Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 3 BLOK 3.3

Disusun oleh:

1. Gabriel Meinrad Abhisa Devinto (19.P1.0003)


2. Rafida Rahmasari (19.P1.0005)
3. Altamirano Reza Pahlevi Handoko (19.P1.0019)
4. Fransiska Ingka Pratiwi (19.P1.0025)
5. Daniel Aryo Wibowo (19.P1.0029)
6. Maria Goreti Sara Triwidianingsi (19.P1.0030)
7. Ezra Clement Lie (19.P1.0031)
8. Catharine Fabiola Samirahayu Banoristo (19.P1.0038)
9. La Venice Tarakanita Tuerah (19.P1.0044)

Dosen Pembimbing: dr. Ratna Shintia Defi, M.Biomed (AAM)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2020
Seorang laki-laki berusia 58 th datang ke Klinik Ibu Theresa  dengan keluhan lemas sejak 2
bulan ini.  Pasien merasa banyak makan dan minum, namun mengalami penurunan berat
badan. Selain itu pasien juga menjadi lebih sering BAK dan mudah mengantuk. Pasien
memiliki kebiasaan minum teh manis di pagi hari dan kopi manis di sore hari. Kedua orang
tua pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.  Pada pemeriksaan gula darah sewaktu
didapatkan hasil 330 mg/ dl. 

I. Termino
1. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat protein
dan lemak akibat insufisiensi sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang
dituju.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran Pemeriksaan gula darah sewaktu
2. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
Tes kadar gula darah yang bisa dilakukan kapan saja, tanpa harus memperhatikan
makanan yang telah dikonsumsi sebelumnya dan bisa dikatakan normal jika hasilnya
tidak lebih dari 200 mg/dl.
Kshanti Ayu Made Ida, et. al. 2019. Pedoman Pemantauan Glukosa Darah Mandiri.
3. Lemas
Berkurangnya suatu energi
Sumber Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; edisi 28. Jakarta
4. Sering BAK (Poliuria)
Poliuria didefinisikan sebagai volume urin 24 jam yang melebihi 2,8 L yang diikuti
dengan peningkatan frekuensi berkemih baik siang maupun malam hari.
5. Gula darah
Gula darah adalah kadar gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka.
(sumber : Putra, R. Ahmad. Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar a-
Amilase Pada Penderita Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Semarang.2017)

II. Rumusan Masalah


1. Berapa kadar gula darah normal pada manusia?
2. Apa dampak mengonsumi kopi manis dan teh manis di pagi hari?
3. Mengapa pasien mengalami penurunan berat badan, akan tetapi pasien banyak makan
dan banyak minum?
4. Mengapa pasien banyak buang air kecil dan sering mengantuk?
5. Apa hubungan keluhan pasien dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit DM?
6. Mengapa dokter memakai metode pemeriksaan gula darah sewaktu?
7. Mengapa pasien baru merasakan gejala setelah 2 bulan?
8. Apa saja tanda dan gejala DM dan klasifikasinya?

III. Hipotesis
1. Kadar gula darah pada kelompok normal adalah 84 mg/dL dengan kadar gula darah
terendah 78 mg/dL dan tertinggi 89 mg/dL. Pada kelompok GDPT (Glukosa Darah
Puasa Terganggu), hasil pengukuran kadar gula darah menunjukkan rerata 95,75
mg/dL dengan kadar gula darah terendah 91 mg/dL dan tertinggi 98 mg/dL.
(Sumbernya: auliya, P. 2016. Gambaran kadar gula darah pada manusia. Fakultas
kedokteran universitas andalas)
Kadar glukosa darah puasa yang baik adalah 80-109 mg/dl, dikategorikan sedang 110-
125 mg/dl dan dikategorikan buruk >126 mg/dl.
Kadar glukosa darah 2 jam dikatakan baik apabila kadar glukosa darah 80-144 mg/dl,
dikatakan sedang 145-179 mg/dl dan dikategorikan buruk apabila glukosa darah >180
mg/dl.
(sumber: N. Laila & A. Merryana. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula
Darah Puasa Penderita Diabetes Mellitus. Departemen Gizi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga. 2017)
2. mengonsumsi teh dan kopi di pagi hari dapat memberikan dampak
a. mengganggu metabolism
b. dehidrasi
c. mengganggu kesehatan mulut
d. efek buruk kafein
e. membuat perut kembung
3. Penurunan berat badan pada skenario dikarenakan adanya indikasi diabetes melitus
pada pasien, penurunan berat badan sendiri merupakan gejala umum pada penderita
diabetes. hal tersebut dikarenakan pada penderita DM akan terjadi defek sekresi
insulin (kurangnya produksi insulin) maupun adanya gangguan kerja insulin
(resistensi insulin) yang mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel otot
dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi maka tubuh akan
menggunakan pasokan energi pada otot dan jaringan lemak melalui glikogenolisis dan
lipolisis. Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung secara terus menerus
akan menyebabkan berkurangnya massa otot dan jaringan lemak yang mengakibatkan
penurunan berat badan.
Fahriza, Muhammad. 2016. Faktor Mempengaruhi yang Penyebab Kejadian Diabetes
Mellitus (DM). Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
4. Keadaan ini terjadi akibat beberapa faktor faktor seperti :
a. Kadar gula darah terlalu tinggi
Dalam keadaan normal,gula darah akan disaring oleh ginjal dan diserap kembali
ke dalam darah namun tidak dibuang kedalam urine.Sehingga kadar gula darah
yang berlebihan membuat ginjal tidak dapat menyerap semua gula kembali
kedalam darah, ada juga sebagian gula yang keluar dalam urine.Gula yang keluar
dalam urine memiliki sifat osmotik atau menarik lebih banyak air untuk turut
keluar melalui urine.Akibatnya, penderita diabetes akan mengalami poliuria atau
sering buang air kecil.
b. Keinginan minum yang lebih tinggi .
Sering buang air kecil akibat kadar gula darah tinggi pada penderita DM menuntut
tubuh mereka untuk mengirimkan sinyal haus ke otak berulang kali. Peristiwa
tersebut membuat penderita DM lebih sering minum dan BAK. Untuk gejala
mengantuk yang sering dirasakan penderita penyakit DM dikarenakan diabetes
diakibatkan berat badan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik serta gula darah
yang tinggi dalam tubuh.
Sumber : Kharroubi,A.Darwish H. (2015) .Diabetes Melitus : The Epidemic of
The Century. World J Diabetes.6(6),pp.850-867.
5. Hubungan keluhan pasien dengan riwayat orang tua yang memiliki DM
Karena salah Salah satu faktor penyebab DM adalah adanya riwayat keturunan DM
dari orangtua. Gen penyebab DM akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita
DM. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya
sangat kecil. Jika didapati salah satu orangtua menderita DM maka resiko untuk
menderita DM adalah sebesar 15%, jika kedua orangtua memiliki DM maka resiko
untuk menderita DM meningkat menjadi 75%. seseorang yang memiliki salah satu
atau lebih anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita
diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih besar untuk menderita diabetes
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota keluarga yang
menderita diabetes. Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari
pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan
lebih besar ibu dari pada ayah. Pada jenis kelamin perempuan, komposisi estradiol
akan mengaktivasi ekspresi gen reseptor esterogen β (ERβ). Gen ini akan bertanggung
jawab dalam sensitivitas insulin dan peningkatan ambilan glukosa. Seiring dengan
pertambahan usia, kadar estrogen dalam tubuh perempuan akan semakin menurun.
Penurunan estrogen akan menurunkan aktivasi ekspresi gen ER sehingga sensitivitas
insulin dan ambilan glukosa juga akan menurun.
Sumber: Hubungan Riwayat Garis Keturunan dengan Usia Terdiagnosis Diabetes
Melitus Tipe II, Agus Santosa, Departemen Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2017
6. Menggunakan metode pemeriksaan gula darah sewaktu karena dengan metode cek
gula darah sewaktu dapat menyajikan informasi berupa gula darah pasien yang terjadi
pada saat itu, hasil pemeriksaan cepat diketahui karena menggunakan glukometer yang
dapat memeriksa gula darah hanya dengan tusukan kecil di jari tangan kemudian hasil
langsung keluar di layar monitor, dan bisa menjadi penentu dosis obat minum atau
insulin yang diperlukan pasien.
Amir, S.M.J. et al., 2015. Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm). Vol. 3.
No. 1.
7. Untuk waktu orang merasakan gejala diabetes melitus seperti poliphagia, polidipsia,
poliuria dan penurunan berat badan dan gejala lain seperti lemas, kesemutan, gatal,
disfungsi ereksi, pandangan kabur itu bervariasi, tergantung pada naiknya kadar gula
darah melebihi batas tidak normal dan lama waktunya.
8. tanda dan gejala DM serta klasifikasinya
a. DM tipe 1
Merupakan adanya kerusakan sel beta pankreas di tandai kadar gula darah
meningkat yang di akibatkan oleh ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan
insulin. Diabetes tipe ini dapat ditemui sebelum usia 25-30 th tetapi tidak menutupi
kemungkinan orang dewasa dan pansia dapat mengalami DM tipe 1. DM tipe 1
terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
Tanda dan gejala diabetes mellitus tipe 1 adalah - poliuria (kencing terus menerus
dalam jumlah banyak)
1) polidipsia (rasa cepat haus)
2) polipagia (rasa cepat lapar)
3) penurunan berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan
kelelahan. ( SUMBER: WHO)
b. DM tipe 2
Dm tipe 2 terjadi pada usia lebih dari 40 th. Pada DM tipe 2 ini pankreas mampu
menghasilkan insulin tetapi glukosa sulit masuk ke dalam sel. Pada penderita DM
tipe ini terjadi hiperinsulinrmua tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk
kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Gejala DM tipe II hampir sama dengan tipe I, antara lain
1) polyuria (sering berkemih)
2) polydipsia (sering haus)
3) polifagia (sering lapar), dan
4) berat badan turun.

Gejala lain yang biasanya ditemukan pada saat diagnosis antara lain: adanya
riwayat penglihatan kabur, gatal-gatal, neuropati perifer, infeksi vagina berulang,
dan kelelahan.

c. DM gestasional ( diabetes pada kehamilan)


Sering muncul pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Apabila penangannya
kurang baik berakibatkan pada bayi dengan BB lahir mencapau >4kg.
Tanda dan gejala
1) sering merasa lapar
2) Sering merasa haus
3) Sering buang air kecil
4) Berat badan menurun
5) Infeksi vagina
6) Mudah merasa lelah
7) Kesemutan pada tangan dan kali
8) Proses pengembuhan luka lebih lama
d. Dm tipe lainnya
Diakibatkan oleh penyakit pankreas dan sindrom hormonal yang dapat
mengganggu kerja insulin, mengkonsumsi obat” an yang mengganggu penghas
insulin, dan faktor genetik DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik
yang di tandai dengan kenaikan kadar darah glukosa darah akibat faktor genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, infeksi virus dan penyakit autoimun.
Tanda dan gejala
1) adanya gangguan genetik pada fungsi sel beta.
2) Gangguan genetik pada kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pankreas

( sumber: nusantara, ana fitria. Dkk. 2019. Pengawasan anak dengan DM type 1
sebagai pencegahan kejadian ketoaasidosi diabetikum. Sulawesi selatan : yayasan
ahmar cemdekia indonesia)

(Sumber: WHO, 2016)

(Sumber: mufdillah. Dkk. 2019. Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus
dalam Kehamilan. Yogyakarta: nuha medika)
IV. Skema

V. Sasaran Belajar
1. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi Diabetes Mellitus
(mencakup etiologi, patofisiologi, patogenesis dan faktor resiko)
2. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan tanda dan gejala dari masing-
masing DM
3. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dari masing-
masing DM
4. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan jenis-jenis pemeriksaan DM
5. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan komplikasi DM
6. Mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan pencegahan DM

VI. Belajar Mandiri


1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin
atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
a. DM tipe 1
yang juga disebut diabetes melitus bergantung insulin (IDDM, Insulin Dependent
Diabetes Melitus), disebabkan kurangnya sekresi insulin.
1) Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1 sering terjadi
pada usia sebelum 30 tahun, biasanya disebut dengan Juvenille Diabetes.
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Sedangkan
lingkungan bisa berasal dari infeksi virus misalnya virus Coxsackievirus B dan
streptococcus. Virus tersebut menyerang pulau Langerhans Pankreas sehingga
produksi insulin berkurang dan bisa saja akibat respon autoimun, dimana
antibodi sendiri akan menyerang sel β pankreas
2) Patofisiologi
Kerusakan sel beta pankrean atau penyakit-penyakit yang mengganggu
produksi insulin dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe I. Infeksi virus
atau kelainan autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada
banyak pasien diabetes tipe I, meskipun faktor herediter juga berperan penting
untuk menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap gangguan-gangguan
tersebut. Pada beberapa kasus, kecenderungan faktor herediter dapat
menyebabkan degenerasi sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau
kelainan autoimun. Diabetes tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam waktu
beberapa hari atau minggu, dengan tiga gejala sisa (sequelae) yang utama:
a) Naiknya kadar glukosa darah
b) Peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk
pembentukan kolesterol oleh hati
c) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Kurang lebih 5 hingga 10
persen penderita diabetes melitus adalah bentuk tipe I. 
3) Patogenesis
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi tersebut merupakan penyakit
autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti
islet dalam darah (Soelistijo et al., 2015). Kerusakan pankreas menyebabkan
penurunan sekresi insulin sehingga regulasi glukosa terganggu. Selain
hilangnya sekresi insulin, kerusakan akibat autoimun ini mengakibatkan
abnormalitas sel sel alpha pankreas dimana terjadi sekresi glukagon yang
berlebihan. Kedua hal ini menyebabkan kondisi hiperglikemia yang
berkepanjangan dan mulai terjadi gangguan metabolik (Suyono, 2006)

4) Faktor Risiko
a) Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Ras dan Etnik
- Umur
- Riwayat Keluarga
- Jenis Kelamin
- Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gram
- Riwayat BBLR (kurang dari 2500 gram)
b) Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
- Obesitas
- Hipertensi
- Dislipidemia 
- Diet tidak sehat/tidak seimbang
- Pekerjaan
- Kurangnya Aktivitas Fisik
- Asupan Makanan
- Kebiasaan Merokok
b. DM tipe 2
yang juga disebut diabetes melitus tidak bergantung insulin (NIDDM, Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus), awalnya disebabkan oleh penurunan sensitivitas
jaringan target terhadap efek metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap
insulin ini sering kali disebut sebagai resistansi insulin.
1) Etiologi
Non Insulin Diabetes Melitus (NIDDM) Kelebihan berat badan (overweight)
memiliki peran penting dalam terjadinya NIDDM karena overweight
membutuhkan banyak insulin 14 untuk metabolisme. Terjadinya
Hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup untuk menghasilkan insulin dan
jumlah reseptor insulin menurun sehingga banyak gula darah yang tidak diikat
sehingga beredar didalam darah. 
2) Patofisiologi
Diabetes tipe II lebih sering dijumpai dari tipe I, dan kira-kira ditemukan
sebanyak 90 hingga 95 persen dari seluruh kasus diabetes melitus. Pada
kebanyakan kasus, onset diabetes melitus tipe II terjadi di atas umur 30, sering
kali di antara usia 50 dan 60' tahun, dan penyakit ini timbul secara perlahan-
lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering disebut sebagai diabetes onset-
dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yang terjadi
pada individu yang berusia lebih muda, sebagian lebih muda dari dari 20 tahun
dengan diabetes melitus tipe II. Tren tersebut agaknya berkaitan terutama
dengan peningkatan prevalensi obesitas, yaitu faktor risiko terpenting untuk
diabetes tipe 11 pada anak-anak dan dewasa. Obesitas, Resistansi Insulin, dan
"Sindrom Metabolik" biasanya mengawali perkembangan diabetes melitus
Tipe II. Diabetes melitus tipe II, berbeda dengan tipe I, dikaitkan dengan
peningkatan konsentrasi insulin plasma (hiperinsulinemia). Hal ini terjadi
sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan
sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi
yang dikenal sebagai resistansi insulin. Penurunan sensitivitas insulin
mengganggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat, yang akan
meningkatkan kadar gula darah dan merangsang peningkatan sekresi insulin
sebagai upaya kompensasi.
3) Patogenesis
Pada diabetes melitus tipe 2, disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak
terjadi defisiensi absolut seperti diabetes mellitus tipe 1. Pada DM tipe 2 terjadi
defisiensi insulin relatif. Tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau
defisiensi insulin perifer (Soelistijo et al., 2015). Defisiensi insulin relatif
terjadi melalui dia mekanisme yaitu, gangguan sekresi insulin akibat disfungsi
sel beta pankreas dan gangguan kerja insulin pada tingkat sel akibat kerusakan
reseptor insulin (resistensi insulin). Beberapa kondisi menjadi faktor risiko
terjadinya DM tipe 2 seperti stress, gaya hidup yang menetap, asupan gula
yang berlebih, merokok, obesitas, konsumsi alcohol, penuaan serta genetik
berkontribusi dalam pathogenesis DM tipe 2.

4) Faktor Risiko
a) Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Ras dan Etnik
- Umur
- Riwayat Keluarga
- Jenis Kelamin
- Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gram
- Riwayat BBLR (kurang dari 2500 gram)
b) Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
- Obesitas
- Hipertensi
- Dislipidemia 
- Diet tidak sehat/tidak seimbang
- Pekerjaan
- Kurangnya Aktivitas Fisik
- Asupan Makanan
- Kebiasaan Merokok
1. Guyton 
2. Kusnadi, Gita. 2016. FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PETANI
DAN BURUH. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
3. Riskesdas 2013, Kementrian Kesehatan

c. Diabetes Gestasional
1) Etiologi
a) Diabetes tipe 2
Diabetes Gestasional paling sering merupakan pelopor dari Diabetes Tipe 2.
Dalam meta-analisis, wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko
tujuh kali lipat mengalami diabetes tipe 2 selama beberapa tahun
dibandingkan dengan wanita dengan toleransi glukosa normal (NGT)
selama masa kehamilan. Wanita dengan diabetes gestasional menunjukkan
resistensi insulin sebelum dan sesudah masa kehamilan seperti pada subjek
diabetes tipe 2 yang memiliki kecenderungan. Sebuah studi asosiasi genom
yang dilakukan dari studi HAPO menunjukkan bahwa di antara gen
kerentanan, varian lokus glukokinase (GCK) dan TCF7L2 dikaitkan dengan
kadar glukosa yang lebih tinggi selama tes toleransi glukosa oral pada
wanita hamil.
b) Diabetes monogenic
Bentuk diabetes monogenik juga dapat terungkap selama kehamilan. Itu
juga telah ditunjukkan bahwa varian umum dalam kematangan onset
diabetes gen muda (MODY) berkontribusi pada diabetes gestasional, seperti
polimorfisme promotor GCK dan polimorfisme faktor inti Hepatosit 1a
(HNF1a). MODY mengacu pada salah satu dari beberapa bentuk diabetes
herediter yang disebabkan oleh mutasi pada gen dominan autosom yang
memengaruhi produksi insulin.
c) Diabetes tipe 1
Diabetes autoimun juga dapat dianggap sebagai salah satu etiologi diabetes
gestasional. Ini memprediksi perkembangan selanjutnya dari T1D pada
wanita ini tetapi tidak selalu. Dalam beberapa penelitian, autoantibodi sel
pulau Langerhans yang positif tidak dapat memprediksi perkembangan
diabetes di masa depan. Dengan demikian diabetes gestasional dapat
mengungkapkan T1D tetapi perlu atau tidaknya antibodi diuji dalam GDM
membutuhkan studi lebih lanjut. Autoimunitas dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang buruk (kematian janin, persalinan prematur dan
makrosomia).
d) Faktor lain
Beberapa faktor seperti etnis dan ras mungkin menjadi asal mula timbulnya
diabetes gestasional, interaksi antara faktor risiko genetik dan lingkungan,
usia tua, obesitas dan diet tinggi lemak merupakan beberapa faktor non-
genetik yang penting dalam diabetes gestasional.
2) Patofisiologi
Selama kehamilan normal, infra merah progresif berkembang mulai sekitar
pertengahan kehamilan, dan berlanjut selama trimester ketiga. Hormon dan
adipokin yang disekresikan dari plasenta, termasuk tumor necrosis factor
(TNF) -α, laktogen plasenta manusia, dan hormon pertumbuhan plasenta
manusia kemungkinan penyebab IR pada kehamilan. Selain itu, peningkatan
estrogen, progesteron, dan kortisol selama kehamilan berkontribusi pada
gangguan keseimbangan glukosa insulin. Untuk mengkompensasi IR perifer
selama kehamilan, sekresi insulin meningkat dari pankreas wanita.
Perkembangan GDM terjadi ketika pankreas wanita tidak mengeluarkan cukup
insulin untuk mengikuti stres metabolik dari IR. Selain itu, peningkatan
pengendapan adiposa ibu, penurunan olahraga, dan peningkatan asupan kalori
berkontribusi pada keadaan intoleransi glukosa relatif ini.
3) Patogenesis
Patogenesis GDM telah dipelajari secara ekstensif oleh Catalano et al.
menggunakan teknik klem hiperinsulinemik euglikemik dan infus glukosa.
Kesimpulan yang dia laporkan adalah bahwa wanita yang mengembangkan
GDM sebelum kehamilan resisten insulin 1 dibandingkan dengan wanita yang
tidak mengalami diabetes selama kehamilan. Penurunan signifikan dalam
sensitivitas insulin pada akhir kehamilan mencerminkan penurunan sensitivitas
insulin yang ada sebelum kehamilan. Selain itu, defek sekresi insulin telah
dilaporkan selama kehamilan dan terkait dengan tingkat intoleransi glukosa.
Setelah, disfungsi sel-b persalinan berlanjut dan juga berkorelasi dengan
keparahan intoleransi glukosa selama kehamilan. Dalam GDM, sirkulasi TNFa
dan interleukin 6 (IL6) telah berkorelasi terbalik dengan sensitivitas insulin
yang menunjukkan peran faktor inflamasi dalam patogenesis. Sitokin lain
seperti leptin telah ditemukan meningkat pada GDM. Namun, penentu utama
leptin selama kehamilan adalah berat badan ibu sebelum hamil. Setelah
kehamilan, sensitivitas insulin kembali ke nilai sebelum hamil. Seperti semua
bentuk hiperglikemia, GDM ditandai oleh sekresi insulin yang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan insulin. Jadi, kehamilan merupakan situasi di mana
diabetes yang tidak terdiagnosis, atau kegagalan sel-b yang tidak diketahui,
terungkap oleh kejadian fisiologis dari resistensi insulin.
4) Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko GDM muncul secara konsisten, yaitu :
a) Kelebihan berat badan / obesitas
b) Penambahan berat badan kehamilan yang berlebihan
c) Diet kebarat-baratan
d) Etnis
e) Polimorfisme genetic
f) Usia ibu lanjut
g) Lingkungan intrauterine (berat lahir rendah atau tinggi
h) Riwayat keluarga dan pribadi gdm
i) Penyakit resistensi insulin lainnya, seperti sindrom ovarium polikistik
(PCOS).
d. DM tipe lainnya
1) Etiologi
a) Diabetes Monogenik
Bentuk monogenik diabetes ditandai dengan gangguan sekresi insulin dari
sel β pankreas yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal. Bentuk-bentuk
ini terdiri dari kelompok diabetes yang heterogen secara genetik termasuk:
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), diabetes neonatal
permanen atau sementara. MODY adalah bentuk paling umum dari
diabetes monogenik, dengan transmisi dominan autosomal dari salah satu
dari beberapa gen yang mengkode defek primer sekresi insulin.
b) Patofisiologi dan Patogenesis
DM tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas,
obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM
c) Faktor Resiko DM Tipe Lainnya :
- Riwayat keluarga DM.
- Obesitas.
- Kurang aktivitas fisik.
- Ras/Etnik.
- Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
- Hipertensi.
- Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
- Riwayat DM pada Kehamilan.
- Sindroma polikistik ovarium.
- Faktor nutrisi.
- Konsumsi alkohol.
- Kebiasaan mendengkur.
- Faktor stress.
- Kebiasaan merokok.
- Jenis kelamin.
- Lama tidur.
- Intake zat besi.
- Konsumsi kopi dan kafein.
- Paritas.
- Intake zat besi
2. Tanda dan gejala dari masing-masing DM
Tanda dan gejala diabetes mellitus tipe 1
- poliuria (kencing terus menerus dalam jumlah banyak)
- polidipsia (rasa cepat haus)
- polipagia (rasa cepat lapar)
- penurunan berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan
kelelahan.
Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala
pada dewasa, yaitu poliuria dan nokturia, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat
badan.Gejala lain
yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka
yang sukar sembuh, pandangan kabur, dan gangguan
perilaku.

Gejala DM tipe II hampir sama dengan tipe I, antara lain


- polyuria (sering berkemih)
- polydipsia (sering haus)
- polifagia (sering lapar), dan
- berat badan turun. Gejala lain yang biasanya ditemukan pada saat diagnosis antara
lain: adanya riwayat penglihatan kabur, gatal-gatal, neuropati perifer, infeksi vagina
berulang, dan kelelahan.

Tanda dan gejala DM gestasional ( diabetes pada kehamilan)


- Polyfagia
- Polydipsia
- Polyuria
- Berat badan menurun
- Infeksi vagina
- Mudah merasa lelah
- Kesemutan pada tangan dan kali
- Proses pengembuhan luka lebih lama

Tanda dan gejala DM tipe lainnya


- adanya gangguan genetik pada fungsi sel beta.
- Gangguan genetik pada kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
( sumber: nusantara, ana fitria. Dkk. 2019. Pengawasan anak dengan DM type 1
sebagai pencegahan kejadian ketoaasidosi diabetikum. Sulawesi selatan : yayasan
ahmar cemdekia indonesia)
(Sumber: WHO, 2016)
(Sumber: mufdillah. Dkk. 2019. Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus
dalam Kehamilan. Yogyakarta: nuha medika)

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
melitus yaitu poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), Poliuria
(banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat
badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah.
Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg.

Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

3. Penatalaksanaan dari masing-masing DM


Penatalaksanaan DM jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi
gejala yang dirasakan penderita, sedangkan jangka panjangnya bertujuan untuk
mencegah komplikasi. (Penatalaksanaan DM terdiri dari pertama terapi non
farmakologis yang meliputi terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani, dan
edukasi terkait penyakit DM yang dilakukan secara kontinyu, kedua terapi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin jika terapi non
farmakologis yang dilakukan tidak mampu mengontrol kadar glukosa
a. Terapi gizi medis
Gizi medis dilakukan dengan mengatur pola makan penderita DM berdasarkan
status gizi diabetisi dan memodifikasi diet yang didasarkan pada kebutuhan
individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan kunci pengobatan DM, terutama pada DM tipe 2
dikarenakan obesitas dan kurangnya aktivitas yang berkontribusi terhadap
pengembangan intoleransi glukosa. Latihan jasmani meningkatkan penggunaan
glukosa tubuh, mengurangi level kolesterol, menurunkan tekanan darah,
mengurangi kebutuhan dosis insulin atau OHO, meningkatkan sensitivitas
insulin, dan memperbaiki psikologi melalui pengurangan stres.
c. Insulin
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe1 dan beberapa kasus DM tipe 2.
Penderita DM tipe 1 selalu diobati dengan insulin karena sel beta pankreasnya
inaktif. Keadaan seperti ketoasidosis, gestasional, infeksi, pembedahan, dan
gangguan hati atau ginjal juga tidak 6 dapat diatasi dengan OHO, sehingga
harus diberikan insulin dengan segera. Secara klinis, perbedaan penting
diantara produk insulin yang beredar berhubungan dengan onset, peak, dan
durasi aksi. Saat ini, produk-produk insulin dikategorikan menjadi insulin aksi
cepat (rapid acting), aksi pendek (short acting), aksi sedang (intermediate
acting), dan aksi panjang (long acting).
d. Obat hipoglikemik oral
i. Sulfonilurea
Sulfonilurea merupakan OHO golongan sekretagok insulin yang berarti
mempunyai efek hipoglikemik dengan cara menstimulasi sekresi insulin.
Obat ini digunakan sebagai terapi awal farmakologis pada DM tipe
ii. Glinid (Meglitinid)
Repaglinid dan nateglinid yang termasuk dalam golongan ini mempunyai
aksi kerja sama dengan sulfonilurea.
iii. Biguanid
Obat golongan biguanid bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin,
sehingga absorpsi glukosa meningkat di jaringan perifer.
iv. Tiazolidindion
(Glitazon)Obat golongan tiazolidindion mempunyai efek farmakologis
yang sama dengan biguanide. Merupakan penambah sensitivitas insulin
yang dapat menurunkan glukosa darah dengan cara meningkatkan aksi
insulin dan mengurangi resistensi insulin.
v. Penghambat alfa-glukosidase
Enzim alfa-glukosidase di usus halus bersama alfa-amilase pankreas
menghidrolisis komplek polisakarida, oligosakarida, trisakarida, dan
disakarida.

(Sumber : Em Yunir, Suharko Soebardi. 2017. Terapi non farmakologis


pada diabetesmellitus. AW Sudoyo, B Setiyohadi, I Alwi, M Simadibrata, S
Setiati: Buku ajar ilmu penyakit dalamEd 4. Jilid 3. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal. 1862-4.)
4. Jenis-jenis pemeriksaan DM
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya diabetes adalah :
a. Tes darah kapiler tes ini merupakan cara screening yang cepat dan mudah untuk
dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dengan
cara menusuk ujung jari dan tidak boleh lebih dari setetes darah kapiler. Tes ini
disebut dengan finger-prick bloood sugar screening, pada alat stick yang dipakai
sudah diberikan bahan kimia yang bila terkena tetesan darah akan bereaksi dalam
kurun waktu 1-2 menit. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memeriksa GDP,
GD 2 jam, dan GD sewaktu
b. Pemeriksaan gula darah vena pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah
dari pembuluh darah vena pada lengan bagian dalam. Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kadar gula darah setelah puasa (minimal 8 jam) dan gula
darah 2 jam sesudah makan (2 jam post prandial)
c. Tes toleransi glukosa pemeriksaan ini memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi
daripada pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan ini, setelah pasien melakukan 10
jam puasa, pagi harinya pasien datang ke laboratorium untuk pemeriksaan gula
darah, kemudian dorong pasien untuk meminum glukosa 75 gram dan 2 jam
kemudian diperiksa kembali gula darahnya.
d. Tes glukosa urin glukosa yang menimbun dalam darah akan keluar melalui urin
sehingga dapat terdeteksi pada tes urin. Adanya glukosa urin adalah indikasi
bahwa seseorang terkena penyakit DM. namun pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk memastikan diagnosa DM. sebab, kadar glukosa dalam urin tergantung pada
jumlah urin, pengaruh obat obatan dan fungsi ginjal.
sumber : Djojodidroto RD. Seluk beluk periksaan kesehatan (general medical
check up): bagaimana menyikapi hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2001.
e. Pemeriksaan Hba1c
HbA1c dapat digunakan sebagai uji diagnostik untuk diabetes asalkan uji jaminan
kualitas yang ketat tersedia dan uji distandarisasi dengan kriteria yang selaras
dengan nilai referensi internasional, dan tidak ada kondisi yang menghalangi
pengukuran yang akurat. HbA1c sebesar 6,5% direkomendasikan sebagai titik
potong untuk mendiagnosis diabetes. Nilai kurang dari 6,5% tidak mengecualikan
diabetes yang didiagnosis menggunakan tes glukosa. Kualitas bukti yang dinilai
oleh GRADE: sedang
Kekuatan rekomendasi berdasarkan kriteria GRADE: bersyarat Hemoglobin
terglikasi (HbA1c) awalnya diidentifikasi sebagai hemoglobin "tidak biasa" pada
pasien dengan diabetes lebih dari 40 tahun yang lalu. Setelah penemuan itu,
banyak penelitian kecil dilakukan yang menghubungkannya dengan pengukuran
glukosa yang menghasilkan gagasan bahwa HbA1c dapat digunakan sebagai
ukuran objektif dari kontrol glikemik. Studi A1C-Derived Average Glucose
(ADAG) melibatkan 643 peserta yang mewakili berbagai level A1C. Ini
membentuk hubungan yang divalidasi antara A1C dan glukosa rata-rata di
berbagai jenis diabetes dan populasi pasien. HbA1c diperkenalkan ke penggunaan
klinis pada 1980-an dan kemudian menjadi landasan praktik klinis.
HbA1c mencerminkan rata-rata glukosa plasma selama delapan hingga 12 minggu
sebelumnya. Itu bisa dilakukan kapan saja sepanjang hari dan tidak memerlukan
persiapan khusus seperti puasa. Sifat-sifat ini menjadikannya tes pilihan untuk
menilai kontrol glikemik pada penderita diabetes. Baru-baru ini, ada minat besar
untuk menggunakannya sebagai tes diagnostik untuk diabetes dan sebagai tes
skrining untuk orang yang berisiko tinggi diabetes.
(sumber : World Health Organization. Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in
diagnosis of Diabetes Mellitus: Abbreviated Repost of a WHO Consultation. 2011)
5. Komplikasi DM
a. Komplikasi DM tipe 1
Komplikasi jangka pendek antara lain hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis
diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis pertama DM tipe 1 atau pasien
lama akibat pemakaian insulin yang salah. Komplikasi jangka panjang terjadi
akibat perubahan mikrovaskular berupa retinopati, nefropati, dan neuropati.
Retinopati merupakan komplikasi yang sering didapatkan, lebih sering dijumpai
pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih dari 8 tahun.

