LAPORAN KASUS
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a condition when blood sugar levels exceed normal limits,
with the prevalence of cases in Indonesia based on RISKESDAS 2018 of 1.5%
with the highest number of cases being in the 55-64 year age group. Many factors
can cause diabetes mellitus with various mechanisms. Recent studies have shown
that COVID-19 infection is also associated with newly diagnosed diabetes
mellitus after COVID-19 infection. In the following, a case is presented regarding
a post-transplant patient who developed diabetes mellitus after being infected with
Covid 19. The mechanism of new-onset diabetes in this case was associated with
steroid-induced diabetes mellitus, cytokine storm affecting the kidneys and a
previous history of CKD.
PENDAHULUAN
orang dengan pradiabetes, yang terjadi pada satu dari lima remaja di Amerika
Serikat. Pengobatan steroid selama rawat inap dapat menyebabkan hiperglikemia
secara sementara namun disebutkan insiden diabetes yang diinduksi obat hanya
sebesar 1,5%-2,2%. Mekanisme tidak langsung COVID-19 yang menyebabkan
DMT-2 yaitu akibat peningkatan risiko diabetes melalui peningkatan indeks
massa tubuh terkait pandemi, dan komorbiditas penyakit.8
Hingga saat ini, data yang tersedia mengenai DMT-2 onset baru pasca
COVID-19 masih terbatas dengan perbedaan perjalanan klinis dan luaran setelah
pemulihan dari COVID-19.3,8 Berikut akan disajikan sebuah kasus mengenai
pasien post transplantasi yang mengalami diabetes melitus setelah terinfeksi
Covid 19.
KASUS
Pasien IGA, laki laki usia 31 tahun datang ke UGD dengan keluhan masuk
berupa lemas yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, sepulangnya dari rawat
inap di RSUP Sanglah. Pasien mengatakan bahwa keluhan lemas tersebut
membaik dengan istirahat dan memburuk jika beraktifitas. Pasien merasa lemas
beriringan dengan keluhan sering merasa haus meskipun telah banyak minum,
rasa lapar dan sering kencing. Pasien awalnya mengira bahwa makan banyak
dapat membantu pemulihan dari sakit, namun pasien merasa aneh karena berat
badan pasien justru menurun sebesar 6 kg selama kurang lebih 1 bulan, meskipun
mengalami peningkatan porsi makan. Pasien juga mengeluh terdapat pandangan
kabur yang dirasakan pasien pada saat masuk rumah sakit, yang belum pernah
dirasakan pasien sebelumnya.
Pasien dikatakan memiliki riwayat hipertensi dengan tekanan darah
terukur yaitu 170/100 yang diketahui sejak tahun 2012 namun tidak
mengkonsumsi obat untuk hipertensi. Pasien juga diketahui memiliki penyakit
gagal ginjal sejak tahun 2013 dan sempat dirawat dikarenakan keluhan awal mual
muntah yang tidak tertahankan. Pasien kemudian rutin melakukan cuci darah di
RSUP sanglah sejak tahun 2013 dengan akses di bagian femoral. Satu bulan
4
tunggal, reguler, tidak ada murmur. Abdomen tidak tampak distensi, bising usus
normal, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar, perkusi
timpani. Pada ekstremitas teraba hangat dan tidak ditemukan adanya edema.
Pada hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 14 oktober 2021
didapatkan WBC (White Blood Cell) 7,07 /L (4,1-110/L), Neutrofil 4,48 x
103/μl (2,25 – 7,50 x 103/μl), Limfosit 1,98 x 103/μl (1-4 x 103/μl), hemoglobin
12,9 g/dL (12,0 – 16,0 g/dL), Hematokrit 38,0 % (36 –46 %), MCV 83,7 fL (80 –
100 fL), MCH 28,4 pg (26 – 34 pg), trombosit 155,0 x 103/ μl (150 – 440 x 103/
μl), SGOT 23,4 U/L (11,0-27,0U/L), SGPT 58,9 U/L (11,0-34,0U/L), BUN 36,5
mg/dL (8-23 mg/dL), Kreatinin 3,20 mg/dL (0,5-0,9 mg/dL), Gula darah
puasa 772mg/dl (80-100mg/dl), Hb-a1c 11.8% (<6,5%), Natrium serum 125
mmol/L (136 – 45 mmol/L), corrected natrium 136 mmol/L, Kalium serum 3,74
mmol/L (3,5-5,1 mmol/L), PPT 14,5 detik (10,8-14,4 detik), kolesterol total 204
(0-200mg/dl), LDL 97 (<100mg/dl), HDL 31 (40-60mg/dl), trigliserid 477,2
(<150mg), Asam urat 7,5 (3,5-7,2 mg/dl). Pada pemeriksaan urine lengkap
didapatkan: berat jenis 1.025, PH 5,0 (4,5-8), warna jernih, leukosit negatif,
protein (1+), glukosa (4+), keton (-), darah (1+). Analisa gas darah didapatkan:
pH 7.34 mg/dl (7,35-7,45), pCo2 38,0 mmHg (35,0 – 45,0), Po2 90.0 mmHg
(80,0 – 100,0), BEcef -5,3 (-2 – 2), HCO3- 20,5 (22,0 – 26,0), SO2c 96% (95% -
100%) osmolaritas serum 345 mOsm, anion Gap 31,1 mEq/L. Kesan
laboratorium dan kimia darah didapatkan: Hiperglikemia, peningkatan ureum
kreatinin, hiperurisemia, dislipidemia serta asidosis metabolik.
Pada pemeriksaan radiologi, dilakukan pemeriksaan toraks foto PA
tanggal 15/10/2021 didapatkan hasil : kardiomegali dan pulmo tak tampak
kelainan.
6
Gambar 1. Hasil foto thoraks PA. Kesan kardiomegali dan Pulmo tak tampak
kelainan
DISKUSI
Pada kasus ini, seorang pasien memiliki kadar gula darah yang sempat
tinggi sebelum infeksi COVID-19 yaitu BSN 166 mg/dL kemudian kondisi
hiperglikemia memburuk paska infeksi covid-19 menjadi BSN 772 mg/dl. Studi
terbaru menunjukkan bahwa diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) onset baru memiliki
hubungan dengan infeksi COVID-19.3 Infeksi SARS-CoV-2 dapat menyebabkan
peningkatan kadar mediator inflamasi dalam darah, termasuk lipopolisakarida,
sitokin inflamasi dan metabolit toksik. Produksi IFNγ dapat meningkatkan
permeabilitas interstisial dan/atau vaskular. Selain itu, infeksi SARS-CoV-2
7
diabetes mellitus sebelumnya. Pada pasien ini, penggunaan steroid terjadi selama
pasien menjalani pengobatan akibat infeksi COVID-19. Salah satu mekanisme
SIDM didasarkan pada efek timbal balik glukokortikoid pada gliseronogenesis di
hati dan jaringan adiposa.14 Di jaringan adiposa, gliseronogenesis mengontrol laju
pelepasan asam lemak dalam darah, sedangkan di hati gliseronogenesis
bertanggung jawab atas sintesis triasilgliserol dari asam lemak dan gliserol 3-
fosfat. Pengaturan proses ini melalui enzim phosphoenylpyruvate carboxykinase
(PEPCK). Dengan adanya glukokortikoid, ekspresi gen PEPCK di jaringan
adiposa ditekan sehingga menghambat gliseronogenesis. Sebaliknya, PEPCK di
hati merangsang produksi gliserol dan konsentrasi asam lemak dalam darah
meningkat oleh aksi lipoprotein lipase. Oleh karena itu, hasil dari glukokortikoid
adalah peningkatan jumlah asam lemak yang dilepaskan ke dalam darah.
Peningkatan asam lemak mengganggu pemanfaatan glukosa dan menyebabkan
resistensi insulin, terutama pada otot rangka.14,15
Pada pasien ini juga ditemukan adanya dislipidemia dengan kolesterol
total 204 (0-200mg/dl), LDL 97 (<100mg/dl), HDL 31 (40-60mg/dl) dan
trigliserid 477,2 (<150mg). Infeksi COVID-19 dikaitkan dengan kejadian
dislipidemia pasca infeksi yaitu melalui ikatan virus SARSCov-2 dengan enzim
ACE2 melalui spike protein, yang memfasilitasi masuk ke dalam sel dengan
subsequent damage oleh makrofag alveolar. Selanjutnya, lingkungan mikro
jaringan melepaskan sitokin dan kemokin pro-inflamasi (IL-6, MCP1, dan MIP)
yang mendorong daya tarik makrofag, neutrofil, dan sel T. Aktivasi sel ini
menyebabkan peradangan yang tidak terkontrol dan disregulasi imun. Peradangan
yang persisten memuncak dalam modulasi apolipoprotein terkait HDL, seperti
penurunan apolipoprotein AI (ApoA-I), ApoE, dan peningkatan protein amiloid
serum A, yang berdampak buruk pada fungsi anti-inflamasi, antioksidan, dan
imunomodulator HDL.16
Gangguan fungsi enzim paraoxonase 1 (PON1) pada HDL, dan respon
inflamasi yang berlebihan menyebabkan oksidasi lipid, sehingga terjadi
perubahan transport lipoprotein dan gangguan jalur transport reverse-cholesterol
(RCT) yang ditandai dengan interaksi ApoA-I yang tidak mencukupi dengan
9
drip insulin sesuai protokol hingga target gula darah tercapai dan dilanjutkan
dengan pengobatan Insulin lantus 20 unit tiap 24 jam secara subkutan, Insulin
Apidra 8 unit, cellcept 500mg tiap 24 jam, Prograf XL 1 x 3mg. Pemberian drip
insulin pada saat awal perawatan dengan keadaan pasien critical ill dan
memerlukan regulasi gula darah cepat dan kemudian dilakukan pemberian insulin
lantus yang termasuk dalam insulin analog kerja panjang (Long-acting) dan
insulin Apidra yang tergolong insulin analog kerja cepat (Rapid-acting) pada
pasien ini yaitu karena keadaan HbA1C>9% (11,8%) dan gangguan fungsi ginjal
yang berat. Prograf XL yang memiliki kandungan tacrolimus ditujukan karena
pasien memiliki riwayat transplantasi ginjal untuk mencegah penolakan organ
baru.1
SIMPULAN
Pada artikel ini disajikan kasus pasien DM onset baru dengan riwayat
paska infeksi COVID-19 derajat sedang dan CKD stage IIIa post transplantasi
Ginjal. Pasien memiliki kesan laboratorium dan kimia darah berupa
hiperglikemia, peningkatan ureum kreatinin, hiperurisemia dislipidemia serta
asidosis metabolik dan gambaran foto thoraks didapatkan kardiomegali.
Mekanisme diabetes onset baru ini dikaitkan dengan steroid induce diabetes
melitus, badai sitokin yang mempengaruhi ginjal dan riwayat CKD sebelumnya.
11
DAFTAR PUSTAKA