Anda di halaman 1dari 26

Tinjauan Pustaka

PNEUMONIA ATIPIKAL: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

Disusun Oleh:
dr. Rinaldianto
NIM: 1707601040005

Pembimbing:
dr. Dewi Behtri Yanifitri, SpP(K)

PESERTA PPDS-1 PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawat
beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan keluarga
beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa saya ucapkan kepada pembimbing saya
yaitu dr. Dewi Behtri Yanifitri, Sp.P(K) dan para dokter di bagian/ SMF
Pulmonologi dan Kedokteran Resirasi yang telah memberikan arahan serta
bimbingan hingga terselesaikannya referat ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan referat ini. Keterbatasan dalam
penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap referat ini demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, 30 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3


2.1 Definisi........................................................................................ 3
2.2 Etiologi........................................................................................ 3
2.3 Klasifikasi ................................................................................... 7
2.4 Epidemiologi ............................................................................... 8
2.5 Patofisiologi ................................................................................ 9
2.6 Diagnosis .................................................................................... 9
2.7 Manajemen.................................................................................. 16

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
ABSTRAK

Pneumonia atipikal secara tradisional dicirikan sebagai pneumonia dengan gejala ringan
dan produksi sputum sedikit serta progresivitas penyakit yang bervariasi, keterlibatan
ektrapulmoner dan tidak merespon dengan penisilin. Paling umum disebabkan
olehMycoplasma pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae,
Coxiella brunette dan Francisella tularensis. Pengobatan lini pertama pada pneumonia
atipikal dengan golongan makrolid, floroquinolone dan tetrasiklin.

ABSTRACT

Atypical pneumonia has traditionally been characterized as pneumonia with mild


symptoms and low sputum production as well as variable disease progression,
extrapulmonary involvement and unresponsiveness to penicillin. Most commonly caused by
Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, Coxiella
brunette and Francisella tularensis. First-line treatment of atypical pneumonia with
macrolides, fluoroquinolones and tetracyclines.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah, khususnya


mengenai parenkim paru. Virus, jamur, dan bakteri dapat menyebabkan pneumonia.1–3
Pneumonia atipikal secara tradisional dicirikan sebagai pneumonia dengan gejala ringan
dan produksi sputum sedikit serta progresivitas penyakit yang bervariasi, keterlibatan
ektrapulmoner dan tidak merespon dengan penisilin.4Ada sejumlah besar patogen yang
dianggap atipikal, tetapi yang paling umum diidentifikasi adalah Mycoplasma pneumoniae
yang terkait dengan kondisi kehidupan yang dekat seperti di sekolah dan barak militer,
Legionella sp dari sumber air tergenang, Chlamydophila pneumoniae, Coxiella brunette
dan Francisella tularensis dari berbagai sumber mamalia lainnya.1,4–6
Variasi data epidemiologi pada pneumonia atipikal bergantung pada berbagai faktor
seperti usia, letak geografis dan musim. Diperkirakan bahwa 7% hingga 20% pneumonia
yang didapat dari komunitas (CAP) adalah sekunder dari mikroorganisme bakteri atipikal.
Mengingat sifat intraselulernya, organisme atipikal tidak terlihat pada pewarnaan gram dan
sulit untuk dikultur; oleh karena itu, jumlah kasus yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi
dengan pengobatan serupa etiologi spesifik seringkali tidak diperlukan.1,4,7
Diagnosis pneumonia yang dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta penunjang yang tepat. Pada pneumonia atipikal pasien sering
datang dengan gejala konstitusional yang berkepanjangan. Meskipun tidak dapat
diprediksi, secara tradisional diajarkan bahwa pasien dengan infeksi atipikal akan muncul
secara bertahap dan memiliki prodromal virus termasuk sakit tenggorokan, sakit kepala,
batuk tidak produktif dan demam ringan. Mereka jarang memiliki area konsolidasi yang
jelas pada auskultasi/radiologis dibandingkan dengan pneumonia tipikal. Selain itu, gejala
ekstra-kardiopulmoner sering terlihat; misalnya, infeksi mikoplasma dikaitkan dengan
ruam dan miringitis bulosa dan Legionella secara klasik dikaitkan dengan penyakit
gastrointestinal dan gangguan elektrolit.1,8
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks
saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia.1–3Temuan radiologis klasik
pada pneumonia atipikal termasuk infiltrat yang tidak merata, terkadang distribusi bilateral,
dan pola interstisial.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah, khususnya
mengenai parenkim paru. Virus, jamur, dan bakteri dapat menyebabkan pneumonia.
Tingkat keparahan pneumonia dapat berkisar dari ringan hingga berkembang menjadi syok
septik, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan kematian.1–3
Buku textbook Ilmu Penyakit Dalam Harrison mendefinisikan pneumonia sebagai
infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai organisme. Dinyatakan bahwa
pneumonia bukanlah penyakit tunggal tetapi sekelompok infeksi spesifik, masing-masing
dengan epidemiologi, patogenesis, presentasi, dan perjalanan klinis yang berbeda.9
Pneumonia atipikal secara tradisional dicirikan sebagai pneumonia dengan gejala
ringan dan produksi sputum sedikit serta progresivitas penyakit yang bervariasi,
keterlibatan ektrapulmoner dan tidak merespon dengan penisilin.4

2.2 Etiologi
Pneumonia didapat ketika jumlah organisme patogen yang cukup melewati
berbagai pertahanan tubuh termasuk mekanisme batuk dan refleks laring tubuh dan masuk
kedalam parenkim paru. Hal ini dapat terjadi karena terpapar patogen dalam volume besar
di udara saat inspirasi, paparan patogen yang semakin virulen, aspirasi atau gangguan
pertahanan pejamu. Selanjutnya dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai kelompok yang
disebabkan virus, bakteri, atau bakteri atipikal berdasarkan patogen yang dicurigai.
Pneumonia atipikal diperoleh dari berbagai sumber. Ada sejumlah besar patogen yang
dianggap atipikal, tetapi yang paling umum diidentifikasi adalah Mycoplasma pneumoniae
yang terkait dengan kondisi kehidupan yang dekat seperti di sekolah dan barak militer,
Legionella sp dari sumber air tergenang, Chlamydophila pneumoniae, Coxiella brunette
dan Francisella tularensis dari berbagai sumber mamalia lainnya.1,4–6

a. Mycoplasma pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae bertanggung jawab atas sebagian besar pneumonia
atipikal. Namun, hanya sekitar 10% pasien yang terkena mycoplasma akan berkembang
menjadi pneumonia. Infeksi Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih umum dengan
bertambahnya usia, terutama orang tua. Infeksi dapat terjadi sepanjang tahun dan wabah

3
dalam komunitas kecil sering terjadi (misalnya sekolah dan rumah). Organisme ini
ditularkan dari orang ke orang dan infeksi biasanya menyebar perlahan. Setelah organisme
diperoleh, gejala mungkin akan memakan waktu 4-20 hari untuk muncul dan termasuk
malaise, batuk, mialgia dan sakit tenggorokan. Batuk sering kering dan memburuk di
malam hari. Sebagian besar kasus infeksi Mycoplasma pneumoniae ringan dan sembuh
dengan sendirinya. Mycoplasma juga dapat menyebabkan berbagai gejala ekstrapulmoner
seperti eritema nodosum, urtikaria, eritema multiforme, meningitis aseptik, sindrom
Guillain Barre dan ataksia serebral. Individu dengan penyakit paru-paru yang sudah ada
sebelumnya dapat mengembangkan empiema, pneumotoraks atau bahkan ARDS.1,4,8
Jumlah kasus akibat infeksi M. pneumoniae berhubungan dengan 15% - 20% kasus
pneumonia dewasa, 40% kasus anak dan menjadi epidemi. Pneumonia umumnya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, namun bakteri ini merupakan penyebab
pneumonia atipikal tersering. Keunggulan bakteri ini dibandingkan bakteri penyebab
pneumonia atipikal lain adalah tidak memiliki dinding sel dan tidak bereplikasi namun
mampu menginfiltrasi netrofil dan limfosit. Pertahanan tubuh di alveolus oleh makrofag
serta di daerah peribronkial akan memicu reaksi inflamasi yang berat karena meningkatnya
pemicu Toll like receptor (TLR2) epitel bronkus sehingga mengaktivasi respon inflamasi
berat pada usia ekstrim (terlalu tua atau terlalu muda). Bentuk dasar bakteri adalah kokus,
namun dapat berubah menjadi basil karena tidak memiliki dinding sel yang rigid. Ukuran
mulai dari 0,3 – 0,5 µm dan mampu melewati fungsi penyaringan saluran napas atas oleh
elastisitasnya.10

Gambar 2.1. Morfologi kokus (kanan) dan perubahan bentuk (kiri) M.pneumoniae10

Infeksi bakteri ini juga dapat berinfiltrasi ekstraparu dengan manifestasi nyeri otot,
nyeri abdomen dan diare. Organisme ini juga dapat beregulasi hingga menjadi patogen di
jantung menyebabkan miokarditis, namun tidak sering terjadi. Manifestasi kulit sepeti

4
eritema multiforme, eksantema dan urtikaria dapat dipicu oleh keberadaan bakteri tersebut
oleh penularan melalui mekanisme ekstraparu. Infeksi dapat mencetus kejadian eksaserbasi
asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) selama masa pengobatan sehingga
kontrol penyakit saluran napas obstruktif harus menyertakan skrining infeksi pneumonia
atipikal termasuk oleh organimse M. pneumoniae.11

b. Chlamydia pneumoniae
Chlamydia pneumoniae juga merupakan penyebab umum infeksi paru-paru.
Organisme ini diperoleh setelah menghirup tetesan aerosol yang terkontaminasi. Namun,
masa inkubasinya panjang dan gejalanya biasanya ringan. Infeksi Chlamydia pneumoniae
paling sering terjadi pada orang tua. Infeksi muncul dengan sakit tenggorokan, batuk dan
sakit kepala yang bisa berlangsung selama 1 hingga 64 hari dengan rata-rata 21 hari.
Rontgen dada mungkin menunjukkan proses infiltratif ringan. Kematian jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta.1,4,8
C. pneumonia merupakan organisme yang telah diidentifikasi sejak 1965 melalui
gejala nonspesifik pneumonia serta dibekukan dan dianalisis pada tahun 1971. Organisme
awalnya serupa dengan C. trachomatis dan C. psittaci yang kemudian setelah diidentifikasi
maka peneliti merumuskan bahwa organisme ini jenis baru dan memiliki struktur ribosom
RNA. Nama dari Chlamydia pneumonia diubah menjadi Clamydophila pneumonia oleh
karena temuan struktur ribosom RNA tersebut. Seroprevalensi dari C.pneumonia memiliki
jumlah yang dievaluasi meningkat terutama pada populasi dewasa, berbeda dengan dua
organisme lain yang menyerang usia ekstrim. Temuan isolat pada penderita pneumonia
dewasa akibat infeksi C.pneumonia diperkirakan sebanyak 50%. Organisme ini memiliki
durasi infeksi lama sehingga titer IgG masih terdeteksi setelah berbulan – bulan sembuh
dari infeksi pneumonia.12
C.pneumonia merupakan organisme independen dan beraktivitas tanpa memerlukan
bahan yang diambil dari manusia seperti asam amino. Kemampuan menempel pada
dinding alveolus hingga infiltrasi makrofag dilakukan dengan perlahan dalam bentuk dasar
yang tidak dikenali oleh makrofag, namun setelah berhasil infiltrasi maka akan terjadi
replikasi dan bentuk dewasa berkembang dalam makrofag. Hal ini berbeda dibandingkan
M.pneumoniae yang hanya menempel pada dinding alveolus tanpa menginfiltrasi makrofag
serta L.pneumoniae yang memiliki kemampuan opsonisasi untuk menginfiltrasi makrofag,
sedangkan pada C.pneumoniae tidak memerlukan proses untuk infiltrasi.12

5
Gambar 2.2 Perbedaan perjalanan M.pneumoniae, L.pneumoniae dan C.pneumoniae12

c. Legionella pneumoniae
Legionella pneumoniae adalah yang paling patogen dari bakteri atipikal yang
menyebabkan infeksi paru-paru. Beberapa serotipe ada dan infeksi cenderung terjadi dalam
waktu yang singkat. Penyebaran dari manusia lain jarang terjadi; kebanyakan kasus
disebabkan oleh inhalasi patogen dari sistem pengairan seperti humidors, pusaran air,
peralatan terapi pernapasan, keran air, dan AC. Tempat genangan air memungkinkan
organisme berkembang biak. Individu yang berisiko terinfeksi legionella mungkin
menderita diabetes, keganasan, gagal ginjal atau gagal hati dan mungkin baru saja
melakukan pemasangan pipa di rumah. Setelah patogen ini didapat, pasien mungkin datang
dengan perubahan status mental, batuk, demam, dan gangguan pernapasan. Setidaknya 20-
40% pasien mengalami diare. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan leukositosis dan
pewarnaan gram sputum dapat menunjukkan akumulasi sel inflamasi tanpa organisme
apapun. Dari organisme atipikal, legionella memiliki perjalanan yang parah dan
penyakitnya dapat dengan cepat menjadi parah jika tidak segera diobati. Sementara gejala
ekstra paru jarang terjadi, banyak pasien mengalami gangguan pernapasan parah yang
sering membutuhkan ventilasi mekanis.1,4,8
Pneumonia atipikal oleh infeksi Legionella sp. berkisar 2% - 15% dari seluruh
kejadian CAP dengan karakteristik pneumonia sedang - berat. Faktor predisposisi infeksi
oleh Legionella sp adalah usia ekstrim, merokok, penyakit paru kronik, imunosupresi, laki-
laki, dan paparan air tercemar. Legionella sp termasuk bakteri gram negatif dengan
kategori bakteri basil (berbentuk batang) serta mengganggu siklus hidup mikrobiota
alamiah perairan, yaitu protozoa. Bakteri menular melalui sesama manusia dengan
transmisi terbanyak perairan luas seperti laut dan danau hingga kolam renang. Infeksi
berhubungan dengan aktivitas inflamasi yang meningkat di tingkat alveolus hingga
membentuk infiltrat pada paru.11,13

6
Gambar 2.3. Isolat Legionella sp. dalam pemeriksaan sputum13

Famili Legionellaceae terdiri dari 60 spesies serta 70 serotip, memiliki kemampuan


infeksi pada manusia sebanyak 30 spesies. Jumlah spesies yang dapat menginfeksi manusia
ditemukan dalam kultur sputum dan bilas bronkoalveolar dengan jumlah yang variatif
dalam satu individu manusia yang mengalami gejala pneumonia. Spesies tersering yang
menyebabkan pneumonia adalah L. pneumophila serotipe 1 dengan insidensi 84% dari
seluruh kejadian pneumonia diikuti oleh L. longbeacheae dan L. bozemanii. Ukuran dari
bakteri ini adalah 2 – 20 µm serta lebar 0,3 – 0,9 µm, tidak memiliki penyebaran melalui
spora, tidak berkapsul, serta motilitas terbatas. Sejumlah bakteri memiliki flagela tipis yang
terletak di bagian polar, subpolar atau lateral sesuai spesies dan serotipe. Bakteri
merupakan organisme aerob, menggunakan asam amino untuk membentuk energi dan
jumlah asam lemak tinggi sehingga rumit untuk dilihat melalui pewarnaan gram di bawah
mikroskop. Umumnya pemeriksaan untuk identifikasi bakteri ini melalui kultur dengan
media agar.14

2.3 Klasifikasi
Terdapat klasifikasi dari world health organization (WHO) dan National Institutes
of Health (NIH) yang dijelaskan sebagai berikut1,2,15:
A. WHO
a. Pneumonia
b. Severe pneumonia
B. NIH
a. Community acquired pneumonia(CAP)

7
Pneumonia yang didapat seseorang diluar dari rumah sakit yaitu pada komunitas.
b. Hospital acquired pneumonia(HAP)
Pneumonia yang diderita seseorang setelah 48 jam dirawat di rumah sakit.
c. Health-care associated pneumonia(HCAP)
Klasifikasi ini dibedakan dengan HAP yaitu fasilitas kesehatan selain rumah sakit,
misalnya fasilitas rehabilitasi, panti jompo dan lainnya.
d. Pneumonia aspirasi
e. Pneumonia atipikal
Sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menggambarkan klasifikasi
berdasarkan berbagai parameter sebagai berikut3:
A. Berdasarkan klinis
a. Pneumonia komuniti (CAP)
b. Pneumonia nosokomial (HAP)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita imunokompromais
B. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal
b. Pneumonia atipikal
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur
C. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial

2.4 Epidemiologi
Terdapat variasi data epidemiologi pada pneumonia atipikal bergantung pada
berbagai faktor seperti usia, letak geografis dan musim.Diperkirakan bahwa 7% hingga
20% pneumonia yang didapat dari komunitas (CAP) adalah sekunder dari mikroorganisme
bakteri atipikal. Mengingat sifat intraselulernya, organisme atipikal tidak terlihat pada
pewarnaan gram dan sulit untuk dikultur; oleh karena itu, jumlah kasus yang sebenarnya
tidak diketahui, tetapi dengan pengobatan serupa etiologi spesifik seringkali tidak
diperlukan.1,4,7

8
2.5 Patofisiologi
Saluran pernapasan bagian bawah tidak steril, dan selalu terpapar patogen
lingkungan. Invasi dan penyebaran bakteri yang disebutkan di atas ke dalam parenkim paru
pada tingkat alveolar menyebabkan pneumonia bakteri. Respon inflamasi tubuh
terhadapnya menyebabkan sindrom klinis pneumonia.6
Untuk mencegah proliferasi mikroorganisme ini, beberapa pertahanan inang
bekerja sama di paru-paru seperti mekanis (misalnya, rambut di lubang hidung dan lendir
di nasofaring dan orofaring) dan kimia (misalnya, protein yang diproduksi oleh sel epitel
alveolus seperti protein surfaktan A dan D, yang memiliki sifat intrinsik bakteri
opsonisasi). Komponen lain dari sistem pertahanan paru terdiri dari sel-sel kekebalan
seperti makrofag alveolar, yang bekerja untuk menelan dan membunuh bakteri tetapi
begitu bakteri dapat mengatasi kapasitas pertahanan inang, mereka mulai berkembang
biak. Makrofag alveolar memulai respons inflamasi untuk memperkuat pertahanan saluran
pernapasan bagian bawah. Respon inflamasi ini merupakan alasan utama manifestasi klinis
pneumonia bakterial. Sitokin dilepaskan sebagai respons terhadap reaksi inflamasi dan
menyebabkan gejala konstitusional; misalnya, IL-1 (interleukin-1) dan TNF (faktor
nekrosis tumor) menyebabkan demam. Chemokine-like IL-8(interleukin-8) dan faktor
perangsang koloni seperti G-CSF (granulocyte colony-stimulating factor) masing-masing
meningkatkan pematangan kemotaksis dan neutrofil, menghasilkan leukositosis pada lab
serologis dan sekresi purulen. Sitokin ini bertanggung jawab atas kebocoran membran
alveolar-kapiler di tempat peradangan, menyebabkan penurunan kepatuhan dan sesak
napas. Kadang-kadang bahkan eritrosit melewati penghalang ini dan mengakibatkan
hemoptisis.Infeksi atipikal menghasilkan lebih sedikit konsolidasi lobar. Oleh karena itu,
pasien biasanya tidak tampak toksik; maka istilah umum "pneumonia berjalan".1,6,16
Organisme atipikal adalah istilah inklusif untuk organisme yang sulit dikultur dan
tidak terlihat pada pewarnaan gram. Mengingat sifatnya yang intraseluler, mereka sulit
diisolasi dan seringkali sulit diobati karena antibiotik harus mampu menembus intraseluler
untuk mencapai target yang diinginkan. Mereka juga dikelompokkan berdasarkan
presentasi subakut dan gejala konstitusional yang serupa.1

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien sering datang dengan gejala konstitusional yang berkepanjangan. Meskipun
tidak dapat diprediksi, secara tradisional diajarkan bahwa pasien dengan infeksi atipikal

9
akan muncul secara bertahap dan memiliki prodromal virus termasuk sakit tenggorokan,
sakit kepala, batuk tidak produktif dan demam ringan. Mereka jarang memiliki area
konsolidasi yang jelas pada auskultasi/radiologis dibandingkan dengan pneumonia tipikal.
Selain itu, gejala ekstra-kardiopulmoner sering terlihat; misalnya, infeksi mikoplasma
dikaitkan dengan ruam dan miringitis bulosa dan Legionella secara klasik dikaitkan dengan
penyakit gastrointestinal dan gangguan elektrolit.1,8

Riwayat M. pneumoniae C. pneumoniae L. pneumophila


Nyeri abdomen - - +

Diare -/+ - +

Nyeri telinga +/- - -

Nyeri kepala + - -

Mialgia + +/- +

Nyeri pleura +/- - +

Nyeri tenggorokan + + -
Tabel 1 : Temuan diagnostic pneumonia atipikal8

2.6.2 Pemeriksaan penunjang


A. Radiologis
Pada pasien yang tampak tidak sakit berat, terutama dalam pengaturan rawat jalan,
kecurigaan klinis yang tinggi adalah semua yang diperlukan untuk melanjutkan pengobatan
empiris. Pada individu yang tampak sakit atau pasien yang diagnosisnya tidak pasti,
rontgen dada (PA/lateral) adalah standar emas diagnostik. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia.1–3Temuan radiologis klasik pada pneumonia atipikal termasuk
infiltrat yang tidak merata, terkadang distribusi bilateral, dan pola interstisial. Mereka lebih
jarang dikaitkan dengan konsolidasi lobar dan temuan parenkim rumit seperti empiema dan
ARDS.1

10
Pemeriksaan Computed tomography dada (CT) merupakan yang paling akurat
dalam mendeteksi kelainan parenkim paru. Kelainan bahkan dapat ditemukan saat
pemeriksaan rontgen menunjukkan hasil yang normal. CT dada lebih akurat daripada
rontgen dada dalam mendiagnosis komplikasi seperti pleuritis dan nekrosis paru dan dalam
diagnosis eksklusif dan diagnosis banding penyakit paru non-infeksi seperti atelektasis,
infark paru, tumor, dan penyakit paru interstisial yang mungkin menunjukkan karakteristik
yang mirip dengan pneumonia pada sinar-X.17

Gambar 2.4 (A) Computed tomography (B) rontgen dada dari pneumonia atipikal dengan
gambaran konsolidasi pada saat hari pertama dirawat7

Gambar 2.5 Rontgen dada pneumonia atipikal (A) hari keempat rawatan (B) selesai
rawatan7

11
B. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sering melengkapi dan selanjutnya berfungsi untuk
membantu stratifikasi risiko individu dan pengobatan langsung. Pengambilan keputusan
hanya dilengkapi dengan studi laboratorium. Beberapa fasilitas kesehatan mungkin
memeriksa jumlah darah lengkap untuk menguji leukositosis 10.000-30.000 danshift-to-the
left, atau melakukan tes pro-kalsitonin dan CRP untuk membantu membedakan etiologi
virus dan bakteri. Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki tes antigen urin dan PCR
virus, memungkinkan untuk mendeteksi legionella, klamidia, dan mikoplasma.1–3 Ketika
pasien tampak sakit berat, penting juga untuk mendapatkan kultur darah dan kultur sputum,
jika memungkinkan, untuk membantu pengelolaan antimikroba dan de-eskalasi
antibiotik.1,2

Pemeriksaan M. pneumoniae C. pneumoniae L. pneumophila


laboratorium
cold aglutinin + - -
hiponatremia - - +

leukositosis +/- - +

Hematuria - - +
mikroskopik

peningkatan - - +
transaminase

Tabel 2: Pemeriksaan laboratorium pada pneumonia atipikal16

Legionella pneumonia
Akibat manifestasi klinis infeksi Legionella tidak jauh berbeda dengan organisme
atipikal lain serta radiologis memiliki manfaat yang sedikit dalam hal diagnosis. Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan diagnosis konfirmasi
Legionella melalui kultur sputum atau bronchoalveolar lavage (BAL) dengan sensitivitas,
atau tes antigen urin positif, atau peningkatan 4-kali lipat antibodi spesifik Legionella.
Pemeriksaan spesifik PCR Legionella dapat mendeteksi seluruh serogrup dan memiliki
sensitivitas mencapai 97,4% dan spesifitas 98,6%.17

12
Gambar 2.6 Pemeriksaan spesifik Legionella17

Modalitas pemeriksaan Legionella sp adalah melalui pemeriksaan standard dan


baku emas melalui kultur dari sampel sputum, sekret saluran napas, cairan pleura, bilas
bronkoalveolus, darah hingga cairan sinovium jika melibatkan jaringan ekstraparu. Waktu
pemeriksaan spesimen adalah 3 – 14 hari dengan sensitivitas <10-80% serta spesifisitas
100%. Modalitas lain adalah urine antigen test (UAT) untuk identifikasi L.pneumophila
serotipe 1 saja dari sampel urin dengan pemeriksaan 3 – 4 jam. Sensitivitas 70-90% dan
spesifisitas > 95% dengan keuntungan mudah, murah, cepat, dan nilai positif menetap
hingga hitungan bulan sebagai marker infeksi kronik atipikal Pemeriksaan antigen urin
adalah pilihan utama untuk diagnostik infeksi Legionella. Saat ini 97% diagnosis klinis
diperoleh dengan metode tes antigen urin. Tes ini menggunakan monoklonal antibodi yang
secara spesifik mengenali sebagian besar antigen lipopolisakarida Legionella Pneumoniae
serotipe 1, namun pemeriksaan ini gagal mendeteksi penyakit yang disebabkan oleh
Legionella serotipe grup lainnya atau bahkan species lain dari Legionella.14

Media Kelebihan Kekurangan

Kultur -Mendeteksi semua spesies -Sulit dilakukan secara tehnis


bakteri -Pertumbuhan lambat(>5 hari)
-Dapat membandingkan isolat -sensitifitas bergantung pada
dan bisa dilakukan uji resistensi kemampuan klinis
antibiotik -Dipengaruhi oleh pemberian
antibiotik
-Membutuhkan media BCYE dimana
tidak tersedia di semua laboratorium

13
Serologi Bisa mendeteksi spesies atau -Pemeriksaan yang dilakukan harus
serogrup selain Lp1 lengkap dari masa awal inkubasi
hingga 2 minggu, 3 minggu dan 6
minggu setelah gejala
-Tidak bisa membedakan antara
kasus Legionella dengan infeksi
karena bakteri tipikal

PCR -Sampel bisa dari jaringan - pengujian bervariasi antar


patologis( jaringan paru) laboratorium
- pemeriksaan cepat - tersedia terbatas di negara maju
- mampu mendeteksi spesies dan seperti Amerika Serikat
serogrup selain Lp1

Urin Pemeriksaan cepat(3 jam) -Hanya dapat mendeteksi spesies dan


antigen Sensitivitas tinggi serogrup selain Lp1
assay -tidak bisa dilakukan perbandingan
dengan PCR dan kultur

DFA -Sampel bisa dari jaringan -Secara tehnis sulit di lakukan


patologis( jaringan paru) -reagen sulit di peroleh
- pemeriksaan cepat
- mampu mendeteksi spesies dan
serogrup selain Lp1

Tabel 3. Perbandingan metode diagnostik Legionella20

Chlamydia pneumonia
Metode pendeteksian infeksi Chlamydophila yang diterima termasuk pemeriksaan
serologis dan kultur atau PCR dari spesimen saluran napas. Secara tradisional, peningkatan
4-kali lipat IgG atau IgA spesifik, beberapa kelemahan seperti waktu yang lama yang
mengharuskan diagnosis dilakukan secara retrospektif saat pasien sudah bebas gejala.
Teknik Microimmunofluorescence merupakan standar pemeriksaan serologis, namun
ELISA juga tersedia.17

14
Media Kelebihan Kekurangan

Kultur -Berbagai jenis spesimen yang - Memakan waktu (mungkin butuh


dapat diterima berminggu-minggu untuk
- Isolat yang di kultur ideal mendapatkan isolat)
untuk uji sensitivitas dan -Membutuhkan keahlian khusus
resistensi antibiotik -Sensitivitas dan Sensitifitas rendah
-Harus dibudidayakan di dalam sel
inang eukariotik

Serologi -kurang spesifik


-Mudah di lakukan -Beberapa kunjungan pasien
- Kit tersedia secara komersial diperlukan untuk mengumpulkan
spesimen sera berpasangan akut
dan konvalesen (pengambilan
sampel peka waktu)
-Memakan waktu
-Tidak ada standardisasi atau
persetujuan FDA
-Tidak optimal untuk keputusan
perawatan
-Tidak ada tes referensi untuk
memvalidasi infeksi persisten
Tabel 4: Perbandinagn metode diagnostik Chlamydia pneumoniae21

Mycoplasma pneumoniae
Diagnosis konfirmasi dari Mycoplasma melalui kultur merupakan baku emas,
namun saat ini kultur tidak dilakukan pada pemeriksaan rutin. Sehingga alternatif diagnosis
dengan metode serologis ELISA dapat dilakukan. Diagnosis definitif dengan serologis
yaitu peningkatan IgG signifikan 4-kali lipat yang diambil 3-4 minggu kemudian. Dengan
kekurangan metode serologis, PCR merupakan metode diagnosis yang sering digunakan
dalam praktik.17
Pemeriksaan lain untuk mendiagnosis M. pneumoniae adalah titer aglutinin yang
memiliki hasil 1:64 atau lebih tinggi terutama pada hari pertama hingga ketiga setelah
gejala muncul. Kasus titer aglutinin sangat tinggi dengan hasil 1:1052 dapat menyebabkan
kejadian meningoensefalitis, salah satu mekanisme infeksi bakteri ekstraparu oleh karena
infiltrasi organ melalui vaskular atau limfatik.11

15
Media Kelebihan Kekurangan

Kultur -Spesifisitas 100% ketika hasil -Memakan waktu lama (butuh


positif berminggu-minggu untuk mendapatkan
-Isolat yang di kultur ideal untuk isolat)
pengujian resistensi antibiotik -Media khusus untuk kultur: Enriched
SP-4
-Membutuhkan keahlian khusus
-Waktu pemeriksaan yang lama tidak
optimal untuk keputusan perawatan
-Hanya tersedia dilaboratorium rujukan
khusus; bukan untuk diagnosis rutin
-Berpotensi tinggi untuk negatif palsu
Serologi - Kurang spesifik
-Mudah di lakukan -Diperlukan beberapa kunjungan pasien
-Alat pemeriksaan mudah di dapat untuk mengumpulkan spesimen.
-Waktu pemeriksaan yang lama tidak
optimal untuk keputusan perawatan
-Memerlukan pemeriksaan lanjutan
untuk pengujian ensim
immunoessay(ELISA)

PCR -Kit yang tersedia bersifat -Biaya yang mahal


komersial -Membutuhkan keahlian dan peralatan
-Sensitivitas dan spesifisitas tinggi khusus
-Cepat -Kurangnya validasi klinis dan
-Hasil dapat diperoleh dengan komparatif
cepat dan bisa jadi panduan
keputusan pengobatan
Tabel 5. Metode diagnostik Mycoplasma11

2.7 Manajemen
2.7.1 Stratifikasi risiko
Stratifikasi risiko seperti skor CURB 65 dan pneumonia severity index sering
digunakan untuk menentukan jenis perawatan medis yang tepat apakah rawat jalan atau
rawat inap. Individu yang tampak baik dimana organisme atipikal dicurigai dapat dikelola
dengan antibiotik rawat jalan dan perawatan simtomatik.1,2,17
CURB-65 sering digunakan karena kepraktisannya, (C) confusion,(U) uremia yaitu
BUN > 20 mg/dl, (R) jumlah napas lebih dari 30 kali per menit, (B) tekanan darah kurang
dari 90/60 mmHg, dan (65) usia lebih dari 65 tahun. Setiap kriteria yang sesuai memiliki 1
poin. Perhitungan stratifikasi risiko CURB-65 sebagai berikut2,17:
• Skor 0-1 : manajemen rawat jalan. Pada pasien ini diberikan terapi secara empiris.
• Skor 2-3 : indikasi perawatan inap pada ruang rawatan umum.
• Skor 4 atau lebih : membutuhkan cadangan ICU apabila terjadi perburukan klinis.

16
Pneumonia Severity Index (PSI) merupakan sistem skoring untuk mengidentifikasi
pasien risiko rendah pada CAP. Sistem skoring terdiri dari 20 item, dijelaskan sebagai
berikut17:

Gambar 2.7 Sistem skoring PSI17

17
Gambar 2.8 Interpretasi hasil skoring PSI17

2.7.2 Tatalaksana
Secara umum direkomendasikan pemilihan antibiotik empiris berdasarkan pola
mikroba lokal. Namun, telaah Cochrane terbaru pada 28 studi randomized control trials
yang mencakup 5939 pasien, tidak menemukan bukti perbaikan klinis dan angka survival
pada penggunaan terapi empiris terhadap pneumonia atipikal.4,18
Organisme atipikal seperti Mycoplasma pneumoniae yang paling umum, tidak
memiliki dinding sel oleh karenanya, antibiotik beta-laktam tidak dianjurkan. Pasien tidak
harus melakukan kultur darah sebelum memulai pengobatan. Namun, dahak harus
diperoleh untuk pewarnaan gram dan kultur. Pada pasien rawat inap, antibiotik harus
dimulai dalam waktu 4 jam.1,3Pengobatan lini pertama adalah golongan antibiotik
makrolid, meskipun resistensi muncul. Azitromisin adalah yang paling umum dan tersedia
dalam formulasi intravena dan oral. Durasi pengobatan singkat hanya 5 hari meningkatkan
kepatuhan pasien. Alternatif antibiotik rawat jalan termasuk fluoroquinolone dan
tetrasiklin. Pengobatan tersebut sering digunakan pada individu yang lebih tua atau yang
memiliki klinis lebih berat ketika lebih banyak organisme piogenik juga dipertimbangkan.
Pada pasien yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit karena diduga pneumonia yang
didapat dari komunitas, pendekatan yang lebih luas sering digunakan dan beta-laktam

18
seperti ceftriaxone ditambahkan ke azitromisin. Kegagalan pengobatan tidak jarang terjadi
akibat resistensi antibiotik, kepatuhan minum obat yang buruk dan ketidakmampuan untuk
mentolerir obat oral. Selain itu, beberapa pasien mungkin memiliki lesi paru yang
menghalangi atau diagnosis yang salah.1,8
Pada kecurigaan legionella, floroquinolone (levofloxacin) dan makrolid merupakan
yang paling sering diberikan dan sangat efektif. Azitromisin lebih dipilih dibandingkan
eritromisin karena efek samping yang lebih minor, selain itu klaritomisin, rifampisin,
ciprofloxacin dan doksisiklin juga dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan
eritromisin. Durasi pengobatan biasanya 5 hingga 10 hari, namun pada pasien dengan
imunokompromais dapat dilanjutkan hingga 3 minggu. Pneumonia yang disebabkan
Chlamydophila pneumoniae juga mengikuti pengobatan yang direkomendasikan. Namun
sifat organisme yang merupakan obligat intraseluler, pemilihan antibiotik haruslah dapat
menembus intraseluler. Golongan makrolid, tetrasiklin dan floroquinolone
direkomendasikan.8,17
Pasien yang mendapatkan perawatan inap di rumah sakit dapat dilakukan sulih
terapi dari intravena menjadi pengobatan oral apabila sudah stabil secara klinis. Pasien
rawat inap di ICU, yang tidak memiliki pneumonia berat, menunjukkan perbaikan klinis,
hemodinamik stabil, dapat melakukan konsumsi obat secara oral dan memiliki fungsi
pencernaan yang normal, mungkin dapat beralih ke pengobatan oral. Kriteria untuk beralih
ke pengobatan oral adalah: 1) batuk dan dispnea berkurang; 2) demam: suhu tubuh dalam
delapan jam terakhir <37.8°C; 3) jumlah leukosit normal dalam tes darah; dan 4) konsumsi
oral yang cukup dan penyerapan gastrointestinal normal.17

Gambar 2.9 Terapi antibiotik pneumonia atipikal8

19
Pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, patogen atipikal tidak umum tetapi
jika dicurigai maka pengobatan lini pertama adalah amoksisilin selama 7-14 hari.
Golongan makrolid(seperti azitromisin) direkomendasikan untuk anak diatas 5 tahun.
Anak-anak yang mengembangkan pneumonia atipikal lebih mungkin membutuhkan rawat
inap dan sering membutuhkan terapi parenteral serta suplementasi oksigen. Pasien lanjut
usia dengan pneumonia atipikal sering mengalami perubahan status mental dan
komorbiditas lain yang juga meningkatkan risiko aspirasi. Pada kelompok ini juga harus
diberikan antibiotik untuk melawan infeksi anaerob.1,16
Bakteri penyebab pneumonia atipikal tidak memiliki dinding sel; oleh karena itu,
tidak direkomendasikan pemberian antibiotik beta-laktam. Oleh karena itu golongan
makrolid, tetrasiklin, dan fluorokuinolon adalah pengobatan pilihan untuk pneumonia
atipikal. Makrolid adalah antibiotik lini pertama yang digunakan pada anak-anak karena
konsentrasi penghambatan minimum yang rendah dan keamanan yang tinggi. Insiden
pneumonia yang disebabkan oleh M. pneumoniae yang resisten terhadap makrolida telah
meningkat sejak tahun 2000, terutama di Korea, Jepang, dan Cina. Peningkatan yang nyata
pada macrolide-resistant M. pneumoniae pneumonia(MRMP) sebagian disebabkan oleh
penggunaan makrolida yang berlebihan. Selanjutnya, MRMP rumit yang parah merespons
kortikosteroid tanpa memerlukan perubahan antibiotik. Ini menyiratkan bahwa status
hiper-inflamasi pejamu dapat menyebabkan pneumonia refrakter klinis terlepas dari
mutasi. Terapi makrolida empiris pada anak-anak dengan CAP ringan sampai sedang,
terutama selama periode tanpa epidemi M. pneumoniae, mungkin tidak memberikan
manfaat tambahan dibandingkan monoterapi beta-laktam dan dapat meningkatkan risiko
MRMP.19

20
BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia atipikal paling sering disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan


Chlamydophila. Sindrom klinis pneumonia atipikal ditandai dengan gejala ringan dan
produksi sputum sedikit serta progresivitas penyakit yang bervariasi, keterlibatan
ektrapulmoner dan tidak merespon dengan penisilin. Temuan radiologis klasik pada
pneumonia atipikal termasuk infiltrat yang tidak merata, terkadang distribusi bilateral, dan
pola interstisial. Mereka lebih jarang dikaitkan dengan konsolidasi lobar dan temuan
parenkim rumit seperti empiema. Pengobatan lini pertama adalah golongan antibiotik
makrolid dengan alternatif antibiotik fluoroquinolone dan tetrasiklin.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Stamm, D. R. & Stankewicz, H. A. Atypical Bacterial Pneumonia. in StatPearls


[Internet] 1 (Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2020).
2. Jain, V., Vashisht, R., Yilmaz, G. & Bhardwaj, A. Pneumonia Pathology. in
StatPearls [Internet] 1 (Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2021).
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti : Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
4. Basarab, M., Macrae, M. B. & Curtis, C. M. Atypical pneumonia. Curr Opin Pulm
Med 20, 247–251 (2014).
5. Wagner, K. et al. Detection of respiratory bacterial pathogens causing atypical
pneumonia by multiplex Lightmix® RT-PCR. Int. J. Med. Microbiol. 308, 317–323
(2018).
6. Sattar, S. B. A. & Sharma, S. Bacterial Pneumonia. in StatPearls [Internet] 1
(Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2021).
7. Ota, K., Ryo, M. P. H., Kanna, I. & Masahide, O. An atypical case of atypical
pneumonia. J Gen Fam Med 19, 133–135 (2018).
8. Sharma, L., Losier, A., Tolbert, T., Cruz, C. S. Dela & Marion, C. R. Atypical
Pneumonia Updates on Legionella, Chlamydophila, and Mycoplasma Pneumonia.
Clin. Chest Med. 38, 45–58 (2017).
9. Mackenzie, G. The definition and classification of pneumonia. Pneumonia 8, 1–5
(2016).
10. Wijaya, D., Handayani, D. & Taufik, F. F. Pneumonia Atipik Akibat Mycoplasma
Pneumoniae. J. Respirologi Indones. 35, 124–129 (2015).
11. Chanin, A. & Opal, S. Severe Pneumonia Caused by Legionella pneumophila:
Differential Diagnosis and Therapeutic Considerations. Infect. Dis. Clin. North Am.
111–121 (2017). doi:10.1016/j.idc.2016.10.009
12. Arnold, F., Summersgill, J. & Ramirez, J. Role of Atypical Pathogens in the
Etiology of Community-acquired Pneumonia. Semin. Respir. Crit. Care Med. 37,
819–828 (2016).
13. Kese, D., Obreza, A., Rojko, T. & Kisek, T. Legionella pneumophila —
Epidemiology and Characterization of Clinical Isolates, Slovenia, 2006-2020.
Diagnostics 11, 1–11 (2021).
14. Jomehzadeh, N., Moosavian, M., Saki, M. & Rashno, M. Legionella and

22
Legionnaires’ Disease : An Overview. J. Acute Dis. 8, 221–231 (2019).
15. World Health Organization. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities. (2014).
16. Hon, K. L. et al. Typical or atypical pneumonia and severe acute respiratory
symptoms in PICU. Clin Respir J 9, 366–371 (2015).
17. Lee, M. S. et al. Guideline for Antibiotic Use in Adults with Community-acquired
Pneumonia. Infect Chemother 50, 160–198 (2018).
18. Robenshtok, E. et al. Empiric antibiotic coverage of atypical pathogens for
community acquired pneumonia in hospitalized adults. Cochrane Database Syst.
Rev. 1–3 (2012). doi:10.1002/14651858.CD004418.pub4.Copyright
19. Shim, J. Y. Current perspectives on atypical pneumonia in children. Clin Exp
Pediatr 63, 469–476 (2020).
20. Benitez AJ, Thurman KA. Diagnostic of Legionella ( legionnaires’ Disease and
Pontiac Fever. National Center for Immunization and Respiratory Diseases,
Division of Bacterial Diseases April 30, 2018
21. Kumar S, Hammerschlag MR. Acute respiratory infection due to Chlamydia
pneumoniae: Current status of diagnostic methods. Clin Infect Dis.2007;44:568–76

23

Anda mungkin juga menyukai