Donaghue KC, Chiarelli F, Trotta D, Allgrove J, Dahl-Jorgensen K.


Microvascular and macrovascular complication. Pediatr Diabetes 2007;8:163-70

b. Komplikasi DM tipe 2
Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan
gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul
perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai
komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semua penderita baik dalam
derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.
Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:
1) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi Mikrovaskular Nefropati, Retinopati, Neuropati Timbul akibat
penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.
a) Retinopati diabetika Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan
gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata
yang dapat mengarah pada kebutaan.
b) Nefropati diabetika Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati
paling banyak, sebagi penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan
ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring.
2) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi Makrovaskular Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia
Penyakit pembuluh darah perifer Hipertensi Timbul akibat aterosklerosis dan
pembuluh-pembuluh darah besar khususnya arteri akibat timbunan plak
ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul
lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius.
3) Komplikasi neurologis
Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf
akibat adanya peningkatan jalur poliol (Saat kadar glukosa intrasel meningkat,
jalur poliol pada metabolisme glukosa menjadi aktif), penurunan pembentukan
myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan
struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
Ostenson CG. The pathophysiology of type 2 diabetes mellitus: an overview.
Acta Physiol Scand 171:241-7, 2001.

6. Pencegahan DM
a. pendekatan faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan
primer
1) untuk peningkatan tatalaksana faktor resiko utama di fasilitas pelayanan dasar
2) tatalaksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor
resiko
3) prediksi resiko penyakit jantung dan stroke dengan charta WHO
b. Posbindu PTM
pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dini dalam
memonitoring faktor resiko menjadi salah satu tujuan dalam program
pengendalian penyakit tidak menular termasuk DM
c. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan balai
P=periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A=atasi penyakit dengan pengbatan ang tepat dan teratur
T=teteap diet sehat dengan gizi seimbang
U=upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H=hindari rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya

C=cek kondisi kesehatan secara berkala


E=enyahkan asap rokok
R=rajin aktivitas fisik
D=diet sehat dengan kalri seimbang
I=istiahat yang cukup
K=kendalikan stress
KEMENKES. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI
VII. Kesimpulan
Pada PBL kasus 3 ini seorang laki laki yang datang ke klinik teresa terdiagnosis
dm tipe 2 dikarenakan dia memiliki tanda dan gejala dari penyakit dm akut seperti
lemas, mengalami penurunan berat badan dan sering BAK dan kadar gula darah
yang jauh dari angka normal yang disebabkan karena defek sekresi insulin pasien
disarankan untuk melakukan terapi gizi medik, meningkatkan aktivitas jasmani,
pemberian insulin dan oemberian obat hipoglemik oral, jika tidak melakukan
penata laksanaan secepatnya akan menimbulkan komplikasi yang berkelanjutan
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai