 2018. Diagnosis Dan Terapi Deep Brain Stimulation Pada Penyakit
Parkinson. Jurnal Sinaps. Vol 1. Halaman 67-87.

Heather. (2018-2020). Nanda-1 Diagnosa Keperawatan Defisiensi Dan Klasifikasi.

Kajarta: EGC.

Pearce, C. Evelyn. 2018. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standars Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kritiria Hasil Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
Sudoyo, A.W. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Interna Publishing. Jakarta.

Syahril, Achwan. 2020. Acupuntur of Sians..Edisi 2. Jember :Oriental Medicine Education Center

Syamsudin Thamrin, Dkk. 2015. Buku Paduan Tatalaksana Penyakit Parkinson Dan

Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson.J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan
Edisi 10. Jakarta:EGC.

Zullies. 2012. Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai