Anda di halaman 1dari 23

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN KELAS B

“STUDI KASUS PNEUMONIA PADA LANSIA”


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Syamsudin, M.Biomed, Apt.

Disusun oleh:
KELOMPOK 5
1. Nine Yuanita 2019000056
2. Nona Juniar 2019000057
3. Nurjanah 2019000058
4. Nurul Maulida Rizka 2019000059
5. Nurul Wahyu Tri Utami 2019000060

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PANCASILA
2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 2
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Pneumonia ............................................................................ 4
2.2. Klasifikasi Pneumonia ....................................................................... 4
2.3. Epidemiologi ...................................................................................... 5
2.4. Etiologi ............................................................................................... 6
2.5. Faktor Resiko ..................................................................................... 6
2.6. Patogenesis dan Patologi .................................................................... 7
2.7. Manifestasi Klinik .............................................................................. 8
2.8. Diagnosis ............................................................................................ 9
2.9. Pneumonia pada Usia Lanjut ............................................................. 11
2.10. Penatalaksaan Pneumonia .................................................................. 12

BAB III KASUS DAN PENYELESAIAN


3.1. Kasus .................................................................................................. 14
3.2. Penyelesaian Kasus ............................................................................ 16

BAB IV KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan ........................................................................................ 20

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 21

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi
klinik menjadi sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada
pasien dengan kondisi kritis. Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan akut
yang menyerang paru-paru dan dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri,
jamur, virus dan parasite. Pneumonia pada lansia adalah masalah serius karena dapat
memperburuk penyakit yang mereka sudah miliki dan dapat menyebabkan kematian
jika dibiarkan tidak diobati. Lansia lebih rentan terhadap pneumonia karena penurunan
respon sistem kekebalan tubuh lansia sehingga pertahanannya menjadi lebih lemah.
Beberapa organisme virulen dapat menyebabkan infeksi pada orang yang lebih muda,
tetapi infeksi bisa lebih buruk pada lansia.
Patofisiologi dari pneumonia adalah pertama-tama bakteri masuk melalui udara
atau melalui aliran darah akibat infeksi pada bagian tubuh lain, lalu masuk ke dalam
alveoli, kemudian bakteri menginvasi ruangan di antara sel dan di antara alveoli,
sehingga sel darah putih mengirim neutrofil yang akan melawan bakteri dan
mengeluarkan sitokin yang mengakibatkan neutrofil, bakteri dan cairan mengisi
alveolus dan menganggu transport O2. Gejala serangan pneumonia adalah malaise atau
merasa lemah, batuk, dahak hijau atau kuning, nyeri di dada, kebingungan, demam,
menggigil, sesak napas. Gejala dan tanda terkadang tidak sespesifik. Mereka mungkin
lebih mengantuk dan lesu, atau kehilangan nafsu mereka, atau mereka mungkin
menderita pusing dan jatuh.
Tes diagnostik dapat memastikan kasus pneumonia pada lansia. Seorang dokter
yang mendengarkan paru pasien mungkin mendengar suara menggelegak disebut Rales
dan gemerisik suara yang disebut rhonchus, yang sinyal infeksi dan peradangan di paru.
Sebuah tes pulsa oximetri menghitung kadar oksigen darah. Sebuah x-ray dada atau CT
scan sering merupakan diagnosis definitif, memberitahu dokter di mana infeksi dan
tingkat penyakit. Terkadang dokter akan memiliki dahak atau darah pasien yang
dianalisis untuk menguraikan organisme yang bertanggung jawab atas infeksi.
Pengobatan pneumonia tergantung pada organisme yang memicu penyakit. Kasus
pneumonia virus, beberapa pasien menerima obat antivirus, tetapi ini tidak sering

2
diresepkan. Dan antibiotik tidak digunakan karena mereka tidak efektif terhadap virus.
Serangan pneumonia virus biasanya sembuh tanpa obat, asalkan pasien beristirahat,
makan makanan sehat, dan mengambil banyak cairan. Pneumonia bakterial selalu
diobati dengan antibiotik. Jika pasien berada di rumah sakit, itu adalah khas untuk
rumah sakit untuk mengikuti pedoman perawatan yang ketat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pneumonia?
2. Bagaimanakah etiologi pada pneumonia?
3. Bagaimanakah cara diagnosis pneumonia pada lansia?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan pneumonia pada lansia?
5. Bagaimanakah penyelesaian studi kasus pneumonia pada lansia berdasarkan metode
SOAP?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari pneumonia.
2. Untuk mengetahui pneumonia etiologi dari pneumonia.
3. Untuk mengetahui aspek yang digunakan untuk diagnosis pneumonia.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan pneumonia.
5. Untuk mengetahui penanganan kasus baik secara farmakologi (menggunakan
metode SOAP) maupun terapi non-farmakologi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pneumonia


Menurut World Health Organization (WHO), pneumonia merupakan infeksi
saluran pernapasan akut yang menyerang paru-paru. Alveoulus akan terisi nanah dan
cairan yang dapat menyebabkan sesak napas dan mengurangi pemasukan oksigen.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas.

2.2. Klasifikasi Pneumonia


A. Berdasarkan Asal Infeksi
1. Pneumonia Komuniti (Community-Acquired Pneumonia)
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah
sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang
tidak menempati perawatan kesehatan jangka panjang selama 14 hari atau lebih
sebelum gejala muncul, dan biasanya disertai dengan adanya gambaran infiltrate
pada pemeriksaan radiologi dada
2. Pneumonia Nosokomial (Hospital-Acqiured Pneumonia / Nosocomial
Pneumonia)
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang muncul setelah dirawat di rumah
sakit lebih dari 48 jam. Pneumonia nosocomial terjadi karena terdapat
ketidakseimbangan pertahanan tubuh dengan kolonisasi bakteri sehingga
menginvasi saluran napas bagian bawah. ATS membagi pneumonia nosokomial
menjadi 2 yaitu aerly onset (biasanya muncul setelah 4 hari perawatan di rumah
sakit) dan late onset (setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit).
3. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan
lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang
menginfeksi pada Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah
kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi

4
Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae
bakteri yang lazim dijumpai campuran antara Gram negatif batang + S. aureus.

B. Berdasarkan Bakteri Penyebab


1. Pneumonia Bakterial / Tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
2. Pneumonia Atipikal
Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
3. Pneumonia Virus
4. Pneumonia Jamur
Merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (Immunocompromised).

C. Berdasarkan Predileksi Infeksi / Area Paru yang Terinfeksi


1. Pneumonia Lobaris
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia
yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
2. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan
oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus.
3. Pneumonia Interstisia

2.3. Epidemiologi
Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun adalah 12
kasus setiap 1000 orang. Mortalitas pada penderita CAP yang membutuhkan
perawatan rumah sakit diperkirakan sekitar 7 - 14%, dan meningkat pada populasi
tertentu seperti pada penderita CAP dengan bakterimi, dan penderita yang
memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU). Angka mortalitas juga lebih
tinggi ditemukan pada negara berkembang, pada usia muda, dan pada usia lanjut,
bervariasi dari 10 – 40 orang tiap 1000 penduduk di negara-negara barat.
5
Insiden dan prevelensi pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1.8% dan
4,5%. Lima provinsi yang memiliki insiden tertinggi untuk semua umur adalah NTT,
Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan. Di Indonesia
prevelensi kejadian pneumonia mengalami peningkatan pada usia 65 tahun keatas.

2.4. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri
(Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis dan
faecium, Pseudomonas aeruginosae, Klebsiella pneumoniae, Haemophillus influenza),
virus (cytomegalovirus, herpes simplex virus, varicella zoster virus), jamur (Candida
sp., Aspergillus sp., Crytococcus neoformans) dan protozoa. Pneumonia yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru
yang disebabkan oleh nonmikrooganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia komunitas yang diderita
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia
rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita penderita komunitas adalah
bakteri gram negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosocomial :
a. Didapat di masyarakat : Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob
oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit : basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob.

2.5. Faktor Resiko


a. Usia tua atau anak-anak
b. Adanya penyakit paru yang menyertai
c. Infeksi Saluran Pernapasan yang disebabkan oleh virus
d. Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
e. Obstruksi bronchial
f. Immunocompromise atau mendapat obat Immunosupressive seperti -
kortikosteroid
g. Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia aspirasi)
6
2.6. Patogenesis dan Patologi
Proses patogenesis pneumonia terkait pada tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi
satu sama lain. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Adanya bakteri di
paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan:
1) Inokulasi langsung
2) Penyebaran melalui darah
3) Inhalasi bahan aerosol
4) Kolonosiasi di permukaan mukosa

7
Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk
antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi
perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah
pasitik parasitik terset yaitu :
1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah
3) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis
yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.

2.7. Manifestasi Klinik


Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah
pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah
saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.
8
2.8. Diagnosis
A. Gambaran klinis
1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

2. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.

2. Pemeriksaan Labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
9
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Pada pemeriksaan
labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah
dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti
pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau
infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
4. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
5. Leukosit > 10.000 atau < 450

Pneumonia komunitas adalah infeksi pneumonia yang didapat di


luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Untuk menentukan kriteria
pasien yang dirawat atau dapat menjalani rawat jalan dapat digunakan
sistem skor CURB-65. Pada penilaian menggunakan CURB-65 terdapat 5
item penilaian di antaranya confusion (perubahan kesadaran), kadar ureum
yang meningkat, frekuensi pernapasan yang meningkat (≥30 kali/menit),
tekanan darah sistolik <90 mmHg atau diastolik ≤60 mmHg, dan usia
(usia ≥65 tahun). Masing-masing mempunyai nilai satu. Apabila didapatkan
nilai 0 atau 1 pasiennya dapat berobat jalan, apabila didapatkan skor 2
dianjurkan untuk dirawat. Jika skor 3 harus dirawat, sedangkan bila skor 4
atau 5 disarankan untuk dirawat di ruangan intensif.

10
2.9. Pneumonia pada Usia Lanjut
Seiring penuaan, berbagai perubahan pada sistem respirasi. Terjadi penurunan
elastisitas paru, meningkatnya kekakuan dinding dada, dan berkurangnya kekuatan
otot dada. Selain itu juga terjadi penurunan gerak silia pada sistem respirasi,
penurunan refleks batuk, dan refleks fisiologik lainnya yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya infeksi pada saluran napas bawah. Volume residu paru bertambah dan
terjadi penurunan sensitivitas pusat pernapasan terhadap hipoksemia dan
hiperkapnia.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan Streptococcus pneumonia sebagai
penyebab tersering pneumonia komunitas pada usia lanjut, yaitu sekitar 36-
49%.Berbeda dengan penelitian Han et al. yang mendapatkan Pseudomonas
aeruginosa sebagai penyebab tersering pneumonia komunitas di China, yaitu
sebesar 20,1%, diikuti Klebsiella pneumonia 15,2%, Streptococcus pneumonia
hanya ditemukan sebanyak 3,3%. Pneumonia pada usia lanjut seringkali tidak
menunjukkan gejala yang jelas. Beberapa penelitian menunjukkan tidak selalu
ditemukan demam ataupun gejala pernapasan pada populasi ini. Penelitian
Fernandez-Sabe et al terhadap pasien pneumonia komunitas berusia 80 tahun ke atas
tidak menemukan keluhan batuk sebagai keluhan pasien saat masuk perawatan,
sedangkan demam tidak didapatkan pada 32% pasien. Zalacain et al mendapatkan
perubahan status mental sebagai keluhan utama pada 26% pasien. Selain perubahan

11
status mental atau perilaku, usia lanjut bisa datang dengan keluhan jatuh, gangguan
status fungsional, dizziness, penurunan kesadaran, kelemahan umum, anoreksia,
dehidrasi. Manifestasi tidak biasa ini seringkali menyebabkan keterlambatan diagnosis
pneumonia pada usia lanjut.

2.10. Penatalaksaan Pneumonia


A. Alur Penatalaksaan Pneumonia
Penatalaksaan pneumonia didasarkan pada Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan
Pneumonia Komuniti di Indonesia yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.

12
B. Pilihan Antibiotika pada Pneumonia Komunitas pada Usia Lanjut

13
BAB III

STUDI KASUS DAN PENYELESAIAN MASALAH

2.1. Studi Kasus


Tuan R berusia 66 tahun dibawa ke UGD dengan riwayat batuk kering selama 4 hari,
mengeluarkan sputum yang berwarna kecoklatan dan menggigil tiba-tiba pada malam hari
sebelumnya, demam dan lemas. Pada awalnya, dia berfikir bahwa dia flu, tetapi gejalanya
memburuk dan dia hampir tidak bisa tidur semalaman karena batuk yang dialaminya.
Ia membantah mengalami sesak nafas, tetapi ia mengatakan bahwa ia bernafas lebih
cepat dari biasanya. Ia pun menceritakan pengalamannya bahwa dalam perjalanannya ke
UGD ia merasa nyeri dada yang sangat sakit di sebelah kanan setelah ia mengalami batuk
yang panjang. Ia membantah mengalami kaki bengkak, sisi kirinya mengalami orthopnea
atau sakit dada pada bagian kiri. Ia juga membantah gejala gastrointestinal (tidak ada
mual, muntah atau diare). Ia memiliki riwayat penyakit hipertensi dan
hiperkolesterolemia. Ia mengatakan tidak menggunakan antibiotik pada 3 bulan
sebelumnya.

A. Riwayat Penyakit
1. Hipertensi.
2. Hiperkolesterolemia.
B. Pengobatan
1. Azitromycin pada saat rawat jalan.
2. Levofloxacin dengan jalur pemberian intravena pada rawat inap selama 3 hari
C. Riwayat Hidup Pasien
1. Pasien mengalami sesak nafas, batuk kering selama 4 hari, sputum berwarna
kecoklatan, demam, menggigil dan nyeri dada yang berat di sebelah kanan dada.
2. Pasien membantah mengalami kaki bengkak, sisi kirinya mengalami orthopnea
atau sakit dada pada bagian kiri.
3. Pasien membantah mengalami gejala gastrointestinal (tidak mengalami mual,
muntah atau diare).

14
D. Pemeriksaan Fisik Pasien
1. Tanda Vital
1) Tekanan Darah: 128/76 mmHg.
2) Denyut Nadi 102 kali/menit.
3) Laju Respirasi 24 kali/menit.
4) Suhu 38,5 ºC.
2. Paru-Paru/Toraks
1) Sesak nafas.
2) Nyeri dada yang berat di bagian kanan.
3) Bernafas lebih cepat dari biasanya.
3. Radiologi
1) Foto toraks menunjukkan konsolidasi fokal pada lobus tengah dan kanan
bawah menandakan pneumonia.
2) Paru sebelah kiri menandakan bersih.
4. Hasil Laboratorium
1) Na 138 mEq/L
2) K 4,2 mEq/L
3) Cl 99 mEq/L
4) Ca 8 mg/dL
5) BUN 17 mg/dL
6) Kreatinin 1,1 mg/dL
7) Glukosa 87 mg/dL
8) Neutrofil 72%
9) Limfosit 12%
10) Trombosit 180.000 sel/mL
11) WBC 4.200 sel/μL
5. Kultur Darah
Streptococcus pneumoniae (+) tumbuh di media.
6. Uji Sensitivitas Antibiotik
1) Resisten : Azithromycin
2) Sensitif : Fluoroquinolon

15
7. Penentuan Tingkat Mortalitas dengan Metode CURB- 65
1) Confusion : 0 (kesadaran)
2) Urea : 0 (BUN 17 mg/dL; normal 7-20 mg/dL)
3) Respiratory Rate : 0 (24 kali per menit; normal 12-20 kali per menit)
4) Blood Presure : 0 (128/76 mmHg; normal 120/80 mmHg)
5) Usia 65 (tahun) : 1 (usia pasien 66 tahun)
Skor CURB-65 : 1 (Berdasarkan jurnal pasien rawat jalan)

2.2. Penyelesaian Masalah


A. Subjektif
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 66 tahun
Gejala yang dirasakan :
- 3 hari sesak nafas yang memburuk (sesak nafas dimulai
seminggu yang lalu)
- Demam dan kedinginan.
- Nyeri dada yang berat di sisi kanan dan batuk kering.
- Bernafas lebih cepat dari biasanya
- Sputum berwarna seperti karat dan kecoklatan

Riwayat Penyakit : Hipertensi & hiperkolesterolemia.

Riwayat Hidup Pasien :


1. Pasien mengalami sesak nafas, batuk kering selama 4 hari, sputum berwarna
kecoklatan, demam, menggigil dan nyeri dada yang berat di sebelah kanan dada.
2. Pasien membantah mengalami kaki bengkak, sisi kirinya mengalami orthopnea
atau sakit dada pada bagian kiri.
3. Pasien membantah mengalami gejala gastrointestinal (tidak mengalami mual,
muntah atau diare).

Riwayat Pengobatan :
1. Azitromycin pada saat rawat jalan.
2. Levofloxacin dengan jalur pemberian intravena pada rawat inap selama 3 hari.

16
B. Objektif
1. Tanda Vital
Parameter Hasil Pengukuran Kriteria Normal
Tekanan Darah 128/76 mmHg 120/80 mmHg
Denyut Nadi 102 kali/menit 60-100 kali/menit
Laju Respirasi 24 kali/menit <30 kali/menit
Suhu 38,5 ºC 36,5-37,5 ºC

2. Radiologi:

17
Thorax pasien pneumonia Thorax normal
1) Foto Toraks : konsolidasi fokal pada lobus kanan bawah menandakan
pneumonia.
2) Paru sebelah kiri : menandakan bersih.

3. Kultur Darah : Streptococcus pneumoniae (+) tumbuh di media.

4. Uji Sensitivitas Antibiotik


Antibiotik Hasil
Azitromisin Resisten
Fluoroquinolon Sensitif

5. Hasil Laboratorium
Parameter Hasil Laboratorium Kriteria Normal Keterangan
Na 138 mEq/L 135-145 mEq/L Normal
K 4,2 mEq/L 3,5-5,0 mEq/L Normal
Cl 99 mEq/L 96-106 mEq/L Normal
Ca 8 mg/dL 8,8-10,4 mg/dL Hipokalsemia
Glukosa 87 mg/dL 70-100 mg/dL Normal
BUN 17 mg/dL 7-20 mg/dL Normal
Kreatinin 1,1 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL Normal
Neutrofil 72% 36-73% Normal
Limfosit 12% 15-45% Abnormal
Trombosit 180 x 103/mm3 170-380 x 103/mm3 Normal
WBC 4,2 x 103/mm3 3,2-10 x 103/mm3 Normal

C. Assessment
1. Berdasarkan nilai CURB-65, pasien mendapatkan skor = 1 yang berdasarkan
PDPI community, skor 1 mendapatkan terapi rawat jalan. Pasien telah sesuai
mendapatkan terapi rawat jalan berdasarkan skor CURB-65.
2. Ada indikasi tanpa obat :
1) Pasien mengalami batuk kering selama 4 hari.
2) Pasien juga mengalami demam dan menggigil.
3) Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi, sebaiknya diberikan
antihipertensi untuk maintenance (seperti : Amlodipin)

18
3. Obat tidak sesuai, pasien menderita pneumonia tipikal dimana hasil uji mikroba
positif S. pneumoniae . Golongan β-laktam ditambah anti β-laktamase atau
fluorokuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin, Gatifloksasin).

D. Plan
1. Terapi Non-Farmakologi :
1) Kurangi kegiatan fisik yang berat
2) Atur pola hidup yang sehat
3) Olahraga ringan dan usahakan terpapar sinar matahari pagi untuk mencukupi
kebutuhan kalsium.

2. Terapi Farmakologi :
1) Konseling
2) Monitoring :
a) Dilakukan pemeriksaan profil lipid karena pasien memiliki riwayat
penyakit hiperkolesterolemia.
b) Sebaiknya dilakukan kultur mikroba sebelum memulai terapi obat.
3) Pengobatan :
a) Diberi antitusif untuk mengobati batuk keringnya (seperti
Dektrometorfan, Noskapin, Codein HCl)
b) Diberikan paracetamol 500 mg 3 x sehari 1 tablet untuk mengobati
demamnya.
c) Penggunaan antibiotik β-laktam dan atau fluoroquinolon diperlukan
untuk mengobati pneumonia yang diderita oleh pasien.
4) Sebaiknya dilakukan terapi sulih setelah pasien keluar dari rumah sakit.

19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN
A. Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit) yang ditandai dengan adanya gejala seperti demam,
batuk, sesak napas atau nyeri dada.
B. Penegakkan diagnosis didasarkan pada gejala yang dirasakan, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
C. Penatalaksanaan pneumonia dapat dilakukan dengan rawat jalan maupun rawat inap
sesuai indeks keparahan penyakit dengan memberikan terapi suportif/simptomatik
dan pemberian antibiotik empiris sesegera mungkin sesuai panduan PDPI atau
Dipiro.
D. Pada studi kasus tersebut, pasien tersebut dinilai memiliki penyakit pneumonia
komunitas pada lansia.
E. Pada studi kasus tersebut, pasien diberikan 3 macam terapi non-farmakologis serta 3
macam terapi farmakologis yaitu konseling, monitoring dan pengobatan berupa
levofloksasin.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: 2005.
2. Sumber Patofisologi, Gejala, Tes Diagnostik, dan Pengobatan pada Pendahuluan.
Diambil dari:
https://www.aplaceformom.com/planning-and-advice/articles/pneumonia-in-the-
elderly. Diakses tanggal 8 September 2019.
3. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-
acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
4. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis,
assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J
Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25
5. Lionel A. Mandell, Richard G Wunderink, Antonio Anzueto, John G Barlet, G.
Douglas Campbel, Nathan C. Dean, dkk. IDSA/ATS Guidelines for CAP in Adults.
2007:44
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia.2003
7. Roza Mulyana. Terapi Antibiotika Pada Pneumonia Usia Lanjut. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2019
8. Karina Damayanti, Oyagi Ryusuke. Pneumonia. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. 2017
9. Alwi Muarif Kurniawan. Profil Pasien Usia Lanjut Dengan Pneumonia Kominitas di
Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng. 2014

21
22

Anda mungkin juga menyukai