Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

Disusun Oleh:
M. Rafid H. Ifnu R
1913020016

Pembimbing:
dr. Sunarto, Sp. S

KEPANIERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHPURWOKERTO

2019
REFLEKSI KASUS

STASE NEUROLOGI

A. Rangkuman Kasus

Seorang wanita berusia 38 tahun datang ke poliklinik saraf RS. Soeselo Slawi

bersama istrinya. Pasien mengeluh pusing berputar. Keluhan sudah dirasa selama 2 hari.

Keluhan dirasa semakin memberat saat berjalan dan membaik dengan beristirahat. Selain

itu didapatkan juga keluhan mual dan muntah sebanyak > 3x. Tidak terdapat gangguan

pendengaran. Pasien belum pernah di rawat di rumah sakit.

B. Perasaan Terhadap Pengalaman

Setelah saya mendapati pasien dengan keluhan pusing berputar, saya merasa bahwa

masih banyak kasus yang ada di poliklinik saraf adalah vertigo perifer. Kebetulan saya

sering menjumpai pasien perempuan atau laki-laki dengan keluhan pusing berputar.

Keluahan pusing berputar banyak kemungkinan yang terjadi, untuk mendapatkan diagnosis

utama yang tepat maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Begitupun terapi pasien juga perlu disesuaikan dengan diagnosis utama pasien.

C. Evaluasi

Anamnesis

1. Identitas

Nama : Ny. W

Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kedung Bokor, Tegal.

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

2. Keluhan Utama

Pusing berputar

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan pusing berputar sejak 2 hari SMRS. Keluhan terasa bergoyang,

pusing semakin berat saat melakukan aktifitas atau menggerakkan kepala,dan

berkurang saat tidur. Pusing dirasakan terus menerus. Keluhan disertai keringat dingin,

mual, dan muntah > 3x semalaman SMRS. Tidak silau saat melihat cahaya. BAK tidak

ada masalah. BAB tidak ada masalah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti

ini sebelumnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak mempunyai keluhan yang sama serta penyakit lainnya.

6. Riwayat Alergi

Tidak ada alergi obat maupun makanan.

Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran

Compos mentis (E4M6V5)

2. Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 190/ 100 mmHg

Nadi : 88 X/ menit

RR : 20 X/ menit

Suhu : 36,5 ℃

3. Kepala

Normocephal, pupil isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.

4. Abdomen

Bising usus (+)

Nyeri tekan (-)

5. Ekstremitas

Edema keempat ekstremitas (-)

6. Motorik

Superior Inferior

Kekuatan 555/555 555/444

Pergerakan 555/555 555/555

Tonus DBN DBN

Klonus DBN DBN

Reflek fisiologis ++/++ ++/++

Reflek patologis -/- -/-

7. Fungsi Koordinasi
a. Romberg : Positive

b. Tandem gait : Positive

c. Finger to nose : Positive

d. Finger to finger : Positive

Pemeriksaan Penunjang

Perlu dilakukan pemeriksaab lab : Darah lengkap, ureum, creatinin, profil lipid

Diagnosis

Vertigo perifer

D. Analisis

Definisi

Vertigo adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam telinga bagian

dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing atau ruang di sekelilingnya menjadi

serasa 'berputar' ataupun melayang.

Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan

prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi

dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah

ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-

30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling

sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak

ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode

rekuren.

Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat

kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit

atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan

mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian

dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo

bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan

telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi

tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo :

a. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.

b. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.

c. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam

telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional

d. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,

e. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.

f. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis

multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau

keduanya.

g. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah

ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri vertebral dan arteri

basiler.

Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang

mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya

dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen

yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang

secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain

yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan

nuklei vestibularis dengan nuklei N.III,IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan

vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh

reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi

paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling

kecil kontribusinya adalah proprioseptik. 9

Pada kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat

keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan

kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses

lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh

dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya

terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral

dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh

atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul

gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi

tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,

unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. Ada beberapa teori yang

berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :


a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga
timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar
(yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
c. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
f. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di
awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala
mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas
susunan saraf parasimpatis.

Gejala Klinik

Gejala T. Perifer T.sentral


Bangkitan Vertigo Lebih Mendadak Lebih lambat
Derajat Vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan
+ -
kepala
Gejala Otonom
++ -
(mual dan muntah)
Gangguan
pendengaran + -
(tinitus, tuli)
Tanda Fokal Otak - +
Penatalaksanaan

a. Terapi kausal : Sesuai dengan penyebab


b. Terapi simptomatik :
 Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai
depresor labirin) : Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr.
 Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik
dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat
(Dramamine) 3 x 50 mg/hr.
 Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis): Betahistine
(Merislon) 3 x 8 mg.
 Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
 Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n.
vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr
 Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x
100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)
 Campuran obat-obat di atas.
c. Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah)
Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr (Joesoef A.A., 2006)

E. Kesimpulan

Vertigo merupaan perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-

olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan

mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori

berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan

vertigo sentral. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut

kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol

keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara

lain penyakit-penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat

kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering

kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf

keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

Daftar Pustaka

Bashiruddin J. 2008. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.

Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Hal. 104-9
Joesoef A A, Kusumawati K. 2006. Neuro-otologi klinis vertigo. Surabaya: Airlangga University

Press

Mardjono M, Sidharta P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

Anda mungkin juga menyukai