Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK SIMULASI 2 PRODI SP1 KEDOKTERAN KELUARGA DAN LAYANAN PRIMER FKUI

MODUL : PROFESIONALISME, HUMANISME DAN KOMPETENSI BUDAYA DI LAYANAN PRIMER


FASILITATOR : Dr. dr. Retno Asti Werdhani, M. Epid, Sp. KKLP
MENCARI PICO PADA SIMULASI KASUS 2
P : Lansia, Diabetes Mellitus
I : Glukosa darah tidak terkontrol
C : Glukosa darah terkontrol
O : Resiko Infeksi
ANGGOTA KELOMPOK:
dr. Agus, M.Kes
dr. Feby Dwi Wardhani Utami
dr. Satriyo Madipurwo
dr. Yuanita Wijayanti

Perbedaan Resiko Infeksi pada Lansia dengan Diabetes Mellitus dengan Gula Darah Terkontrol dan Gula Darah
yang Tidak Terkontrol

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan berbagai
komplikasi dan morbiditas pada penderitanya. Saat ini angka prevalensinya semakin meningkat dibandingkan
dengan prevalensi tahun-tahun sebelumnya. Hal ini didapatkan dari populasi di Indonesia maupun populasi
dunia.1,2 Karena peningkatan jumlah prevalensinya maka dikhawatirkan jumlah dari angka kesakitan akan
meningkat, jumlah kenaikan kasus dengan morboditas juga meningkat, adanya penurunan kesehatan akan
berpengaruh terhadap produktivitas, pembiayaan kesehatan juga akan semakin meningkat. Presentase
terjadinya diabetes mellitus saat ini paling banyak terjadi pada usia prelansia. Diperkirakan akan semakin banyak
jumlah lansia yang akan memiliki komorbiditas diabetes mellitus ini dalam 10 tahun mendatang. Karena
pergeseran usia dari populasi prelansia ke lansia pada waktu mendatang.
Komplikasi yang disebabkan oleh diabetes mellitus sangat beragam dari kompilkasi mikrovaskuler dan
komplikasi makrovaskuler. Komplikasi pada mikrovaskuler meliputi retinopati diabetik, nefropati diabetik.
Sedangkan komplikasi makrovaskuler terjadi pada organ besar, seperti otak, jantung dan pembuluh darah.
Komplikasi neuropati juga dapat terjadi pada saraf perifer, saraf motorik, saraf sensorik dan saraf otonom.
Komplikasi ini terjadi pada pasien diabetes yang sudah lama dan atau pasien diabetes mellitus memiliki kontrol
yang buruk terhadap level glukosanya. 2,3
Faktor resiko genetik dan lingkungan berpengaruh pada autoimun dan stress metabolic. Hal tersebut
menyebabkan pengaruh terhadap massa sel B pancreas dan fungsinya baik destruksi dan disfungsinya, hal
tersebut menyebabkan tingkat insulin tidak dapat merespon kebutuhan insulin dengan baik. Yang menyebabkan
keadaan hiperglikemia yang menyebabkan diabetes.3
Pada lansia dengan permasalahannya yang kompleks, seperti penuaan, kerentanan, perubahan
metabolisme dan hormonal, penurunan kognisi, masalah penyerapan nutrisi, penurunan imunitas dan
komorbiditas penyakit yang menyertainya. Tentunya akan sangat rentan keadaan kesehatannya jika mereka
memiliki penyakit kronis denegeratif. Pengelolaan yang holistik yang komprehensif dan berkesinambungan pada
lansia dengan diabetes mellitus tentunya akan membantu pasien-pasien dalam rangka meningkatkan tingkat
kesehatannya.

ILUSTRASI KASUS
Seorang lansia laki-laki pensiunan staf pengajar PNS berusia 75 tahun datang ke unit gawat darurat
sebuah rumah sakit swasta karena nyeri pinggang kanan sejak dua hari yang lalu yang makin lama makin
terasa. Awalnya keluhan ini diabaikan karena sering merasakan keluhan yang sama sejak satu bulan yang lalu
namun hilang timbul. Ia merasa mungkin keluhan ini hanya karena kurang minum air putih atau karena
aktivitasnya selama masa pandemi banyak berkebun dan mengajar secara daring dalam posisi duduk yang
lama. Untuk mengatasi keluhannya hanya minum air putih lebih banyak dari biasanya dan menambah porsi jalan
paginya. Namun sejak dua hari belakangan nyeri makin tidak tertahankan dan pasien mulai khawatir karena
warna buang air kecilnya lebih kuning dari biasanya, sehingga datang ke UGD bersama anaknya. Keluhan
demam atau batuk pilek tidak ada, Nyeri makin terasa di sebelah kanan terutama bila pasien beraktivitas di
kebun atau duduk lama. Saat ini ia rutin mengonsumsi obat antihipertensi dan antidiabetes yang dialaminya
sejak kurang lebih sepuluh tahun lalu. Ia juga pernah menjalani operasi by pass jantung pada tahun 2012. Obat
yang diminum saat ini adalah amlodipine 5 mg (1x1), ramipril 5 mg (1x1), glucophage 500 mg (1x1), aptor 100
mg (1x1), simvastatin 10 mg (1x1), nitrokaf retrat (1x1) dan bisoprolol fumarate 5mg (1x1). Ia juga menambah
konsumsi suplemen dengan minum neurobion 1x sehari namun tidak rutin. Sesekali juga minum obat seperti
alpara atau panadol bila ada keluhan demam atau pilek, serta obat gosok atau minyak angin. Sebetulnya ia
merasa terlalu banyak obat yang diminum, namun tetap dikonsumsi karena saat ini khawatir akan terinfeksi virus
corona.
Riwayat penyakit dahulu, pasien pernah menjalani operasi by pass pada tahun 2012. Pasien juga
pernah menjalani operasi laser karena batu ginjal kiri dan kanan pada tahun 2006. Riwayat penyakit keluarga,
penyakit jantung hipertensi, leukemia.
Pemeriksaan fisik: Tanda vital dalam batas normal, Tekanan darah 150/100 mmHg, Berat badan 70 kg,
Tinggi badan 162 cm, status generalis dalam batas normal, status lokalis : nyeri pinggang kanan bawah.
Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal, sedangkan Urea: 20,2 mg/dL, Ureum: 43 mg/dL,
Kreatinin: 1,64 mg/dL, eLFG: 41 mL/menit/1,73m2. Pemeriksaan urinalisis Warna kuning, Kejernihan agak
keruh, Lekosit esterase: 25 (+1) /uL, Albumin: 25 (+1) mg/dL, Glukosa: 50 (+1) mg/dL, Keton: 5 (+1) mg/dL,
Darah: ≥ 250 /uL, Eritrosit: 20–30 /LPB. Pemeriksaan USG: Hidronefrosis dan hidroureter kanan ec suspek
obstruksi, Kista simpel ginjal bilateral
Riwayat keluarga, pasien adalah dosen universitas negeri sudah pensiun. Saat ini adalah dosen luar
biasa di temoatnya mengajar dan mengajar juga di 2 universitas swasta. Anak 3, satu orang wanita dan janda
dengan penghasilan pas-pasan dan 1 orang anak 15 tahun. 2 anak laki-lakinya mapan dan memberikan
dukungan finansial kepada pasien. Selama pandemi tidak ada kunjungan keluarga.Berhubungan dengan video
call saja. Pasien sangat hemat dan disiplin dalam urusan pekerjaan maupun dalam rumah tangga.
Riwayat tempat tinggal pasien tinggal di sebuah rumah yang cukup luas. Rumah berukuran sekitar
300m berlantai 1 dengan satu ruang tamu yang cukup luas. Pasien memelihara ayam kate yang sering bertelur
2

dan menetas, sehingga saat ini cukup banyak ayam berkeliaran di halaman belakang rumahnya. Terdapat pusat
kesehatan masyarakat di wilayah tempat tinggal pasien, sekitar 2 km dari rumah pasien. Pasien tidak mengikuti
program penyakit kronis karena tidak tahu kapan jadwal pelaksanaan. Pasien juga tidak rutin mendatangi
puskesmas untuk kontrol dan mengambil obat untuk penyakitnya, lebih memilih untuk membeli obat di apotik
dengan biaya sendiri karena Puskesmas setiap hari selalu ramai.
Dari diagnosis holistik dijabarkan bahwa Pasien Pria 75 tahun dengan nyeri pinggang tidak tertahankan
mulai 2 hari terakhir dengan kekhawatiran air kencing lebih pekat daripada biasanya, takut terkena covid19, takut
tidak dapat mengurus anak keduanya yang berstatus janda anak satu dan isteri yang mempunyai penyakit DM.
Dengan harapan cepat sembuh. Aspek Biologi: nyeri pingang akut, hidronefrosis, hidroureter suspek obstruksi,
kista renal simpel bilateral, HT, DM tipe 2, CAD, Hiperlipidemia, CKD grade 3b, BMI 26,67 kg/m2. Aspek Internal,
pasien kondisi lansia, sangat aktif berolahraga, tidak sabaran mengantri, tidak kontrol rutin ke fasilitas
kesehatan, self medication, tempramental, cepat cemas, minum air putih kurang, tidak teratur minum obat.
Aspek eksternal ekonomi bekerja sebagai dosen luar biasa di universitas negeri dan di dua universitas swasta
namun masih memiliki beban ekonomi di keluarganya. Aspek eksternal keluarga mendukung dalam upaya
peningkatan kesehatan pasien. Lingkungan sanitasi kurang karena tidak memisahkan hewan peliharaan dengan
lingkungan rumah Aspek Derajat Fungsional adalah Several Difficulties karena pasien sudah merasakan nyeri
sehingga tidak bisa melakukan aktivitas sebagaimana biasanya.

PERTANYAAN KLINIS
Apakah terdapat hubungan antara Lansia dengan Diabetes Mellitus dengan keadaan gula darah
terkontrol baik dan gula darah terkontrol buruk dengan resiko terjadinya infeksi?

METODE
Penyusun menggunakan literatur dari Scopus dan ProQuest pada tanggal 21 September 2022.
Pencarian dilakukan dengan memasukkan kata kunci beserta sinonimnya yang sesuai dengan pertanyaan klinis
dan menggabungkannya dengan AND di search engine, yaitu: "elderly" and "diabetes" and "uncontrolled
glucose level" and ("infection")
Didapatkan dari Scopus sebanyak 1 artikel, dari ProQuest sebanyak 1 artikel (Tabel 1).
Data base Kata Kunci Hasil Pencarian

Scopus "elderly" and "diabetes" and 1


"uncontrolled glucose level" or
"infection"
ProQuest "elderly" and "diabetes" and 3
"uncontrolled glucose level" or
"infection"
Pada pencarian awal, didapatkan 4 artikel (1 Scopus dan 3 Proquest). Seleksi pertama didasarkan oleh
pencarian judul dan abstrak berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Setelah itu dilakukan pembacaan f ull
text  untuk menentukan jurnal yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan klinis. Setelah membaca
seluruh jurnal, didapatkan dua jurnal yang sesuai dengan pertanyaan klinis. Didapatkan dua jurnal yang
digunakan, yakni:
- Metformin Use Is Associated with Decreased Mortality in COVID-19 Patients with Diabetes: Evidence
from Retrospective Studies and Biological Mechanism 4
- Diabetes and Burns: Retrospective Cohort Study 5

HASIL:
Penyusun ingin mencari informasi tentang hubungan Lansia dan Diabetes Mellitus dengan keadaan gula darah
terkontrol dan gula darah tidak terkontrol dengan resiko terjadinya infeksi?

TELAAH JURNAL
Jurnal 1
Pada jurnal pertama yaitu Metformin Use Is Associated with Decreased Mortality in COVID-19 Patients
with Diabetes: Evidence from Retrospective Studies and Biological Mechanism. Latar belakang penelitian ini
adalah tentang Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) yang dapat meningkatkan keadaan hiperinflamasi,
menyebabkan kerusakan paru akut, hiperglikemia, kerusakan endotel vaskular, dan tingkat kematian yang lebih
tinggi. Metformin adalah pengobatan lini pertama untuk diabetes tipe 2 dan diketahui memiliki efek anti-inflamasi
dan imunosupresif. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penggunaan metformin dikaitkan dengan
penurunan risiko kematian di antara pasien dengan COVID-19; namun, hasilnya masih belum meyakinkan. Studi
ini menyelidiki hubungan antara metformin dan risiko kematian di antara pasien diabetes dengan COVID-19.
Metode: Data dikumpulkan dari database online seperti PubMed, EMBASE, Scopus, dan Web of Science, dan
referensi dari artikel yang paling relevan. Pencarian dan pengumpulan artikel yang relevan dilakukan antara 1
Februari 2020 sampai 20 Juni 2021. Dua pengulas independen mengekstrak informasi dari studi yang dipilih.
Model efek acak digunakan untuk memperkirakan rasio risiko (RR), dengan interval kepercayaan 95%. Hasil:
Total dari 16 studi memenuhi semua kriteria inklusi. Pasien diabetes yang diberikan metformin mengalami
penurunan yang signifikan risiko kematian (RR, 0,65; 95% CI: 0,54-0,80, p <0,001, heterogenitas I2 = 75,88, Q =
62,20, dan 2 = 0,06, p < 0,001 dibandingkan dengan yang tidak diberikan metformin. Analisis subkelompok
menunjukkan bahwa efek menguntungkan metformin lebih tinggi pada pasien dari Amerika Utara (RR, 0,43;95%
CI: 0,26–0,72, p = 0,001, heterogenitas I2 = 85,57, Q = 34,65, 2 = 0,31) dibandingkan pada pasien dari Eropa
(RR, 0,67; 95% CI: 0,47–0,94, p = 0,02, heterogenitas I2 = 82,69, Q = 23,11, 2 = 0.10) dan Asia (RR, 0,90; 95%
CI: 0,43–1,86, p = 0,78, heterogenitas I2 = 64,12, Q = 11,15, 2 = 0,40). Kesimpulan penelitian meta analisis ini
menunjukkan bukti yang mendukung teori bahwa penggunaan metformin dikaitkan dengan penurunan risiko
kematian di antara pasien diabetes dengan COVID-19. Kontrol acak uji coba dengan jumlah peserta yang lebih
tinggi dijamin untuk menilai efektivitas metformin untuk menurunkan angka kematian pasien COVID-19.

Jurnal 2:
Jurnal kedua ini berjudul Diabetes and Burns: Retrospective Cohort Study. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk membandingkan hasil klinis antara pasien luka bakar diabetes dan nondiabetes. Luka bakar sering
dikaitkan dengan komplikasi multisistemik, bahkan pada individu yang sehat. Oleh karena itu intuitif bahwa untuk
pasien diabetes, perubahan patofisiologi yang mendasari suplai vaskular, neuropati perifer, dan fungsi kekebalan
dapat memiliki dampak yang sangat buruk pada pasien. Efek diabetes pada morbiditas dan mortalitas pasien
luka bakar belum diteliti secara rinci. Penulis meninjau grafik dari 181 pasien diabetes (DM) dan 190 pasien
nondiabetik (nDM) yang dirawat dengan luka bakar antara Januari 1996 dan Mei 2000, disesuaikan dengan jenis
kelamin dan tanggal masuk. Penyebab dan ukuran luka bakar, waktu untuk presentasi, perjalanan klinis, dan
hasil dievaluasi. Karena usia merupakan faktor, analisis dilakukan oleh tiga kelompok usia: lebih muda dari 18
tahun, 18 sampai 65 tahun, dan lebih tua dari 65 tahun. Dari pasien 18 sampai 65 tahun, 51% (98/191) adalah
diabetes, sedangkan 84% (81/96) dari mereka yang lebih tua dari 65 dan hanya 4% (3/85) dari pasien yang lebih
muda dari 18 adalah diabetes. Karena disproporsi jumlah penderita diabetes dibandingkan dengan nondiabetik
pada kelompok yang lebih muda dari 18 dan lebih tua dari 65 tahun, pasien ini tidak akan dibahas.
Penderita diabetes lebih mungkin mengalami luka lepuh saat mandi atau air pancuran daripada
tumpahan cairan panas (33% DM vs 15% nDM; P 0,01), dan memiliki presentasi yang tertunda (45 vs 23%; P =
0,00001). Tidak ada perbedaan ukuran luka bakar total pada semua kelompok. Penderita diabetes dalam
kelompok 18 hingga 65 tahun memiliki tingkat luka bakar full-thickness yang lebih tinggi (51 vs 31%; P = 0,025),
cangkok kulit (50 vs 28%; P = 0,01) dan prosedur terkait luka bakar (57 vs 32% ;P = 0,001), infeksi (65 vs 51%;
P = 0,05), dan lama rawat inap yang lebih lama (23 vs 12 hari; P = 0,0001).
Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam kejadian infeksi spesifik, tingkat
selulitis, infeksi luka, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kemih, dan osteomielitis, secara konsisten lebih tinggi
pada populasi diabetes. Cangkok parsial adalah 6% pada penderita diabetes 18 sampai 65 tahun dengan tingkat
pencangkokan 3%, sedangkan nondiabetes memiliki tingkat pencangkokan 1%. Membandingkan penderita
diabetes dengan kadar glukosa terkontrol vs tidak terkontrol, penderita diabetes dengan glukosa tidak terkontrol
memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi (72 vs 55%; P 0,025), semua prosedur terkait luka bakar (68 vs 45%; P
0,025), dan perawatan ICU yang lebih lama ( 24 vs 10 hari; P = 0,048). Tingkat kematian adalah 2% untuk
penderita diabetes dan untuk nondiabetes. Singkatnya, kehadiran diabetes pada pasien luka bakar dikaitkan
dengan hasil yang lebih buruk. Predileksi untuk luka bakar pada penderita diabetes tercatat pada populasi orang
dewasa yang lebih tua. Luka bakar yang lebih dalam, presentasi yang tertunda, tingkat infeksi yang lebih tinggi,
kegagalan dan operasi cangkok, dan masa rawat yang lebih lama menyebabkan peningkatan biaya bagi
masyarakat baik secara ekonomi maupun dalam kehidupan. Data ini menunjukkan perlunya pendidikan luka
bakar yang lebih baik bagi penderita diabetes dan profesional perawatan kesehatan, dengan mengakui populasi
lansia sebagai kelompok "berisiko tinggi". Penulis percaya bahwa tindakan pencegahan dan strategi pengobatan
yang ditargetkan, menekankan intervensi dini dan lebih agresif untuk populasi ini, mungkin memiliki efek yang
menguntungkan pada morbiditas dan mortalitas.

DISKUSI KASUS
Dalam telaah jurnal diatas tidak di temukan secara khusus pembahasan lansia secara khusus. Dalam
jurnal pertama dibahas tentang metformin dimana Metformin adalah salah satu obat dalam terapi diabetes
mellitus dari kelas sulfonurea. Metformin sendiri dalam kerjanya memberikan efek mengontrol kadar glukosa,
menaikan sensitivitas insulin, meningkatkan inflamasi derajat rendah pada obesitas, menurunkan berat badan,
menurunkan inflamasi sitokin, menurunkan preduksi reactive oxygen spesies, menurunkan stress oksidatif,
menurunkan fibrosis, neurunkan hipoksia renal, mereduksi netrofil, dan mengurangi produksi penanda inflamasi.
Diabetes dan Covid19 (P) dan Metformin (I) dihubungkan dengan penurunan mortalitas (O). Dan didapatkan
bahwa pasien dengan terapi metformin mengalami penurunan dalam tingkat mortalitas / resiko kematian.
Dengan penggunaan metformin maka glukosa darah dapat terkontrol baik sehingga akan mengurangi resiko
inflamasi dan infeksi yang dapat terjadi dalam kondisi sakit Covid19. Pada kasus diabetes yang terjadi adalah
disregulasi dari respon imun sehingga pasien diabetes dapat mengalami tingkat penyakit yang lebih berat.
Terlebih lagi glukosa yang meningkat akan mempermudah replikasi viral load sehingga akan memperberat
tingkat penyakitnya.6
Dalam jurnal yang kedua Diabetes and Burns: Retrospective Cohort Study terdapat populasi lansia > 65
tahun yang didapatkan dalam sampelnya namun tidak dibahas secara rinci. Kesimpulan penelitian ini bahwa
hasil penderita diabetes dengan kadar glukosa terkontrol dengan yang tidak terkontrol, penderita diabetes
dengan glukosa tidak terkontrol memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi. Pada penderita diabetes semua
prosedur terkait luka bakar seperti perawatan ICU dampaknya lebih lama dan dampak hasil yang lebih buruk.
KESIMPULAN
Dari dua jurnal diatas dipaparkan keduanya mengenai aspek diabetes mellitus dalam hubungannya
dengan penyakit infeksi. Diabetes mellitus dimana terdapat kenaikan glukosa darah berhubungan dengan
peningkatan terjadinya infeksi dan mortalitas pada penderitanya disebabkan karena telah terjadinya disregulasi
dari respon imun. Namun kaitan dengan populasi lansia penyusun tidak mendapatkan paparan yang optimal
dalam jurnal yang sudah direview.

DAFTAR PUSTAKA
1. Laporan RISKESDAS 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2018.
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/
Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf (diakses 21 September 2022)
2. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2021. PERKENI 2021
https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2021/11/22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-
Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf (diakses 21 September 2022)
3. American Diabetes Association. Differentiation of Diabetes by Pathophysiology, Natural History, and
Prognosis. Diabetes Volume 66, February 2017
http://diabetesjournals.org/diabetes/article-pdf/66/2/241/536991/db160806.pdf
(diakses 21 September 2022)
4. Poly N, Islam MM, Li J, Lin MC, Hsu MH, Wang YC. Metformin Use Is Associated with Decreased
Mortality in COVID-19 Patients with Diabetes: Evidence from Retrospective Studies and Biological
Mechanism Journal of Clinical Medicine; Basel Vol. 10, Iss. 16,  (2021): 3507
mdpi.com/2077-0383/10/16/3507 (diakses 21 September 2022)
5. McCampbell B, Wasif N, Rabbitts A, Staiano-Coico L, Yurt RW, Schwartz S. Diabetes and Burns:
Retrospective Cohort Study TheJournal of Burn Care & Rehabilitation, Volume 23, Issue 3, May-June
2002, Pages 157–166
https://academic.oup.com/jbcr/article/23/3/157/4733655 (diakses 21 September 2022)
6. Liu Y, Lu R, Wang J, Cheng Q, Zhang R, Zhang S, Lee Y, Wang H, Xiao W, Gao H, Zheng L, Hong T.
Diabetes, even newly defined by HbA1c testing, is associated with an increased risk of in-hospital death
in adults with COVID-19. BMC Endocrine Disorders (2021)
https://doi.org/10.1186/s12902-021-00717-6 (diakses 21 September 2022)

Anda mungkin juga menyukai